Pengelolaan Uangkita Terjaga, Kualitas Pelaksanaan APBN Meningkat

APBN KITA

  K I N E R J A D A N F A K T A Edisi Desember 2018

  Scan untuk Unduh

  “Kami sudah membuat layanan informasi dan konsultasi melalui website dan

  teleconference. Jadi, ongkos 46 kali ke pusat itu bisa dipakai untuk bangun jembatan,

  memperbaiki pasar, air bersih yang berguna bagi masyarakat. Saya mohon pemda mengurangi kunjungannya ke pusat”

  Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

  8

  1 r 2 e b m e s e i D is d ) E ta k a n F a a d rj e in K (

  ITA K

  K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  8 RINGKASAN EKSEKUTIF Hingga akhir bulan November 2018, penerimaan pendapatan negara dan hibah telah terealisasi sebesar Rp1.662,94 triliun atau mencapai 87,77 persen dari target penerimaannya pada APBN 2018.

  Pertumbuhan realisasi penerimaan PPh nonmigas sebesar 15,01 persen (yoy) didominasi oleh pertumbuhan penerimaan komponen utama PPh nonmigas yaitu PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan, dan PPh 25/29 OP yang tercatat tumbuh berturut- turut sebesar 27,28 persen (yoy), 22,05 persen (yoy), dan 20,86 persen (yoy).

  Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir November 2018 sebesar Rp1.942,93 triliun (87,49 persen dari pagu APBN tahun 2018), tumbuh 11,06 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

  Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan November 2018 mencapai Rp717,07 triliun atau 93,59 persen dari pagu APBN 2018, yang meliputi Transfer

  Keberlanjutan fiskal sampai akhir November 2018 masih tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga November 2018

  Ringkasan Eksekutif O utlook pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2018 diperkirakan masih dalam rentang target yang ditetapkan dan diharapkan mampu menjadi penopang pertumbuhan di tahun 2019. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan konsumsi pemerintah diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan PDB. Stabilitas ekonomi nasional juga tetap terus terjaga dengan tingkat inflasi yang terkendali disertai dengan tren penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat akhir-akhir ini. Namun, risiko ketidakpastian situasi ekonomi dan keuangan global masih perlu tetap diwaspadai pemerintah dan kinerja perdagangan internasional diharapkan akan lebih baik pada

  Menjelang berakhirnya tahun 2018, angka realisasi penerimaan pendapatan negara dan hibah capaiannya cukup menggembirakan. Hingga akhir bulan November 2018, penerimaan pendapatan negara dan hibah telah terealisasi sebesar Rp1.662,94 triliun atau mencapai 87,77 persen dari target penerimaannya pada APBN 2018. Realisasi penerimaan yang bersumber dari penerimaan Perpajakan, PNBP, dan Hibah berturut-turut yaitu Rp1.301,48 triliun, Rp350,86 triliun, dan Rp10,60 triliun atau masing-masing telah mencapai 80,43 persen, 127,39 persen, dan 885,75 persen terhadap target penerimaan yang ditetapkan pada APBN 2018. Berdasarkan

  Infografis

  Pada akhir November 2018, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) telah mencapai Rp350,86 triliun atau 127,39 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi PNBP bulan ini

  Pertumbuhan penerimaan tersebut didukung oleh beberapa faktor diantaranya masih tetap tumbuhnya aktivitas perdagangan internasional Indonesia dan kinerja positif yang ditunjukkan oleh beberapa sektor usaha di dalam negeri. Selain itu, faktor masih terjadinya apresiasi nilai dollar Amerika terhadap rupiah juga menjadi pendorong secara tidak langsung terhadap pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas. Dari sisi

  Aktivitas impor yang masih tumbuh dan dampak positif implementasi program PIBT menjadi pendorong pertumbuhan komponen penerimaan dari BM, dimana masih melanjutkan tren positif dari periode sebelumnya. Masih terus tumbuhnya aktivitas impor khususnya bahan baku penolong untuk sektor industri pengolahan (manufaktur), menunjukkan indikasi masih terus terjaganya pertumbuhan industri di dalam negeri. Disamping itu, aktivitas ekspor minerba yang terus meningkat dan masih tingginya permintaan produk Indonesia di luar negeri, menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan positif penerimaan BK hingga jelang akhir tahun 2018.

  Lebih lanjut, realisasi penerimaan yang bersumber dari cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) mampu tumbuh mencapai 15,37 persen (yoy), sedangkan cukai yang bersumber dari penerimaan etil alkohol (EA) mengalami pertumbuhan sebesar -3,64 persen (yoy).

  Realisasi komponen penerimaan Cukai yang bersumber dari penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tumbuh mencapai 12,86 persen (yoy). Penerimaan CHT pertumbuhannya masih didukung oleh faktor meningkatnya produksi hasil tembakau (HT) sebagai dampak positif implementasi kebijakan program pemberantasan peredaran rokok illegal. Kenaikan tarif efektif cukai pada produk HT yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan rata-rata tarifnya di 2018 juga turut mendorong tetap tumbuhnya penerimaan CHT.

  penerimaan Kepabeanan dan Cukai masih didukung oleh faktor peningkatan aktivitas perdagangan internasional, dampak positif kebijakan Kepabeanan dan Cukai melalui program PIBT dan PCBT, serta peningkatan harga komoditas internasional.

  Sementara itu, kinerja positif pertumbuhan penerimaan juga ditunjukkan oleh komponen penerimaan perpajakan yang bersumber dari penerimaan Kepabeanan dan Cukai. Realisasi penerimaan dari Cukai tumbuh sebesar 13,18 persen (yoy), penerimaan BM tumbuh mencapai 13,11 persen (yoy), dan penerimaan BK tetap tumbuh mencapai 76,24 persen (yoy). Pertumbuhan

  dan kegiatan impor yang masih terus meningkat masih menjadi faktor pendorong pertumbuhan bagi penerimaan PPN impor dan PPN dalam negeri (DN), dimana masing- masing tumbuh 26,55 persen (yoy) dan 8,45 persen (yoy). Penerimaan PPnBM impor, realisasi capaiannya mengalami pertumbuhan positif sebesar 8,60 persen (yoy), sedangkan PPnBM DN pertumbuhannya sebesar

  Komponen penerimaan pajak yang bersumber dari penerimaan PPN dan PPnBm tercatat masih tumbuh mencapai 14,11 persen (yoy). Kinerja konsumsi dalam negeri

  pertumbuhan utamanya dipengaruhi oleh faktor peningkatan harga ICP.

  penerimaan PPh migas, tercatat masih tumbuh secara signifikan sebesar 26,66 persen (yoy), dimana

  Pertumbuhan realisasi penerimaan PPh nonmigas sebesar 15,01 persen (yoy) didominasi oleh pertumbuhan penerimaan komponen utama PPh nonmigas yaitu PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan, dan PPh 25/29 OP yang tercatat tumbuh berturut-turut sebesar 27,28 persen (yoy), 22,05 persen (yoy), dan 20,86 persen (yoy).

  • 2,89 persen (yoy), sedikit meningkat jika dibandingkan pertumbuhan penerimaannya pada periode bulan sebelumnya (-3,96 persen secara yoy).

  K

  didukung oleh komponen penerimaan dari cukai dan bea masuk (BM) yang masih terus tumbuh positif, seiring dengan pertumbuhan penerimaan dari bea keluar (BK) yang tumbuh signifikan dengan angka pertumbuhan tertinggi diantara komponen penerimaan tersebut.

  penerimaan Kepabeanan dan Cukai keseluruhannya tetap tumbuh mencapai 14,70 persen. Hal ini

  pertumbuhan penerimaan pajak diantaranya yaitu kontribusi PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan dan orang pribadi (OP), serta PPN Impor yang mampu tumbuh cukup tinggi. Lebih lanjut, secara yoy komponen dari

  Jika tidak memperhitungkan penerimaan dari uang tebusan tax amnesty pada tahun 2017, maka realisasi penerimaan pajak mampu tumbuh sebesar 16,77 persen (yoy). Faktor yang mendorong

  realisasi penerimaan pajak secara yoy tumbuh sebesar 15,35 persen.

  Penerimaan perpajakan terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp1.136,66 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp164,82 triliun atau masing- masing mencapai sebesar 79,82 persen dan 84,91 persen dari target APBN tahun 2018. Komponen

  yang sama tahun lalu, realisasi penerimaan Perpajakan dan PNBP tetap tumbuh berturut-turut sebesar 15,27 persen (yoy) dan 31,54 persen (yoy).

  8

  1

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  8 tumbuh sebesar 31,54 persen jika dibandingkan dengan realisasi PNBP pada November 2017.

  Kenaikan rata-rata harga komoditas minyak bumi dan batu bara sepanjang periode Januari-November 2018 yang terus berlanjut menjadi faktor utama yang menyebabkan peningkatan realisasi PNBP. Realisasi PNBP SDA pada periode ini mencapai Rp163,75 triliun dengan pertumbuhan mencapai 60,42 persen (yoy). Realisasi PNBP SDA ini terutama didukung oleh penerimaan SDA migas yang mencapai Rp119,83 triliun yang tumbuh 72,86 persen (yoy). Peningkatan penerimaan SDA secara umum dan migas secara khusus ini disebabkan oleh tren peningkatan

  ICP. Rata-rata ICP Januari-November 2018 sebesar USD68,62 per barel, dimana lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar USD50,29 per barel. Di sisi lain, realisasi PNBP SDA Non Migas pada November 2018 telah mencapai Rp33,92 triliun atau sebesar 145,42 persen dari target APBN 2018 yang tumbuh sebesar 27,89 persen (yoy). Peningkatan realisasi penerimaan PNBP SDA Non Migas ini salah satunya dipicu oleh peningkatan kenaikan rata- rata harga batubara acuan (HBA) pada periode Januari–November 2018 yang mencapai USD99,55 per ton, lebih tinggi dibandingkan HBA periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar USD85,18 per ton.

  Sementara itu, Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan telah mencapai Rp45,04 triliun hingga November 2018 atau sebesar 100,77 persen dari target APBN tahun 2018 atau tumbuh sebesar 3,64 persen (yoy). Di sisi komponen PNBP Lainnya hingga November 2018 telah mencapai Rp105,71 triliun atau sebesar 126,22 persen dari target APBN tahun 2018 serta mengalami pertumbuhan 20,25 persen (yoy).

  Di sisi lain, Pendapatan BLU hingga November 2018 telah mencapai Rp46,37 triliun atau sebesar 107,08 persen dari target APBN tahun 2018 atau tumbuh 17,30 persen (yoy).

  Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir November 2018 sebesar Rp1.942,93 triliun (87,49 persen dari pagu APBN tahun 2018), tumbuh 11,06 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi

  Belanja Negara tersebut terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.225,86 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp717,07 triliun. Membaiknya kinerja penyerapan tersebut seiring dengan komitmen Pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan November 2018 juga tumbuh 16,78 persen jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi

  Belanja Pemerintah Pusat tersebut terutama didorong oleh realisasi Belanja Bantuan Sosial (bansos) yang telah mencapai Rp73,38 triliun (tumbuh 36,70 persen) dan Subsidi yang mencapai Rp182,69 triliun (tumbuh 39,79 persen). Perbaikan kinerja belanja bansos tersebut antara lain dipengaruhi adanya percepatan penyaluran bansos yang dilakukan Pemerintah di tahun 2018, seperti PKH, bidik misi, dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Program JKN. Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir November 2018 mencapai Rp182,69 triliun atau 116,94 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN tahun 2018. Realisasi belanja subsidi tersebut meliputi subsidi energi Rp130,43 triliun dan subsidi non energi Rp52,26 triliun. Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir November 2018 lebih besar Rp52,00 triliun atau 39,79 persen dibandingkan realisasi belanja subsidi pada periode yang sama tahun 2017. Lebih tingginya realisasi belanja subsidi sampai dengan bulan November 2018 tersebut terutama disebabkan oleh realisasi belanja subsidi energi yang dipengaruhi pergerakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar rupiah (kurs), serta pembayaran kurang bayar belanja subsidi tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah akan secara konsisten melakukan pengelolaan belanja subsidi yang sangat penting dalam upaya menjaga daya beli masyarakat, dengan tetap memperhatikan realisasi asumsi ekonomi makro APBN dan kesinambungan pengelolaan keuangan negara.

  Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan November 2018 mencapai Rp717,07 triliun atau 93,59 persen dari pagu APBN 2018, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp662,64 triliun (93,84 persen) dan Dana Desa Rp54,43 triliun (90,71 persen).

  Secara lebih rinci, realisasi TKD terdiri dari Dana Perimbangan sebesar Rp638,53 triliun (94,37 persen), Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp8,07 triliun (94,96 persen), serta Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY sebesar Rp16,04 triliun (76,19 persen). Realisasi TKD sampai dengan November 2018 tersebut lebih tinggi Rp17,88 triliun atau sekitar 2,77 persen bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2017. Realisasi TKD sampai dengan November 2018 tersebut terutama didukung oleh: (1) Realisasi DAK Non Fisik yang lebih tinggi sekitar 8,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya; (2) Realisasi DBH lebih tinggi 8,30 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya; serta (3) Realisasi DID yang lebih tinggi 7,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  8 PEMBIAYAAN ANGGARAN KESEIMBANGAN PRIMER SURPLUS/(DEFISIT) ANGGARAN (A-B) BELANJA NEGARA (B) PENDAPATAN NEGARA (A) APBN 2018 Realisasi s.d. 30 Nov % thd APBNP 1,894,720.4 2,220,657.0 (87,329.5) (325,936.6) 325,936.6 1,662,937.8

  1.942.926,4 (28.876,1) (279.988,6) 346.157,6 87.8% 87.5% 33.1% 106.2%

  REALISASI APBN 2018 s/d 30 NOVEMBER 2018 Keberlanjutan fiskal sampai akhir November 2018 masih tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga November 2018 mencapai Rp279,99 triliun atau 1,89 persen terhadap PDB, merupakan angka terendah dalam 5 tahun terakhir pada periode yang sama. Realisasi

  defisit tersebut lebih rendah dari realisasi defisit di periode yang sama tahun sebelumnya, baik secara nominal (sebesar Rp349,64 triliun) maupun persentase terhadap PDB (2,59 persen). Selain itu, posisi keseimbangan primer hingga November 2018 berada pada posisi negatif Rp28,88 triliun, merupakan angka terendah dalam 5 tahun terakhir pada periode yang sama. Keseimbangan primer yang menuju kearah positif tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah yang tetap menjaga pengelolaan APBN yang sehat dan berkelanjutan. Hingga November 2018, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp346,16 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp361,91 triliun atau sekitar 90,65 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp369,44 triliun (89,12 persen dari target APBN tahun 2018) dan pinjaman (neto) sebesar negatif Rp7,53 triliun (49,2 persen dari target APBN tahun 2018). Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi pembiayaan utang hingga November 2018 mengalami penurunan dengan tumbuh negatif 18,64 persen. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk terus menjaga APBN tahun 2018 agar tetap kredibel, aman dan terpercaya.

  Infografis

  • Penerimaan Pajak tumbuh sebesar 15,35 persen (yoy) dengan capaian sebesar Rp1.136,66 triliun atau 79,82 persen dari target APBN tahun 2018.
  • Penerimaan bea dan cukai tumbuh sebesar 14,70 persen (yoy) dengan capaian sebesar Rp164,82 triliun atau 84,91 persen dari target APBN tahun 2018.
  • Dana Desa sedikit mengalami penurunan sebesar 0,99 persen (yoy) dengan capaian Rp54,43 triliun atau 90,71 persen dari pagu.

  Selanjutnya, untuk kinerja penyerapan belanja negara meningkat 11,06 persen (yoy) yang mencapai Rp1.942,93 triliun atau 87,49 persen dari pagu APBN tahun 2018 dengan rincian sebagai berikut:

  Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan belanja negara di atas, maka realisasi defisit anggaran sebesar Rp279,99 triliun dengan defisit keseimbangan primer sebesar Rp28,88 triliun, menurun dibandingkan defisit anggaran periode yang sama tahun 2017 yakni Rp349,64 triliun dengan defisit keseimbangan primer sebesar Rp139,10 triliun. Dengan realisasi pembiayaan sebesar Rp346,16 triliun termasuk untuk pembiayaan investasi sebesar Rp15,61 triliun, terdapat kelebihan pembiayaan anggaran sebesar Rp66,17 triliun. Melihat gambaran capaian fiskal periode sampai dengan 30 November 2018 tersebut, maka komitmen Pemerintah dalam rangka mewujudkan APBN yang lebih sehat, realistis, dan kredibel semakin nyata.

  Rp662,64 triliun atau 93,84 persen dari pagu.

  b. Sedangkan TKDD tumbuh sebesar 2,48 persen (yoy) dengan capaian Rp717,07 triliun atau 93,59 persen dari pagu APBN tahun 2018, diantaranya adalah :

  a. Belanja pemerintah pusat tumbuh 16,78 persen (yoy), dengan capaian Rp1.225,86 triliun atau 84,28 persen dari pagu. Kontribusi belanja negara ini didukung oleh :

  sampai dengan akhir November 2018 C apaian positif tercermin dalam realisasi APBN hingga periode 30 November 2018, baik dari sisi pendapatan negara maupun belanja negara.

  Kondisi tersebut juga didukung oleh strategi pengendalian defisit anggaran yang hingga saat ini masih dapat dijaga di bawah target APBN. Rasio defisit anggaran 1,89 persen terhadap PDB, dan defisit keseimbangan primer Rp28,88 triliun, merupakan angka terendah dalam 5 tahun terakhir pada periode yang sama.

  • belanja K/L yang meningkat sebesar 11,96 persen (yoy) dengan nominal Rp666,43 triliun atau 78,64 persen dari pagu ;
  • belanja Non K/L naik 23,10 persen (yoy) yang mencapai Rp559,42 triliun atau 92,15 persen dari pagu.

  Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.662,94 triliun, tumbuh sebesar 18,80 persen (yoy) atau 87,77 persen dari target dalam APBN tahun 2018, lebih baik dibandingkan realisasi pendapatan negara tahun 2017 yang mencapai Rp1.399,81 triliun atau 80,63 persen dari targetnya. Penjelasan rincian realisasi pendapatan negara sebagai berikut: a. Laju realisasi penerimaan perpajakan tumbuh sebesar

  b. Realisasi PNBP juga menunjukkan pertumbuhan signifikan dan sangat positif yaitu sebesar 31,54 persen (yoy) yang mampu membukukan nilai realisasi sebesar Rp350,86 triliun atau 127,39 persen dari target APBN tahun 2018.

  c. Sementara itu, penerimaan hibah juga mengalami peningkatan sebesar 166,87 persen (yoy) dengan nilai nominal Rp10,60 triliun atau 885,75 persen dari target APBN tahun 2018, meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar Rp3,97 triliun atau 127,81 persen dari target APBN/P tahun 2017.

8 Realisasi APBN

  1

  • Transfer ke Daerah meningkat sebesar 2,77 persen (yoy) dengan nominal

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  K

  15,27 persen (yoy) atau mencapai Rp1.301,47 triliun (80,43 persen dari target APBN tahun 2018), terutama bersumber dari:

  K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  8 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO O utlook pertumbuhan ekonomi nasional hingga akhir tahun 2018 diperkirakan masih berada pada kisaran target yang ditetapkan sebesar 5,1 hingga

  5,2 persen. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2018 karena adanya masa libur, peningkatan kegiatan sosial terkait tanggap bencana, dan memasuki kampanye. Konsumsi pemerintah juga perlu dioptimalkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan IV tahun 2018. Investasi (PMTB) diperkirakan tetap tumbuh di atas 6 persen dengan adanya dukungan penyelesaian pembangunan infrastruktur.

  Pertumbuhan impor diperkirakan masih lebih tinggi dari ekspor sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik meskipun terdapat kecenderungan ekspor akan tumbuh lebih tinggi di akhir tahun sebagai upaya pelaku usaha untuk mencapai target ekspor tahunan.

  Neraca perdagangan bulan Oktober 2018 mencatatkan defisit sebesar USD1,82 miliar, dimana pada bulan sebelumnya (September) mencatat surplus sebesar USD314 juta. Sehingga, secara kumulatif,

  defisit Januari–Oktober 2018 tercatat sebesar USD5,51 miliar. Defisit neraca perdagangan pada Oktober 2018 terjadi karena nilai ekspor hanya meningkat sebesar 5,87 persen dari USD14,92 miliar pada September 2018 menjadi USD15,8 miliar pada bulan Oktober 2018. Sementara itu, nilai impor pada periode yang sama meningkat sebesar 20,6 persen dari USD14,61 miliar menjadi USD17,62 miliar. Dari sisi ekspor, peningkatan bersumber dari ekspor sektor manufaktur (meskipun masih terbatas) terutama perhiasan/permata dan ekspor pertambangan seperti batu bara, tembaga dan perak. Ekspor migas juga meningkat didorong oleh kenaikan harga minyak mentah dan gas. Dari sisi impor, peningkatan bersumber dari peningkatan impor dan pelumas dan bahan bakar motor

  (migas). Sementara untuk impor nonmigas adalah mesin dan pesawat mekanik, besi dan baja, mesin dan peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik.

  Perkembangan harga di tingkat konsumen hingga November 2018 menggambarkan stabilitas ekonomi domestik yang tetap terjaga.

  Laju inflasi tercatat sebesar 0,27 persen (mtm) atau 2,50 persen (ytd) atau 3,23 persen (yoy). Inflasi pada November 2018 terutama dipengaruhi oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring meningkatnya permintaan menjelang akhir tahun serta kenaikan harga beberapa komoditas pangan, seperti bawang merah karena faktor cuaca dan beras seiring masuknya musim tanam. Pada bulan Desember 2018, tekanan inflasi diperkirakan berasal dari faktor kenaikan harga pangan karena pergantian musim serta peningkatan permintaan tahun. Pemerintah terus berupaya untuk menjaga stabilitas harga di akhir tahun sehingga inflasi diperkirakan terkendali di kisaran 3,2 persen (yoy).

  Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah mulai mengalami penurunan pada November 2018 dan akan sedikit mengalami tekanan pada Desember 2018. Per Akhir November 2018 nilai tukar rupiah tercatat pada level Rp14.577,0 per dolar Amerika Serikat, atau terdepresiasi sebesar 7,64 persen (ytd). Perkembangan

  penguatan nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi oleh risk apetite dan kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam meningkatkan kinerja ekonomi nasional. Bank Indonesia pada November 2018 melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00 persen guna mengantisipasi kenaikan suku bunga global pada

  Stabilitas Ekonomi Masih terjaga untuk menopang keberlanjutan fiskal dan kesejahteraan masyarakat Ekonomi Makro K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  oleh investor. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2018 tercatat sebesar USD117,2 miliar, atau meningkat USD2,0 miliar dibandingkan cadangan devisa pada akhir Oktober 2018 sebesar USD115,2 miliar. Posisi cadangan devisa Indonesia tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Kondisi cadangan devisa tersebut diharapkan mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan nasional. Selanjutnya, penguatan nilai tukar Rupiah tersebut berimbas pada penurunan rata-rata tingkat SPN 3 bulan dimana pada lelang terakhir (21 November 2018), yield yang dimenangkan sebesar 5,796 persen, sehingga rata-rata yield selama Januari-November 2018 tercatat sebesar 4,95 persen dibawah target sebesar 5 persen.

  Kedepan, Pemerintah akan terus berupaya mengantisipasi risiko- risiko yang ada dan memperkuat fundamental ekonomi guna menopang kondisi perekonomian nasional di tahun 2019. Penguatan posisi Transaksi Berjalan tetap akan memperoleh perhatian yang besar. Koordinasi akan terus

  diperkuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan menekan impor guna mengendalikan defisit transaksi berjalan berada di bawah 3 persen terhadap PDB. Perbaikan struktural

  di sektor riil juga tetap diperlukan untuk meningkatan daya saing, perbaikan iklim investasi, dan pembangunan infrastruktur strategis untuk menopang keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah

  telah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI, yang memuat antara lain revisi Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday) untuk mendorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu hingga hilir guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan penguatan pengendalian devisa dengan pemberian insentif perpajakan melalui kewajiban untuk memasukkan devisa hasil ekspor (DHE) dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam (pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan). Insentif perpajakan yang diberikan berupa pemberian tarif final Pajak Penghasilan atas deposito.

  Kewajiban untuk memasukkan DHE ini tidak menghalangi keperluan perusahaan yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban valas.

8 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

  K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  8 PENYER AHAN DIPA PETIK AN 2019 DI DAER AH D alam hitungan hari tahun fiskal 2018 akan berakhir. Tak lama lagi pemerintah akan memasuki tahun fiskal 2019.

  Penyerahan DIPA menjadi tahapan pertama pelaksanaan anggaran yang merupakan fase ketiga siklus APBN. Siklus APBN meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.

  Penyerahan DIPA merupakan simbol penyerahan otorisasi dari Presiden (

  Chief Executive Officer ) kepada Chief

  Operating Officer (COO). Merujuk UU 17 Tahun 2003 dan UU 1 Tahun 2004, COO terdiri dari Menteri/ Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/ Walikota. Pernyerahan otorisasi menjadi langkah awal para COO menjalankan program-program dahulu, pemerintah bersama DPR resmi menyetujui UU APBN 2019 pada 31 Oktober 2018 dengan mengusung tema “APBN untuk Mendorong Investasi dan Daya Saing Melalui Pembangunan (Investasi) Sumber Daya Manusia”. Besaran belanja negara pada 2019 ditetapkan sebesar Rp2.461,1 triliun, sementara pendapatan negara sebesar Rp2.165,1 triliun. Perkiraan defisit sebesar 1,84 persen terhadap PDB.

  Penyerahan DIPA yang lebih dini merupakan langkah jitu dalam upaya percepatan penyerapan anggaran. Penyerahan DIPA pada awal waktu memberikan lebih banyak waktu bagi COO untuk melakukan persiapan dengan lebih baik sehingga COO dapat segera menjalankan programnya mulai 2 Januari 2019. Semakin cepat

  Stabilitas Ekonomi Masih terjaga untuk menopang keberlanjutan fiskal dan kesejahteraan masyarakat Laporan Utama K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  8 program stategis yang tercapai.

  Adapun program strategis pada APBN 2019 antara lain: (1)Pertama, penguatan bidang kesehatan yang salah satunya difokuskan pada program penurunan stunting terintegrasi dengan melakukan intervensi gizi di 160 kabupaten/ kota. (2)Kedua, penajaman anggaran pendidikan melalui peningkatan kualitas pendidikan vokasi dan penyelarasan dengan kebutuhan industri, serta pengalokasian dana abadi penelitian. (3)Ketiga, penguatan program perlindungan sosial melalui peningkatan besaran manfaat program keluarga harapan. (4)Keempat, pengelolaan khusus dana penanggulangan bencana alam (pooling fund) untuk kegiatan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana alam. (5) Kelima, percepatan pembangunan infrastruktur dengan melibatkan peran swasta dan BUMN dalam mendukung pembangunan infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan skema Availibility Payment.

  (6) Keenam, pengalokasian DAU Tambahan untuk pembangunan sarana dan prasarana kelurahan serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan sebesar Rp3,0 triliunyang ditujukan kepada 8.212 kelurahan..

  Penyerahan DIPA Petikan Tahun 2019 oleh Presiden telah dilaksanakan pada 11 Desember 2018 kepada para Menteri dan Gubernur. Di seluruh Indonesia, penyerahan DIPA Petikan 2019 dilaksanakan 12-18 Desember 2018 oleh Gubernur. Gubernur didampingi Kepala Kanwil DJPb Kemenkeu menyerahkan petikan DIPA kepada Bupati/Walikota dan Kepala

  Satuan Kerja lingkup wilayahnya. Menilik belanja yang dialokasikan di daerah, dalam APBN 2019 pemerintah menyiapkan TKDD sebesar Rp826,8 triliun. Terdiri dari Transfer ke Daerah sebesar Rp756,8 Triliun dan Dana Desa sebesar Rp70,0 Triliun. Selain itu terdapat belanja dengan kewenangan dekonsentrasi/tugas pembantuan. Secara tren, belanja yang dialokasikan di daerah selalu meningkat, sejalan dengan peningkatan jumlah APBN. Bersamaan dengan penyerahan DIPA tersebut, kampanye value for money APBN perlu terus didengungkan. Beberapa hal yang akan dilakukan dalam penerapan konsep Value for

  Money adalah sebagai berikut:

  Mempersiapkan program-program pembangunan tahun 2019 dengan baik agar dapat berjalan efektif sejak awal Januari 2019 dan memberikan manfaat seluas-luasnya pada masyarakat. Untuk itu, agar dapat dilakukan persiapan lelang lebih awal. Memastikan agar alokasi anggaran difokuskan pada kegiatan utama, yang langsung dirasakan masyarakat, dan melakukan pembatasan dan penghematan belanja-belanja pendukung seperti biaya rapat, perjalanan dinas, dan honorarium. Melakukan pemantauan efektifitas kegiatan dan anggaran secara berkala agar semua program Kementerian/ berjalan maksimal, sembari terus melakukan perbaikan. Menghilangkan penyalahgunaan anggaran, baik dalam bentuk pemborosan, mark-up, maupun perbuatan menyimpang lainnya. Untuk itu, Pimpinan instansi harus ikut serta dalam melakukan pengawasan, serta mengoptimalkan dukungan aparat pengawas intern di masing- masing K/L dan Pemda. Memperbaiki koordinasi dan sinergi baik antar Kementerian, antar Pemerintah Daerah, maupun antara pusat dan daerah untuk bisa mengefisienkan dan mengefektifkan pencapaian output kegiatan pembangunan. Melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada publik mengenai kegiatan, anggaran, dan hasil-hasil output yang dicapai, sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang utuh dan benar mengenai program kerja Pemerintah dan hasilnya. Konsep value for money APBN perlu ditularkan ke daerah demi terciptanya efektifitas dan efisiensi belanja. Celah fiskal daerah perlu terus diperbesar demi kemandirian. Pembangunan insfrastruktur dan peningkatan kesejahteraan daerah tidak lagi bergantung pada pusat. Sehingga tujuan kebijakan fiskal untuk mencapai kesejahteraan dapat

  TKDD Pada APBN 2019

DESA BERK ARYA UNTUK NEGERI

  K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  alah satu tantangan besar Indonesia adalah penguatan desa menuju desa membangun yang kuat dan mandiri. Hal ini selaras dengan Nawacita ke-3 yaitu “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Dalam mewujudkan cita-cita Nawacita tersebut, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor

  6 Tahun 2014 tentang Desa yang salah satu isinya adalah memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengalokasikan Dana Desa guna mendukung tugas dan fungsi desa dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan desa sesuai kewenangan yang dimiliki.

  Dana Desa sendiri merupakan dana desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota dan diprioritaskan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan besaran 10 persen dari dan di luar Dana Transfer ke Daerah secara bertahap. Dana Desa yang dialokasikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2015 Dana Desa yang dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun dan meningkat menjadi Rp46,98 triliun di tahun 2016. Jumlah ini kembali meningkat menjadi Rp60 triliun di tahun 2017. Adapun jumlah Dana Desa tahun 2018 sama dengan tahun sebelumnya.

  Besarnya alokasi dana dan wewenang yang diterima oleh desa tentu perlu disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Pemerintah desa harus dapat

  Laporan Utama Foto:

8 S

  K

  2. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)

  Pendirian Badan Usaha Milik Desa 2. Manajemen Keuangan BUM Desa 3. Akuntansi dan Pertanggungjawaban Keuangan BUMDes

  BUMDes 1.

  4. Pelatihan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban BUM Desa Pengurus

  Inventarisasi Aset Desa 2. Pembukuan Aset Desa 3. Pelaporan Aset Desa 4. Pembuatan Database Aset Desa Dengan Aplikasi Excel

  5. Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) 3. Pelatihan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Aset Desa Aparat yang membidangi pengelolaan aset desa 1.

  Penatausahaan Pendapatan Desa 2. Penatausahaan Belanja Desa 3. Penatausahaan Pembiayaan Desa 4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBDesa

  Bendahara Desa 1.

  Penyusunan Peraturan Desa 2. Pelatihan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa Kaur Keuangan/

  3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa 4.

  1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa)

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1 Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Desa Kepala Desa/ Sekretaris Desa

  No Program Pelatihan Sasaran Pesera Mata Pelajaran

  Desain pembelajaran dirancang sedemikian rupa dimulai dari identifikasi peraturan yang berlaku serta tugas dan fungsi aparatur desa yang menjadi sasaran pelatihan. Desain pembelajaran harus selaras dan sepenuhnya sesuai dengan tugas dan fungsi aparatur desa, serta dapat diikuti oleh perangkat desa sesuai dengan tugas masing-masing. Dalam hal ini, disusun 4 program pelatihan dimana masing-masing desa mengirimkan 4 aparaturnya untuk mengikuti pelatihan, dimana masing-masing aparatur mengikuti satu pelatihan sesuai bidang tugasnya sehingga materi dapat tersampaikan secara komprehensif.

  1. Desain Pembelajaran

  BPPK senantiasa melakukan sinergi dan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); serta Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) guna meningkatkan efektifitas dan governance Dana Desa terutama dalam penyusunan desain pembelajaran, karena masing- masing juga memiliki peran penting dalam pembangunan desa. Dalam pelaksanaannya, BPPK memiliki 4 strategi yang diharapkan dapat mendukung keberhasilan pencapaian output kegiatan dimaksud yang meliputi desain pembelajaran, pelaksanaan pelatihan, peningkatan kompetensi SDM, dan asistensi desa.

  Target Program Prioritas Nasional ini adalah melatih aparatur pengelolaan keuangan dan aset desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) sebanyak 2000 aparatur dari 500 desa, dengan komposisi di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur (200 desa dari 2.996 desa atau 6,7 persen), Sulawesi Tenggara (150 desa dari 1.967 desa atau 7,6 persen), dan Sulawesi Tengah (150 desa dari 1.842 desa atau 8,1 persen) dengan dukungan anggaran sebesar Rp15,8 miliar. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada data yang dilansir dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada multilateral meeting penyusunan RKP 2018 Prioritas Pembangunan Nasional.

  Berbekal semangat tersebut, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) c.q. Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan (Pusdiklat KNPK) pada tahun 2018 mendapatkan mandat untuk melaksanakan salah satu Program Prioritas Nasional yaitu Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa yang dilakukan dalam bentuk pelatihan dengan tujuan mewujudkan aparatur pengelolaan keuangan dan aset desa yang kompeten. Sasaran peserta program ini adalah aparatur dari desa tertinggal dan desa berkembang. Hal ini sesuai sasaran pengembangan wilayah perdesaan dalam RPJMN 2015-2019 yaitu mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatkan desa mandiri sedikitnya 2.000 desa.

  dalam tata pemerintahannya, dimana setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan. Namun, pada kenyataannya alokasi dana dan wewenang yang telah diterima oleh desa belum diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Tingkat pendidikan aparat desa yang relatif rendah dan tidak merata adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Sementara itu besarnya dana yang harus dikelola oleh pemerintah desa tentu saja memiliki risiko yang tinggi dalam pengelolaannya, khususnya bagi aparat pemerintah desa. Oleh karena itu, pemahaman terkait pengelolaan Dana Desa perlu ditingkatkan kembali guna menciptakan tata kelola pemerintahan desa yang akuntabel dan transparan.

  8

  1

  Program pelatihan aparatur desa K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  8 Untuk mendukung keberlangsungan

  peningkatan kompetensi aparatur desa, diperlukan tenaga pengajar yang kompeten dalam menyampaikan materi terkait pengelolaan keuangan dan aset desa. Untuk mewujudkan hal tersebut, BPPK juga mendesain pelatihan yang dikhususkan bagi calon pengajar dalam bentuk Training of Trainers (TOT) Peningkatan Kapasitas Pengelola Keuangan Desa yang dilaksanakan dalam 2 angkatan dengan jumlah peserta 70 orang. Salah satu bentuk sinergi bersama Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, danTransmigrasi; serta BPKP adalah dengan melibatkan pejabat/pegawai dari instansi tersebut untuk menjadi tenaga pengajar TOT.

  2. Pelaksanaan Pelatihan

  Dalam menyelenggarakan pelatihan, BPPK berkoordinasi dengan pemerintah provinsi setempat melalui Bappeda, Sekda, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.

  Pelatihan dilaksanakan pada tanggal

  19 Februari sampai dengan 10 Mei 2018 di 3 provinsi dengan membagi jadwal pelatihan menjadi 3 batch di masing-masing provinsi dengan lokasi yang berbeda pada tiap batch nya. Pelatihan di Nusa Tenggara Timur diselenggarakan di Kupang, Ende, dan Tambolaka; pelatihan di Sulawesi

  Tenggara diselenggarakan di Kendari, Kolaka, dan Baubau; pelatihan di Sulawesi Tengah diselenggarakan di Palu, Poso, dan Luwuk. Dari target 2.000 peserta, hingga akhir pelaksanaan pelatihan jumlah realisasi peserta sebanyak 2.047 orang. Adapun realisasi desa yang mengikuti pelatihan sebanyak 671 desa. Pengajar yang dilibatkan dalam pelaksanaan pelatihan tidak hanya dari alumni TOT yang telah diselenggarakan sebelumnya, namun juga melibatkan pengajar dari Pemerintah Daerah setempat yang memiliki kompetensi untuk menyampaikan materi terkait pengelolaan keuangan dan aset desa serta telah memiliki sertifikat TOT/ MOT.

  Untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan pelatihan, BPPK melakukan kegiatan evaluasi atas penyelenggaraan pelatihan baik evaluasi bagi peserta, evaluasi bagi penyelenggara dan pengajar, maupun evaluasi pasca pembelajaran. Evaluasi bagi peserta dilakukan melalui pengukuran nilai pre-test dan post-test dengan hasil 69,74 persen meningkat, 12,9 persen stabil, dan 17,29 persen menurun. Penurunan nilai terjadi pada sebagian besar peserta yang memperoleh nilai pre- test di atas 60. Evaluasi terhadap pengajar maupun penyelenggara mendapatkan nilai dengan predikat sangat baik, masing-masing adalah 4,59 dan 4,46 dari skala 5 yang digunakan dalam kuesioner evaluasi. Evaluasi pasca pembelajaran yang dilaksanakan meliputi evaluasi level 3 untuk mengukur perubahan perilaku peserta pelatihan setelah kembali ke desa masing-masing, serta level 4 yang diharapkan dapat mengukur pengaruh dari apa yang telah diberikan dalam pelatihan terhadap peningkatan kinerja. Khusus evaluasi pasca pembelajaran, tidak dilakukan terhadap seluruh peserta. Pemilihan responden didasarkan pada beberapa kriteria antara lain memiliki nilai pre- assessment rata-rata kurang dari 6,00; sampel memenuhi 10 persen dari total jumlah peserta per pelatihan; mewakili 3 provinsi yang menjadi lokus pelatihan; serta memiliki lokasi yang berdekatan dan akses yang dekat dengan lokus pengambilan data.

  3. Peningkatan Kompetensi SDM

  Tujuan program prioritas nasional diukur menggunakan indikator nilai peningkatan kompetensi SDM Aparatur Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa dengan target peningkatan sebesar 23 poin sebagaimana tertuang dalam inisiatif strategis BPPK Tahun 2018. Pengukuran nilai peningkatan tersebut diformulasikan melalui perbandingan hasil pre- assessment (dilakukan sebelum pelatihan dimulai) dan post- assessment (dilakukan minimal tiga bulan setelah pelatihan selesai) yang dilakukan oleh peserta menggunakan tools yang disusun oleh BPPK.

  4. Asistensi Desa

  Salah satu kegiatan yang menjadi rangkaian dari pelatihan ini adalah kegiatan asistensi desa yang dilaksanakan setelah peserta pelatihan kembali ke desa masing- masing untuk mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan yang didapat selama mengikuti pelatihan. Kegiatan asistensi dilaksanakan dalam rangka memberikan solusi serta memberikan bimbingan atas permasalahan desa terkait dengan pengelolaan keuangan dan aset desa sehingga desa benar-benar mampu secara mandiri dalam melakukan pengelolaan keuangan dan aset desa yang akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Desa terpilih yang mendapatkan asistensi diharapkan dapat menyebarkan pengetahuan dan keterampilannya serta menjadi rujukan bagi desa lain di sekitarnya untuk memperbaiki pengelolaan keuangan dan aset desanya. K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  Program Prioritas Nasional Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Pengelolaan Keuangan dan Aset tahun 2019 akan dilaksanakan di 4 pulau besar di Indonesia yang belum tersentuh program pelatihan ini pada tahun 2018 dengan memperhatikan prinsip pemerataan dan mengacu pada Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi nomor 126 Tahun 2017 tentang Penetapan Desa Prioritas Sasaran Pembangunan Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yaitu Sumatera , Kalimantan, Maluku, dan Papua. Pemilihan daerah di masing-masing di pulau tersebut juga mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Sasaran peserta adalah aparat dari desa dengan kategori tertinggal dan berkembang dengan target peserta yang semula 2.000 menjadi 2.400 dan target desa dari 500 menjadi 600.

  Bentuk kegiatan masih sama dengan yang diaksanakan di tahun 2018 dengan adanya beberapa penyesuaian terutama terkait desain pembelajaran mengingat pada tahun 2018 telah diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dalam melaksanakan kegiatan Program Prioritas Nasional Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Pengelolaan Keuangan dan Aset tahun 2019, BPPK tetap senantiasa bersinergi dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; BPKP; DJPK; serta Pemerintah Provinsi/Daerah setempat baik dalam pengembangan desain pembelajaran, keterlibatan dalam mengajar, maupun koordinasi teknis lainnya. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan penguatan kompetensi aparatur desa dalam rangka pengelolaan keuangan dan aset desa serta pengelolaan BUMDes dapat terwujud sehingga penyelenggaraan pemerintahan desa yang akuntabel dan transparan dapat tercipta khususnya dalam pertanggungjawaban Dana Desa yang telah dialokasikan.

  Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

8 Kegiatan 2019

PENGUATAN IMPLEMENTASI REVIU PENGENDALIAN INTERN ATAS PELAPOR AN KEUANGAN

  K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  aporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah atas penyelenggaraan APBN, yang menggabungkan 87 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LK-K/L) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK-BUN). LKPP disusun oleh Menteri Keuangan, yang mana sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) juga bertanggung jawab menyusun Laporan Keuangan BUN (LK-BUN). Demi menjaga kredibilitas dan keandalan informasi pada laporan sekaligus demi menjaga kepercayaan masyarakat, BPK melakukan pemeriksaan keuangan dan memberikan opini terhadap Laporan Keuangan Pemerintah. Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003

  di dalam pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas LKPP dan LK BUN.

  Pada tahun 2017 dan 2018, BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada LKPP Tahun 2016 dan 2017. Hal ini berarti bahwa informasi yang disajikan pada LKPP dinilai bebas dari salah saji secara material. Ini adalah capaian terbaik pemerintah sejak dilakukannya pemeriksaan keuangan pada 2004. Mengingat Opini terhadap LKPP sangat dipengaruhi oleh Opini LK-K/L dan LK-BUN, penting bagi Kementerian Keuangan untuk mengajak seluruh K/L untuk menjaga kredibilitas Laporan Keuangan, salah satunya melalui penguatan

  Laporan Utama

8 L

  K

  ITA ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i D e s e m b e r 2

  1

  Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Itjen Kemenkeu terus melakukan penguatan dari sisi implementasi reviu PIPK.

  Reviu PIPK telah dilakukan Itjen Kemenkeu atas 3 Laporan Keuangan yang dihasilkan Kementerian Keuangan: LK-BUN, LK Kementerian Keuangan, dan LKPP, dimulai sejak November 2017 sampai dengan Desember 2018. Di samping kegiatan reviu PIPK yang intensif.

  Itjen Kemenkeu menyadari perlunya pembekalan pada APIP K/L lainnya untuk mendapatkan kedalaman pemahaman yang sama atas reviu PIPK. Itjen Kemenkeu kemudian menyelenggarakan kegiatan Training of Trainers atas penerapan, penilaian, dan reviu PIPK selama bulan September sampai dengan Oktober di tahun 2018, yang terbagi ke dalam 4 angkatan dan 6 kelas. Tidak berhenti sampai di situ, Itjen Kemenkeu juga melakukan asistensi penerapan, penilaian, dan reviu PIPK kepada APIP K/L. Asistensi tersebut dilaksanakan sesuai permintaan lingkungan Kementerian Keuangan. Sampai dengan bulan September 2018, beberapa K/L dan Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah memanfaatkan asistensi Itjen Kemenkeu antara lain BPPK Kemenkeu, BSSN, ANRI, Komnas HAM, Kementerian PPPA, Kementerian Pora, Kemenko Bidang PMK, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPS, Kemenkominfo, Kemenkes, ESDM, Kemendikbud, Kementan, BNN, Bawaslu dan juga Kemendes.