Implementasi Rezim Internasional Good Go
Implementasi Rezim Internasional Good
Governance Terhadap Partisipasi Wanita Dalam
Politik Indonesia Dan Amerika Serikat (20092013)
Winda Hastuti-10425007911
Universitas Budi Luhur
Abstract
This paper shows condition of good governance in Indonesia and United States: voice
and accountability, political stability and absence of violence, government
effectiveness, regulatory quality, rule of law, and control of corruption. Both the state
is embracing the democratic system. the level of participation of women in U.S.
politics is lower than Indonesia. why participation (representation) of women in
politics in Indonesia is higher than the United States, when in fact the indicators of
democracy the United States is much higher than Indonesia? Knowing United States
is the country's oldest democracy adherents in the world, even in every global
political agenda the United States has always upheld the values of human rights and
democracy. The paper also try to analysis of the low level of participation of women
in political superpower.
Keywords: Good Governance, Women in Politics, Indonesia, United States.
Pendahuluan
Pada tahun 1980-1990-an, rezim internasional telah menjadi fokus dalam dunia
hubungan internasional (HI). Munculnya rezim internasional merupakan dampak dari
ketidakpuasan terhadap tatanan internasional serta otoritas dan organisasi. Misalnya
organisasi pemberian dana bantuan internasional, seperti Bank Dunia (World Bank) dan
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund), dsb telah mengeluarkan
gagasan mengenai good governance. Sehingga negara yang dibantu oleh organisasi
tersebut harus bisa mencapai tuntutan-tuntutan yang diberikan dan mengikuti semua
prosedur yang dibuat oleh organisasi tersebut.
Indonesia masih jauh dalam kategori good governance dilihat dari indeks korupsi
persepsi, dimana mengindikasikan salah satu negara yang bersih. Oleh karena itu,
indikator-indikator pada good governance bisa sejalan pula dengan kondisi politik negara
tersebut yang menganut sistem demokrasi. Salah satunya mengenai partisipasi di politik,
dimana negara yang good governance bisa lebih tinggi partisipasi politik di negara.
1
Mahasiswi Hubungan Internasional semester 6. Jurnal diajukan untuk Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Newly
Industrialized Countries 2013.
1
Partisipasi tersebut bisa secara langsung (berupa representasi) dan tidak langsung (hak
suara).
Namun fakta yang ditunjukkan oleh Inter-Parliamentary-Union (IPU) tahun 2013
mengenai representasi wanita dalam politik menunjukkan posisi Amerika Serikat justru
berada dibawah Indonesia. Kedua negara tersebut memiliki kesamaan yaitu sama-sama
penganut demokrasi. Namun Amerika Serikat yang menganut demokrasi sejak tahun
1917 masih berada dibawa Indonesia yang menganut demokrasi sejak tahun 1955
perihal representasi wanita dalam politik. Dimana Indonesia hanya bisa mencapai 18,6%
kuota wanita dalam politik, sedangkan Amerika Serikat baru mencapai 17,8% kuota
wanita dalam politik.
Konsep Good Governance sebagai Rezim Internasional
Menurut Stephan Haggard dan Simmons, rezim merupakan perilaku kooperatif,
dan memfasilitasi kerjasama, namun kerjasama dapat berlangsung tanpa adanya rezim. 2
Stephen Krasner menyebutkan rezim internasional sebagai prinsip, norma, aturan, dan
proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pengharapan aktor-aktor berbagai
kepentingan dalam suatu isu hubungan internasional. 3 Sedangkan Robert O. Keohane
mendefinisikan rezim internasional sebagai serangkaian rencana yang didalamnya
terdapat aturan, norma, dan prosedur yang mengatur tingkah laku dan mengontrol efek
yang ditimbulkan oleh rezim itu sendiri. 4 Dari penjelasan tersebut rezim internasional
dibuat oleh organisasi-organisasi pemberi dana bantuan internasional wajib dilaksanakan
oleh negara penerima bantuan agar bisa bertanggung jawab atas pinjamannya, salah
satunya persyaratan good governance.
Menurut Leach dan Percy-Smith, governance memecahkan antara “pemerintah”
dan “yang diperintah” karena semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata
lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of
law, partisipatif dan kemitraan. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, “good governance” telah
diterjemahkan menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah. 5 Beberapa prinsipprinsip good governance tersebut yang akan mengacu pada inti dari penelitian ini yaitu
partisipasi wanita khususnya representasi wanita dalam politik. Teori partisipasi politik ini
yang dapat membuktikan apakah good governance sebagai rezim internasional benarbenar mempengaruhi partisipasi politik atau tidak.
Teori Partisipasi Politik
2 Stephan Krasner, (1982), Structural Causes and Regime Consequences: Regime as Intervening Variables, dlm
(Penyunt.) International Regimes, New York: Cornell University Press, hal. 1-21.
3 Stephan Krasner, (1983), International Regimes, New York: Cornell University Press, hal. 7.
4 Robert Keohane, (2004), The Demand of International Regime, New Jersey: Cambridge University Press. Ch.
VI. hal. 142-170.
5 Bintoro Tjokroamidjojo, (2001), Reformasi Administrasi Publik, Skripsi (tidak diterbitkan), Jakarta: UNKRIS hal.
18
2
Partisipasi merupakan aspek penting dari demokrasi. Partisipasi politik di negaranegara yang menerapkan sistem demokrasi merupakan hak warga negara, tetapi dalam
kenyataan persentase warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu negara ke
negara yang lain.6 Di negara yang menganut paham demokrasi menyatakan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh rakyat
secara
langsung
maupun
melalui
lembaga
perwakilan.
Huntington
dan
Nelson
menjelaskan bahwa partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara yang bertindak
sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh
pemerintah. Partisipasi biasa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan,
berkelanjutan atau sporadik, damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau
tidak efektif.
7
Dalam perspektif lain Mc.Closky menyatakan bahwa partisipasi politik
adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat, mengambil bagian dalam
proses pemilihan penguasa baik secara langsung atau tidak langsung dalam proses
pembentukan kebijakan umum.8
Namun, Budiardjo memaknai partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan
memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan
pemerintah
(public
policy).
Kegiatan
ini
mencakup
tindakan
seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum menghadiri rapat umum, menjadi anggota
suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan
pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya”. 9 Dan representasi wanita
dalam politik adalah elemen utama jika kita akan meninjau upaya mempromosikan
demokrasi yang ramah gender.10
Hubungan antara Partisipasi dan Good Governance
Penulis memilki skema kerangka pemikiran untuk menjawab permasalahan.
Dimana good governance bisa mempengaruhi antara demokrasi dan partisipasi.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip good governance yang menyebutkan bahwa demokrasi
dan partisipasi merupakan salah satu bagian dari prinsip tersebut. Oleh karena itu,
penulis membuat skema kerangka pemikiran bahwa teori mikro (partisipasi politik)
dari teori
DEMOKRASI PARTIS GODVERNAC
merupakan bagian
makro
(good
governance),
6 Herbert Mc.Closky, (2010), International Encyclopedi of the Social Sciences, dlm. Pengantar Sosiologi Politik,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 285.
7Samuel
Huntington & Nelson, (1977), No easy choice political participation in developing countries,
Cambridge: Harvard University Press, hal. 9.
8 Herbert Mc.Closky, (1972), Political participation, international encyclopedia of the social science, (2nd ed.).
New York: The Macmillan Company and Free Press, hal. 20.
9 Miriam Budiardjo, (1996), Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan demokrasi Pancasila, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 183.
10 Puji Riyanto & Launa, (2009), Representasi Politik Perempuan: Sekedar Ada atau Pemberi Warna, Jurnal
Sosial Demokrasi, hal. 12.
3
ditambah dengan teori yang mengkaitkan antara kedua teori tersebut yaitu demokrasi.
Seperti yang tergambar pada skema berikut ini:
Implementasi Good Governance Di Indonesia Dan Amerika Serikat
Perjalanan sejarah kemunculan good governance hingga sampai di Indonesia:11
11 Eric Neumayer, (2003), The Pattern of Aid Giving: The impact of good governance on development
assistance, London: Routledge, hal. 8-20.
4
Grafik 1.1 Sejarah
Good Governance di Indonesia
Jika tuntutan-tuntutan tersebut dapat diterapkan dan dicapai oleh suatu negara, maka
akan terwujudnya negara yang bersih dan responsif (clean and responsive state),
munculnya
masyarakat
sipil
(vibrant
civil
society),
dan
kehidupan
bisnis
yang
bertanggung jawab (good corporate governance). Oleh karena itu, untuk mencapai suatu
pemerintahan yang baik, maka prinsip demokrasi harus dipadukan dengan ciri-ciri good
governance, seperti partisipasi, aturan hukum (rule of law), transparan, ketanggapan,
orientasi konsensus, kesetaraan, serta efektifitas dan efisiensi. 12 Perbandingan Good
Governance ditinjau dari prinsip-prinsipnya antara Indonesia dan Amerika Serikat:
Tabel
1.1
Perbandingan Good Governance di Indonesia dan Amerika Serikat
Partisipasi Wanita Dalam Politik Di Indonesia Dan Amerika Serikat
Indonesia terjadi perubahan dalam masyarakat Indonesia dan sistem politik di
akhir tahun 1990-an. Pada tahun 1999 mengadakan Pemilihan Umum yang melibatkan
48 partai politik, dimana suasana politik jauh lebih demokratis. Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum yaitu pemilihan langsung anggota legislatif,
presiden dan wakil presiden. Partisipasi menjadi tolak ukur penerimaan atas sistem politik
yang dibangun oleh sebuah negara. Di Indonesia juga ada Undang-Undang Pemilu Tahun
2003 No. 12 Pasal 65 yang mengatur tentang kuota 30% sebagai salah satu syarat bagi
pencalonan anggota legislatif oleh partai politik tentunya secara logika mampu
meningkatkan kuantitas perempuan di tingkat nasional, provinsi dan lokal di masingmasing daerah pemilihan umum. Pasal 8 Paragraf (1) dari UU No.10/2008 mengenai
Pemilihan Umum mensyaratkan partai politik untuk memasukkan setidaknya 30%
perempuan dalam dewan pimpinan pusat partai tersebut. Berikut data mengenai wanita
12 http://www.unescap.org
5
dalam
politik
Indonesia:
Tabel 1.2 Representasi wanita dalam politik di Indonesia13
Namun, di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an hingga saat ini sangat rendah
representasi wanitanya dalam politik. Salah satu faktornya adalah kurangnya sosialisasi
politik. Menurut Kedrowski, rendahnya wanita dalam politik di AS itu karena kurangnya
rasa kepercayaan diri untuk mewakili konstituen di tingkat nasional. Menurut Darcy,
wanita di AS kurang pendidikan mengenai hukum, politik, dan sebagainya. 14 Sedangkan
menurut McGlen mengatakan bahwa wanita tidak begitu minat terhadap politik karena
terjun dalam dunia politik tidak membawa manfaat bagi kehidupannya. 15 Akibat
rendahnya partisipasi wanita dalam politik di AS ternyata juga menyebabkan kekalahan
bagi kandidat wanita itu sendiri dalam politik.
Akhirnya representasi wanita dalam politik akan tetap rendah karena sedikitnya
dukungan dari sesama perempuan. Ditambah lagi dengan adanya sistem distrik anggota
tunggal di AS yang juga menjadi faktor rendahnya representasi wanita dalam poltik.
Dimana pemilih hanya boleh memilih orang yang mereka percaya, disinilah kesulitan
wanita politik AS bisa dipercaya oleh pemilih karena kurangnya dana untuk kampanye
dan kurangnya dukungan dari partai politik. Biasanya wanita dalam politik yang terpilih
hanya berdasarkan silsilah nama keluarga mereka yang pernah terlibat dalam dunia
politik. Berikut grafik persentase wanita dalam politik di Amerika Serikat:
13 Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010
14 Darcy, R. Susan Welch, and Janet Clark, (1994), Women, Elections, and Representation, Lincoln: University
of Nebraska P, hal. 107-108.
15 McGlen, Nancy E., and Karen O'connor, (1998), Women, Politics, and American Society, Upper Saddle River:
Prenice-Hall, hal. 66.
6
Gambar 1.1 Wanita dalam Politik di Amerika Serikat 16
Menurut Lovenduski, representasi politik dari kalangan aktivis dan politisi
perempuan
setidaknya
merepresentasikan
tiga
elemen
penting,
yakni
mewakili
pemilihnya (functional), partai politiknya (ideology) serta konstituen perempuan sebagai
identitas
(social).17
membicarakan
Representasi
upaya
politik
mempromosikan
perempuan
demokrasi
adalah
yang
elemen
ramah
utama
gender
jika
(gender
democracy). Berikut data Inter-Parliamentary Union pada tahun 2013:
Tabel 1.3 Wanita dalam Parlemen18
Analisa Good Governance Terhadap Partisipasi Wanita Dalam Politik Di
Indonesia Dan Amerika Serikat
16 www.cawp.rutgers.edu
17 Joni Lovenduski, (2001), “Women and Politics: Minority representation or critical mass?”, Parliamentary
Affairs 54 (4).
