Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx Rawat Inap di Rumah Sakit St. Alisabeth Medan Tahun 2002-2007

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA CARCINOMA NASOPHARYNX RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN

TAHUN 2002-2007 OLEH:

FRENGKI CALVINUS T NIM : 041000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA CARCINOMA NASOPHARYNX RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN

TAHUN 2002-2007

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

FRENGKI CALVINUS T NIM. 041000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA CARCINOMA NASOPHARYNX RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN

TAHUN 2002-2007

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : FRENGKI CALVINUS T

NIM. 041000113

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 10 Desember 2008

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

drh. Rasmaliah, M.Kes dr. Achsan Harahap, MPH NIP. 130 365 296 NIP. 130 318 031

Penguji II Penguji III

Drs. Jemadi, M.Kes drh. Hiswani, M.kes NIP. 131 996 168 NIP. 132 084 988

Medan, Desember 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

dr. Ria Masniari Lubis, MSi NIP. 131 124 053


(4)

ABSTRAK

Carcinoma nasopharynx merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menimbulkan kekhawatiran bagi penderitanya. Dari data peringkat penyakit kanker pasien rawat inap di Rumah sakit di Indonesia tahun 2005, Carcinoma nasopharynx berada pada peringkat 10 (3,4 %).

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series. Populasi adalah seluruh penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 sebanyak 67 orang dan sampel adalah total sampling.

Ditemukan distribusi proporsi penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 berdasarkan sosiodemografi yang terbanyak: kelompok umur ≥ 60 tahun (35,8%), jenis kelamin laki-laki (71,6%), suku Batak (79,1%), agama Kristen Protestan (56,7%), pendidikan menengah (26,9%), pekerjaan petani (23,9%), status perkawinan kawin (92,5%, berasal dari luar kota Medan (53,7%),; keluhan utama benjolan di leher (47,7%); stadium III (50,8%); letak carcinoma tidak tampak (37,3%); penatalaksanaan medis lain-lain (41,8%); lama rawatan rata-rata (6,81); pulang dengan berobat jalan (71,6%). Hasil analisa statistik chi-square diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi pendidikan berdasarkan stadium klinis (p= 0,99); hasi uji t diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan stadium klinis (p=0,114).

Pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam penegakan penatalaksanaan medis pasien dan pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan melalui bagian rekam medis agar melengkapi data pendidikan pada kartu status dan


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Frengki Calvinus T

Tempat/tanggal lahir : Tanjung Morawa / 29 Agustus 1986

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : Jl. M Raya Km 13,5 Gg. Sukidi No. 39 Tanjung

Morawa

Riwayat Pendidikan:

1. Tahun 1992-1998 : SD Negeri No. 101887 Tanjung Morawa 2. Tahun 1998-2001 : SLTPN 1 Tanjung Morawa

3. Tahun 2001-2004 : SMA Negeri 5 Medan

4. Tahun 2004-2008 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KARAKTERISTIK PENDERITA CARCINOMA NASOPHARYNX RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT St. ELISABETH MEDAN TAHUN 2002-2007”.

Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian skripsi ini banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu drh. Rasmaliah, Mkes selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama proses penulisan skripsi ini.

4. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama proses penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Jemadi, Mkes dan ibu drh. Hiswani, Mkes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan pengarahan dan saran dalam penulisan skripsi ini.


(7)

6. Bapak dr. M. Arifin Siregar, MSc selaku Dosen Penasehat Akademik.

7. Bapak/ibu dosen yang telah memberikan didikan selama penulis mengikuti proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh pegawai.

8. Pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang telah memberikan izin penelitian dan kepada seluruh pegawai dan tenaga kesehatan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan khususnya bagian Rekam Medik yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

9. Saudari Gifani Anastasya yang selalu memberikan motivasi dan juga solusi sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman Paduan Suara “Bahana Sicilia”(Bayu, Cepri, Roy, Andre, Ari, Minda, Monang) dan juga teman-teman “Kerina Boys”(Nol, Vico, Bram, Jack, Caem, Bahut, Mike, Ipo, Rudtce, Sohid, Doni), terima kasih buat dukungan dan doa-doa kalian.

11.Angkatan 2004 dan seluruh rekan-rekan peminatan Epidemiologi, terima kasih buat kebersamaannya selama ini.

12.Teman-teman yang cukup banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini secara khusus Icut, Biebie, Ai, Ilda, Dana, Rita, Rika, Phida, Nopeng, Marta, Andri, Nerida, Lastiar, K’Melda, K’Mertha dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, tiada kesan tanpa kehadiran kalian.


(8)

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta; Ayahanda F. Tarigan dan Ibunda M. Ginting atas doa, perhatian, kesabaran dan dukungannya dalam menyelesaikan pendidikan di FKM-USU. Demikian juga buat saudara-saudaraku (Bang Fery dan Kak Ika beserta keluarga) terima kasih buat seluruh perhatiannya.

Besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2008

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak... ii

Daftar riwayat hidup ... iii

Kata pengantar... iv

Daftar isi ... vii

Daftar tabel ... x

Daftar gambar ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1.Tujuan Umum ... 5

1.3.2.Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tumor... 7

2.2. Pengertian Carcinoma ... 7

2.3. Pengertian Nasopharynx ... 7

2.4. Pengertian Carcinoma Nasopharynx... 9

2.5. Pertumbuhan ... 9

2.5.1.Bentuk Ulkus... 9

2.5.2.Bentuk Nodul ... 10

2.5.3.Bentuk Eksofilik ... 10

2.6. Epidemiologi ... 11

2.6.1.Distribusi Carcinoma Nasopharynx ... 11

2.6.2.Faktor Yang Mempengaruhi Carcinoma Nasopharynx ... 12

2.7. Gejala Klinis ... 16

2.7.1.Gejala Dini ... 16

2.7.2.Gejala Lanjut... 17

2.8. Diagnosis... 18

2.8.1.Pemeriksaan Nasopharynx ... 18

2.8.2.Pemeriksaan Radiologi... 18

2.8.3.Biopsi Nasopharynx ... 19

2.8.4.Pemeriksaan Patologi ... 19

2.9. Klasifikasi ... 19

2.10. Penentuan Stadium... 20

2.11. Pencegahan... 22

2.12. Pengobatan ... 23


(10)

2.12.2.Kemoterapi... 23

2.12.3.Operasi ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep ... 25

3.2. Definisi Operasional ... 25

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian... 30

4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 30

4.2.1.Lokasi Penelitian... 30

4.2.2.Waktu Penelitian ... 30

4.3. Populasi Dan Sampel ... 30

4.3.1.Populasi ... 30

4.3.2.Sampel... 31

4.4. Jenis Dan Sumber Data ... 31

4.5. Teknik Analisa Data... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

5.2. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 33

Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun 5.3. Sosiodemografi Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 33

5.4. Keluhan Utama Penderita Carcinoma Nasopharynx... 36

5.5. Stadium Klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx... 37

5.6. Letak Carcinoma Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 37

5.7. Penatalaksanan Medis Yang Diberikan pada Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 38

5.8. Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 39

5.9. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Carcinoma Nasopharynx .. 39

5.10.Tingkat Pendidikan Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis ... 42

5.11.Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis ... 43

5.12.Penatalaksanan Medis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis ... 44

5.13 Stadium Klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang... 45

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 47

Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun. 6.2 . Sosiodemografi Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 48


(11)

6.3. Keluhan Utama... 56

6.4. Stadium Klinis ... 57

6.5. Letak Carcinoma ... 58

6.6. Penatalaksanaan Medis ... 59

6.7. Lama Rawatan... 60

6.8. Keadaan Sewaktu Pulang... 61

6.9. Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan Penderita ... 62

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis 6.10. Distribusi Proporsi Lama Rawatan rata-rata Penderita... 63

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis 6.11. Distribusi Proporsi Penatalaksanan Medis Penderita ... 64

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis 6.12. Distribusi Proporsi Stadium Klinis Penderita ... 65

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 66

7.2. Saran... 67 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

HALAMAN Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth

Medan per Tahun ... 33 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit

St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007... 34 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit St. Elisabeth

Medan Tahun 2002-2007 ... 36 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Berdasarkan Stadium Klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan

Tahun 2002-2007 ... 37 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Berdasarkan Letak Carcinoma di Rumah Sakit

St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007... 37 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Berdasarkan Penatalaksanan Medis di Rumah Sakit

St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007... 38 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Berdasarkan Lama Rawatan rata-rata di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 39 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit

St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007... 39 Tabel 5.9. CFR Penderita Carcinoma Nasopharynx per tahun

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 40 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Yang Meninggal Berdasarkan Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth


(13)

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 42 Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Lama Rawatan Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 43 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan stadium klinis

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 44 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Stadium klinis Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan

Tahun 2002-2007 ... 45


(14)

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma

Nasopharynx Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit

St. Elisabeth Medan per Tahun ... 47 Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Umur

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 48 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Jenis Kelamin

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 49 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di Rumah Sakit St. Elisabeth

Medan Tahun 2002-2007 ... 50 Gambar 6.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Pekerjaan

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 51 Gambar 6.6. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Suku

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 52 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Agama

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 53 Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Pendidikan

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 54 Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Status Perkawinan

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 55 Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keluhan Utama


(15)

Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 57 Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita

Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Letak Carcinoma

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 58 Gambar 6.13. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma

Nasopharynx Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 59 Gambar 6.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma

Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 61 Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan

Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan

Tahun 2002-2007 ... 62 Gambar 6.17. Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan rata-rata

Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan

Tahun 2002-2007 ... 64 Gambar 6.18. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanan

Medis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan

Tahun 2002-2007 ... 65 Gambar 6.19. Diagram Bar Distribusi Proporsi Stadium klinis

Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth


(16)

ABSTRAK

Carcinoma nasopharynx merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menimbulkan kekhawatiran bagi penderitanya. Dari data peringkat penyakit kanker pasien rawat inap di Rumah sakit di Indonesia tahun 2005, Carcinoma nasopharynx berada pada peringkat 10 (3,4 %).

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series. Populasi adalah seluruh penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 sebanyak 67 orang dan sampel adalah total sampling.

Ditemukan distribusi proporsi penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 berdasarkan sosiodemografi yang terbanyak: kelompok umur ≥ 60 tahun (35,8%), jenis kelamin laki-laki (71,6%), suku Batak (79,1%), agama Kristen Protestan (56,7%), pendidikan menengah (26,9%), pekerjaan petani (23,9%), status perkawinan kawin (92,5%, berasal dari luar kota Medan (53,7%),; keluhan utama benjolan di leher (47,7%); stadium III (50,8%); letak carcinoma tidak tampak (37,3%); penatalaksanaan medis lain-lain (41,8%); lama rawatan rata-rata (6,81); pulang dengan berobat jalan (71,6%). Hasil analisa statistik chi-square diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi pendidikan berdasarkan stadium klinis (p= 0,99); hasi uji t diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan stadium klinis (p=0,114).

Pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam penegakan penatalaksanaan medis pasien dan pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan melalui bagian rekam medis agar melengkapi data pendidikan pada kartu status dan


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan Negara yang ditandai dengan penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia.1

Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan Program Pembangunan Kesehatan sebanyak enam pokok program yaitu Program Lingkungan sehat, prilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat, Program Upaya Kesehatan, Program Perbaikan Gizi Masyarakat, Program Sumber daya masyarakat, Program Obat, makanan dan bahan berbahaya, Program Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu. Salah satu program tersebut yaitu Program Upaya Kesehatan mempunyai sasaran untuk menurunkan kejadian penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, Carcinoma, gangguan mental, kematian akibat kecelakaan dan lain-lain.2

Pentingnya pengetahuan tentang Penyakit Tidak Menular (PTM) dilatarbelakangi dengan kecenderungan semakin meningkatnya prevalensi Penyakit Tidak Menular dalam masyarakat Indonesia. Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu semakin meningkatnya Penyakit Tidak Menular.3


(18)

Carcinoma merupakan masalah kesehatan yang menjadi penyebab kematian paling tinggi di dunia dan menimbulkan kekhawatiran bagi penderitanya. Menurut World Health Organization (WHO) (1992) setiap tahunnya ada 6,25 juta penderita carcinoma di dunia. Dalam dekade terakhir ini ada 9 juta orang yang meninggal karena carcinoma dan 2/3 kejadiannya terjadi di negara yang sedang berkembang.3 Menurut World Health Organization (WHO) (2005) pada tahun 2005 terdapat 7,6 juta orang yang meninggal akibat carcinoma di dunia dengan Proportional Mortality Rate (PMR=13,10%) dari seluruh jumlah kematian sebanyak 58 juta orang, dan lebih dari 70 % dari semua penderita carcinoma yang meninggal berasal dari negara maju dan berkembang.4

Menurut Irmayanti pada tahun 2003 di Amerika diperkirakan ada 1.334.100 kasus carcinoma dengan angka kematian sebanyak 556.500 orang atau Case Fatality Rate (CFR=41,71%). Sedangkan di Eropa terdapat 3 juta kasus carcinoma baru tiap tahun dengan angka kematian sebesar 2 juta. 5

Berdasarkan pola penyebab kematian umum di Indonesia carcinoma menunjukkan peningkatan peringkat setiap tahunnya. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 carcinoma berada pada urutan 10, pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 carcinoma berada pada urutan 9 dan pada Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 carcinoma berada pada urutan 5.6

Insidens carcinoma di kota-kota besar di Indonesia juga sangat bervariasi. Pada tahun 1995 insidens carcinoma di Kotamadya Yogyakarta pada laki-laki sebesar 35,49/100.000 dan pada perempuan sebesar 47,91/100.000 penduduk. Pada tahun


(19)

yang sama di Kotamadya Semarang insidens carcinoma pada laki-laki sebesar 23,51/100.000 dan pada perempuan sebesar 34,07/100.000 penduduk.7

Carcinoma nasopharynx merupakan carcinoma yang banyak di temukan di negara-negara Asia Tenggara, Cina bagian selatan dan Hongkong. Penduduk Republik Rakyat Cina (RRC) khususnya di Propinsi Guang Dong memiliki insidens tertinggi di dunia yaitu 40-50 per 100.000 penduduk pertahun.3,8 Sedangkan insidens terendah terdapat di Cina bagian Utara, Jepang, Eropa dan Amerika yaitu < 4 per 100.000 penduduk pertahun.9

Data dari Registrasi Kanker di 15 Pusat Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran/Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 1983 proporsi Carcinoma nasopharynx pada laki-laki menduduki urutan kedua yaitu 18,72 % (287 kasus) setelah Carcinoma lympe sedangkan pada perempuan Carcinoma nasopharynx menduduki urutan kedelapan yaitu 5,75 % (188 kasus).10

Dari data peringkat penyakit kanker pasien rawat inap di Rumah sakit di Indonesia tahun 2005, Carcinoma nasopharynx berada pada peringkat 10 dengan jumlah pasien 1.573 (3,4 %) dari jumlah seluruh pasien 46.265, sedangkan untuk pasien rawat jalan Carcinoma nasopharynx berada pada peringkat 8 dengan jumlah pasien 1.274 (3,22%) dari jumlah seluruh pasien 39.565.6

Penelitian yang dilakukan oleh Farida di Kotamadya Yogyakarta pada tahun 1996 menemukan insidens Carcinoma nasopharynx pada laki-laki sebesar 3,22/100.000 penduduk dengan angka insidens carcinoma sebesar 42,85/100.000 penduduk.7


(20)

Penelitian yang dilakukan oleh Pangaribuan (2001) di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 1999-2000 ditemukan 103 penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap dan yang meninggal sebanyak 14 orang (CFR = 13,59 %).11

Penelitian Hotmaida di RSUP Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa Carcinoma nasopharynx merupakan Carcinoma peringkat ke-3 dari 10 jenis Carcinoma di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2003 yaitu 41 orang (12,06 %) setelah Carcinoma paru sebanyak 61 orang (16,35 %), Carcinoma serviks sebanyak 51 orang dan pada tahun 1999-2001 ditemukan 72 penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap dan pada tahun 2002-Agustus 2004 sebanyak 124 penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap.12

Data yang diperoleh dari survei awal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007 ditemukan penderita Carcinoma nasopharynx yang dirawat inap sebanyak 67 orang. Pada tahun 2002 sebanyak 11 orang, tahun 2003 sebanyak 8 orang, tahun 2004 sebanyak 11 orang, tahun 2005 sebanyak 13 orang, tahun 2006 sebanyak 15 orang dan tahun 2007 sebanyak 9 orang.

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007.


(21)

1.2. Perumusan masalah

Belum diketahuinya karakteristik penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui karakteristik penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi kasus carcinoma nasopharynx dari seluruh rawat inap per tahun.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita menurut sosiodemografi antara lain: umur, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pekerjaan, suku, agama, pendidikan, status perkawinan.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan keluhan utama. d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan stadium klinis. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan letak carcinoma. f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan penatalaksanaan

medis yang diberikan.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan lama rawatan rata-rata.


(22)

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

i. Untuk mengetahui perbedaan proporsi pendidikan berdasarkan stadium klinis. j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan

stadium klinis

k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi penatalaksanan medis berdasarkan stadium klinis

l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi stadium klinis berdasarkan keadaan sewaktu pulang

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang membutuhkan data penelitian ini, untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan desain penelitian yang lebih sempurna.

1.4.2. Sebagai bahan masukan atau informasi bagi pihak Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tentang karakteristik penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap sehingga dapat mendukung pelaksanaan tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit Carcinoma nasopharynx.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Tumor

Tumor ialah benjolan atau pembengkakan yang disebabkan oleh neoplasma dan tumor juga merupakan istilah umum yang dipakai untuk semua bentuk pembengkakan atau benjolan pada tubuh. Tumor secara khusus dipakai pula untuk pengganti nama kanker jinak, sebagaimana istilah kanker dimaksudkan sebagai suatu tumor ganas. Neoplasma adalah penyakit pertumbuhan sel karena di dalam tubuh timbul sel-sel baru yang berbeda dari sel normal asalnya, untuk penyederhanaanya dikenal sel neoplasma jinak dan sel neoplasma ganas atau carcinoma.3

2.1. Pengertian Carcinoma

Carcinoma adalah penyakit pertumbuhan sel, yang tidak hanya terjadi pada manusia tetapi juga binatang dan tetumbuhan akibat adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel.13

2.2. Nasopharynx

Nasopharynx merupakan suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung, diatas palatum mole, bentuknya mirip sebuah kubus dengan diameter anterior posterior kira-kira 2-4 cm, lebar 4 cm dan tinggi 4 cm, berhubungan dengan rongga hidung melalui choana dan dengan ruang telinga melalui tuba eustachius.14


(24)

Susunan organ pernafasan manusia dimulai dari nasal, pharynx, larynx, trachea lalu masuk ke bronchus. Pharynx adalah salah satu organ pernafasan manusia yang mempunyai fungsi yaitu sebagai saluran pernafasan dan sebagai saluran pencernaan. Pharynx berguna untuk menyalurkan makanan ke lambung dan mengalirkan udara ke paru-paru. Nasopharynx adalah bagian atas pernafasan dari pharynx dan tidak dapat bergerak kecuali palatum mole bagian bawah. Bagian tengah pharynx disebut oropharynx, meluas dari batas bawah palatum mole sampai permukaan lingual epiglottis dan mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa struktur tubuh yang secara klinis memiliki arti penting. 15

Adapun gambar anatomi dari irisan wajah dan leher yang memperlihatkan nasopharynx dan organ di sekitarnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(25)

Gambar 1.1. Irisan wajah dan leher, memperlihatkan Nasopharynx dan

organ-organ di sekitarnya.16

2.3. Pengertian Carcinoma Nasopharynx

Carcinoma nasopharynx adalah keganasan tumor pada bagian atas faring (nasopharynx) dan merupakan salah satu jenis carcinoma yang memiliki prognosisburuk dikarenakan posisi tumor yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur penting lain. Menurut Harry Asroel, carcinoma nasopharynx adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasopharynx dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasopharynx.17

2.4. Pertumbuhan9

-Nasopharynx terletak pada saluran nafas bagian atas di belakang cavumnasi berbentuk kerucut terpotong. Daerah tetangga nasopharynx adalah rongga hidung, tuba eustachius dan basis kranii. Pertumbuhan tumor pada daerah tetangga menimbulkan manifestasi klinis tertentu. Dalam pertumbuhan carcinoma nasopharynx dikenal tiga bentuk yaitu ulkus, nodul dan eksofitik.

2.4.1. Bentuk Ulkus

Bentuk ulkus paling banyak dijumpai di dinding posterior nasopharynx atau fossa Rossenmuller yang lebih dalam dan sebagian kecil di dinding lateral. Biasanya


(26)

lesi kecil tumbuh progresif infiltratif, meluas pada jaringan sekitarnya antara lain ke bagian lateral atau ke atap nasopharynx dan tulang basis cranium .

Adapun gambar anatomi dari telinga manusia yang menunjukkan fosa Rossenmuller dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.2. Irisan telinga yang memperlihatkan fosa Rossenmuller16 2.4.2. Bentuk Nodul

Bentuk nodul paling banyak muncul di area tuba eustachius dan infiltrasi pada sekitar tube diikuti obliterasi yang menimbulkan gangguan pendengaran. Tumor meluas pada petrospenoindal dan tumbuh di sekitar beberapa syaraf cranial namun tidak menimbulkan gangguan neurologik.

2.4.3. Bentuk Eksofitik

Bentuk eksofitik biasanya polipoid non ulseratif, muncul dari bagian atap, mengisi cavum nasopharynx dan mendorong palatum mole meluas ke cavum nasi yang menimbulkan penyumbatan pada hidung. Tumor ini mudah nekrosis dan perdarahan dengan manifestasi klinik epistakis.


(27)

2.5. Epidemiologi

2.5.1. Distribusi Carcinoma Nasopharynx a. Berdasarkan host

Penelitian Soetjipto (1989) di RSCM Jakarta, ditemukan penderita carcinoma nasopharynx pada umur 8 sampai 83 tahun dan terbanyak pada umur 40-49 tahun sebanyak 176 orang (26,71%).18

Penelitian Adnan (1996) di RSUP Haji Adam Malik Medan ditemukan penderita carcinoma nasopharynx terbanyak pada umur 40-49 tahun yaitu 22,86 %, pada umur 50-59 tahun yaitu 21,43 %, umur termuda adalah 13 tahun dan umur tertua adalah 76 tahun.7

Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan, ditemukan bahwa penderita carcinoma nasopharynx lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Hasil penelitian Soetjipto (1989) di RSCM Jakarta diperoleh perbandingan antara pasien laki-laki dengan perempuan yaitu 2-3:1.17 Penelitian Adnan (1996) terhadap penderita carcinoma nasopharynx di RSUP Haji Adam Malik diperoleh perbandingan laki-laki dengan perempuan yaitu 3,67:1.8

b. Berdasarkan tempat


(28)

daratan Cina bagian Selatan, khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dengan angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk per tahun.14 Jenis keganasan ini sangat jarang ditemukan di daratan Eropa dan Amerika Utara, yaitu dengan angka kejadian kurang dari 1 di antara 100,000 penduduk19

Menurut Roezin, dkk (2000) di Indonesia kejadian carcinoma nasopharynx hampir merata di setiap daerah. Di RSCM Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus carcinoma nasopharynx setahun, di RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, di daerah Ujung Pandang penderita carcinoma nasopharynx sebanyak 25 kasus, di daerah Palembang sebanyak 25 kasus, di daerah Denpasar sebanyak 15 kasus dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi.20

c. Berdasarkan waktu

Data yang diperoleh dari registrasi kanker berdasarkan Patologi di Indonesia pada tahun 1991 menunjukkan adanya 1059 (5,6%) kasus carcinoma nasopharynx di antara 18,770 kasus keganasan.19

Di bagian THT RSUP. H. Adam Malik Medan selama 5 tahun (1997-2001) didapatkan 42 orang penderita carsinoma nasopharynx yang mendapat radioterapi.14

2.5.2. Faktor Yang Mempengaruhi Carcinoma Nasopharynx a. Infeksi Virus Epstein Barr21

Meskipun penelitian untuk mengetahui penyebab carcinoma nasopharynx telah dilakukan di berbagai negara dan telah memakan biaya yang tidak sedikit, namun sampai sekarang belum berhasil. Carcinoma nasopharynx memiliki beberapa


(29)

faktor yang saling berkaitan, sehingga akhirnya disimpulkan bahwa penyebab penyakit ini adalah multifaktor.

Infeksi virus Epstein-Barr berperan penting dalam timbulnya carcinoma nasopharynx. Virus dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala dalam jangka waktu yang lama. Virus epstein barr merupakan virus yang paling luas tersebar di dunia dan diperkirakan 99,9 % anak-anak di negara yang sedang berkembang terinfeksi virus epstein barr pada usia 3 tahun sedangkan di negara maju diperkirakan 80-90 % dari seluruh penduduk telah terinfeksi virus epstein barr.

Dalam serum sebagian besar penderita carcinoma nasopharynx diidentifikasikan antibodi terhadap antigen virus Epstein barr terutama antibodi terhadap virus capsid antigen (IgA-VCA) dengan titer tinggi yang berbeda bermakna dengan control. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara infeksi virus Epstein barr dengan carcinoma nasopharynx. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebelum muncul symptom carcinoma nasopharynx, IgA-VCA mungkin meningkat dalam serum. Hal ini merupakan pertanda bahwa virus berperan dalm pertumbuhan carcinoma nasopharynx.9

Virus epstein barr yang masuk ke tubuh melalui sel epitel pharynx yang merupakan reseptor virus Epstein Barr dan akan menginfeksi sel Limphosit B sehingga sel ini akan membentuk lapisan antigen pada permukaannya. Adanya sel limphosit ini akan merangsang terbentuknya sel-sel lain yang mempunyai kemampuan yang spesifik untuk membatasi infeksi Virus Epstein Barr terhadap sel


(30)

limphosit B. Keadaan ini merupakan suatu mekanisme kompleks. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi infeksi Virus Epstein Barr yang fatal atau kronis.22

Untuk mengaktifkan virus ini, dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan carcinoma nasopharynx. Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya carcinoma nasopharynx yaitu :

a. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.

b. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

c. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti : benzopyrenen, benzoanthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan. d. Ras dan keturunan

e. Radang kronis di daerah nasofaring b. Faktor Kimia/Lingkungan23

Faktor kimia erat hubungannya dengan faktor lingkungan, dimana bahan kimia merupakan karsinogenik yang banyak ditemukan di lingkungan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Clifford (1978) di New York, diduga asap yang berasal dari kayu putih dah kayu cendana yang dipakai sebagai bahan baker dalam gubuk-gubuk dengan ventilasi yang kurang baik memegang peranan sebagai penyebab timbulnya carcinoma nasopharynx. Spesimen yang diambil dari jelaga pada gubuk-gubuk diperiksa di Institut Memorial Sloan Kettering di New York. Dari hasil analisa ditemukan zat yang mengandung benzopyren, benzoanthracene,


(31)

benzofluoranthacene dan zat-zat hydrocarbon aromatic dalam kadar yang cukup tinggi.

Suku Bantu dan Nilo-Hamitic yang hidup dalam gubuk-gubuk kecil di daerah yang sangat tinggi dari permukaan laut dengan ventilasi yang kurang baik serta tempat memasak memakai kayu bakar sering menderita rhinitis vasomotorika dengan mengeluarkan cairan kental. Clifford yakin cairan ini mengandung suatu zat karsinogenik, sehingga insidens penyakit carcinoma nasopharynx lebih tinggi pada suku-suku tersebut apabila dibandingkan dengan orang-orang yang hidup di daerah dengan ketinggian yang lebih rendah dari permukaan laut serta menempati rumah-rumah dengan ventilasi yang baik.

c. Faktor Makanan17

Kebiasaan makan ikan yang diasinkan pada penduduk Cina selatan, dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan carcinoma nasopharynx. Menurut Dr Budianto "Angka kejadian kanker nasofaring memang cukup tinggi pada golongan nelayan tradisional di Hong Kong yang mengkonsumsi ikan asin,"

Penelitian internasional di Hongkong menyebutkan bahwa ikan asin adalah makanan yang popular di Cina Selatan dan merupakan faktor penyebab timbulnya carcinoma nasopharynx. Teori ini didasarkan pada tingginya angka kejadian penyakit ini pada golongan nelayan tradisional di Hongkong. Mereka mengonsumsi ikan asin dalam jumlah besar, dan kurang konsumsi vitamin, buah, dan sayuran segar.

Penelitian yang dilakukan oleh Mi Yu di Hongkong pada tahun 1986 terhadap 250 penderita carcinoma nasopharynx ditemukan bahwa pada orang yang lebih lama


(32)

mengkonsumsi ikan yang diasinkan resiko menderita carcinoma nasopharynx lebih besar 7,5-37,3 kali dari pada orang-orang yang lebih singkat mengkonsumsi ikan yang diasinkan.22

d. Faktor Pekerjaan

Tanwir (1978) mengutip dari penelitian yang dilakukan oleh Acheson pada tahun 1972 yang menyatakan bahwa carcinoma nasopharynx banyak ditemukan pada tukang-tukang kayu industri mebel di Inggris. Diperkirakan penyebabnya adalah debu-debu kayu yang terbentuk pada proses pembuatan mebel.11

e. Faktor Genetik

Beberapa penderita carcinoma nasopharynx yang pernah dijumpai, setelah diteliti ternyata masih mempunyai hubungan keluarga antara penderita yang satu dengan penderita yang lainnya. Kecurigaan bahwa genetik berperan sebagai faktor terjadinya carcinoma nasopharynx didasari atas resiko tinggi yang terdapat pada orang Cina baik yang tinggal di negaranya sendiri maupun yang telah berimigrasi ke negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh faktor genetic terhadap terjadinya carcinoma nasopharynx.23

2.6. Gejala Klinis14

Gejala klinis pada penyakit carcinoma nasopharynx terdiri dari gejala dini dan gejala lanjut.

2.6.1. . Gejala Dini


(33)

Pada umumnya tumor bermula di fosa Rossenmuller dan pertumbuhannya dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini dari carcinoma nasopharynx.

b. Gejala Hidung21 1. Mimisan

Dinding tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat terjadi perdarahan hidung/mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, biasanya jumlahnya sedikit bercampur dengan ingus.

2. Sumbatan Hidung

Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi choana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai gangguan penciuman dan adanya ingus kental.

c. Gejala mata dan syaraf

Tumor ini juga menyebabkan gangguan pada mata (diplopia) dan juga membuat gerakan bola mata menjadi terbatas.


(34)

a. Gejala akibat tumor yang mengadakan infiltrasi/Lymphadenopathy Servikal

Melalui aliran pembuluh lymph, sel-sel carcinoma dapat sampai di kelenjar limfe leher dan tertahan disana karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan agar sel-sel kanker tidak langsung mengalir ke bagian tubuh yang lebih jauh. Lymphadenopathy servikal merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.24

b. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar 1. Perluasan ke atas

Tumor meluas ke intra-kranial menjalar sepanjang fosa medialis. Perluasan ke atas sering ditemukan di Indonesia.

2. Perluasan ke belakang

Tumor meluas ke belakang secara ekstra-kranial sepanjang fosa posterior. Tumor dapat mengenai otot dan menyebabkan kekakuan otot-otot rahang sehingga terjadi kesulitan dalam membuka mulut (trismus).

c. Gejala akibat metastase

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran getah bening mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasopharynx seperti tulang terutama femur, hati dan paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.


(35)

2.7. Diagnosis

Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan sulit ditemukan. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :

2.7.1. Pemeriksaan Nasopharynx

Pemeriksaan tumor primer di nasopharynx dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior (tidak langsung), dan nasofaringoskopi (langsung), serta fibernasofaringoskopi.9

2.7.2. Pemeriksaan Radiologi

Tujuan utama pemeriksaan radiology adalah untuk memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya carcinoma pada daerah nasopharynx, menetukan lokasi yang lebih tepat dari carcinoma tersebut, mencari dan menentukan luasnya penyebaran carcinoma ke jaringan sekitarnya. Pemeriksaan yang dilakukan dengan pemeriksaan “CT Scan”.15

2.7.3. Biopsi Nasopharynx

Bisa dilakukan dengan anastesi (bius) lokal ataupun dengan anastesi umum.9 2.7.4. Pemeriksaan Patologi

Sebahagian besar penderita carcinoma nasopharynx ditemukan dengan pembesaran kelenjar getah bening di leher. Untuk membuktikan pembesaran kelenjar getah bening merupakan metastasis carcinoma nasopharynx dilakukan pemeriksaan sitologi biopsy aspirasi kelenjar getah bening. Biopsi bedah dihindari karena dapat mempercepat invasi ke organ sekitarnya.9


(36)

2.8. Klasifikasi14

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :

1. Carcinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).

Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. 2. Carcinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).

Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi Skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas. 3. Carcinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).

Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.

Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :

1. Carcinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).

2. Carcinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).

Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi. 2.9. Penetuan Stadium25


(37)

Menurut UICC edisi ke V th 1997 dengan klasifikasi TNM Stadium Carcinoma nasopharynx ditentukan sbb:

T : Menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya. T1 : Tumor terbatas pada nasofaring

T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fosa nasal a. T2a : Tanpa perluasan ke parafaring b. T2b : Dengan perluasan ke parafaring T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai saraf otak, fosa infratemporal hipofaring atau orbita

N : Menggambarkan kelenjar limfe regional N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm

N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikular. M : Menggambarkan metastasis jauh

M0 : Tidak ada metastasis jauh M1 : Terdapat Metastasis jauh Stadium I :

T1, N0, M0 Stadium IIA : T2a, N0, M0


(38)

Stadium IIB :

T1, N1, M0 atau T2a, N1, M0 atau T2b, N0-1, M0 Stadium III :

T1-2, N2, M0 atau T3, NO-2, M0 Stadium IVA :

T4, N0-2, M0 Stadium IVB : Tiap T, N3, M0 Stadium IV C : Tiap T, Tiap N, M1

2.10. Pencegahan20

a. Pencegahan Premordial

1. Menjaga pola makan yang teratur dan seimbang dan mengurangi mengkonsumsi ikan asin.

2. Menjaga daya immune host sehingga virus tidak mudah masuk. 3. Menjaga sanitasi lingkungan hidup.

b. Pencegahan Primer

1. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang sehat, kebiasaan hidup yang benar, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.


(39)

2. Berusaha menghindari faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi munculnya carcinoma ini.

3. Mengenal gejala-gejala munculnya carcinoma nasopharynx. c. Pencegahan Sekunder

1. Melakukan deteksi dini terhadap timbulnya penyakit ini dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap sitologi hapusan (swab) nasopharynx berkala oleh dokter ahli THT.

2. Melakukan pengobatan, misalnya radioterapi dan kemoterapi. d. Pencegahan Tersier

Meliputi rehabilitasi dan perawatan di Rumah sakit.

2.11. Pengobatan

Pengobatan carcinoma nasopharynx biasanya tidak dalam bentuk tunggal melainkan dalam bentuk beberapa kombinasi terapi yaitu radioterapi, kemoterapi, dan bias juga dengan melakukan operasi.

2.11.1. Radioterapi14

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan carcinoma nasopharinx. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Carcinoma nasopharinx bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting.


(40)

2.11.2. Kemoterapi9

Pemberian obat sitostatika ada 2 cara yaitu: 1. Obat tunggal

Jenis obat tunggal antara lain Methotrexat (40 mg/m2), Mitomycin C (0,2 mg Kg BB), Cycophosphamide (800 mg/m2), Blcocyn (15 mg/m2), 5-Fluorourasil (500 mg/m2) dan Cisplatin. Obat tunggal ini biasanya diberikan pada seri permulaan radioterapi 2 kali dalam seminggu.

2. Obat Sitostatika Ganda

Pemberian obat sitostatika ganda biasanya merupakan lanjutan radioterapi atau diberikan sebelum dan sesudah radioterapi yang dikenal dengan nama

sanwichtherap. Pemberian sitostatika ganda menganjurkan kombinasi COF-COM, BMC dan COMA (Cyclophophamide, Oncovin, Fluorasil, Methotrexate, Bleocyn, Cis Platinum, Adriamycin)

2.11.3. Operasi14

Tindakan operasi pada penderita carcinoma nasopharinx berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.

Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasopharinx yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka konsep

Karakteristik Penderita Carsinoma Nasopharynx

1. Sosiodemografi terdiri dari : Umur

Jenis kelamin Suku

Agama Pendidikan Pekerjaan

Status perkawinan Daerah tempat tinggal. 2. Keluhan utama

3. Stadium klinis 4. Letak carcinoma 5. Penatalaksanaan medis 6. Lama rawatan rata-rata 7. Keadaan sewaktu pulang

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penderita carcinoma nasopharynx adalah penderita yang dinyatakan menderita carcinoma nasopharynx berdasarkan diagnosa dokter yang dicatat pada kartu status penderita yang ada di rekam medik.

3.2.2. Umur adalah usia penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status di rekam medik dibedakan atas:18

1. < 30 tahun 2. 30-39 tahun 3. 40-49 tahun 4. 50-59 tahun 5. ≥ 60 tahun


(42)

3.2.3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita carsinoma nasopharynx yang tercatat pada kartu status di rekam medik dibedakan atas:

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. Suku adalah ras/etnik bangsa yang melekat pada diri penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas: 1. Batak ( Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Pak-pak)

2. Jawa 3. Melayu 4. Nias 5. Tionghoa 6. Aceh

3.2.5. Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas: 1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Budha

5. Hindu

3.2.6. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang dilalui oleh penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:

1. Pendidikan Dasar 2. Pendidikan Menengah 3. Pendidikan Tinggi 4. Tidak Tercatat


(43)

3.2.7. Pekerjaan adalah suatu kegiatan rutin dilakukan oleh penderita carcinoma

nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas: 1. PNS/Pensiunan

2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta 4. IRT

5. Pelajar 6. Petani

7. Tidak bekerja 8. Lain-lain

3.2.8. Status perkawinan adalah riwayat perkawinan penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas: 1. Kawin

2. Tidak kawin

3.2.9. Daerah tempat tinggal adalah tempat dimana penderita carcinoma nasopharynx tinggal dan menetap sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:

1. Medan 2. Luar Medan

3.2.10.Keluhan utama adalah keluhan penderita carcinoma nasopharynx yang menyebabkan penderita datang ke Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:

1. Adanya benjolan di leher

2. Perdarahan dari hidung (epistakis) 3. Telinga berdenging (tinnitus) 4. Sakit kepala

5. Benjolan di leher + epistakis 6. Benjolan di leher + sakit kepala


(44)

3.2.11.Stadium klinis adalah tingkat keparahan penderita carcinoma nasopharynx

berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:

1. Stadium I 2. Stadium II 3. Stadium III 4. Sadium IV

Untuk analisa statistik stadium klinis dikategorikan menjadi: 1. Stadium Dini (stadium I dan II )

2. Stadium Lanjut (stadium III dan IV)

3.2.12.Letak carcinoma adalah letak carcinoma pada penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:

1. Kanan 2. Kiri

3. Kanan + Kiri 4. Tidak tampak

3.2.13. Penatalaksanaan medis adalah usaha yang diberikan kepada penderita sehubungan dengan tindakan penyembuhan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:

1. Radioterapi 2. Kemoterapi 3. Operasi

4. Radioterapi+Kemoterapi 5. Lain-lain

Untuk analisa statistik Penatalaksanaan medis dikategorikan menjadi: 1. Bedah


(45)

3.2.14. Lama Rawatan rata-rata adalah lama rawatan yang dijalani penderita

carcinoma nasopharynx dari hari pertama masuk sampai hari terakhir perawatan di Rumah Sakit Elisabeth Medan sesuai dengan yang tercatat pada

kartu status.

3.2.15. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita carcinoma nasopharynx pada waktu keluar dari Rumah Sakit Elisabeth Medan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:

1. Pulang berobat jalan

2. Pulang atas permintaan sendiri 3. Meninggal


(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series.26

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan karena belum pernah dilakukan penelitian tentang carcinoma nasopharynx pada tahun 2002-2007 sebelumnya dan dengan pertimbangan bahwa di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terdapat data yang dibutuhkan tentang penderita carcinoma nasopharynx.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2008 sampai dengan Desember 2008. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah Survei awal, Pencarian Literatur, Penulisan Proposal, Bimbingan Proposal, Seminar Proposal, Pengumpulan dan Pengolahan Data, Penulisan Skripsi, Ujian Skripsi.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007 sebanyak 67 orang.


(47)

4.3.2. Sampel

Sampel adalah data penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007, besar sampel adalah sama dengan populasi (Total Sampling).

4.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari kartu status penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007.

4.5. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan diolah secara deskriptif dengan menggunakan program SPSS, kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square dan t-test


(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terletak di Jalan H. Misbah No 7 Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik Kongregasi Fransisikanes Santa Elisabeth Medan. Pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan rawat inap dan rawat jalan.

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan memiliki beberapa unit pelayanan medis, yaitu Unit Gawat Darurat (UGD), Unit Rontgen, Unit BKIA, Unit Laboratorium, Unit Farmasi (rawat jalan dan rawat inap), Unit EEG, Unit Hemodialysis, Unit Fisioteraphy, Unit EKG, Unit Endoscopy, Intensive Care Unit (ICU) dan kamar bedah.

Disamping itu rumah sakit ini terdapat pelayanan spesialis yaitu penyakit gigi/mulut,bedah syaraf, penyakit neurologi, penyakit anak, penyakit paru, orthopedi, kebidanan, penyakit THT, Bedah umum. Disamping itu juga rumah sakit ini memiliki tenaga kesehatan yang cukup memadai, setiap unit pelayanan kesehatan didukung oleh dokter, perawat, karyawan dan petugas kesehatan lainnya, dimana setiap tahun terdapat penambahan tenaga kesehatan.


(49)

5.2. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Dari Seluruh

Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun.

Adapun distribusi proporsi penderita carcinoma nasopharynx dari seluruh rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun.

No Tahun Jumlah Penderita Jumlah Rawat inap %

1 2002 11 11.382 0,1

2 2003 8 10.752 0,07

3 2004 11 10.309 0,1

4 2005 13 12.576 0,1

5 2006 15 10.627 0,14

6 2007 9 10.550 0,08

Total 67 66.196

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx dari seluruh rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 adalah 0,1 % pada tahun 2002, 2004, dan 2005, 0,07 % pada tahun 2003, 0,14 % pada tahun 2006, dan 0,08 % pada tahun 2007.

5.3. Sosiodemografi Penderita Carcinoma Nasopharynx

Sosiodemografi penderita carcinoma nasopharynx terdiri dari umur, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pekerjaan, suku, agama, pendidikan, status perkawinan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.2:


(50)

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan

Sosiodemografi di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

No Sosiodemografi f %

1 Umur < 30 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-59 tahun ≥ 60 tahun

5 9 14 15 24 7,5 13,4 20,9 22,4 35,8

Total 67 100

2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 48 19 71,6 28,4

Total 67 100

3 Suku Batak Jawa Melayu Nias Tionghoa Aceh 53 8 1 2 2 1 79,1 11,9 1,5 3,0 3,0 1,5

Total 67 100

4 Agama Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Budha 14 38 13 2 20,9 56,7 19,4 3,0

Total 67 100

5 Pendidikan Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi Tidak Tercatat 11 18 16 22 16,5 26,9 23,8 32,8

Total 67 100

6 Pekerjaan

PNS/Pensiunan Pegawai Swasta Wiraswasta IRT Pelajar Petani Tidak bekerja Lain-lain 14 8 8 9 4 16 7 1 20,9 11,9 11,9 13,4 6,0 23,9 10,5 1,5

Total 67 100

7 Status Perkawinan Kawin Tidak kawin 62 5 92,5 7,5

Total 67 100

8 Daerah Tempat Tinggal Medan

Di luar Medan

31 36

46,3 53,7


(51)

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat karakteristik penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat tinggal) adalah sebagai berikut: kelompok umur terbanyak adalah pada kelompok umur ≥ 60 tahun yaitu 24 orang (35,8%) dan yang paling sedikit adalah kelompok umur < 30 tahun yaitu 5 orang (7,5%). Penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak adalah laki-laki 48 orang (71,6%) dan paling sedikit adalah perempuan yaitu 19 orang (28,4%).

Berdasarkan suku, yang terbanyak adalah suku Batak (Toba, karo, simalungun, mandailing, pak-pak) yaitu 53 orang (79,1%). Berdasarkan agama, yang terbanyak adalah agama Kristen Protestan yaitu 38 orang (56,7%) dan paling sedikit adalah agama Budha yaitu 2 orang (3%). Berdasarkan pendidikan, yang terbanyak adalah Pendidikan Menengah yaitu 18 orang (26,9%) dan yang paling sedikit adalah Pendidikan Dasar yaitu 11 orang (16,5%). Berdasarkan pekerjaan, yang terbanyak adalah Petani yaitu 16 orang (23,9%) dan paling sedikit adalah Lain-lain yaitu 1 orang (1,5%).

Berdasarkan status perkawinan, yang kawin sebanyak 62 orang (92,5%) dan yang tidak kawin sebanyak 5 orang (7,5%). Berdasarkan daerah tempat tinggal, penderita carcinoma nasopharynx yang paling banyak adalah yang berasal dari luar kota Medan yaitu 36 orang (53,7%) dan paling sedikit berasal dari kota Medan yaitu 31 (46,3%).


(52)

5.4. Keluhan Utama Penderita Carcinoma Nasopharynx

Adapun Keluhan utama penderita carcinoma nasopharynx di Rumah sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel 5.3:

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

No Keluhan Utama f %

1 Adanya benjolan di leher 42 62,7

2 Perdarahan dari hidung (epistakis) 18 26,9

3 Telinga berdenging (tinnitus) 6 9,0

4 Sakit kepala 11 16,5

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa keluhan utama penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 yang terbanyak adalah adanya benjolan di leher yaitu 42 orang (62,7%) dan paling sedikit adalah telinga berdenging (tinnitus) yaitu 6 orang (9,0%).

Adapun kombinasi dari keluhan utama yang ada pada penderita dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

No Keluhan Utama f %

1 Adanya benjolan di leher 32 47,7

2 Perdarahan dari hidung (epistakis) 12 17,9

3 Telinga berdenging (tinnitus) 6 9,0

4 Sakit kepala 7 10,4

5 Benjolan dileher+epistakis 6 9,0

6 Benjolan dileher+sakit kepala 4 6,0

Total 67 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa keluhan utama penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun


(53)

2007 yang terbanyak adalah adanya benjolan di leher yaitu 32 orang (47,7%) dan paling sedikit adalah benjolan dileher+sakit kepala yaitu 4 orang (6,0%).

5.5. Stadium Klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx

Adapun stadium klinis penderita carcinoma nasopharynx di Rumah sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

No Stadium Klinis f %

1 Stadium I 2 3

2 Stadium II 24 35,8

3 Stadium III 34 50,8

4 Stadium IV 7 10,4

Total 67 100

Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa proporsi stadium klinis pada penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak adalah pada stadium III yaitu 34 orang (50,8%) dan paling sedikit adalah pada stadium I yaitu 2 orang (3%).

5.6. Letak Carcinoma Penderita Carcinoma Nasopharynx

Adapun letak carcinoma penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Letak Carcinoma di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

No Letak Carcinoma f %

1 Kanan 18 26,9

2 Kiri 23 34,3

3 Kanan+kiri 1 1,5

4 Tidak tampak 25 37,3


(54)

Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa letak carcinoma yang terbanyak pada penderita carcinoma nasopharynx adalah tidak tampak yaitu 25 orang (37,3%) dan yang paling sedikit adalah pada kanan+kiri yaitu 1 orang (1,5%).

5.7. Penatalaksanan Medis Yang Diberikan Pada Penderita Carcinoma Nasopharynx

Adapun penatalaksanaan medis yang diberikan pada penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Penatalaksanan Medis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

No Penatalaksanaan Medis f %

1 Radioterapi 26 38,8

2 Kemoterapi 5 7,4

3 Operasi 4 6,0

4 Radioterapi + Kemoterapi 4 6,0

5 Lain-lain 28 41,8

Total 67 100

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa jenis penatalaksanaan medis yang terbanyak diberikan pada penderita adalah Lain-lain (Biopsi, CT Scan) yaitu 28 orang (41,8%) dan paling sedikit adalah operasi dan radioterapi + kemoterapi yaitu masing masing sebanyak 4 orang (6%).


(55)

5.8. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx

Lama rawatan rata-rata penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Lama Rawatan rata-rata di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

Lama Rawatan rata-rata Mean X

Median

Standar Deviasi 95% CI

Coefisien of Variation Minimum

Maksimum Range N

6,81 5,00 7,915 5,79 116% 1 60 59 67

Berdasarkan tabel lama rawatan rata-rata diatas dapat dilihat bahwa coefisien of variation 116% (> 10%) artinya hari rawatan bervariasi dimana lama rawatan tersingkat adalah 1 hari dan terpanjang adalah 60 hari.

5.9. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Carcinoma Nasopharynx

Adapun keadaan sewaktu pulang penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

No Keadaan Sewaktu Pulang f %

1 Pulang berobat jalan 48 71,6

2 Pulang atas permintaan sendiri 10 14,9

3 Meninggal 9 13,5


(56)

Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat bahwa keadaan penderita carcinoma nasopharynx sewaktu pulang yang terbanyak adalah pulang berobat jalan yaitu 48 orang (71,6%), pulang atas permintaan sendiri sebanyak 10 orang (14,9%) dan yang meninggal dunia sebanyak 9 orang (13,5%).

Distribusi CFR penderita carcinoma nasopharynx per tahun di Rumah sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.9. CFR Penderita Carcinoma Nasopharynx per tahun di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

No Tahun Meninggal Jumlah Penderita CFR(%)

1 2002 1 11 9

2 2003 1 8 12,5

3 2004 1 11 9

4 2005 1 13 7,6

5 2006 4 15 26,7

6 2007 1 9 11

Total 9 67

Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa CFR penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 yang tertinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 26,7 % dan terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 7,6 %.

Distribusi penderita carcinoma nasopharynx yang meninggal berdasarkan karakteristik penderita (sosiodemografi, keluhan utama, stadium klinis, letak carcinoma, penatalaksanaan medis, lama rawatan rata-rata) di Rumah sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel 5.10:


(57)

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Yang Meninggal Berdasarkan Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

No Karakteristik Penderita f %

1 Umur

30-39 tahun 50-59 tahun ≥ 60 tahun

1 4 4 11 44,5 44,5

Total 9 100

2 Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan 5 4 55,5 44,5

Total 9 100

3 Suku

Batak 9 100

Total 9 100

4 Agama

Kristen Protestan Kristen Katolik 6 3 66,5 33,5

Total 9 100

5 Pendidikan

Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi Tidak Tercatat 2 3 2 2 22,5 33,5 22,5 22,5

Total 9 100

6 Pekerjaan

PNS/Pensiunan IRT Petani Tidak bekerja Lain-lain 4 1 1 2 1 44,5 11 11 22,5 11

Total 9 100

7 Status Perkawinan

Kawin 9 100

Total 9 100

8 Daerah Tempat Tinggal

Medan Di luar Medan

5 4

55,5 44,5

Total 9 100

9 Keluhan Utama

Adanya benjolan di leher Perdarahan dari hidung (epistakis) Telinga berdenging (tinnitus) Sakit kepala 5 1 2 1 55,5 11 22,5 11

Total 9 100

10 Stadium Klinis

Stadium II Stadium III Stadium IV 1 3 5 11 33.5 55,5

Total 9 100

11 Letak Carcinoma

Kanan Kiri Tidak tampak 1 4 4 11 44,5 44,5


(58)

Berdasarkan tabel 5.10 dapat dilihat bahwa penderita carcinoma nasopharynx yang meninggal yang paling banyak pada kelompok umur 50-59 dan ≥ 60 tahun yaitu masing-masing 4 orang (44,5%), laki-laki 5 orang (55,45%), Suku Batak 9 orang (100%), Kristen Protestan 6 orang (66,5%), pendidikan menengah 3 orang (33,5%), PNS/Pensiunan 4 orang (44,5%), Status kawin 9 orang (100%), daerah tempat tinggal di Medan 5 orang (55,45%), keluhan utama adanya benjolan di leher 5 orang (55,45%), Stadium IV 5 orang (55,45%), letak carcinoma di kiri dan tidak tampak masing-masing 4 orang (44,5%), dan penatalaksanaan medis yang dilakukan yaitu kemoterapi 6 orang (66,5%).

5.10. Tingkat Pendidikan Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis

Tingkat pendidikan penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat lebih jelas dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

Pendidikan

Dasar Menengah Tinggi Total

Stadium Klinis

f % f % f % f % Stadium Dini

(Stadium I dan II)

4 23,5 7 41,2 6 35,3 17 100

Stadium Lanjut (Stadium III dan IV)

7 25,0 11 39,3 10 35,7 28 100


(59)

Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita carcinoma nasopharynx, terdapat penderita yang berada pada stadium dini dengan pendidikan dasar sebanyak 4 orang (23,5%), pendidikan menengah sebanyak 7 orang (41,2%), pendidikan tinggi sebanyak 6 orang (35,3%). Penderita carcinoma nasopharynx yang berada pada stadium lanjut dengan pendidikan dasar sebanyak 7 orang (25%), pendidikan menengah sebanyak 11 orang (39,3%), pendidikan tinggi sebanyak 10 orang (35,7%).

Hasil uji chi-square diperoleh p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan distribusi proporsi yang bermakna antara tingkat pendidikan berdasarkan stadium klinis. Tingkat pendidikan tidak berbeda secara bermakna pada kedua stadium klinis.

5.11. Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis

Lama rawatan rata-rata penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

Lama Rawatan rata-rata

Stadium Klinis N X SD

Stadium Dini (Stadium I dan II)

26 8,73 11,30 Stadium Lanjut

(Stadium III dan IV)

41 5,59 4,41 t = 1,604 df = 65 p= 0,114


(60)

Berdasarkan tabel 5.10 dapat dilihat bahwa dari 67 penderita carcinoma nasopharynx, terdapat 26 orang yang berada pada stadium dini dengan lama rawatan rata-rata 8,73 hari dan Standard deviasi (SD) sebesar 11,3. Pada stadium lanjut terdapat 41 orang dengan lama rawatan rata-rata 5,59 hari dan Standard deviasi (SD) sebesar 4,41.

Berdasarkan t-test diperoleh nilai p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata dengan stadium klinis.

5.12. Penatalaksanan Medis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis.

Penatalaksanaan medis penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

Penatalaksanaan Medis Bedah Non bedah

Total Stadium Klinis

f % f % f % Stadium Dini

(Stadium I dan II)

2 7,7 24 92,3 26 100

Stadium Lanjut (Stadium III dan IV)

2 4,9 39 95,1 41 100

X2=0,224 df=1 p=0,636

Berdasarkan tabel 5.11 dapat dilihat bahwa terdapat penderita yang berada pada stadium dini dengan mendapat tindakan bedah sebanyak 2 orang (7,7%) dan non


(61)

bedah sebanyak 24 orang (92,3%). Pada stadium lanjut yang dilakukan tindakan bedah sebanyak 2 orang (4,9%) dan non bedah sebanyak 39 orang (95,1%).

Berdasarkan hasil uji chi-square tidak dapat digunakan karena pada tabel 2x2 tersebut ada 2 sel (50%) yang expected countnya kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s exact diperoleh p>0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan stadium klinis.

5.13. Stadium Klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Stadium klinis penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan keadaan sewaktu pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Stadium klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

Stadium Klinis Stadium Dini

(Stadium I dan II)

Stadium Lanjut (Stadium III dan IV)

Total Keadaan Sewaktu

Pulang

f % f % f %

Pulang atas

permintaan sendiri

3 30 7 70 10 100

Pulang berobat jalan 22 45,8 26 54,2 48 100

Meninggal 1 11,1 8 88,9 9 100

X2=4,232 df=2 p=0,121 Berdasarkan tabel 5.12 dapat dilihat bahwa dari seluruh jumlah penderita carcinoma nasopharynx, terdapat penderita carcinoma nasopharynx yang Pulang atas permintaan sendiri berada pada stadium dini sebanyak 3 orang (30%) dan berada pada stadium lanjut sebanyak 7 orang (70%). Penderita carcinoma nasopharynx yang Pulang berobat jalan berada pada stadium dini sebanyak 22 orang (45,8%) dan berada


(62)

pada stadium lanjut sebanyak 26 orang (54,2%). Penderita carcinoma nasopharynx yang Meninggal dunia berada pada stadium dini sebanyak 1 orang (11,1%) dan berada pada stadium lanjut sebanyak 8 orang (88,9%).

Analisa stadium klinis berdasarkan Keadaan sewaktu pulang tidak dapat dilakukan dengan uji Chi-Square karena jumlah sel yang expected count kurang dari 5 sebanyak 2 sel (33,3%).


(63)

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun

Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun.

0,00% 0,02% 0,04% 0,06% 0,08% 0,10% 0,12% 0,14% 0,16%

Tahun 2002

Tahun 2003

Tahun 2004

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

Berdasarkan gambar 6.1 dapat dilihat bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx dari seluruh rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 adalah 0,1 % pada tahun 2002, 2004, dan 2005, 0,07 % pada tahun 2003, 0,14 % pada tahun 2006, dan 0,08 % pada tahun 2007.

Ini menunjukkan bahwa jumlah penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit merupakan bagian kecil dari seluruh jumlah rawat inap yang ada. Proporsi yang kurang dari 1 % mulai tahun 2002 sampai 2007 menunjukkan bahwa penyakit ini termasuk ke dalam angka kunjungan kecil di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan.


(64)

6.2. Sosiodemografi Penderita Carcinoma Nasopharynx

6.2.1. Umur

Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Umur di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

22,4% 20,9%

13,4% 7,5%

35,8%

≥ 60 tahun 50-59 tahun 40-49 tahun 30-39 tahun < 30 tahun

Berdasarkan gambar 6.2 dapat dilihat bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx yang terbanyak terdapat pada kelompok umur ≥ 60 tahun sebesar 35,8 % dan paling sedikit terdapat pada kelompok umur < 30 tahun sebesar 7,5 %. Umur termuda adalah 10 tahun dan paling tua adalah umur 78 tahun.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Soetjipto (1989) di RSCM Jakarta yang menemukan bahwa penderita carcinoma nasopharyx terbanyak pada umur 40-49 tahun sebesar (26,71%).18 Namun hasil penelitian ini sama dengan penelitian Pangaribuan (2001) di RSU Dr. Pirngadi Medan periode 1999-2001 yang menemukan bahwa kelompok umur < 30 tahun merupakan kelompok umur yang paling sedikit penderita carcinoma nasopharynx, di RSU Dr. Pirngadi penderita carcinoma nasopharynx pada kelompok umur < 30 tahun sebesar 7,7 %.11


(65)

6.2.2. Jenis Kelamin

Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

28,4%

71,6%

Laki-laki Perempuan

Berdasarkan gambar 6.3 dapat dilihat bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx yang terbanyak terdapat pada Laki-laki sebesar 71,60 % dan paling sedikit adalah perempuan sebesar 28,40 %.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munir pada pasien etnis Batak di kota Medan tahun 2008 yang menemukan bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx terbanyak pada laki-laki sebesar 65,4 % dan perempuan sebesar 34,6 %.27

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Soejipto (1989) di RSCM Jakarta diperoleh penderita carcinoma nasopharynx lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 2-3:1.17

Penelitian Adnan (1996) di RSUP Haji Adam Malik Medan juga memperoleh hasil yang sama bahwa penderita carcinoma nasopharynx lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 3,67:1.8


(66)

6.2.3. Suku

Gambar 6.4. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Suku di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007

Suku

79,1

11,9

1,5 3 3 1,5

0 20 40 60 80 100

P

ro

por

s

i (

%

)

Batak Jaw a Melayu Nias Tionghoa Aceh

Berdasarkan gambar 6.6 dapat dilihat bahwa proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak terdapat pada suku Batak sebesar 79,1% dan yang paling sedikit adalah suku Aceh dan Melayu sebesar 1,5%.

Penelitian Munir yang mencari hubungan antara antibodi anti virus epstein barr dengan carcinoma nasopharynx juga dilakukan pada etnis Batak yang ada di Kota Medan. Ini mengindikasikan bahwa suku Batak lebih banyak menderita carcinoma nasopharynx dibandingkan dengan suku-suku lainnya.27

Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hotmaida (2005) di RSUP Haji Adam Malik Medan yang menemukan proporsi penderita carcinoma nasopharynx terbanyak pada suku Batak sebesar 49,2% dan paling sedikit pada suku Ambon, Tionghoa, dan Sunda sebesar 0,8%.12


(1)

Lama rawatan rata-rata

7 10.4 10.4 10.4

8 11.9 11.9 22.4

8 11.9 11.9 34.3

7 10.4 10.4 44.8

8 11.9 11.9 56.7

4 6.0 6.0 62.7

5 7.6 7.6 70.3

1 1.5 1.5 71.6

7 10.4 10.4 82.1

4 6.0 6.0 88.1

1 1.5 1.5 89.6

2 3.0 3.0 92.5

1 1.5 1.5 94.0

2 3.0 3.0 97.0

1 1.5 1.5 98.5

1 1.5 1.5 100.0

67 100.0 100.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 13 14 15 18 19 60 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Keadaan Sewaktu pulang

10 14.9 14.9 14.9

48 71.7 71.7 86.6

9 13.4 13.4 100.0

67 100.0 100.0

PAPS PBJ Meninggal Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Crosstabs

Case Processing Summary

45 100.0% 0 .0% 45 100.0% Pendidikan penderita

* Stadium penderita

N Percent N Percent N Percent Valid Missing Total

Cases

Pendidikan penderita * Stadium penderita Crosstabulation

4 7 11

4.2 6.8 11.0 36.4% 63.6% 100.0%

23.5% 25.0% 24.4% 8.9% 15.6% 24.4%

7 11 18

6.8 11.2 18.0 38.9% 61.1% 100.0%

41.2% 39.3% 40.0% 15.6% 24.4% 40.0%

6 10 16

6.0 10.0 16.0 37.5% 62.5% 100.0%

35.3% 35.7% 35.6% 13.3% 22.2% 35.6%

17 28 45

17.0 28.0 45.0 37.8% 62.2% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 37.8% 62.2% 100.0% Count

Expected Count % within Pendidikan penderita

% within Stadium penderita % of Total Count

Expected Count % within Pendidikan penderita

% within Stadium penderita % of Total Count

Expected Count % within Pendidikan penderita

% within Stadium penderita % of Total Count

Expected Count % within Pendidikan penderita

% within Stadium penderita % of Total Pendidikan Dasar

Pendidikan Menengah

Pendidikan Tinggi Pendidikan

penderita

Total

Stadium dini

Stadium lanjut Stadium penderita


(3)

Chi-Square Tests

.019a 2 .990

.019 2 .990

.002 1 .965

45 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.16.

a.

Crosstabs

Case Processing Summary

67 100.0% 0 .0% 67 100.0% Penatalaksanaan medis

* Stadium penderita

N Percent N Percent N Percent Valid Missing Total

Cases

Penatalaksanaan medis * Stadium penderita Crosstabulation

2 2 4

1.6 2.4 4.0

50.0% 50.0% 100.0%

7.7% 4.9% 6.0% 3.0% 3.0% 6.0%

24 39 63

24.4 38.6 63.0 38.1% 61.9% 100.0%

92.3% 95.1% 94.0% 35.8% 58.2% 94.0%

26 41 67

26.0 41.0 67.0 Count

Expected Count % within

Penatalaksanaan medis % within Stadium penderita % of Total Count

Expected Count % within

Penatalaksanaan medis % within Stadium penderita % of Total Count

Expected Count % within Bedah

Non bedah Penatalaksanaan

medis

Total

Stadium dini

Stadium lanjut Stadium penderita


(4)

Chi-Square Tests

.224b 1 .636

.000 1 1.000 .219 1 .640

.638 .506 .221 1 .638

67 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1. 55.

b.

Crosstabs

Case Processing Summary

67 100.0% 0 .0% 67 100.0% Stadium penderita *

Keadaan Sewaktu pulang

N Percent N Percent N Percent Valid Missing Total


(5)

Stadium penderita * Keadaan Sewaktu pulang Crosstabulation

3 22 1 26

3.9 18.6 3.5 26.0 11.5% 84.6% 3.9% 100.0%

30.0% 45.8% 11.1% 38.8% 4.5% 32.8% 1.5% 38.8%

7 26 8 41

6.1 29.4 5.5 41.0 17.1% 63.4% 19.5% 100.0%

70.0% 54.2% 88.9% 61.2% 10.4% 38.8% 11.9% 61.2%

10 48 9 67

10.0 48.0 9.0 67.0 14.9% 71.7% 13.4% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 14.9% 71.6% 13.4% 100.0% Count

Expected Count % within Stadium penderita % within Keadaan Sewaktu pulang % of Total Count

Expected Count % within Stadium penderita % within Keadaan Sewaktu pulang % of Total Count

Expected Count % within Stadium penderita % within Keadaan Sewaktu pulang % of Total Stadium dini

Stadium lanjut Stadium penderita

Total

PAPS PBJ Meninggal Keadaan Sewaktu pulang

Total

Chi-Square Tests

4.232a 2 .121

4.790 2 .091

.568 1 .451

67 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.49.


(6)

Case Processing Summary

67 100.0% 0 .0% 67 100.0% Lama rawatan rata-rata

N Percent N Percent N Percent Valid Missing Total

Cases

Descriptives

6.81 .967

4.88 8.74 5.79 5.00 62.644 7.915 1 60 59 6

4.850 .293

31.053 .578

Mean

Lower Bound Upper Bound 95% Confidence

Interval for Mean

5% Trimmed Mean Median

Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range

Interquartile Range Skewness

Kurtosis Lama rawatan rata-rata