Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek

dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan
kesehatan tersering di dunia. Penyebab utamanya ialah infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Rinosinusitis dapat diklasifikasikan
berdasarkan durasi lamanya inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal, yaitu
akut jika kurang dari 4 minggu, sub-akut jika terjadi selama 4 sampai 12 minggu,
dan dikatakan kronik jika terjadi lebih dari 12 minggu (Shah, 2008).
Menurut lqudah M et al, Rinosinusitis Kronik merupakan penyakit THT
(Telinga Hidung dan Tenggorokan) yang sering ditemukan hampir disemua
negara. Di Amerika Serikat, Rinosinusitis Kronik merupakan penyakit dengan
angka morbiditas tertinggi yaitu 12,5% dari populasi. Rinosinusitis Kronik ini
juga sangat mempengaruhi faktor ekonomi karena menyebabkan hilangnya waktu
bekerja dan biaya untuk perawatan kesehatan (Ocampo dan Peters, 2013).
Rinosinusitis Kronik mula-mula merupakan peradangan yang nonbakterial. Kebanyakan menjadi suatu penyakit yang buruk penyembuhannya atau
merupakan akibat pengobatan yang tidak sempurna pada rinosinusitis yang

berjalan subklinis. Keluhan Rinosinusitis Kronik bervariasi; kadang-kadang
bahkan tidak ada keluhan sama sekali. Keluhan yang timbul ialah gangguan
penghidu, ingus belakang hidung (akibat aliran ringan, namun terus menerus,
materi terinfeksi dari hidung dan sinus paranasal ke dalam faring, pasien
mengeluhkan gejala faringitis), nyeri kepala yang timbul terutama pada pagi hari,

1
Universitas Sumatera Utara

2

dan infeksi saluran nafas berulang kali. Kelainan obyektif hanya ditemukan pada
pemeriksaan dengan CT-Scan (Feenstra, 2007).
Pada tahun 1996, American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery mengusulkan

untuk mengantikan terminologi sinusitis menjadi

rinosinusitis. Rinosinusitis dianggap lebih tepat karena menggambarkan proses
penyakit dengan lebih akurat. Alasan yang mendasari perubahan “sinusitis”

menjadi “rinosinusitis” adalah: 1. membran mukosa hidung dan sinus secara
embriologi terhubung antara satu sama lain (contiguous); 2. sebagian besar
penderita sinusitis juga menderita rinitis, jarang sinusitis tanpa disertai rinitis; 3.
gejala pilek, hidung tersumbat dan kurangnya penciuman ditemukan pada sinusitis
maupun rinitis; dan 4. foto tomografi komputer dari penderita pilek menunjukkan
inflamasi mukosa yang melapisi hidung sinus paranasalis.
Berdasarkan data dari European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps 2012 (EPOS), prevalensi Rinosinusitis Kronik yaitu sebanyak

10,9% dengan variasi geografis. Menurut data CDC (Centers for Desease Control
and Prevention) pada tahun 2009-2012 di Amerika ada 28,5 juta kunjungan

karena sinusitis. Prevalensi Rinosinusitis Kronik di Amerika tahun 2009 yaitu
4,7% (CDC, 2012).
Rinosinusitis Kronik mempengaruhi 14-16% dari populasi penduduk
Amerika Serikat (Daudia, 2008). Penderita Rinosinusitis Kronik dewasa antara18
sampai 22 juta pasien yang mengunjungi poliklinik (berobat jalan) dan 545.000
pasien yang masuk ruang emergensi di Amerika Serikat. Survei dari beberapa
daerah di Kanada melaporkan prevalensi Rinosinusitis Kronik mengenai rata-rata


Universitas Sumatera Utara

3

5,0% dari populasi umum. Penelitian tersebut menyebutkan prevalensi
Rinosinusitis Kronik pada wanita lebih besar dari pria. Prevalensi meningkat
seiring pertambahan usia, dengan rata-rata 2,7% pada kelompok usia 20-29 tahun
dan 6,6% pada kelompok usia 50-59 tahun. Setelah usia 60 tahun, prevalensi
Rinosinusitis Kronik menurun menjadi 4,7%. Sama halnya dengan negara
Amerika Serikat, rinosinusitis menyebabkan morbiditas dan mengurangi
produktivitas di tempat kerja (Desrosiers, 2011).
Sebuah penelitian terbaru di Sao Paulo dengan menggunakan metode
wawancara secara personal dan mendefinisikan Rinosinusitis Kronik berdasarkan
kriteria EPOS ditemukan prevalensi sebesar 5,5% (Fokkens, 2012).Pada
penelitian di Thailand, dari 154 pasien anak-anak yang didiagnosis rinosinusitis,
103 anak diantaranya merupakan rinosinusitis akut dan 51 anak menderita
Rinosinusitis Kronik. Penderita dengan rinitis alergi mempunyai resiko lebih
besar berkembang menjadi Rinosinusitis Kronik (Poachanukoon, 2012).
Menurut Health Technology Assessment (HTA) 2012, angka kejadian
rinosinusitis di Indonesia belum diketahui secara pasti tetapi diperkirakan cukup

tinggi karena masih tingginya kejadian infeksi saluran napas akut, yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya rinosinusitis. Berdasarkan data
DEPKES RI tahun 2003 memaparkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada
pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.
Berdasarkan data di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK Universitas
Hasanuddin Makassar, jumlah kasus rinologi periode tahun 2003 sampai dengan
tahun 2007 yaitu penderita rawat jalan sebanyak 12.557 kasus dan penderita rawat

Universitas Sumatera Utara

4

inap sebanyak 1.092 kasus dengan perbandingan antara pria dan wanita yaitu 6:7
Kasus rawat inap yang terbanyak yaitu rinosinusitis 41,5% dan kasus pada
kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 23,3% (Punagi, 2008).
Menurut Soetjipto (2006) dalam Multazar (2011), data dari Divisi Rinologi
Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien
rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 300 pasien (69,0%) adalah
Rinosinusitis Kronik. Di bagian THT-KL Fakultas Kedokteran UGM/RS Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2006-2007 didapatkan 118 penderita rinosinusitis

kronis 42,0% dari seluruh pasien rinologi (Dewanti, 2008). Di poliklinik THT-KL
RS Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2007
didapatkan 168 pasien rinosinusitis (64,29%) dari seluruh pasien rinologi
(Lasminingrum, 2008).
Penelitian Muslim (2006) di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 40
penderita Rinosinusitis Kronik dengan kelompok umur terbanyak yaitu 25-34
tahun 16 orang (40%) dan terdiri dari 21 perempuan (52,5%) dan 19 laki-laki
(47,5%) (Muslim, 2006). Penelitian Syahrizal tahun 2009 di RSUP H. Adam
Malik Medan didapatkan 24 penderita Rinosinusitis Kronik.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2015ditemukan 211 penderita
Rinosinusitis Kronik dengan rincian tahun 2011sebanyak 41 orang, tahun 2012
sebanyak 46 orang, tahun 2013 sebanyak 53 orang, tahun 2014 sebanyak 45 orang
dan tahun 2015 sebanyak 26 orang.

Universitas Sumatera Utara

5

1.2


Perumusan Masalah
Belum diketahui karakteristik penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2011-2015.
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2015.
1.3.2

Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik

berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama dan
pekerjaan.
b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik
berdasarkan keluhan.
c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik
berdasarkan lokasi rinosinusitis.
d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik
berdasarkan sinus yang terlibat.
e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik
berdasarkan riwayat penyakit.
f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik
berdasarkan komplikasi.
g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik
berdasarkan penatalaksanaan medis.

Universitas Sumatera Utara

6

h. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita Rinosinusitis Kronik.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Rinosinusitis Kronik
berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur penderita Rinosinusitis
Kronik berdasarkan banyak sinus yang terlibat.
k. Untuk

mengetahui

perbedaan

proporsi

jenis

kelamin

penderita

Rinosinusitis Kronik berdasarkan banyak sinus yang terlibat.
l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan riwayat

penyakit.
m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi riwayat penyakit berdasarkan
banyak sinus yang terlibat.
n. Untuk mengetahui perbedaan proporsi komplikasi berdasarkan lokasi
Rinosinusitis Kronik.
o. Untuk mengetahui perbedaan proporsi keluhan berdasarkan banyak sinus
yang terlibat.
p. Untuk mengetahui perbedaan proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan
banyak sinus yang terlibat.

Universitas Sumatera Utara

7

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1


Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan bagi Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan tentang karakteristik penderita Rinosinusitis Kronik
tahun 2011-2015.

1.4.2

Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya dalam rangka pengembangan
ilmu pengetahuan dan penelitian lain khususnya yang berhungan dengan
Rinosinusitis Kronik.

1.4.3

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penyakit
Rinosinusitis Kronik dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara