Analisis Pengaruh Penggunaan Biopestisida dan Pengelolaan Kebun terhadap Produksi Petani Kopi di Kabupaten Simalungun

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar
yang diperdagangkan dalam pasar dunia. Komoditi tersebut dihasilkan oleh 60
negara dan memberikan nafkah bagi 25 juta keluarga petani kopi di seluruh dunia.
Bahkan beberapa negara produsen menggantungkan pendapatannya pada ekspor
kopi karena hampir 75% dari total ekspornya merupakan ekspor komoditi kopi
(Mamilianti, 2012).
Indonesia merupakan negara kedua eksportir kopi dunia, tetapi padatahun 2007,
menurut Direktorat Jenderal Perkebunan, Indonesia juga mengimpor kopi dalam jumlah
besar. Oleh karena itu strategi pengembangan agribisnis kopi perlu ditingkatkan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri. Salah satunya dengan mengembangkan
kopi dari daerah-daerah Indonesia termasuk Sumatera Utara (Haloho, 2009).
Di tingkat nasional, Propinsi Sumatera Utara berada pada posisi keempat dalam
produksi total kopi arabika dan robusta. Produksi total Sumatera Utara pada tahun 2010
mencapai 55 ribu ton. Produsen kopi terbesar di Indonesia adalah Propinsi Lampung (145 ribu
ton), disusul Sumatera Selatan (138 ribu ton) dan Bengkulu (hampir 56 ribu ton). Dari sisi

produktifitas, Propinsi Sumatera Utara dengan produktivitas 1.022 kg/ha/tahun, menempati
posisi kedua setelah NAD dengan produktifitas sebesar 1.158 kg/ha/tahun. Secara nasional,
produktivitas kopi di Indonesia adalah 780 kg/ha/tahun dalam bentuk kopi biji.
Produktifitas kopi Sumatera Utara masih rendah jika dibandingkan dengan
daerah penghasil kopi lainnya. Hal ini disebabkan karena proses penanganan

Universitas Sumatera Utara

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

2

produksinya dilakukan secara sederhana. Kopi memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai komoditi andalan di Sumatera Utara, sehingga
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan petani. Pada Tabel 1 dapat
dilihat luas lahan dan produksi kopi Sumatera Utara tahun 1999 – 2008
(Nainggolan, 2012).
Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara (1999–2008).
No.


Tahun

Luas Lahan
Kopi (ha)

+/(%)

Produksi
Kopi (Kg)

+/(%)

Produktifitas
(Kg/ha)

+/(%)

1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008

37,381

62,04
61,708
65,469
65,152
53,969
76,05
78,962
78,98
75,782

0%
66%
-1%
6%
0%
-17%
41%
4%
0%
4%


22,451,000
38,113,000
39,198,000
42,973,000
43,252,000
43,804,000
55,017,100
49,451,510
50,815,490
47,847,750

0%
70%
3%
10%
1%
1%
26%
-10%

3%
-6%

600.60
614.33
635.22
65.39
663.86
811.65
723.44
626.27
643.40
631.39

0%
70%
3%
10%
1%
1%

26%
-10%
3%
-6%

Sumber : BPS. 2005, BPS. 2009.
Nilai ekspor kopi Sumatera Utara juga memiliki peranan penting dalam
perekonomian daerah. Tahun 2001 nilai ekspor kopi Sumatera Utara sebesar US$
63.790.788 dengan volume 44.208.475 kg,

artinya mampu menyumbangkan

devisa sebesar 2,78% dari total ekspor non-migas propinsi Sumatera Utara
(Disperindag, 2002).
Kabupaten penghasil kopi arabika yang utama di Sumatera Utara adalah
Kabupaten Dairi, Tapanuli Utara, Simalungun, Karo, Humbang Hasundutan,
Toba Samosir, Samosir, dan Pakpak Bharat. Kopi arabika dari Sumatera Utara
telah lama dikenal dan memiliki reputasi global dengan nama Mandheling Coffee
dan Lintong Coffee.


