Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Integrasi Sosial yang Dibangun GPIB Pniel Pasca Konflik Sosial di Pasuruan, Jawa Timur T1 712010059 BAB IV

IV.

ANALISA TENTANG FAKTOR PENYEBAB KONFLIK DI PASURUAN
DAN INTEGRASI SOSIAL PASCA KONFLIK YANG DILAKUKAN
OLEH GPIB PNIEL.

A. Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Konflik yang terjadi di Kota Pasuruan, yang menghancurkan beberapa gedung
kebaktian termasuk menghancurkan gedung kebaktian GPIB Pniel Pasuruan, dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang berasal dari luar Kota Pasuruan. Adapun
faktor-faktor penyebab konflik yang terjadi di Kota Pasuruan adalah:
1. Faktor Politik
Konflik sosial yang terjadi di Pasuruan, yang menghancurkan gedung kebaktian
GPIB Pniel Pasuruan, terjadi pada saat dibawah Pemerintahan Presiden K.H Abdurrahman
Wahid. Mantan Presiden RI, K.H Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden Negara
Indonesia sejak oktober 1999 hingga Juli 2001. Menurut masyarakat dan jemaat, kerusuhan
saat itu terjadi murni diakibatkan situasi politik yang kurang kondusif, yakni kebijakankebijakan yang dilakukan di bawah pemerintahan Mantan Presiden RI K.H Abdurrahman
Wahid tidak sepaham dengan masyarakat sehingga mendapat tentangan dari masyarakat yang
menyebabkan situasi menjadi kurang kondusif. Situasi politik yang kurang kondusif pada
waktu itu mengakibatkan oknum-oknum tidak bertanggungjawab melakukan pemberontakan
dengan cara menghancurkan fasilitas masyarakat termasuk tempat-tempat ibadah. Ketika

Mantan Presiden RI K.H Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden, ia mengeluarkan
beberapa kebijakan yang direspon baik oleh sebagian masyarakat dan tidak baik oleh
sebagian masyarakat lainnya. Masyarakat yang kontra terhadap kebijakan tersebut akhirnya
melakukan aksi pemberontakan.8
Kebijakan-kebijakan (http://www.merdeka.com/peristiwa/6-kebijakan-kontroversialgus-dur-saat-jadi-presiden.html) dari mantan Presiden RI ke 4, K.H Abdurrahman Wahid,
yang waktu itu mendapat tentangan dari masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Membubarkan departemen sosial dan departemen penerangan
2. Menyambangi Soeharto pasca-lengser
3. Mengusulkan agar TAP MPR tentang PKI dihapus. K.H. Abdurrahman Wahid
mengusulkan pencabutan tap MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang pelarangan PKI
dan pelarangan penyebaran ajaran komunisme dan Marxisme/Leninisme di Indonesia.

8

Wawancara Bapak MS dan Ibu BA (inisial), 13 dan 17 November 2015.

19

4. Memecat Jusuf Kalla sebagai Menteri Negara Perindustrian dan perdagangan serta
Laksamana Sukardi sebagai Menteri Negara BUMN, dengan tidak dimilikinya bukti

sebagai alasan yang kuat.
5. Mengubah situasi istana, dengan menerima tamu dari berbagai kalangan hingga
malam hari.
6. Mengancam mengeluarkan dekrit pembubaran parlemen, yang berisi tentang
pembubaran MPR/DPR, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan
mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan membekukan Partai Golkar sebagai
bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.
7. Adanya pernyataan untuk membuka kerjasama dengan Israel.
Ketika jemaat dan masyarakat diberikan pertanyaan mengenai konflik yang pernah
terjadi tepat pada tanggal 29 Mei 2001 di lingkungan Pasuruan, tidak ada satu orang pun yang
menduga oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab akan datang ke lingkungan Pasuruan,
yang kemudian menghancurkan fasilitas masyarakat bahkan membakar gedung kebaktian
GPIB Pniel Pasuruan. Sebelum konflik terjadi, situasi lingkungan Pasuruan dapat dikatakan
aman dan tenang.
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, maka konflik yang terjadi di kota
Pasuruan adalah dikarenakan kebijakan-kebijakan yang dilakukan mantan Presiden K.H.
Abdurrahman Wahid yang tidak sepaham dengan masyarakat sehingga mendapat tentangan
dari masyarakat yang menyebabkan situasi menjadi kurang kondusif. Weber membedakan
dua tipe konflik, yaitu: konflik dalam arena politik, dan konflik dalam hal gagasan dan citacita. Konflik dalam arena politik biasanya konflik yang tidak hanya terjadi dalam organisasi
politik formal, tetapi juga dapat terjadi dalam setiap tipe kelompok, organisasi keagamaan,