18 www.ipu.org/wmn-e/classif.htm
7
Dalam penelitian ini, fakta pertama mengenai ukuran yang telah dicapai antara
negara Indonesia dengan Amerika Serikat berdasarkan dari prinsip-prinsip good
governance, menyatakan bahwa Amerika Serikat jauh lebih unggul dibandingkan
Indonesia karena berada pada kisaran diatas 50%. Penulis berasumsi bahwa berarti
negara yang paling tinggi tingkat good governance, berarti negara tersebut telah berhasil
dengan baik menjalankan semua dari prinsip-prinsip good governance. Dimana good
governance juga merupakan salah satu dari syarat yang harus dilakukan oleh negara
yang berhubungan dengan organisasi pendanaan internasional. Prinsip-prinsip good
governance yang dibuat oleh rezim organisasi pendanaan internasional tidak jauh
berbeda
dengan
prinsip-prinsip
demokrasi.
Demokrasi
adalah
dasar
dari
good
governance, dimana akuntabilitas, partisipasi, transparansi, dll harus efisien dan efektif.
Salah satunya adalah dengan meningkatkan partisipasi politik, dimana partisipasi politik
merupakan salah satu tujuan pembangunan, termasuk pembangunan demokrasi
(pembangunan politik) agar sistem politik dapat berjalan secara efektif.
Partisipasi politik juga menjadi indikator utama bagi tingkat keberhasilan
penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dalam negara demokrasi modern. Di negaranegara demokrasi umumnya beranggapan bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat,
berarti negara tersebut termasuk negara yang baik dalam penerapan nilai-nilai
demokrasinya. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah berarti sebagai tanda yang
kurang baik karena banyak warga yang tidak menaruh perhatiannya terhadap masalah
kenegaraan. Berdasarkan dari prinsip-prinsip good governance yang salah satunya
adalah partisipasi. Maka fakta kedua yang harus ditelusuri ialah bagaimana perbandingan
representasi wanita dalam politik antara Indonesia dengan Amerika Serikat, apakah
hasilnya akan berbanding lurus dengan hasil dari fakta yang pertama (good governance).
Berikut tabel yang merangkum hasil partisipasi wanita dalam politik:
% Wanita dalam
% Representasi Wanita
Parlemen (Dunia)
Dalam Politik
INDONESIA
18,6%(peringkat
DPR: 18,04%
76)
DPD: 26,52%
Partai:24,32%(Partai
Demokrat)
AMERIKA
2013
17,9%(peringkat
Senat: 20,6%
SERIKAT
79)
House: 25,3%
Tabel 1.4 Perbandingan partisipasi wanita dalam politik antara Indonesia-Amerika Serikat
Negara
Pemil
u
2009
Penulis menemukan adanya anomali antara hasil dari good governance yang telah
dicapai oleh Amerika Serikat dengan tingkat partisipasi politik khususnya representasi
wanita dalam politik justru hasilnya berbanding terbalik. Hasil penelitian untuk menjawab
permasalahan anomali tersebut, maka penulis harus mencari kebijakan berupa undangundang terkait permasalahan dalam penelitian. Di Amerika Serikat, partai politik
memainkan peran penting dalam pemerintahan, tetapi partai politik tidak ada dalam
8
Konstitusi.19 Berikut perbandingan Undang-Undang terkait politik antara Amerika Serikat
dan Indonesia:
Negara
AMERIKA
SERIKAT
Tahun
1857
Perbandingan Undang Undang Dasar
Pasal V bagian 16 tentang jumlah jabatan anggota
komisi pencalonan peradilan harus dipilih tanpa
mengacu pada politik.
1861
Pasal III bagian 8 tentang tidak ada keadilan selain
untuk Mahkamah Agung untuk berkontribusi atau
memegang jabatan apapun dalam partai politik.
1968
Pasal III bagian 21 (a) tentang tidak ada pembagian
atau kabupaten disusun dengan maksud untuk
menguntungkan atau merugikan partai politik.
1970
Pasal II bagian 5 tentang tidak ada partai politik
harus menjadi anggota Dewan.20
INDONESIA
2002
UU No. 31 Pasal 7 bagian 5 (e) tentang rekrutmen
politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender.
2003
Undang-Undang Nomor 12 tentang Pemilihan Umum
yaitu pemilihan langsung anggota legislatif, presiden
dan wakil presiden.
Pasal 7 tentang Politik dan Kehidupan Publik, dimana
pihak negara harus mengambil semua langkah yang
tepat untuk menghapuskan diskriminasi dalam
kehidupan politik dan publik negara, khususnya
menjamin kepada persamaan hak-hak perempuan
dengan laki-laki.
Pasal 65 yang mengatur tentang kuota 30% sebagai
salah satu syarat bagi pencalonan anggota legislatif
oleh partai politik tentunya secara logika mampu
meningkatkan kuantitas perempuan di tingkat
2008
nasional, provinsi dan lokal di masing-masing daerah
pemilihan umum.
UU No.10 Pasal 8 Paragraf (1) mengenai Pemilihan
Umum
mensyaratkan
partai
politik
untuk
memasukkan setidaknya 30% perempuan dalam
dewan pimpinan pusat partai tersebut.
Tabel 1.5 Perbandingan Undang-Undang tentang Politik antara Indonesia-AS
Sedikitnya representasi wanita dalam politik di Indonesia tidak cukup jika hanya
menggunakan kuota 30% untuk memperoleh kursi parlemen. Meskipun pada Pemilu
2009, Indonesia telah menerapkan elaborasi kuota 30%, nomor urut, dan sistem zipper,
tetapi belum bisa meningkatkan representasi wanita dalam politik dari critical mess 30%.
Sedikitnya wanita dalam politik di Amerika Serikat bukan karena tidak adanya konstitusi
mengenai politik. Namun, Amerika Serikat berdasarkan dari prinsip-prinsip good
governance yang mencapai angka persentase tertinggi dibandingkan Indonesia pada
kisaran di atas 50% justru telah membuktikan efektivitasnya. Jadi, good governance disini
terkait partisipasi politik wanita yang berupa kuantitas tertinggi tidak bisa dijadikan suatu
jaminan. Meskipun good governance juga termasuk dalam nilai-nilai demokrasi.
19 http://www.hg.org/elections-and-politics.html
20 Richard J. Hardy, (2011),The Paradoxes of Political Parties in American Constitutional Development, GermanAmerican Conference, India: Indiana University, Bloomington, hal. 1-2
9
Demokrasi bukan penyebab yang menjadi indikator good governance, contohnya
good governance tanpa demokrasi (Dubai, Singapura, dan Pakistan); demokrasi tanpa
good governance (India dan Indonesia); dan good governance sebanding dengan
demokrasi (Amerika Serikat). Pada penelitian ini, Indonesia memang memiliki undangundang yang mengatur terkait partisipasi wanita dalam politik, sedangkan Amerika
Serikat tidak memiliki undang-undang. Tetapi, kualitas wanita yang berkompeten dalam
dunia politik pada kedua negara tersebut sangatlah baik. Good governance sebagai
pelaksanaan tata pemerintahan dalam sebuah negara. Salah satunya dalam bidang
politik bisa berupa sistem kuota untuk wanita. Namun, kuantitas hanyalah hitungan
angka yang tidak bisa mencerminkan kompetensi seseorang dalam bidangnya. Oleh
karena itu, good governance serta indikator-indikator demokrasi yang terbilang tinggi
diharapkan bisa mencerminkan suatu keadaan yang tinggi pula (kuantitasnya).
Pelaksanaan good governance di Indonesia memunculkan banyak adanya undangundang yang terkait dengan prinsip-prinsip good governance. Salah satunya undangundang untuk mengatur masuknya wanita dalam politik yang dipatokan oleh kuota 30%.
Berbeda halnya dengan Amerika Serikat yang melahirkan berbagai organisasi pendanaan
bantuan internasional (IMF, World Bank, dsb). Kemudian memunculkan adanya rezim dari
organisasi-organisasi tersebut yaitu good governance tidak akan berpengaruh terhadap
konstitusi-konstitusi yang sudah ada di Amerika Serikat. Berikut contoh wanita yang
berkompeten dalam dunia politik di Indonesia dan Amerika Serikat:
INDONESIA
Nurul Arifin (2009)
Sri Mulyani (2010)
Tri Rismaharini (2010)
Ketua Bidang
Koordinasi Eksekutif
DPP Ormas MKGR;
Wakil Sekretaris
Jenderal DPP Partai
Golkar Bidang Kajian
Kebijakan (20092015)
Direktur Pelaksana
Bank Dunia; Menteri
Keuangan; dan
Menteri Negara
Perencanaan
Pembangunan
Nasional.
Wali Kota Surabaya
dan Kepala Dinas
Kebersihan dan
Pertamanan (DKP)
dan Kepala Badan
Perencanaan Kota
Surabaya.
10
AMERIKA
SERIKAT
senator junior
Amerika Serikat dari
negara bagian New
York dan Menteri Luar
Negeri Amerika
Elizabeth Warren (2012)
Serikat.
Krisis 2008 sebagai
ketua panel
pengawasan kongres
asisten presiden dan
penasihat dan
anggota senat untuk
perbankan,
perumahan dll.
Tabel 1.6 Nama-Nama Wanita dalam Politik di Indonesia dan Amerika Serikat
Hillary Clinton (2009-2013)
Kesimpulan
Berdasarkan dari serangkaian data yang dipaparkan pada pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa jawaban dari anomali yang terjadi di Amerika Serikat karena
tidak adanya konstitusi mengenai politik. Kemudian, ditambah kondisi wanita di Amerika
Serikat masih sangat rendah terhadap kepeduliaannya untuk masalah politik. Namun,
seharusnya dengan tingginya angka
good governance
di Amerika Serikat bisa
mencerminkan tingkat partisipasi politik di Amerika Serikat khususnya wanita. Berbeda
halnya dengan Indonesia, berbagai Undang-Undang mengenai politik termasuk salah
satunya Undang-Undang yang menyatakan bahwa diberikannya kuota 30% untuk wanita.
Keterwakilan wanita dalam politik ini merupakan bagian dari demokrasi. Demokrasi dan
partisipasi (partisipasi wanita dalam politik) juga merupakan bagian dari demokrasi.
Sehingga seharusnya negara-negara demokrasi (termasuk Indonesia dan Amerika
Serikat) harus bisa mengatasi semua apa saja yang menjadi hambatan bagi wanita untuk
masuk dalam ruang lingkup politik.
Secara substantif, demokrasi harus melibatkan juga kehadiran wanita secara adil
di dalamnya. Dengan kata lain, tidak ada negara yang demokratis tanpa wanita
dilibatkan di dalamnya. Demokrasi tidak memilah rakyat hanya untuk laki-laki saja, tetapi
juga untuk wanita. Oleh karena itu, seharusnya demokrasi di sini berlaku adil dan
memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Demokrasi tanpa
keterlibatan wanita bukanlah demokrasi yang baik. Dan partisipasi rakyat (wanita) yang
merupakan bagian dmeokrasi, kemudian keduanya juga merupakan bagian dari prinsipprinsip good governance seharusnya bisa berjalan seiringan. Mengingat pelaksanaan
elemen good governance bukan saja negara atau swasta, namun masyarakat juga
menjadi elemen terpenting juga.
Daftar Pustaka
11
Budiardjo, Miriam. (1996). Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan
demokrasi Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal. 183.
Darcy, R. Susan Welch, and Janet Clark. (1994). Women, Elections, and Representation.
Lincoln: University of Nebraska P. hal. 107-108.
Hardy, Richard J. (2011). The Paradoxes of Political Parties in American Constitutional
Development. German-American Conference. India: Indiana University. Bloomington. hal.
1-2
Hardy, Richard J. (2011). The Paradoxes of Political Parties in American Constitutional
Development. German-American Conference. India: Indiana University. Bloomington. hal.
1-2
Keohane, Robert. (2004). The Demand of International Regime. New Jersey: Cambridge
University Press. Ch. VI. hal. 142-170
Krasner, Stephan. (1982). Structural Causes and Regime Consequences: Regime as
Intervening Variables. dlm (Penyunt.) International Regimes. New York: Cornell University
Press. hal. 1-21.
Krasner, Stephan. (1983). International Regimes. New York: Cornell University Press. hal.7
Lovenduski, Joni. (2001). “Women and Politics: Minority representation or critical mass?”.
Parliamentary Affairs 54 (4).
Mc.Closky, Herbert. (1972). Political participation, international encyclopedia of the social
science, (2nd ed.). New York: The Macmillan Company and Free Press. hal. 20.
Mc.Closky, Herbert. (2010). International Encyclopedi of the Social Sciences. dlm.
Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 285.
McGlen, Nancy E., and Karen O'connor. (1998). Women, Politics, and American Society.
Upper Saddle River: Prenice-Hall. hal. 66.
Neumayer, Eric. (2003). The Pattern of Aid Giving: The impact of good governance on
development assistance. London: Routledge. hal. 8-20.
Tjokroamidjojo, Bintoro. (2001). Reformasi Administrasi Publik. Skripsi (tidak diterbitkan).
Jakarta: UNKRIS hal. 18
Riyanto, Puji & Launa. (2009). Representasi Politik Perempuan: Sekedar Ada atau Pemberi
Warna. Jurnal Sosial Demokrasi. hal. 12.
Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010
12
http://www.unescap.org
www.ipu.org/wmn-e/classif.htm
http://www.hg.org/elections-and-politics.html
www.cawp.rutgers.edu
13
Governance Terhadap Partisipasi Wanita Dalam
Politik Indonesia Dan Amerika Serikat (20092013)
Winda Hastuti-10425007911
Universitas Budi Luhur
Abstract
This paper shows condition of good governance in Indonesia and United States: voice
and accountability, political stability and absence of violence, government
effectiveness, regulatory quality, rule of law, and control of corruption. Both the state
is embracing the democratic system. the level of participation of women in U.S.
politics is lower than Indonesia. why participation (representation) of women in
politics in Indonesia is higher than the United States, when in fact the indicators of
democracy the United States is much higher than Indonesia? Knowing United States
is the country's oldest democracy adherents in the world, even in every global
political agenda the United States has always upheld the values of human rights and
democracy. The paper also try to analysis of the low level of participation of women
in political superpower.
Keywords: Good Governance, Women in Politics, Indonesia, United States.
Pendahuluan
Pada tahun 1980-1990-an, rezim internasional telah menjadi fokus dalam dunia
hubungan internasional (HI). Munculnya rezim internasional merupakan dampak dari
ketidakpuasan terhadap tatanan internasional serta otoritas dan organisasi. Misalnya
organisasi pemberian dana bantuan internasional, seperti Bank Dunia (World Bank) dan
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund), dsb telah mengeluarkan
gagasan mengenai good governance. Sehingga negara yang dibantu oleh organisasi
tersebut harus bisa mencapai tuntutan-tuntutan yang diberikan dan mengikuti semua
prosedur yang dibuat oleh organisasi tersebut.
Indonesia masih jauh dalam kategori good governance dilihat dari indeks korupsi
persepsi, dimana mengindikasikan salah satu negara yang bersih. Oleh karena itu,
indikator-indikator pada good governance bisa sejalan pula dengan kondisi politik negara
tersebut yang menganut sistem demokrasi. Salah satunya mengenai partisipasi di politik,
dimana negara yang good governance bisa lebih tinggi partisipasi politik di negara.
1
Mahasiswi Hubungan Internasional semester 6. Jurnal diajukan untuk Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Newly
Industrialized Countries 2013.
1
Partisipasi tersebut bisa secara langsung (berupa representasi) dan tidak langsung (hak
suara).
Namun fakta yang ditunjukkan oleh Inter-Parliamentary-Union (IPU) tahun 2013
mengenai representasi wanita dalam politik menunjukkan posisi Amerika Serikat justru
berada dibawah Indonesia. Kedua negara tersebut memiliki kesamaan yaitu sama-sama
penganut demokrasi. Namun Amerika Serikat yang menganut demokrasi sejak tahun
1917 masih berada dibawa Indonesia yang menganut demokrasi sejak tahun 1955
perihal representasi wanita dalam politik. Dimana Indonesia hanya bisa mencapai 18,6%
kuota wanita dalam politik, sedangkan Amerika Serikat baru mencapai 17,8% kuota
wanita dalam politik.
Konsep Good Governance sebagai Rezim Internasional
Menurut Stephan Haggard dan Simmons, rezim merupakan perilaku kooperatif,
dan memfasilitasi kerjasama, namun kerjasama dapat berlangsung tanpa adanya rezim. 2
Stephen Krasner menyebutkan rezim internasional sebagai prinsip, norma, aturan, dan
proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pengharapan aktor-aktor berbagai
kepentingan dalam suatu isu hubungan internasional. 3 Sedangkan Robert O. Keohane
mendefinisikan rezim internasional sebagai serangkaian rencana yang didalamnya
terdapat aturan, norma, dan prosedur yang mengatur tingkah laku dan mengontrol efek
yang ditimbulkan oleh rezim itu sendiri. 4 Dari penjelasan tersebut rezim internasional
dibuat oleh organisasi-organisasi pemberi dana bantuan internasional wajib dilaksanakan
oleh negara penerima bantuan agar bisa bertanggung jawab atas pinjamannya, salah
satunya persyaratan good governance.
Menurut Leach dan Percy-Smith, governance memecahkan antara “pemerintah”
dan “yang diperintah” karena semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata
lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of
law, partisipatif dan kemitraan. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, “good governance” telah
diterjemahkan menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah. 5 Beberapa prinsipprinsip good governance tersebut yang akan mengacu pada inti dari penelitian ini yaitu
partisipasi wanita khususnya representasi wanita dalam politik. Teori partisipasi politik ini
yang dapat membuktikan apakah good governance sebagai rezim internasional benarbenar mempengaruhi partisipasi politik atau tidak.
Teori Partisipasi Politik
2 Stephan Krasner, (1982), Structural Causes and Regime Consequences: Regime as Intervening Variables, dlm
(Penyunt.) International Regimes, New York: Cornell University Press, hal. 1-21.
3 Stephan Krasner, (1983), International Regimes, New York: Cornell University Press, hal. 7.
4 Robert Keohane, (2004), The Demand of International Regime, New Jersey: Cambridge University Press. Ch.
VI. hal. 142-170.
5 Bintoro Tjokroamidjojo, (2001), Reformasi Administrasi Publik, Skripsi (tidak diterbitkan), Jakarta: UNKRIS hal.
18
2
Partisipasi merupakan aspek penting dari demokrasi. Partisipasi politik di negaranegara yang menerapkan sistem demokrasi merupakan hak warga negara, tetapi dalam
kenyataan persentase warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu negara ke
negara yang lain.6 Di negara yang menganut paham demokrasi menyatakan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh rakyat
secara
langsung
maupun
melalui
lembaga
perwakilan.
Huntington
dan
Nelson
menjelaskan bahwa partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara yang bertindak
sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh
pemerintah. Partisipasi biasa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan,
berkelanjutan atau sporadik, damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau
tidak efektif.
7
Dalam perspektif lain Mc.Closky menyatakan bahwa partisipasi politik
adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat, mengambil bagian dalam
proses pemilihan penguasa baik secara langsung atau tidak langsung dalam proses
pembentukan kebijakan umum.8
Namun, Budiardjo memaknai partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan
memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan
pemerintah
(public
policy).
Kegiatan
ini
mencakup
tindakan
seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum menghadiri rapat umum, menjadi anggota
suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan
pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya”. 9 Dan representasi wanita
dalam politik adalah elemen utama jika kita akan meninjau upaya mempromosikan
demokrasi yang ramah gender.10
Hubungan antara Partisipasi dan Good Governance
Penulis memilki skema kerangka pemikiran untuk menjawab permasalahan.
Dimana good governance bisa mempengaruhi antara demokrasi dan partisipasi.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip good governance yang menyebutkan bahwa demokrasi
dan partisipasi merupakan salah satu bagian dari prinsip tersebut. Oleh karena itu,
penulis membuat skema kerangka pemikiran bahwa teori mikro (partisipasi politik)
dari teori
DEMOKRASI PARTIS GODVERNAC
merupakan bagian
makro
(good
governance),
6 Herbert Mc.Closky, (2010), International Encyclopedi of the Social Sciences, dlm. Pengantar Sosiologi Politik,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 285.
7Samuel
Huntington & Nelson, (1977), No easy choice political participation in developing countries,
Cambridge: Harvard University Press, hal. 9.
8 Herbert Mc.Closky, (1972), Political participation, international encyclopedia of the social science, (2nd ed.).
New York: The Macmillan Company and Free Press, hal. 20.
9 Miriam Budiardjo, (1996), Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan demokrasi Pancasila, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 183.
10 Puji Riyanto & Launa, (2009), Representasi Politik Perempuan: Sekedar Ada atau Pemberi Warna, Jurnal
Sosial Demokrasi, hal. 12.
3
ditambah dengan teori yang mengkaitkan antara kedua teori tersebut yaitu demokrasi.
Seperti yang tergambar pada skema berikut ini:
Implementasi Good Governance Di Indonesia Dan Amerika Serikat
Perjalanan sejarah kemunculan good governance hingga sampai di Indonesia:11
11 Eric Neumayer, (2003), The Pattern of Aid Giving: The impact of good governance on development
assistance, London: Routledge, hal. 8-20.
4
Grafik 1.1 Sejarah
Good Governance di Indonesia
Jika tuntutan-tuntutan tersebut dapat diterapkan dan dicapai oleh suatu negara, maka
akan terwujudnya negara yang bersih dan responsif (clean and responsive state),
munculnya
masyarakat
sipil
(vibrant
civil
society),
dan
kehidupan
bisnis
yang
bertanggung jawab (good corporate governance). Oleh karena itu, untuk mencapai suatu
pemerintahan yang baik, maka prinsip demokrasi harus dipadukan dengan ciri-ciri good
governance, seperti partisipasi, aturan hukum (rule of law), transparan, ketanggapan,
orientasi konsensus, kesetaraan, serta efektifitas dan efisiensi. 12 Perbandingan Good
Governance ditinjau dari prinsip-prinsipnya antara Indonesia dan Amerika Serikat:
Tabel
1.1
Perbandingan Good Governance di Indonesia dan Amerika Serikat
Partisipasi Wanita Dalam Politik Di Indonesia Dan Amerika Serikat
Indonesia terjadi perubahan dalam masyarakat Indonesia dan sistem politik di
akhir tahun 1990-an. Pada tahun 1999 mengadakan Pemilihan Umum yang melibatkan
48 partai politik, dimana suasana politik jauh lebih demokratis. Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum yaitu pemilihan langsung anggota legislatif,
presiden dan wakil presiden. Partisipasi menjadi tolak ukur penerimaan atas sistem politik
yang dibangun oleh sebuah negara. Di Indonesia juga ada Undang-Undang Pemilu Tahun
2003 No. 12 Pasal 65 yang mengatur tentang kuota 30% sebagai salah satu syarat bagi
pencalonan anggota legislatif oleh partai politik tentunya secara logika mampu
meningkatkan kuantitas perempuan di tingkat nasional, provinsi dan lokal di masingmasing daerah pemilihan umum. Pasal 8 Paragraf (1) dari UU No.10/2008 mengenai
Pemilihan Umum mensyaratkan partai politik untuk memasukkan setidaknya 30%
perempuan dalam dewan pimpinan pusat partai tersebut. Berikut data mengenai wanita
12 http://www.unescap.org
5
dalam
politik
Indonesia:
Tabel 1.2 Representasi wanita dalam politik di Indonesia13
Namun, di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an hingga saat ini sangat rendah
representasi wanitanya dalam politik. Salah satu faktornya adalah kurangnya sosialisasi
politik. Menurut Kedrowski, rendahnya wanita dalam politik di AS itu karena kurangnya
rasa kepercayaan diri untuk mewakili konstituen di tingkat nasional. Menurut Darcy,
wanita di AS kurang pendidikan mengenai hukum, politik, dan sebagainya. 14 Sedangkan
menurut McGlen mengatakan bahwa wanita tidak begitu minat terhadap politik karena
terjun dalam dunia politik tidak membawa manfaat bagi kehidupannya. 15 Akibat
rendahnya partisipasi wanita dalam politik di AS ternyata juga menyebabkan kekalahan
bagi kandidat wanita itu sendiri dalam politik.
Akhirnya representasi wanita dalam politik akan tetap rendah karena sedikitnya
dukungan dari sesama perempuan. Ditambah lagi dengan adanya sistem distrik anggota
tunggal di AS yang juga menjadi faktor rendahnya representasi wanita dalam poltik.
Dimana pemilih hanya boleh memilih orang yang mereka percaya, disinilah kesulitan
wanita politik AS bisa dipercaya oleh pemilih karena kurangnya dana untuk kampanye
dan kurangnya dukungan dari partai politik. Biasanya wanita dalam politik yang terpilih
hanya berdasarkan silsilah nama keluarga mereka yang pernah terlibat dalam dunia
politik. Berikut grafik persentase wanita dalam politik di Amerika Serikat:
13 Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010
14 Darcy, R. Susan Welch, and Janet Clark, (1994), Women, Elections, and Representation, Lincoln: University
of Nebraska P, hal. 107-108.
15 McGlen, Nancy E., and Karen O'connor, (1998), Women, Politics, and American Society, Upper Saddle River:
Prenice-Hall, hal. 66.
6
Gambar 1.1 Wanita dalam Politik di Amerika Serikat 16
Menurut Lovenduski, representasi politik dari kalangan aktivis dan politisi
perempuan
setidaknya
merepresentasikan
tiga
elemen
penting,
yakni
mewakili
pemilihnya (functional), partai politiknya (ideology) serta konstituen perempuan sebagai
identitas
(social).17
membicarakan
Representasi
upaya
politik
mempromosikan
perempuan
demokrasi
adalah
yang
elemen
ramah
utama
gender
jika
(gender
democracy). Berikut data Inter-Parliamentary Union pada tahun 2013:
Tabel 1.3 Wanita dalam Parlemen18
Analisa Good Governance Terhadap Partisipasi Wanita Dalam Politik Di
Indonesia Dan Amerika Serikat
16 www.cawp.rutgers.edu
17 Joni Lovenduski, (2001), “Women and Politics: Minority representation or critical mass?”, Parliamentary
Affairs 54 (4).
18 www.ipu.org/wmn-e/classif.htm
7
Dalam penelitian ini, fakta pertama mengenai ukuran yang telah dicapai antara
negara Indonesia dengan Amerika Serikat berdasarkan dari prinsip-prinsip good
governance, menyatakan bahwa Amerika Serikat jauh lebih unggul dibandingkan
Indonesia karena berada pada kisaran diatas 50%. Penulis berasumsi bahwa berarti
negara yang paling tinggi tingkat good governance, berarti negara tersebut telah berhasil
dengan baik menjalankan semua dari prinsip-prinsip good governance. Dimana good
governance juga merupakan salah satu dari syarat yang harus dilakukan oleh negara
yang berhubungan dengan organisasi pendanaan internasional. Prinsip-prinsip good
governance yang dibuat oleh rezim organisasi pendanaan internasional tidak jauh
berbeda
dengan
prinsip-prinsip
demokrasi.
Demokrasi
adalah
dasar
dari
good
governance, dimana akuntabilitas, partisipasi, transparansi, dll harus efisien dan efektif.
Salah satunya adalah dengan meningkatkan partisipasi politik, dimana partisipasi politik
merupakan salah satu tujuan pembangunan, termasuk pembangunan demokrasi
(pembangunan politik) agar sistem politik dapat berjalan secara efektif.
Partisipasi politik juga menjadi indikator utama bagi tingkat keberhasilan
penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dalam negara demokrasi modern. Di negaranegara demokrasi umumnya beranggapan bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat,
berarti negara tersebut termasuk negara yang baik dalam penerapan nilai-nilai
demokrasinya. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah berarti sebagai tanda yang
kurang baik karena banyak warga yang tidak menaruh perhatiannya terhadap masalah
kenegaraan. Berdasarkan dari prinsip-prinsip good governance yang salah satunya
adalah partisipasi. Maka fakta kedua yang harus ditelusuri ialah bagaimana perbandingan
representasi wanita dalam politik antara Indonesia dengan Amerika Serikat, apakah
hasilnya akan berbanding lurus dengan hasil dari fakta yang pertama (good governance).
Berikut tabel yang merangkum hasil partisipasi wanita dalam politik:
% Wanita dalam
% Representasi Wanita
Parlemen (Dunia)
Dalam Politik
INDONESIA
18,6%(peringkat
DPR: 18,04%
76)
DPD: 26,52%
Partai:24,32%(Partai
Demokrat)
AMERIKA
2013
17,9%(peringkat
Senat: 20,6%
SERIKAT
79)
House: 25,3%
Tabel 1.4 Perbandingan partisipasi wanita dalam politik antara Indonesia-Amerika Serikat
Negara
Pemil
u
2009
Penulis menemukan adanya anomali antara hasil dari good governance yang telah
dicapai oleh Amerika Serikat dengan tingkat partisipasi politik khususnya representasi
wanita dalam politik justru hasilnya berbanding terbalik. Hasil penelitian untuk menjawab
permasalahan anomali tersebut, maka penulis harus mencari kebijakan berupa undangundang terkait permasalahan dalam penelitian. Di Amerika Serikat, partai politik
memainkan peran penting dalam pemerintahan, tetapi partai politik tidak ada dalam
8
Konstitusi.19 Berikut perbandingan Undang-Undang terkait politik antara Amerika Serikat
dan Indonesia:
Negara
AMERIKA
SERIKAT
Tahun
1857
Perbandingan Undang Undang Dasar
Pasal V bagian 16 tentang jumlah jabatan anggota
komisi pencalonan peradilan harus dipilih tanpa
mengacu pada politik.
1861
Pasal III bagian 8 tentang tidak ada keadilan selain
untuk Mahkamah Agung untuk berkontribusi atau
memegang jabatan apapun dalam partai politik.
1968
Pasal III bagian 21 (a) tentang tidak ada pembagian
atau kabupaten disusun dengan maksud untuk
menguntungkan atau merugikan partai politik.
1970
Pasal II bagian 5 tentang tidak ada partai politik
harus menjadi anggota Dewan.20
INDONESIA
2002
UU No. 31 Pasal 7 bagian 5 (e) tentang rekrutmen
politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender.
2003
Undang-Undang Nomor 12 tentang Pemilihan Umum
yaitu pemilihan langsung anggota legislatif, presiden
dan wakil presiden.
Pasal 7 tentang Politik dan Kehidupan Publik, dimana
pihak negara harus mengambil semua langkah yang
tepat untuk menghapuskan diskriminasi dalam
kehidupan politik dan publik negara, khususnya
menjamin kepada persamaan hak-hak perempuan
dengan laki-laki.
Pasal 65 yang mengatur tentang kuota 30% sebagai
salah satu syarat bagi pencalonan anggota legislatif
oleh partai politik tentunya secara logika mampu
meningkatkan kuantitas perempuan di tingkat
2008
nasional, provinsi dan lokal di masing-masing daerah
pemilihan umum.
UU No.10 Pasal 8 Paragraf (1) mengenai Pemilihan
Umum
mensyaratkan
partai
politik
untuk
memasukkan setidaknya 30% perempuan dalam
dewan pimpinan pusat partai tersebut.
Tabel 1.5 Perbandingan Undang-Undang tentang Politik antara Indonesia-AS
Sedikitnya representasi wanita dalam politik di Indonesia tidak cukup jika hanya
menggunakan kuota 30% untuk memperoleh kursi parlemen. Meskipun pada Pemilu
2009, Indonesia telah menerapkan elaborasi kuota 30%, nomor urut, dan sistem zipper,
tetapi belum bisa meningkatkan representasi wanita dalam politik dari critical mess 30%.
Sedikitnya wanita dalam politik di Amerika Serikat bukan karena tidak adanya konstitusi
mengenai politik. Namun, Amerika Serikat berdasarkan dari prinsip-prinsip good
governance yang mencapai angka persentase tertinggi dibandingkan Indonesia pada
kisaran di atas 50% justru telah membuktikan efektivitasnya. Jadi, good governance disini
terkait partisipasi politik wanita yang berupa kuantitas tertinggi tidak bisa dijadikan suatu
jaminan. Meskipun good governance juga termasuk dalam nilai-nilai demokrasi.
19 http://www.hg.org/elections-and-politics.html
20 Richard J. Hardy, (2011),The Paradoxes of Political Parties in American Constitutional Development, GermanAmerican Conference, India: Indiana University, Bloomington, hal. 1-2
9
Demokrasi bukan penyebab yang menjadi indikator good governance, contohnya
good governance tanpa demokrasi (Dubai, Singapura, dan Pakistan); demokrasi tanpa
good governance (India dan Indonesia); dan good governance sebanding dengan
demokrasi (Amerika Serikat). Pada penelitian ini, Indonesia memang memiliki undangundang yang mengatur terkait partisipasi wanita dalam politik, sedangkan Amerika
Serikat tidak memiliki undang-undang. Tetapi, kualitas wanita yang berkompeten dalam
dunia politik pada kedua negara tersebut sangatlah baik. Good governance sebagai
pelaksanaan tata pemerintahan dalam sebuah negara. Salah satunya dalam bidang
politik bisa berupa sistem kuota untuk wanita. Namun, kuantitas hanyalah hitungan
angka yang tidak bisa mencerminkan kompetensi seseorang dalam bidangnya. Oleh
karena itu, good governance serta indikator-indikator demokrasi yang terbilang tinggi
diharapkan bisa mencerminkan suatu keadaan yang tinggi pula (kuantitasnya).
Pelaksanaan good governance di Indonesia memunculkan banyak adanya undangundang yang terkait dengan prinsip-prinsip good governance. Salah satunya undangundang untuk mengatur masuknya wanita dalam politik yang dipatokan oleh kuota 30%.
Berbeda halnya dengan Amerika Serikat yang melahirkan berbagai organisasi pendanaan
bantuan internasional (IMF, World Bank, dsb). Kemudian memunculkan adanya rezim dari
organisasi-organisasi tersebut yaitu good governance tidak akan berpengaruh terhadap
konstitusi-konstitusi yang sudah ada di Amerika Serikat. Berikut contoh wanita yang
berkompeten dalam dunia politik di Indonesia dan Amerika Serikat:
INDONESIA
Nurul Arifin (2009)
Sri Mulyani (2010)
Tri Rismaharini (2010)
Ketua Bidang
Koordinasi Eksekutif
DPP Ormas MKGR;
Wakil Sekretaris
Jenderal DPP Partai
Golkar Bidang Kajian
Kebijakan (20092015)
Direktur Pelaksana
Bank Dunia; Menteri
Keuangan; dan
Menteri Negara
Perencanaan
Pembangunan
Nasional.
Wali Kota Surabaya
dan Kepala Dinas
Kebersihan dan
Pertamanan (DKP)
dan Kepala Badan
Perencanaan Kota
Surabaya.
10
AMERIKA
SERIKAT
senator junior
Amerika Serikat dari
negara bagian New
York dan Menteri Luar
Negeri Amerika
Elizabeth Warren (2012)
Serikat.
Krisis 2008 sebagai
ketua panel
pengawasan kongres
asisten presiden dan
penasihat dan
anggota senat untuk
perbankan,
perumahan dll.
Tabel 1.6 Nama-Nama Wanita dalam Politik di Indonesia dan Amerika Serikat
Hillary Clinton (2009-2013)
Kesimpulan
Berdasarkan dari serangkaian data yang dipaparkan pada pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa jawaban dari anomali yang terjadi di Amerika Serikat karena
tidak adanya konstitusi mengenai politik. Kemudian, ditambah kondisi wanita di Amerika
Serikat masih sangat rendah terhadap kepeduliaannya untuk masalah politik. Namun,
seharusnya dengan tingginya angka
good governance
di Amerika Serikat bisa
mencerminkan tingkat partisipasi politik di Amerika Serikat khususnya wanita. Berbeda
halnya dengan Indonesia, berbagai Undang-Undang mengenai politik termasuk salah
satunya Undang-Undang yang menyatakan bahwa diberikannya kuota 30% untuk wanita.
Keterwakilan wanita dalam politik ini merupakan bagian dari demokrasi. Demokrasi dan
partisipasi (partisipasi wanita dalam politik) juga merupakan bagian dari demokrasi.
Sehingga seharusnya negara-negara demokrasi (termasuk Indonesia dan Amerika
Serikat) harus bisa mengatasi semua apa saja yang menjadi hambatan bagi wanita untuk
masuk dalam ruang lingkup politik.
Secara substantif, demokrasi harus melibatkan juga kehadiran wanita secara adil
di dalamnya. Dengan kata lain, tidak ada negara yang demokratis tanpa wanita
dilibatkan di dalamnya. Demokrasi tidak memilah rakyat hanya untuk laki-laki saja, tetapi
juga untuk wanita. Oleh karena itu, seharusnya demokrasi di sini berlaku adil dan
memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Demokrasi tanpa
keterlibatan wanita bukanlah demokrasi yang baik. Dan partisipasi rakyat (wanita) yang
merupakan bagian dmeokrasi, kemudian keduanya juga merupakan bagian dari prinsipprinsip good governance seharusnya bisa berjalan seiringan. Mengingat pelaksanaan
elemen good governance bukan saja negara atau swasta, namun masyarakat juga
menjadi elemen terpenting juga.
Daftar Pustaka
11
Budiardjo, Miriam. (1996). Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan
demokrasi Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal. 183.
Darcy, R. Susan Welch, and Janet Clark. (1994). Women, Elections, and Representation.
Lincoln: University of Nebraska P. hal. 107-108.
Hardy, Richard J. (2011). The Paradoxes of Political Parties in American Constitutional
Development. German-American Conference. India: Indiana University. Bloomington. hal.
1-2
Hardy, Richard J. (2011). The Paradoxes of Political Parties in American Constitutional
Development. German-American Conference. India: Indiana University. Bloomington. hal.
1-2
Keohane, Robert. (2004). The Demand of International Regime. New Jersey: Cambridge
University Press. Ch. VI. hal. 142-170
Krasner, Stephan. (1982). Structural Causes and Regime Consequences: Regime as
Intervening Variables. dlm (Penyunt.) International Regimes. New York: Cornell University
Press. hal. 1-21.
Krasner, Stephan. (1983). International Regimes. New York: Cornell University Press. hal.7
Lovenduski, Joni. (2001). “Women and Politics: Minority representation or critical mass?”.
Parliamentary Affairs 54 (4).
Mc.Closky, Herbert. (1972). Political participation, international encyclopedia of the social
science, (2nd ed.). New York: The Macmillan Company and Free Press. hal. 20.
Mc.Closky, Herbert. (2010). International Encyclopedi of the Social Sciences. dlm.
Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 285.
McGlen, Nancy E., and Karen O'connor. (1998). Women, Politics, and American Society.
Upper Saddle River: Prenice-Hall. hal. 66.
Neumayer, Eric. (2003). The Pattern of Aid Giving: The impact of good governance on
development assistance. London: Routledge. hal. 8-20.
Tjokroamidjojo, Bintoro. (2001). Reformasi Administrasi Publik. Skripsi (tidak diterbitkan).
Jakarta: UNKRIS hal. 18
Riyanto, Puji & Launa. (2009). Representasi Politik Perempuan: Sekedar Ada atau Pemberi
Warna. Jurnal Sosial Demokrasi. hal. 12.
Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010
12
http://www.unescap.org
www.ipu.org/wmn-e/classif.htm
http://www.hg.org/elections-and-politics.html
www.cawp.rutgers.edu
13