Universitas Sumatera Utara

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

3

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah sentra produksi
pertanian yang selalu memberikan kontribusi untuk program ketahanan pangan di
Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten berhawa sejuk itu ternyata juga merupakan
salah satu daerah yang kaya dengan komoditi perkebunan, seperti kopi, karet,
kelapa sawit, dan cokelat. Jika selama ini kopi yang terkenal dari Sumatera Utara
berasal dari Sidikalang, Kabupaten Dairi, atau Tapanuli Utara dan Humbang
Hasundutan, ternyata kopi Simalungun juga tidak kalah kualitasnya dari daerahdaerah penghasil kopi itu.
Pengembangan kopi arabika di Kabupaten Simalungun dihadapkan pada
masalah produktifitas yang rendah, kualitas produk yang rendah, keterbatasan
akses terhadap penetrasi pasar, infrastruktur, dan regulasi.
Penyebab utama penurunan produksi dan mutu kopi pada saat ini bahkan
di seluruh negara penghasil kopi diakibatkan oleh serangan Hama Penggerek
Buah Kopi (PBKo), Hypothenemus hampei (Ferr.) (Coleoptera: Scolitidae).
Kerusakan yang ditimbulkannya berupa buah menjadi tidak berkembang, berubah

warna menjadi kuning kemerahan, dan akhirnya gugur mengakibatkan penurunan
jumlah dan mutu hasil. Usaha budi daya tanaman kopi sering mengalami
gangguan berupa serangan hama dan penyakit. Pada serangan berat hama ini
dapat menimbulkan kehilangan hasil sampai 75 %. Berdasarkan perilaku hama
PBKo, pengendalian yang dipandang paling potensial untuk mengatasinya adalah
pengendalian hayati. Agens pengendalian hayati PBKo yang sudah dikembangkan
di Indonesia dan mempunyai efektivitas yang tinggi adalah Beauveria bassiana.
Insektisida nabati yang prospektif untuk mengendalikan hama PBKo adalah

Universitas Sumatera Utara

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

4

produk-produk yang dihasilkan dari tanaman Mimba (Azadirachta indica), karena
ekstrak mimba telah ditemukan efektif terhadap beberapa serangga hama. Sebagai
upaya mengatasi hama PBKo, dipandang perlu melakukan pengkajian
pengelolaan hama kopi yang ramah lingkungan dengan menggunakan agens
hayati B. bassiana dan insektisida nabati dari tanaman Mimba.

Pengendalian PBKo dapat dilakukan dengan penggunaan agensia hayati
seperti jamur Beauveria bassiana lebih mudah untuk dikembangkan. Ada dua
agensia pengendali hayati yang telah tersedia dan prospektif untuk dikembangkan
yaitu jamur Beauveria bassiana dan serangga parasitid Cephalonomia
stephanoderis (Wiryadiputra 2007). Pengendalian serangga/binatang H.hampei fer

juga menggunakan brocap trap, family scolytidae tertarik pada ethanol dan
methanol dan ini juga berlaku untuk PBKo. Pengendalian juga mengumpulkan
buah kopi yang terjatuh ditanah kemudian dikubur atau dibakar.
Menurut Sutanto (2002) dalam bukunya “Penerapan pertanian Organik”,
sesungguhnya penggunaan biopestisida ini telah lama dikenal dan diterapkan oleh
nenek moyang kita sebagai salah satu kearifan lokal. Sangat disayangkan bahwa
kearifan lokal ini sudah banyak dilupakan oleh masyarakat kita, padahal
keuntungan dari penerapannya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Bahanbahan pembuatannya pun mudah dan relatif murah, bahkan terkadang melimpah
di alam. Dalam kaitannya dengan program penerapan Sistem Pertanian
Berkelanjutan pun, biopestisida merupakan salah satu komponen teknologi yang
direkomendasikan oleh banyak ahli.

