Model Distribusi Keuntungan Rantai Pasok

Model Distribusi Keuntungan Rantai Pasok Produk
Pertanian Berkelanjutan
1

Rachman Jaya, 2Machfud, 2Marimin
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh: Jl. T. Nyak Makam No.27 Lampineung
Banda Aceh, Email: jaya.rachman@yahoo.co.id
2)
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor: Jl. Lingkar Kampus IPB Dramaga, Bogor.
E-mail: marimin07@yahoo.com

1)

Abstrak
Dalam penentuan harga kopi Gayo, umumnya petani berada pada posisi yang kurang
menguntungkan dibandingkan dengan aktor lainya, seperti penggumpul, distributor dan eksportir.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan harga kopi Gayo untuk semua aktor yang terlibat,
model dikembangkan dari analisis risiko masing-masing pelaku melalui mekanisme kontrak.
Model dibangun berdasarkan fungsi utilitas melalui pembobotan factor risiko yang dianalisis
dengan Fuuzy-Analytical Hierarchy Process (F-AHP). Untuk menentukan harga kopi Gayo

dilakukan dengan pendekatan interpolasi non-linear yang dihitung berdasarkan harga kopi Gayo
pada pelaku eksportir. Validasi model dilakukan pada manajemen ratai pasok kopi Gayo pada
semua aktor yang terlibat. Setelah dilakukan verifikasi, secara umum keluaran model dapat
menjelaskan tujuan dari penelitian, dalam hal ini model mampu mereduksi keuntungan dari pelaku
eksportir kepada petani melalui mekanisme revenue-sharing.
Kata Kunci: Kopi Gayo, Rantai pasok berkelanjutan, Revenue-Sharing
Pendahuluan
Rantai pasok berkelanjutan merupakan pengembangan dari rantai pasok konvensional yang
di dalamnya mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan tujuan agar rantai
pasok yang dikelola dapat memenuhi keinginan konsumen ( responsiveness) dalam hal kualitas,
kuantitas, jenis, tempat dan time delivery secara lestari (Cuthberson, 2011; Ageron et al.,2011;
Seuring 2012). Berdasarkan hasil kajian empiris peneliti, terdapat beberapa kendala dalam
pengembangan rantai pasok berkelanjutan, dalam hal ini pada komoditas pertanian diantaranya
adalah proporsi marjin keuntungan yang belum mencerminkan keadilan (unfairness profit
business) untuk masing-masing pelaku, dalam setiap tingkatan pelaku internal rantai pasok

(Suharjito dan Marimin, 2012; Nasution 2015). Sebagai ilustrasi, pada sistem rantai pasok kopi
Gayo proporsi marjin keuntungan 60% berada dieksportir, 30% petani dan sisanya pedagang
pengepul (Jaya et al., 2014).
Untuk mencapai rantai pasok komoditas pertanian yang berkelanjutan, yang salah satunya

adalah dengan mengembangkan distribusi keuntungan berkeadilan dari satu pelaku ke pelaku
lainnya, dalam hal ini basis analisis adalah pelaku yang memiliki keuntungan tertinggi, yaitu
agroindustri/eksportir ke petani yang memiliki keuntungan jauh lebih kecil walaupun dengan
risiko usaha yang jauh lebih besar (Suharjito dan Marimin, 2012). Chopra dan Meindl (2007),
menyatakan bahwa, salah satu cara untuk menjamin pasokan adalah dengan membangun
coordination yang adil, dalam sistem rantai pasok yang salah satu wujudnya dapat berbentuk
model berbasis distribusi keuntungan (revenue sharing) pada skala bisnis yang dilakukan oleh
masing-masing pelaku.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016

1465

Penelitian dengan topik distribusi keuntungan yang berkeadilan, dalam struktur rantai pasok
dengan pendekatan desentralisasi kontrak melalui negosiasi risk sharing dan risk balancing telah
berkembang, diantaranya dilakukan oleh Giannoccaro dan Pontrandolfo (2004); Cachon dan
Lariviere (2005),Yang dan Chiang (2008); serta Suharjito dan Marimin, 2012. Beberapa contoh
kontrak yang telah dikembangkan secara desentarilisasi antara lain melalui harga diskon dan
Revenue sharing (Cachon dan Lariviere 2005), risk balancin g (Suharjito dan Marimin 2012) dan

Nasution (2015). Pada kajian ini mekanisme kontrak yang dibangun melalui pemodelan distribusi

keuntungan secara desentarilisasi dengan pendekatan revenue sharing yang fokus kepada level
efisiensi masing-masing pelaku pada rantai pasok.
Untuk mencapai suatu kondisi keuntungan berkeadilan pada skala bisnis masing-masing
pelaku dalam struktur rantai pasok komoditas pertanian, diperlukan suatu model yang dapat
mengakomodir perbedaan yang sangat besar terhadap distribusi keuntungan pada masing-masing
pelaku, yang saat ini cenderung lebih besar kepada agroindustri dan eksportir. Moon et al. (2011)
dan Zailani et al. (2012) menyatakan bahwa untuk mencapai kondisi tersebut, masing-masing
pelaku harus memperoleh keuntungan yang adil sesuai dengan skala bisnisnya, yang diaplikasikan
melalui mekanisme kontrak.
Kajian ini bertujuan untuk membangun mekanisme distribusi keuntungan berkeadilan pada
rantai pasok komoditas pertanian dengan pendekatan penyeimbangan risiko (risk balancing ),
sehingga proses bisnis dalam rantai pasok komoditas pertanian dapat berkelanjutan.
Metodologi
Penggelolaan rantai pasok produk pertanian memiliki kompleksitas yang tinggi, karena
objek yang dikelola bersifat mudah rusak (perishable), musiman (seasonal), kamba (bulky) dan
sentra produksi yang tersebar serta volume produksi yang kecil (Verdouw et al. 2010; Marimin
dan Maghiforh, 2011), selain itu kompleksitas rantai pasok pertanian juga menggambarkan
keterlibatan multi-aktor ( internal dan eksternal). Arsinder (2007) mengilustrasikan bahwa

keterkaitan antar aktor dalam sistem rantai pasok dapat dipetakan berdasarkan hirarki vertical dan
horizontal (Gambar 1).

Gambar 1. Ilustrasi kompleksitas antar aktor pada sistem rantai pasok (Arshinder et al.
2007)

1466

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016

Kerangka pikir dari penelitian ini mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan oleh
Suharjito dan Marimin (2012), akan tetapi dikembangkan melalui penentuan nilai jual (harga
referensi). Pada penelitian tersebut, penentuan harga jual berbasis kepada pelaku petani, sedangkan
pada penelitian ini penentuan harga jual pada pelaku eksportir. Pendapat ini mengacu kepada
Giannoccaro dan Pontrandolfo (2004), yang melakukan pemodelan risk-sharing berdasarkan
optimasi pasokan dari pelaku hilir (eksportir). Di lain pihak, pengukuran bobot risiko rantai pasok
dilakukan secara hirarki pada masing-masing pelaku.
Tahap selanjutnya adalah bagaimana menentukan harga referensi yang digunakan dalam
model. Harga referensi merujuk kepada harga terkini dari nilai jual komoditi pertanian pada pelaku

eksportir. Setelah itu baru kemudian dilakukan pencarian (optimasi non-linear) dari harga
kesepakatan untuk masing-masing pelaku. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah
aktivitas bisnis melalui kajian rantai pasok produk pertanian dapat lestari, karena pada masingmasing pelaku telah mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan proposi bisnis yang dilakukan,
melalui koordinasi antar pelaku dalam bentuk kontrak. Model distribusi keuntungan yang
dihasilkan pada penelitian ini diverifikasi dalam komoditas kopi arabika Gayo, yang merupakan
komoditas utama bagi masyarakat dataran tinggi Gayo pada khususnya dan Provinsi Aceh pada
umumnya.

Hasil dan Pembahasan
Pemodelan Distribusi Keuntungan
Basis analisis ini adalah indeks risiko pada pelaku petani, pedagang pengepul dan
agroindustri yang merupakan hasil dari analisis risiko. Model dibangun berdasarkan besaran risiko
yang ditanggung oleh pelaku, sehingga diharapkan semakin besar risiko yang ditanggung, maka
semakin besar revenue yang didapatkan (Gambar 1), yang dimaksud dengan revenue pada
penelitian ini adalah revenue-sharing pada kerangka koordinasi rantai pasok (supply chain
coordination). Model dibangun dengan pendekatan stakeholder dialog dengan menggunakan
optimasi non linear (Suharjito 2011). Sebelum masuk ke dalam pemodelan sistem distribusi
keuntungan, asumsi yang digunakan adalah:
1.


Utilitas nilai risiko petani meningkat pada saat panen raya (pasokan meningkat), begitu juga
sebaliknya. Namun, pada tingkatan yang lain seperti agroindustri atau pedagang pengepul
memiliki nilai utilitas risiko yang cenderung turun.

2.

Harga referensi yang digunakan berbasis pada harga jual ditingkat eksportir, pada saat
penelitian ini dilaksanakan.

Inti dari model ini adalah adanya kesepakatan antar pelaku terhadap harga jual produk
masing-masing, sehingga tidak ada salah satu pelaku yang menerima harga jual terlalu rendah
yang menyebabkan kerugian. Tahap awal pemodelan adalah dengan menentukan fungsi utilitas
risiko yang dirumuskan dalam bentuk fungsi regresi non linear sebagai berikut:
Uk(x) =

...........................................................................................................

(1)

Keterangan:

Uk(x): fungsi utilitas risiko pada pelaku k dalam rantai pasok
X : harga cherry

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016

1467

Karena pada masing-masing pelaku memiliki beberapa faktor risiko, maka fungsi utilitas
risiko masing-masing pelaku didapat dengan menggabungkan faktor-faktor risiko, dengan
persamaan:
Uk(x) = ∑



.......................................................................................... (2)
.............................................................................................................. (3)

Keterangan:
Rik(x): nilai utilitas risiko faktor ke i, pada pelaku ke k dalam rantai pasok

Wi: bobot masing-masing faktor risiko didapat dari analisis F-AHP (Jaya et al., 2014)
Nilai utilitas faktor risiko didapat dari nilai rata-rata utilitas variabel risiko untuk masingmasing pelaku dengan menggunakan mean geometric, dengan persamaan sebagai berikut:
Rik(x) = √∏

........................................................................................... (4)

Keterangan:
Vjik(x): nilai utilitas dari variabel ke j risiko ke i untuk pelaku ke k dalam rantai pasok kopi pada
harga (x)
Utilitas nilai variabel risiko didapat dengan mengalikan nilai kemungkinan dan dampak dari
variabel risiko tersebut yang dijabarkan dengan persamaan:
Vjik(x)= P ijk(x)Sijk(x) ..................................................................................................

(5)

Keterangan:
Pijk(x): kemungkinan risiko
Sijk(x): dampak risiko variabel j pada faktor risiko ke i pada pelaku ke k dalam rantai pasok
Nilai dampak dan kemungkinan risiko didapatkan berdasarkan wawancara dengan
narasumber, dengan tujuan untuk melihat tingkat risiko berdasarkan perubahan harga cherry di

tingkat petani. Berdasarkan persamaan 2, 3, 5 dapat diketahui bahwa fungsi risiko utilitas sebagai
berikut:
Uk(x)= ∑

( √∏

) .............................................................. (6)

Dengan mensubtitusi persamaan 6 ke persamaan 1, maka didapatkan:


1468

( √∏

)=

........................................................... (7)

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

Banjarbaru, 20 Juli 2016

Mulai

Menginputkan bobot risiko
masing-masing pelaku

Menenentukan Nilai referensi
harga jual komoditas

Fuzzy-AHP

ARIMA

Menghitung koefisien eksponen pada
masing-masing tingkatan

Interpolasi non
linear


Inputkan harga tertinggi dan terendah
pada pelaku

Tidak

Konsensus
tercapai
Ya
Distribusi keuntungan tercapai

Selesai

Gambar 2 Diagram alir pemodelan distribusi keuntungan
Harga kesepakatan antara petani dengan pedagang pengepul diwujudkan pada fungsi
utilitas risiko petani dalam rantai pasok yaitu:
Up(x) =

........................................................................................................... (8)
Sedangkan fungsi utilitas risiko pada pelaku pedagang pengepul dalam rantai pasok

dirumuskan:
Updg(x)=

Keterangan:
X
:

.........................................................................................................

(9)

parameter harga kesepakatan

Up(x)

:

fungsi utilitas risiko petani yang didapat dari faktor-faktor risiko berdasarkan
pendekatan preferensi tingkat petani

Updg(x)

:

fungsi utilitas risiko pedagang pengepul yang didapat dari faktor-faktor risiko

berdasarkan pendekatan preferensi tingkat pedagang pengepul
Tahap selanjutnya adalah membuat suatu fungsi konjoint (H(x)) antara pihak petani dengan
pedagang pengepul. Fungsi tersebut merupakan fungsi optimasi yang dicari penyelesaiannya
melalui interpolasi non linear. Fungsi konjoint tersebut adalah:

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016

1469

H(x)=Up(x)-Updg(x) .................................................................................................... (10)

Keterangan:
:
:

Up(x)
Updg(x)

fungsi regresi non linear dari risiko petani
fungsi regresi non linear dari risiko pedagang pengepul

Selanjutnya, untuk menentukan harga kesepakatan antara pedagang pengepul dengan
agroindustri diwujudkan pada fungsi utilitas risiko pedagang pengepul yaitu:
Updg(x)=
....................................................................................................... (11)
Sedangkan fungsi utilititas risiko pada pelaku agroindustri dalam rantai pasok

dirumuskan:
Uagr (x)=

Keterangan:
X
:

.......................................................................................................... (12)

parameter harga kesepakatan

Updg(x)

:

fungsi utilitas risiko pedagang pengepul yang didapat dari faktor-faktor risiko
berdasarkan pendekatan preferensi tingkat pedagang pengepul

Uagr (x):

:

fungsi utilitas risiko agroindustri yang didapat dari faktor-faktor risiko
berdasarkan pendekatan preferensi tingkat agroindustri

Secara teknis, proses interpolasi dilakukan berdasarkan harga tertinggi dan harga terendah
pada masing-masing pelaku, sehingga didapatkan harga kesepakatan yang telah mengakomodir
tingkat risiko pelaku. Untuk mendapatkan harga yang sesuai diperlukan harga referensi yang
didapat dari perkiraan harga di pada masing-masing pelaku petani dalam dua tahun terakhir.
Teknik yang digunakan dalam penentuan perkiraan harga referensi adalah Autoregresive Moving
Average (ARIMA) atau yang umum dikenal dengan metode Box-Jenkins (Nochai dan Nochai

2006). Data yang digunakan adalah harga penjualan kopi Gayo pada kurun waktu 2010-2012.
Implementasi Model
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendapatan sistem, karena
substansi penelitian yaitu rantai pasok komoditas pertanian pada kondisi faktual melibatkan
beberapa aktor dan aktivitas untuk mencapai tujuan yaitu memujudkan rantai pasok komoditas
pertanian yang berkelanjutan (Wasson, 2006; Parnell et al., 2011). Model diimplementasikan pada
komoditas kopi Gayo. Justifikasi pemilihan komoditas ini didasarkan pada perannya yang sangat
penting bagi perekonomian dataran tinggi Gayo (Jaya et al., 2014a; Jaya et al., 2014b), serta bagi
Provinsi Aceh. Dengan menggunakan input harga referensi kopi cherry saat ini, yang merupakan
hasil perkiraan harga dengan menggunakan teknik ARIMA, didapatkan bahwa harga referensi
untuk cherry adalah sebesar Rp.7.471/kg. Berdasarkan hal ini dapat diketahui persamaan fungsi
utilitas risiko untuk petani, yakni:
Up(x)=

................................................................................................ (13)

Fungsi utilitas risiko untuk pelaku pedagang pengepul adalah:
Updg(x)=

1470

............................................................................................ (14)

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016

Tahap selanjutnya adalah proses penentuan harga kesepakatan antar pelaku pedagang
pengepul dengan petani, yaitu dengan mengembangkan fungsi konjoin antara pelaku agroindustri
dengan petani yang diformulasikan sebagai berikut:
H(x)=

........................................................................ (15)

-

Dengan menggunakan harga penawaran tertinggi untuk kopi cherry yaitu Rp.12.000/kg dan
terendah Rp.7.000/kg, maka didapatkan harga kesepakatan sebesar Rp.8.218/kg. Berdasarkan hasil
ini dapat dikatakan bahwa model telah mampu melakukan negosiasi harga jual cherry antara
pedagang pengepul dan petani, dengan kata lain model mampu menyeimbangkan risiko yang
ditanggung kedua pelaku melalui insentif harga. Harga kesepakatan ini juga jauh lebih baik dari
harga jual cherry rata-rata dalam dua tahun terakhir, yaitu sebesar Rp.7.896/kg. Ageron et al.
(2012) berpendapat bahwa untuk mencapai keberlanjutan dalam sistem rantai pasok, diperlukan
keberlanjutan produksi masing-masing yang salah satunya dapat dicapai dengan pencapaian
keuntungan yang dapat mempertahankan bisnis pelaku.
Tahap selanjutnya adalah menentukan harga kesepakatan antara pelaku pedagang pengepul
dengan agroindustri. Basis dari tahap ini adalah, pada pedagang pengepul asumsi yang digunakan
adalah harga jual kopi HS kepada pedagang pengepul yang juga merupakan harga beli bagi
agroindustri, sehingga semakin tinggi harga jual kopi HS, maka risiko pedagang pengepul semakin
menurun, sebaliknya semakin tinggi harga beli kopi HS, maka risiko agroindustri semakin
meningkat. Dengan menggunakan input harga referensi kopi HS saat ini yang merupakan hasil
perkiraan harga dengan menggunakan teknik ARIMA, didapatkan bahwa harga referensi untuk
kopi HS adalah sebesar Rp.19.507/kg. Maka diketahui persamaan regresi non linear untuk masingmasing pelaku, yakni:
............................................................................................ (16)

Updg(x)=

Kemudian fungsi regresi non linear untuk pelaku agroindustri adalah sebagai berikut:
........................................................................................... (17)
Tahap selanjutnya adalah proses penentuan harga kesepakatan antar pelaku secara bilateral,
Uagr (x)=

yaitu dengan mengembangkan fungsi konjoin antara pelaku agroindustri dengan pedagang
pengepul yang dirumuskan sebagai berikut:
H(x)=

-

.................................................................. (18)

Dengan menggunakan harga penawaran tertinggi untuk kopi HS adalah sebesar
000/kg dan terendah Rp.15.000/kg, maka didapatkan harga kesepakatan sebesar

Rp.26.

Rp. 24.711/kg.

Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa model telah mampu melakukan negosiasi harga jual
kopi HS, dengan kata lain model mampu melakukan penyeimbangan risiko antar pelaku sesuai
dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh masing-masing pelaku. Jika dilihat dari harga
berdasarkan hasil prakiraan harga dengan menggunakan teknik ARIMA, model jauh lebih baik.
Dimana berdasarkan rata-rata harga jual kopi HS yang hanya sebesar Rp.18.937/kg. Dengan kata
lain model telah mampu menyeimbangkan risiko yang diterima oleh masing-masing pelaku.
Di lain pihak, bagi agroindustri, dengan model ini, harga jual green bean kualitas ekspor
menjadi sebesar Rp.52.260, nilai ini dapat dikatakan cukup baik, walaupun berdasarkan prakiraan
harga jual green bean Rp.53.454/kg. Hal ini telah sesuai dengan yang telah disampaikan oleh
Chopra dan Meindl (2007) yang menyatakan bahwa untuk menjamin keberlanjutan rantai pasok,
dalam hal ini pada kasus adanya persaingan antar eksportir kopi Gayo, pihak KBQ. Baburayyan

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016

1471

tentunya harus dapat menjaga loyalitas pemasoknya yaitu melalui penyeimbangan risiko pada
rantai pasok yang diwujudkan dalam insentif harga kepada pedagang pengepul dan petani.
Kesimpulan
Kontribusi nyata dari penelitian adalah bahwa model yang dikembangkan mampu
mereduksi ketidakadilan keuntungan bisnis dalam sistem rantai pasok komoditas pertanian, dalam
hal ini adalah kopi Gayo. Secara faktual proporsi marjin keuntungan bisnis kopi Gayo 60%
dimiliki oleh eksportir, walaupun risiko usaha yang ditanggung lebih besar pelaku petani. Model
dikembangkan berdasarkan mencakup tiga level tingkatan sehingga memberikan kebaharuan bagi
penelitian ini, karena umumnya model telah dikembangkan berbasis dua level tingkatan. Titik
kritis dari hasil penelitian ini adalah bagaimana mengaplikasikan model pada sistem nyata.
Implikasi manajerial yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan pihak asosiasi eksportir atau
pengusaha komoditas pertanian, sedangkan pemerintah daerah hanya sebagai regulator, dilain
pihak pengawasan pelaksanaan dapat dilakukan LSM dan perguruan tinggi.
Daftar Pustaka
Ageron B, Gunasekaran A, Spalanzani A. 2011. Sustainable supply management: an empirical
study. Int. J. Production Economics, Article in press.
Arshinder, Kanda A, Deshmukh SG. 2007. An Integrative Framework for Coordination in Supply
chain. POMS 18th Annual Conference, Dallas USA: May 4 to 7.
Cachon G, Laviere M. 2001. Contracting to Assure Supply: How to Share Demand Forecasts in a
Supply Chain. Management Science 47(5): 629-646.
Chopra S, Meindl P. 2007. Supply chain management: strategy, planning, and operation [third
edition]. New Jersey: Prentice Hall.
Cuthbertson R. 2011. The need for sustainable supply chain management di dalam Sustainable
Supply Chain Management: Practical Ideas for Moving towards Best Practice . SpringerVerlag Berlin Heidelberg.
Giannoccaro I, Pontrandolfo P. 2004. Supply chain coordination by revenue sharing contracts. Int.
J. Production Economics, 89: 131–139.
Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2013. Sustainability analysis for Gayo Coffee supply chain.
Int. Journal Advances on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 3
(2): 24-28.
Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2014 a. Analisis dan mitigasi risiko rantai pasok kopi Gayo
berkelanjutan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian , 24 (1): 61-71.
Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2014 b. Prediction of Sustainable Supply Chain
Management for Gayo Coffee Using System Dynamic Approach. Journal of Theoretical
and Applied Information Technology, 70 (2): 372-380.
Marimin, Magfiroh N. 2010. Aplikasi teknik pengambilan keputusan dalam manajemen rantai
pasok. Bogor: IPB-Press.
Marimin, Djatna T,Suharjito, Hidayat S,Utama DN, Astuti R, Martini S. 2013. Teknik dan analisis
pengambilan keputusan fuzzy dalam manajemen rantai pasok. Bogor:IPB-press.
Moon Y, Yao T, Park S. 2011. Price negotiation under uncertainty. Int. J. Production Economics,
134: 413–423.

1472

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016

Nochai R, Nochai T. 2006. Arima Model for Forecasting Oil Palm Price. Proceeding of the 2 nd
IMT-GT Regional Mathematics, Statistic and Application. University Penang Malaysia,
June 13-15.
Parnell GS, Driscoll PJ, Henderson DL. 2011. Decision Making in System Engineering and
Management. John Wiley and Son, Inc. New Jersey.
Seuring S. 2012. A review of modeling approaches for sustainable supply chain management.
Decision Support Systems, Article in Press.
Suharjito, Marimin. 2013. Risks balancing model of agri-supply chain using fuzzy risks utility
regression. Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 41 (2): 13-23.
Verdouw CN, Beulens AJM, Trienekens JH, Wolfert J. 2010. Process modeling in demand-driven
supply chain: A references model for the fruit industry. Computers and Electronic in
Agriculture,73: 174-187.
Wasson CS. 2006. System analysis, design, and development concepts, principles, and practices.
John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Yang YI, Chiang CC. 2008. Risk-Sharing aspects of supply chain coordination with revenuesharing contracts. 5th International Conference on Enterprise Systems, Accounting and
Logistics (5th ICESAL’ 08). 7-8 July 2008, Crete, Greece.
Zailani S, Jeyaraman K, Vengadasan G, Premkumar R. 2012. Sustainable supply chain
management (SSCM) in Malaysia: A Survey. Int. J. Production Economics, Article-inpress.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016

1473

Dokumen yang terkait

Dari Penangkapan Ke Budidaya Rumput Laut: Studi Tentang Model Pengembangan Matapencaharian Alternatif Pada Masyarakat Nelayan Di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur

2 37 2

EFEKTIVITAS siaran dialog interaktif di Radio Maraghita sebaga media komunikasi bagi pelanggan PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten di Kelurahan Lebakgede Bandung

2 83 1

Aplikasi Data Mining Menggunakan Metode Decision Tree Untuk Pemantauan Distribusi Penjualan Sepeda Motor Di PD. Wijaya Abadi Bandung

27 142 115

Prosedur Promosi Jabatan Karyawan pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten UPJ Majalaya

3 53 1

Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Dan Organizational Citizenship Behavior Terhadap Kinerja Pegawai PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Kantor Area Sumedang

17 106 69

Aplikasi Ms.Excel dalam pengolahan pembayaran pensiun pegawai biasa di PT. PLN (persero) kantor Distribusi Jawa Barat

4 55 1

Pengaruh Kualitas Software Aplikasi pengawasan kredit (C-M@X) Pt.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten (DJBB) Terhadap Produktivitas Kerja karyawan UPJ Bandung Utara

5 72 130

Implementasi Term Frequency Inverse Document Frequency TF IDF dan Vector Space Model Untuk Klasifikasi Berita Bahasa Indonesia

20 102 40

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84

Model Stokastik Curah Hujan Harian dari beberapa Stasiun Curah Hujan di Way Jepara

6 35 58