dan pendidikan. Salah satu penyebab konflik dikarenakan dorongan oleh nafsu untuk
memperoleh kekuasaan dan keuntungan ekonomi oleh individu atau kelompok. Konflik yang
terjadi di Pasuruan termasuk dalam konflik arena politik. Oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab datang ke kota Pasuruan, menghancurkan fasilitas masyarakat dan gedung
kebaktian GPIB Pniel Pasuruan bukan karena adanya kesalahan yang dilakukan oleh
masyarakat Pasuruan terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut,
melainkan dikarenakan pemberontakan dan dorongan oleh nafsu untuk memperoleh
kekuasaan dan keuntungan yang sesuai dengan keinginan mereka. Konflik yang terjadi di
Pasuruan juga termasuk konflik kepentingan. Konflik kepentingan biasanya identik dengan
konflik politik, diwarnai oleh beberapa kelompok yang salah satu kelompok memiliki
20

kepentingan dan ingin merebut kekuasaan dan wewenang yang tidak sesuai dengan aturan
sebenarnya.
Konflik yang tidak dapat diselesaikan dengan baik tidak jarang menimbulkan
kekerasan. Kekerasan selalu diidentikkan dengan kerusuhan, pembunuhan, terorisme,
perampokan, dan sebagainya yang terjadi berasal dari suatu konflik. Konflik yang terjadi di
Pasuruan juga termasuk konflik yang tidak diselesaikan dengan baik antara pemerintah
Negara Indonesia dengan masyarakat Indonesia. Konflik yang tidak diselesaikan dengan baik
menimbulkan kekerasan dan kerusuhan yang meledak sekitar tahun 1998-2004. Kerusuhan

dan kekerasan dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, yang memiliki
status sebagai masyarakat Indonesia, sebagai bentuk pemberontakan mereka terhadap
permasalahan yang tidak diselesaikan dengan baik. Bentuk pemberontakan oknum-oknum
yang tidak bertanggungjawab tersebut adalah dengan melakukan tindakan penghancuran
dengan sengaja dan langsung yaitu dengan menghancurkan fasilitas masyarakat dan
bangunan tempat ibadah, salah satunya dengan menghancurkan gedung kebaktian GPIB Pniel
Pasuruan.
2. Faktor Sosial dan Ekonomi
Kota Pasuruan terkenal dengan sebutan “kota Santri atau kota Muslim” dikarenakan
92,02 % penduduk beragama Islam. Walaupun penduduk mayoritas beragama Islam, tidak
membuat penduduk agama minoritas merasa tertekan, karena setiap penduduk dalam “kota
Santri” tersebut berusaha menciptakan keharmonisan antara satu dengan lainnya. Oleh karena
itu, sebelum konflik terjadi, situasi lingkungan Pasuruan dapat dikatakan aman dan tenang.
Situasi aman dan tenang yang tercipta di kota Pasuruan, terkhusus dalam beragama, dianggap
telah

mendukung oknum-oknum

yang tidak


bertanggungjawab

untuk

melakukan

pemberontakan, yang bertujuan untuk menarik perhatian pemerintah.9
Posisi kota Pasuruan yang berada pada jalur strategis, terletak di jalur utama yang
menghubungkan pusat perekonomian Jawa timur di kota Surabaya dengan Bali sebagai pusat
budaya dan pariwisata dengan melalui jalur industri di kota dan kabupaten Probolinggo dan
kota maupun kabupaten lain disekitarnya di wilayah Jawa Timur, menyebabkan
perekonomian masyarakat kota Pasuruan terus mengalami peningkatan ke arah yang lebih
baik dari tahun ke tahun. Sektor perdagangan semakin berkembang dan didukung oleh sektor

9

Wawancara Bapak MS (inisial), 13 November 2015.

21


industri yang berkesinambungan. Hal ini menjadikan kota Pasuruan sebagai salah satu
wilayah yang penting dalam konstelasi perekonomian Jawa Timur.
Konflik yang terjadi di masyarakat kota Pasuruan dilakukan oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggungjawab, bukan disebabkan adanya kekurangan dan kesalahan yang dilakukan
masyarakat kota Pasuruan. Konflik terjadi disebabkan oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab ingin mencoba menghancurkan kota-kota aman dan yang rawan terkena
konflik seperti adanya perbedaan yang mencolok yang terlihat dalam jumlah penduduk yang
terbagi berdasarkan agama, tetapi masih dalam situasi aman dan tenang, dan menghancurkan
kota-kota yang memiliki perekonomian stabil bahkan meningkat setiap tahunnya sehingga
melalui kehancuran yang dilakukan dapat menarik perhatian pemerintah dan melakukan
kehendak oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut.
Konflik yang terjadi di kota Pasuruan memang dilakukan oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggungjawab melakukan pemberontakan, tetapi yang menjadi permasalahan, dari
banyaknya fasilitas masyarakat, hanya gedung kebaktian GPIB Pniel Pasuruan yang berhasil
dihancurkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut. Hal itu terjadi
dikarenakan kurang terjalinnya interaksi dan komunikasi yang baik antara GPIB Pniel
Pasuruan dengan masyarakat sekitar. Sehingga masyarakat tidak berani memberikan
pembelaan dan pertolongan ketika terjadi konflik yang dilakukan oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggungjawab yang berusaha menghancurkan gedung kebaktian GPIB Pniel
Pasuruan. Jika dikaitkan dengan 2 akar penyebab konflik yang terdapat dalam buku Elly M.

Setiadi dan Usman Kolip, yaitu dikarenakan kemajemukan horizontal dan kemajemukan
vertikal, maka akar penyebab masyarakat tidak berani memberikan pembelaan dan
pertolongan bagi GPIB Pniel Pasuruan adalah dikarenakan kemajemukan horizontal.
Masyarakat dan jemaat GPIB Pniel Pasuruan memiliki kemajemukan secara kultural, masingmasing yang memiliki karateristik sendiri dan ingin mempertahankan karaterisik budayanya,
sehingga terjadi disintegrasi antara GPIB Pniel Pasuruan dengan masyarakat. Namun, setelah
konflik penghancuran gedung kebaktian GPIB Pniel Pasuruan dapat diatasi, masyarakat dan
jemaat GPIB Pniel Pasuruan menyadari bahwa perlunya integrasi sosial yang dilakukan, agar
dapat menciptakan kehidupan yang harmonis selaku masyarakat bangsa Indonesia.
B. Proses Integrasi Sosial
Penyelesaian kerusuhan yang berakhir damai tidak membuat masalah yang dihadapi
jemaat GPIB Pniel Pasuruan menjadi selesai sepenuhnya. Gedung kebaktian yang telah habis
22

terbakar serta sebagian inventaris gereja yang telah dijarah, membuat jemaat tidak dapat
melakukan ibadah. Walaupun sedih dan perasaan takut masih membayangi jemaat, jemaat
tetap melaksanakan ibadah seperti biasa, yang dilakukan di rumah jemaat secara bergantian
selama beberapa bulan. Tetapi jemaat menyadari bahwa mereka harus melakukan ibadah,
paling tidak ibadah minggu, di lingkungan gedung kebaktian, sehingga jemaat kembali
melaksanakan ibadah minggu tepat di halaman, di depan gedung kebaktian yang terbakar.
Kemudian bantuan mulai datang dari berbagai kalangan, baik dari GPIB, masyarakat sekitar,

dan pemerintah kota Pasuruan dalam membantu pembangunan gedung kebaktian GPIB Pniel
Pasuruan. Ditambah dengan usaha, semangat, serta kerjasama dalam jemaat GPIB Pniel
membuat gedung GPIB Pniel kembali berdiri dalam waktu 2,5 tahun setelah kebakaran.
Jemaat GPIB Pniel Pasuruan menyadari bahwa pertolongan serta kuasa Tuhan yang selalu
senantiasa menyertai mereka disaat mereka terpuruk dalam kesedihan karena kehilangan
gedung kebaktian.
Integrasi sosial merupakan suatu usaha yang dilakukan jemaat GPIB Pniel Pasuruan
bersama dengan masyarakat sekitar pasca konflik terjadi pada tahun 2001. Jemaat mengawali
integrasi sosial secara praktis, yaitu dengan melakukan tegur-sapa dan mengikuti kegiatan
masyarakat seperti membersihkan lingkungan dan lainnya. Hingga pada akhirnya jemaat
membuat kegiatan-kegiatan bersama dengan masyarakat dalam “Program Kerja dan
Anggaran” setiap tahunnya. Kegiatan-kegiatan yang telah terprogram mampu dilaksanakan
oleh jemaat GPIB Pniel Pasuruan.
Ketika sebelum konflik terjadi, jemaat GPIB Pniel Pasuruan kurang berinteraksi
bersama masyarakat sekitar, maka sangat terlihat adanya peningkatan pasca konflik dalam
menciptakan integrasi sosial. Jemaat GPIB Pniel Pasuruan berusaha menciptakan dan
melakukan integrasi sosial bersama masyarakat sekitar gedung kebaktian. Beberapa kegiatan
dalam menciptakan integrasi sosial telah dimasukkan dalam “Rencana Kerja dan Anggaran
GPIB Pniel Pasuruan, dalam bidang Gereja, Masyarakat, Agama-agama dan Lingkungan
Hidup (GERMASA dan LH)” yang akan dilaksanakan setiap tahunnya.

Beberapa kegiatan (Program Kerja dan Anggaran tahun 2015-2016 GPIB Pniel
Pasuruan) yang dilaksanakan jemaat GPIB Pniel Pasuruan dalam menciptakan integrasi
sosial yaitu:
1. Membuat spanduk untuk HUT RI, bulan puasa, hari raya idul fitri, tema tahunan
GPIB, ucapan selamat natal, tahun baru dan paskah, yang berlokasi di depan gedung
kebaktian, dengan tujuan ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat dan gereja.
23

2. Memberikan sumbangan wajib Natal dan Paskah kepada Badan Kontak Antar Gereja
(BKAG) dan KW BKAG, dengan tujuan mendukung kegiatan Natal dan Paskah
BKAG dan KW BKAG.
3. Mengikuti kegiatan rapat BAMAG, BKAG, FKUB, dan KW BKAG dan ketempatan
ibadah KW BKAG, dengan tujuan koordinasi pelayanan gereja-gereja Pasuruan dan
ikut memelihara toleransi keragaman.
4. Menghadiri dan berpartisipasi dalam undangan Pemda Pasuruan, dengan tujuan
mendukung kegiatan Pemda Pasuruan dan melakukan kebersamaan.
5. Memberikan perhatian bagi masyarakat dan tukang becak yang berada di sekitar
gereja, dengan cara memberikan sembako pada saat menjalankan puasa dan
menyambut Hari Raya Idul Fitri, dengan tujuan membantu masyarakat sekitar gereja
dalam menjalankan ibadah puasa, menyambut Hari Raya Idul Fitri, dan menjalin

persaudaraan dalam bermasyarakat.
6. Melakukan kebersihan lingkungan, yang berlokasi dalam lingkungan gereja dan
sekitarnya, dengan tujuan agar jemaat dan masyarakat sekitar menjadi nyaman dengan
lingkungan yang bersih dan sehat.
7. Memenuhi undangan gereja lain dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang
diadakan bersama gereja-gereja lain di Pasuruan, dengan tujuan menjalin keakraban
dengan gereja lain.
Selain kegiatan-kegiatan yang telah terprogram tersebut, ada beberapa kegiatan
praktis yang dilakukan jemaat GPIB Pniel Pasuruan dalam menciptakan integrasi sosial
yaitu: mengundang pemerintah desa dan masyarakat dalam acara dan kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh GPIB Pniel Pasuruan seperti: Natal, Tahun Baru, dan Ulang Tahun GPIB Pniel
Pasuruan; melakukan interaksi bersama masyarakat, seperti: selalu menyapa dan berbincang
bersama masyarakat sekitar setelah pulang kegiatan gereja dan naik becak milik beberapa
masyarakat sekitar gereja untuk diantar pulang, sehingga membuat masyarakat gereja merasa
tertolong dan diberkati; dan selalu berusaha untuk saling menerima, menghargai,
menciptakan sehati dan satu perasaan melalui komunikasi. Tidak hanya jemaat GPIB Pniel
Pasuruan yang berusaha menciptakan integrasi sosial, bahkan masyarakat juga memiliki
usaha-usaha menciptakan integrasi sosial walaupun tidak terprogram. Beberapa usaha yang
dilakukan masyarakat diantaranya: berkomunikasi dan menciptakan keharmonisan di dalam
lingkungan masyarakat, membantu menjaga keamanan gedung gereja GPIB Pniel Pasuruan,


24

dan menghadiri undangan serta berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan
GPIB Pniel Pasuruan.10
Usaha-usaha yang dilakukan jemaat GPIB Pniel Pasuruan bersama dengan
masyarakat awalnya kurang berjalan dengan baik, dikarenakan kurangnya pengenalan antara
satu dengan yang lainnya sehingga terciptanya keraguan dalam menjalankan usaha dalam
menciptakan integrasi sosial. Saat itu, jemaat GPIB Pniel Pasuruan kurang mengenal
masyarakat sehingga tidak mengetahui kebutuhan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di
masyarakat, begitu juga sebaliknya. Awal dilaksanakannya kegiatan bersama masyarakat
tersebut memang membuat bingung masyarakat, sehingga ada beberapa masyarakat yang
bersikap tertutup terhadap kegiatan yang dilakukan jemaat, seperti buka puasa bersama,
pembagian sembako, dan lainnya. Hal itu sedikit membuat jemaat merasa kesulitan dalam
menciptakan integrasi sosial. Tetapi usaha dan kerjakeras menciptakan integrasi sosial tetap
dilakukan GPIB Pniel Pasuruan dengan membaurkan diri, memberi perhatian dan
bersosialisasi yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Tekad dan semangat
terus ditanam oleh para pemimpin, baik pendeta dan majelis jemaat GPIB Pniel Pasuruan dan
pemerintah desa untuk menjalin komunikasi yang baik sehingga tercipta keharmonisan.
Hingga pada akhirnya masyarakat juga menyadari interaksi dan keharmonisan dalam
masyarakat sangat diperlukan dalam bermasyarakat. Pada akhirnya, jemaat GPIB Pniel
Pasuruan dan masyarakat sekitar bersama-sama mengakui adanya perbedaan antara yang satu
dengan yang lain di dalam masyakarat tetapi tidak memberikan makna penting pada
perbedaan ras tersebut, sehingga mampu membuka dan membaurkan diri, serta
mempersatukan bagian-bagian yang sebelumnya saling terpisahkan guna mempertahankan
kelangsungan hidup bersama. 11
Integrasi yang dilakukan jemaat GPIB Pniel Pasuruan termasuk integrasi komunikatif
dan integrasi fungsional. Dikatakan integrasi komunikatif dikarenakan jemaat GPIB Pniel
Pasuruan dan masyarakat sekitar melakukan suatu komunikasi efektif dalam kehidupan
sehari-hari dan sikap saling bergantung serta saling mengajak untuk bekerjasama menuju
tujuan keharmonisan dalam masyarakat. Sedangkan dikatakan integrasi fungsional
dikarenakan masing-masing kelompok, yaitu jemaat GPIB Pniel Pasuruan dan masyarakat
sekitar sungguh-sungguh menyadari fungsi dan peran masing-masing sangat penting dalam
mewujudkan kebersamaan dan kesatuan tersebut.
10
11

Wawancara Ibu RG, Bapak MS , dan Bapak PG (inisial), 11, 13, 16 November 2015.
Wawancara Ibu RG, Bapak MS , dan Bapak PG (inisial), 11, 13, 16 November 2015.

25

Integrasi yang merupakan proses mempertahankan kelangsungan hidup kelompok,
yang telah dilakukan jemaat GPIB Pniel Pasuruan bersama masyarakat sekitar dapat
dikatakan telah tercapai dikarenakan telah melewati 3 fase, yaitu fase akomodasi, fase
koordinasi, dan fase assimilasi. Fase akomodasi merupakan fase dimana masing-masing
kelompok berusaha menciptakan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama yaitu tercapainya
kompromi dan toleransi sehingga dua lawan atau lebih menjadi sama kuat, walaupun tetap
dimilikinya perbedaan paham. Setelah konflik terjadi dan dilakukan penyelesaian, jemaat
GPIB Pniel Pasuruan bersama masyarakat telah berusaha bersama-sama menciptakan
kerjasama untuk mecapai tujuan, walaupun tetap dimilikinya perbedaan paham. Setelah
dilakukannya fase akomodasi, maka jemaat dan masyarakat kembali mencoba melakukan
fase koordinasi, yaitu membiasakan diri untuk melakukan kerjasama dan mengharapkan
terjadinya kerjasama yang baik antara jemaat dan masyarakat. Setelah fase koordinasi
tercapai, maka dilakukan fase Assimilasi, yaitu terjadinya proses belajar untuk mengakhiri
kebiasaan lama, dilakukannya perubahan, dan mempelajari serta menerima kehidupan yang
baru. Proses belajar tersebut sudah dilakukan oleh jemaat GPIB Pniel Pasuruan bersama
masyarakat sekitar. Jemaat dan masyarakat sekitar mengakhiri kebiasaan lama yaitu sikap
egois, mementingkan diri dan kelompok masing-masing, hingga pada akhirnya melakukan
perubahan dengan mempelajari satu dengan lainnya dan menerima kehidupan yang baru.
Ketiga fase telah dilakukan oleh jemaat GPIB Pniel Pasuruan bersama dengan masyarakat
sekitar, sehingga dapat disimpulkan bahwa integrasi sosial yang dilakukan telah berhasil.
Beberapa faktor pendukung berhasilnya integrasi sosial yang dilakukan jemaat GPIB Pniel
Pasuruan bersama dengan masyarakat sekitar diantaranya: adanya interaksi sosial dan jarak
sosial (kesamaan tanah/tempat tinggal) yang mendukung terciptanya komunikasi, persamaan
bahasa, tanggungjawab dalam mempertahankan ketertiban, dimilikinya pertahanan bersama,
bantuan untuk bekerjasama.
Saat ini, usaha-usaha yang dilakukan GPIB Pniel Pasuruan dalam menciptakan
integrasi sosial bersama masyarakat dapat dikatakan telah terealisasi. Ada banyak dampak
positif yang dirasakan GPIB Pniel Pasuruan dan masyarakat sekitar gedung kebaktian.
Dampak positif yang dirasakan GPIB Pniel Pasuruan adalah munculnya perasaan nyaman
dalam melaksanakan ibadah, acara, dan kegiatan-kegiatan yang diadakan di dalam gedung
kebaktian, dikarenakan telah terciptanya keharmonisan bersama masyarakat; munculnya
perasaan terberkati dikarenakan telah merealisasikan tugas dan panggilan gereja sebagai
Gereja Misioner, yang mampu menjadi berkat bagi jemaat maupun masyarakat sekitar.
26

Dampak positif yang dirasakan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar gedung
kebaktian GPIB Pniel Pasuruan adalah adanya perasaan puas dikarenakan telah tercipta
komunikasi yang baik dan keharmonisan dalam lingkungan tempat tinggal, merasa diberkati
dengan kehadiran gereja GPIB Pniel Pasuruan dikarenakan jemaat GPIB Pniel Pasuruan
mencoba untuk memperhatikan masyarakat sekitar.

27