Universitas Sumatera Utara


Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

5

Keuntungan yang diperoleh apabila kita menggunakan biopestisida atau
pestisida hayati dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman :
1. Murah dan mudah didapat, terkadang jumlahnya melimpah di alam.
2. Penggunaannya dalam jumlah yang terbatas dan mudah busuk sehingga tidak
menimbulkan residu pada tanaman.
3. Aman bagi manusia, hewan, dan ramah lingkungan karena bahan aktif yang
digunakan mudah terurai di alam (biodegradable)/tidak menyebabkan residu
dan pencemaran.
4. Pemakaian dengan dosis tinggi sekalipun masih relatif aman, selama
perlakuan yang diberikan tepat.
5. Produk pertanian yang dihasilkan lebih sehat.
6. Tidak mudah menyebabkan resistansi hama.
7. Kesehatan tanah lebih terjaga dan dapat meningkatkan bahan organik tanah.
8. Mikroba/species tertentu yang digunakan relatif aman.
9. Biopestisida yang menggunakan mikroba mengandalkan senyawa biokimia
potensial yang disintesis oleh mikroba.
10. Dapat mempertahankan keberadaan musuh alami.
Di samping keunggulan biopestisida, tentu juga ada kelemahannya, yaitu
sebagai berikut :
1. Kurang praktis, karena perlu membuat/meramu terlebih dahulu.
2. Tidak langsung membunuh sasaran sehingga daya kerjanya lebih lambat.
3. Terkadang perlu dilakukan penyemprotan secara berulang-ulang.
4. Tidak tahan dalam penyimpanan jangka panjang.

Universitas Sumatera Utara

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

6

Harga pestisida yang semakin mahal sebenarnya bisa menjadi faktor
pendorong bagi petani kita untuk lebih mandiri dalam melakukan kegiatan
budidaya pertanian. Ketergantungan petani terhadap komponen input dari luar
dapat ditekan sehingga dapat menekan biaya usahatani.
Kondisi lingkungan saat ini yang semakin memprihatinkan, biopestisida
merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk menekan kerusakan lingkungan
yang diakibatkan oleh aktivitas budidaya pertanian. Teknologi sederhana
pembuatan biopestisida yang merupakan kearifan lokal ini perlu kita gali dan
kembangkan kembali di tengah masyarakat kita. Penelitian-penelitian yang
berkait dengannya pun masih perlu dilanjutkan. Tetapi masalah yang dihadapi
saat ini adalah sedikitnnya petani yang mau menggunakan biopestisida dalam
pengelolaan kebun mereka disebabkan oleh kelemahan-kelemahan penggunaan
biopestisida tersebut.
Penelitian mengenai analisis pengaruh penggunaan biopestisida dan
pengelolaan kebun terhadap peningkatan produksi petani kopi di Kabupaten
Simalungun ini belum pernah dilakukan. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh pengunaan biopestisida dan pengelolaan
kebun terhadap produksi petani kopi di Kabupaten Simalungun. Kajian dalam
penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengelolaan kebun di
Kabupaten Simalungun.

Universitas Sumatera Utara

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

7

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka identifikasi permasalahan
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh penggunaan biopestisida dan pengelolaan kebun
terhadap peningkatan produksi petani kopi?
2. Bagaimana pengaruh yang lebih dominan antara biopestisida dan pengelolaan
kebun dalam meningkatkan produksi kopi di kabupaten Simalungun?

1.3 Tujuan Penelitian.

Tujuan umum penelitian adalah untuk menganalisis penggunaan
biopestisida dan pengelolaan kebun terhadap produksi kopi.
1.4. Manfaat Penelitian.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah,
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Simalungun dalam
mengambil kebijakan yang berhubungan dengan penggunaan biopestisida
dalam mengendalikan hama Penggerek Buah Kopi.
2. Sebagai bahan masukan bagi petani dalam pengendalian hama Penggerek
Buah Kopi
3. Menambah informasi dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
komoditi kopi dan teknik pengendaliannya.

Universitas Sumatera Utara

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer