Hubungan antara kecanduan cinta dan citra tubuh pada remaja akhir putri - USD Repository
HUBUNGAN ANTARA KECANDUAN CINTA DAN CITRA TUBUH PADA REMAJA AKHIR PUTRI
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Oleh:
Benoni Putri Asih NIM: 089114056
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGIFAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA2012
Ini motto seorang gadis dalam skripsinya.... “Segala perkara dapat kutanggung di dalam D ia yang
memberi kekuatan kepadaku.”
(F ilipi 4 : 13) dan gadis itupun akhirnya dapat berefleksi tentang dirinya.......
“M engucap syukur lah dalam segala hal, sebab
itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kr istus
Yesus bagi kamu.” ( 1 Tesalonika 5 : 18) “Kar ena
itu, saudar a- saudar a, demi kemur ahan Allah aku
menasihatkan kamu, supaya kamu
memper sembahkan tubuhmu sebagai per sembahan
yang hidup, yang kudus dan yang ber kenan
kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
( Roma 12 : 1) “Sebab Engkaulah yang membentuk
buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan
ibuku.” ( M azmur 13 9 : 13 ) berefleksi juga tentang cinta.....
“T idak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang
memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Y ohanes 15 :
13) “K asih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak
sopan dan tidak mencuri keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah
dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.” (1 K orintus 13 :4-5)
S p e c i a l t h a n k s t o :
M Y B E L OV E D F A T H E R
J E S U S CH R I S T ! ! !
t h a n k s L OR D f o r Y OU R L OV E
t h a t Y OU g i v e s m e t h r o u g h
M Y F A M I L Y a n d M Y
B E S T F R I E N D S . . .
s o i c a n f i n i s h i t . . . .
a n d t h i s i s
F OR Y OU R GL OR Y . . . . \ (^o ^)/
HUBUNGAN ANTARA KECANDUAN CINTA DAN CITRA TUBUH
PADA REMAJA AKHIR PUTRI
Benoni Putri Asih
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecanduan cinta dan citratubuh pada remaja akhir putri . Subjek penelitian adalah remaja putri yang berusia 17 tahun hingga
22 tahun sebanyak 192 orang. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya hubungan negatif antara
kecanduan cinta dan citra tubuh. Semakin tinggi kecanduan cinta seseorang maka semakin rendah
citra tubuhnya, begitu pula sebaliknya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuantitatif korelasional, yaitu penelitian yang melihat hubungan antara variasi suatu variabel
dengan variasi dari satu atau lebih variabel lain yang didasarkan pada koefisien korelasi. Sampling
dalam penelitian ini menggunakan convenience sampling. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara menyebarkan skala. Terdapat dua skala yaitu skala citra tubuh
dengan reliabilitas 0,949 dan skala kecanduan cinta milik Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. dengan
reliabilitas 0,918. Hasil penelitian menunjukkan data yang tidak linear (p=0,308). Akibatnya
hipotesis dalam penelitian ini, yang menyebutkan ada hubungan negatif antara kecanduan cinta
dan citra tubuh, ditolak.Kata kunci : Citra Tubuh, Kecanduan Cinta, Remaja Akhir Putri
THE CORRELATION BETWEEN LOVE ADDICTION AND BODY
Benoni Putri Asih
ABSTRACT
This research aimed to determine the relationship between love addiction and body imageamong late adolescent girls. Subjects in this study were late adolescent girls aged 17-22 years as
much as 192 people. The hypothesis in this research was that there is negative relationship
between love addiction and body image. The higher a person's love addiction, the lower the image
of her body, and vice versa. The type of the study was a correlational quantitative research, it is
research that looked for relationship between the variation of a variable with a variation of one
other variables based on correlation coefficients. The sampling method in this study using
convenience sampling. The research method used in this study is to spread the scale. There were
two scales, which one was the body image scale with reliability 0.949 and Y. Heri Widodo, S.Psi.,
M.Psi.'s love addiction scale with reliability 0.918. The results showed that data was not linear (p
= 0.308). As a result, the hypothesis in this study, that there was a negative relationship between
love addiction and body image, was rejected.Key words: body image, love addiction, late adolescent girl
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan yang dilakukan penulis. Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak berkenan dan juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Ketua Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Heri Widodo, M.Psi. selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar membimbing penulis.
4. Ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., M.Si., Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.
5. Ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., M.Si., Psi. dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi. selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis.
6. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.
7. Mas Muji yang banyak membantu penulis saat menjadi asisten praktikum, memberi semangat “yang penting senang” dan memberi canda tawa di tengah
kegalauan laporan praktikum yang WOW!
8. Mas Gandung, Mas Doni, Bu Nanik, dan Pak Gie yang sudah membantu penulis selama di Fakultas Psikologi.
9. Papa, this is for you...i’m sorry dad...i can’t give the best......but i hope you can see it from heaven....love you Dad......
10. Mama, mbak Etta, mas Sis, mas Aas, mbak Lia, Chia.....makasi buat semangatnya dan cintanya.....LOVE YOU ALL....muaaaaaaacchh!
11. Om Yoke, mbah Kris, tante Titik yang sudah memberikan banyak bantuan..
12. Kamiremponk sekaligus para ojek (Orang JEmpolan Kebaikannya) : nenek Sita, Borki, sayur Devi, mami Sari, te Hezcii, te Nina, hunniekyuu Valle teman seperjuangan yang setia, te Dian, te Cwell, te Dita, te Anggit, Vivi, Fla, Chike, Stela, kak Grace, Riana, papi Jose, Kevin Anggito, kakek Otonk.....makasi buat semuanya..I’ll miss you guys...muah!!
13. Teman-teman Psikologi 2008.....dan terkhusus buat Agnes, Arisca, Anjun n mas Papenknya, mb Luuuss, Valen, mb Jesy, mb Made.....
14. Mama Tutik, tante Wiwik, Lintang, Asti, Angga, Gani, Nindya, Kalisa, Alim, Rana.....makasi banyaaakk.......upah kalian besar di surga ^o^
15. Adek-adek Psikologi 2009, 2010, 2011, adek-adek RohKris dan teman- temannya di Teladan, adek-adek di BOSA, teman-teman di SADHAR, UGM,
16. Para inspirator (W.I.A) yang memberikan pengalaman luar biasa hingga muncul ide skripsi ini....
Kiranya Tuhan memberkati semua pihak yang sudah membantu dan memberi dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang
Yogyakarta, 12 Juli 2012 Penulis,
Benoni Putri Asih
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .......................... iiHALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vHALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................ xDAFTAR ISI .............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6 BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 7
B. Citra Tubuh................................................................................... 12
C. Kecanduan Cinta ........................................................................... 16
D. Dinamika Hubungan Kecanduan Cinta dan Citra Tubuh ............... 20
E. Hipotesis ...................................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 23
A. Jenis Penelitian ........................................................................... 23 B. Variabel Penelitian ........................................................................ 23 C. Definisi Operasional ..................................................................... 23 D. Subjek Penelitian ......................................................................... 24 E. Metode dan Alat Pengambilan Data ............................................ 24 F. Kredibilitas Alat Ukur ................................................................... 26 G. Metode Analisis Data .................................................................. 27BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 29
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ......................................... 29 B. Data Demografis Subjek Penelitian ............................................... 29 C. Deskripsi Data Penelitian .............................................................. 30 D. Hasil Penelitian............................................................................. 31 E. Pembahasan .................................................................................. 33BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 36
A. Kesimpulan ................................................................................. 36 B. Saran ............................................................................................ 36DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 34
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Penskoran Jawaban ....................................................................... 25 Tabel 2 : Blue Print Skala Citra Tubuh (Uji Coba) ....................................... 25 Tabel 3 : Blue Print Skala Citra Tubuh (Setelah Uji Coba) .......................... 27 Tabel 4 : Data Usia Subjek Penelitian .......................................................... 29 Tabel 5 : Data Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian .................................... 30 Tabel 6 : Mean Teoritik dan Mean Empiris .................................................. 31 Tabel 7 : Hasil Uji Normalitas....................................................................... 31 Tabel 8 : Hasil Uji Linearitas ........................................................................ 32
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Hubungan Kecanduan Cinta dan Citra Tubuh ................................ 22 Bagan 2 : Scatter Plot ................................................................................... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skala Penelitian ....................................................................... 41 Lampiran 2 : Reliabilitas dan Korelasi Item Total ......................................... 46 Lampiran 3 : Uji Normalitas ......................................................................... 53 Lampiran 4 : Uji Linearitas ........................................................................... 54 Lampiran 5 : Mean Empiris........................................................................... 55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja terjadi perubahan yang pesat dalam hal perubahan
fisik. Perubahan fisik yang terjadi antara lain adalah tinggi, berat badan, dan bentuk tubuh yang terkait dengan pertumbuhan karakteristik seksual (Santrock, 2007). Remaja kemudian menjadi lebih memperhatikan citra tubuhnya . Hal ini lebih tampak pada remaja putri dibandingkan dengan remaja putra. Bagi remaja putri perubahan berat badan dapat mengakibatkan ketidakpuasan terhadap tubuhnya (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009).
Citra tubuh sendiri memiliki beberapa pengertian. Definisi citra tubuh menurut Grogan (1999) adalah persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya. Papalia, Olds, dan Feldman (2009) menambahkan bahwa citra tubuh terkait dengan pandangan atau penilaian seseorang tentang tubuhnya, dan bukan masalah mengenai ukuran tubuh sebenarnya. Hal senada diungkapkan oleh Thompson, Heinberg, Altabe, dan Dunn (1999) yang mengartikan citra tubuh sebagai representasi internal seseorang terhadap penampilan luar dirinya atau juga bisa diartikan sebagai persepi unik seseorang terhadap tubuhnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas, citra tubuh merupakan pandangan subjektif seseorang terhadap tubuhnya (Grogan, 1999).
Pandangan subjektif seseorang terhadap tubuhnya tersebut dapat berubah distorsi pada pandangan akan tubuhnya, pandangan subjektif tersebut tidak berhubungan dengan persepsi orang lain. Seperti misalnya dalam kasus
anorexia nervosa , meskipun tubuhnya sudah proposional dan orang lain pun
menilai baik-baik saja namun penilaian orang tersebut tetap saja buruk terhadap tubuhnya (Grogan, 1999).
Banyak remaja putri, seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, menjadi tidak puas dengan tubuhnya karena perubahan berat badan yang dialaminya. Ketidakpuasan ini ditambah lagi karena ia merasa media, tekanan keluarga, dan teman yang menuntutnya untuk kurus (Stice dan Whitenton, dalam Bukatko, 2008). Topik pembicaraan mengenai penampilan tubuh menjadi menarik di antara remaja putri. Akibatnya mereka mulai membandingkan dirinya dengan orang lain yang ia anggap memiliki tubuh ideal dan semakin tidak puas dengan tubuhnya (Jones, dalam Bukatko, 2008).
Beberapa fenomena tentang manipulasi tubuh terjadi di antara remaja. Seperti misalnya seorang remaja yang ingin putih agar mendapatkan pacar. Ia juga rela diet hingga masuk rumah sakit karena dehidrasi (Christita, 2011). Kasus lain terdapat dalam sebuah blog yang berisi tentang curahan hati para remaja putri.
Seorang mahasiswi merasa minder dengan tubuhnya yang gendut dan memiliki anggapan bahwa penampilannya tidak menarik sehingga dirinya tidak pantas untuk dicintai. Akibatnya ia berkesimpulan bahwa yang pantas untuk dicintai adalah wanita yang cantik dan langsing (“Apa aku tidak berhak dicintai?”,
http://cewek.web.id/curhat/cinta/apa-aku-tidak-berhak-dicintai.html ).
Permasalahan terkait dengan citra tubuh selain fenomena yang sudah diuraikan sebelumnya tampak pada beberapa penelitian. Masalah citra tubuh yang biasa dialami remaja terlihat dari jurnal yang berjudul Adolescent Body
Image and Psychosocial Functioning. Penelitian tersebut dilakukan pada
remaja berusia 12-15 tahun yang sedang duduk di kelas 8 dan 9 dari Victoria, Australia. Berdasarkan jurnal ini, remaja putri lebih cenderung memiliki citra tubuh yang kurang baik dibandingkan dengan remaja putra. Remaja putri memiliki citra tubuh negatif karena pengaruh teman sesama jenis (Davison dan McCabe, 2006).
Pada penelitian Jones (2001) dengan judul Social Comparison and Body
Image: Attractiveness Comparisons to Models and Peers Among Adolescent
Girls and Boys, peneliti tersebut menghubungkan citra tubuh dengan
perbandingan sosial. Subjek penelitiannya yaitu siswa kelas 9 dan 10 pada studi 1 serta kelas 7 dan 10 pada studi 2. Menurut penelitian tersebut, remaja menjadi tidak puas dengan tubuhnya setelah membandingkan berat tubuhnya dengan teman sesama jenis kelamin dan model dari media. Bagi remaja putri perbandingan bentuk tubuh juga mempengaruhi ketidakpuasannya terhadap tubuh.
Hal lain yang berpengaruh terhadap citra tubuh terdapat dalam penelitian yang berjudul Body Image, Physical Attractiveness, and Depression. Penelitian ini menguraikan hubungan antara citra tubuh dan depresi. Partisipan dalam penelitian tersebut adalah mahasiswa (163 perempuan dan 61 laki-laki) yang menunjukkan bahwa orang yang depresi cenderung tidak puas dengan tubuhnya dan mereka beranggapan bahwa dirinya kurang memiliki daya tarik fisik (Noles, Cash, dan Winstead, 1985).
Berdasarkan berbagai penelitian tersebut terdapat beberapa variabel yang berkaitan dengan citra tubuh. Variabel tersebut antara lain depresi, teman sebaya, dan media. Terkait pergaulan dengan teman sebaya, remaja akhir mulai mengenal relasi percintaan dengan lawan jenis. Mereka sudah mulai memiliki minat untuk berpacaran (Santrock, 2007). Dalam sebuah teori yang diungkapkan Sullivan mengenai perkembangan interpersonal, remaja akhir memiliki tugas perkembangan yaitu membangun hubungan romantis dengan lawan jenis (Steinberg, 2002). Maka dari itu tak heran jika remaja sudah mulai menjalin relasi seperti berpacaran untuk mengekspresikan sebuah intimasi. Karakteristik tersebut akan lebih nampak pada remaja putri (Feiring dalam Steinberg, 2002). Hal inilah yang menjadi alasan peneliti memilih kecanduan cinta sebagai variabel bebas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markey dan Markey (2006) dengan judul Romantic Relationship and Body Satisfaction Among Young
Women, relasi percintaan dikaitkan dengan citra tubuh. Dalam penelitian
tersebut yang menjadi subjeknya adalah 95 pasangan kekasih berusia antara 18-30 tahun. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang budaya dan status ekonomi. Syarat untuk menjadi subjek penelitian adalah mereka belum memiliki anak. Hasil yang didapat adalah menurut para perempuan, orang lain pandangannya sendiri terhadap tubuhnya. Perempuan juga lebih tidak puas terhadap tubuhnya dibandingkan dengan pendapat pasangan tentang tubuhnya.
Selain itu, dalam hubungan yang cukup lama, perempuan memiliki kepercayaan yang salah bahwa pasangan mereka menginginkannya menjadi kurus.
Relasi percintaan sendiri ada yang matang dan tidak matang (Sussman, 2010). Salah satu relasi percintaan yang tidak matang adalah kecanduan cinta.
Kecanduan cinta adalah bentuk ketergantungan, keterikatan, dan sikap kepedulian yang berlebihan kepada orang lain (Mellody, Miller, & Miller, 2003). Sikap yang berlebihan ini sejalan dengan yang diungkapkan Halpern (1994) bahwa seseorang mengalami kecanduan cinta jika tidak bisa menghentikan hubungan yang sudah rusak sekalipun. Hal tersebut didukung oleh pendapat Schaefer (2006) yaitu kecanduan cinta merupakan bentuk kelekatan yang tidak sehat atau euphoria untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menyembuhkan trauma, mengisi kesendirian, mengisi kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki.
Orang-orang yang mengalami kecanduan cinta akan menuntut pasangannya untuk memberikan perhatian yang berlebihan. Selain itu, mereka mengharapkan pasangannya memberikan penghargaan yang tak bersyarat terhadap dirinya. Para pecandu cinta juga tidak tahu cara menilai dirinya dan tidak dapat mengurus dirinya sendiri (Mellody, Miller, dan Miller, 2003).
Pada dasarnya seorang yang mengalami kecanduan cinta memandang percintaan daya tarik fisik menjadi cukup penting untuk diperhatikan (Baron, Byrne, dan Branscombe, 2006). Para pecandu kemudian menjadi lebih peka terhadap penilaian orang lain tentang dirinya termasuk masalah tubuh. Berdasar uraian ini tampak bahwa ada hubungan antara kecanduan cinta dan citra tubuh.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kecanduan cinta dan citra tubuh pada remaja akhir putri?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan kecanduan cinta dan citra tubuh pada remaja akhir putri.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi dalam bidang ilmu psikologi klinis dan sosial. Khususnya terkait dengan konsep baru mengenai kecanduan cinta dalam sebuah relasi percintaan yang dapat mempengaruhi citra tubuh seseorang.
2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan refleksi para remaja khususnya remaja putri dalam memandang tubuhnya secara lebih positif.
BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja Akhir Peneliti memilih remaja akhir sebagai subjek dalam penelitian ini. Hal
tersebut dikarenakan remaja mengalami perubahan fisik yang cukup pesat sehingga mereka, khususnya remaja putri, menjadi lebih sensitif terhadap citra tubuhnya (Santrock, 2007). Selain itu, pemilihan remaja akhir terkait dengan tugas perkembangannya untuk menjalin relasi percintaan dengan lawan jenis (Steinberg, 2002).
1. Pengertian Remaja berasal dari kata adolescere yang berarti bertumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1991). Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) remaja berarti mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin, muda, dan pemuda. Remaja juga memiliki padanan kata dalam Tesaurus Bahasa Indonesia (2008) yaitu akil balig, muda, cukup umur, mulai dewasa, dan taruna.
Secara khusus Santrock (2007) memberi rentang usia pada remaja akhir yaitu 18-22 tahun. Hal ini senada dengan Mappiare (1982) yang memberikan rentang usia remaja akhir putri antara 17 tahun hingga 21 tahun.
2. Ciri Khas Remaja Akhir Remaja akhir memiliki beberapa ciri khas. Ciri khas tersebut terkait a. Fisik Pada masa remaja akhir, berat badan para remaja akan bertambah pesat untuk mengimbangi tinggi badan yang bertambah pada masa remaja awal. Selain itu, pada masa ini bentuk-bentuk tubuh seseorang akan semakin sempurna. Seperti misalnya bentuk wajah, bahu, dan pinggul yang menyerupai bentuk-bentuk tubuh orang dewasa (Mappiare, 1982).
Oleh karena perubahan ini remaja mulai memperhatikan tubuhnya. Perubahan bentuk tubuh tersebut berpengaruh pada citra tubuh remaja terhadap dirinya. Mereka, khususnya remaja putri, cenderung memiliki citra tubuh yang buruk karena tidak puas dengan keadaan tubuhnya. Para remaja putri ini berfokus pada pencapaian tubuh yang kurus. Hal ini disebabkan oleh pemikiran bahwa kurus sama dengan cantik (Santrock, 2007). Pendapat ini didukung oleh Bukatko (2008) yang menyebutkan bahwa remaja putri akan berusaha mengontrol berat badannya karena terpengaruh media, keluarga, dan teman yang menekankan pentingnya tubuh langsing agar tampak cantik. Para remaja putri ini akan bertukar cerita mengenai cara-cara untuk tampil baik dan memiliki tubuh yang menarik.
b. Kognitif Pada perkembangan kognitif, Piaget memasukkan remaja pada tahap operasional formal. Tidak semua remaja mencapai kemampuan pada masa remaja akhir. Pada masa remaja akhir ini, remaja akan mampu berpikir secara reflektif. Hal ini dikarenakan mereka menyimpan informasi yang lebih banyak lagi. Selain itu, para remaja mampu berpikir proposional dengan banyaknya pengalaman yang dialami dan saat menghadapi berbagai masalah. Remaja akhir juga mampu berpikir kreatif. Mereka memiliki kebebasan berpikir sehingga dapat menemukan pemecahan-pemecahan masalah dan menyusun berbagai hipotesa. Dengan demikian para remaja akhir akan mampu menetapkan berbagai pilihan seperti pendidikan, pekerjaan, dan juga masalah pasangan hidup (Mappiare, 1982).
Karakteristik lain dari remaja terkait dengan kognisi yaitu mengenai egosentrisme remaja. Secara khusus hal ini terkait dengan kognisi sosial. Remaja memiliki pandangan bahwa dirinya menarik perhatian orang lain seperti mereka mengagumi dirinya sendiri (Santrock, 2007). David Elkind (dalam Santrock, 2007) membagi egosentrisme tersebut menjadi imaginary audience dan personal fable. Remaja merasa dirinya diperhatikan oleh banyak orang seperti layaknya seorang yang berada di panggung dan menjadi pusat perhatian banyak penonton atau yang disebut dengan imaginary audience. Mereka juga mempunyai pemikiran bahwa tidak ada seorang pun yang memahaminya sehingga ia menciptakan personal fable. Para remaja membuat sebuah kisah tentang dirinya yang unik dalam hidup ini dengan segala fantasi yang cintanya dan hal tersebut menjadi pukulan yang berat dalam hidupnya, mereka beranggapan bahwa tidak ada seorang pun yang mengerti perasaannya bahkan ibunya sendiri.
c. Sosio-Emosi Remaja akhir dapat dikatakan memiliki sikap yang lebih stabil.
Walaupun remaja akhir mengalami pertentangan dengan orang lain, mereka menghadapinya dengan lebih tenang (Mappiare, 1982). Berdasar tahap perkembangan Erikson, remaja berada pada tahap mencari identitas (Santrock, 2007). Identitas diri meliputi identitas karir, politik, religius, relasi, prestasi, seksual, budaya, minat, kepribadian dan yang terakhir adalah identitas fisik. Remaja akan mendapat beberapa peran guna mencari siapa diri mereka sebenarnya. Peran yang didapat antara lain peran pekerjaan dan peran dalam relasi romantik. Di dalam usahanya menemukan diri mereka, para remaja mengalami psychosocial
moratorium atau adanya perbedaan yang menonjol dari masa anak-anak
yang aman menjadi masa dewasa yang otonom. Mereka, khususnya remaja akhir, memiliki kecenderungan menutup diri terhadap orang dewasa dan lebih terbuka pada teman-teman sebayanya (Mappiare, 1982). Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia mampu mengatasi masalahnya sendiri. Apabila remaja tidak sanggup menghadapi krisis dalam pencarian identitasnya maka mereka akan mengalami kebingungan identitas (Santrock, 2007).
Pencarian identitas maupun kebingungan identitas yang dialami remaja disertai dengan pengekspresian emosi yang berubah-ubah.
Kadang kala remaja merasa sangat bahagia namun tiba-tiba dapat merasa sangat sedih. Fluktuasi emosi yang terjadi ini dipengaruhi oleh perubahan hormonal dan pengaruh yang lebih besar didapat dari pengalaman lingkungan. Hal tersebut berhubungan dengan pengalaman remaja yang sudah mulai menjalani relasi romantik. (Santrock, 2007).
3. Tugas Perkembangan Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Hurlock,
1991) adalah :
a. Mencapai relasi yang baru dan lebih dewasa dengan pasangan sebaya
b. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
c. Menerima bentuk badan dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lain
e. Mencapai jaminan ekonomi
f. Menyeleksi dan menyiapkan untuk pekerjaan
g. Menyiapkan pernikahan dan berkeluarga
h. Mengembangkan kemampuan intelektual dan konsep penting sebagai warga Negara i. Mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab j. Memperoleh nilai-nilai dan sistem etis
Berdasarkan tugas perkembangan remaja tersebut, beberapa tugas perkembangan yang berkaitan dengan citra tubuh dan kecanduan cinta adalah :
a. Mencapai relasi yang baru dan lebih dewasa dengan pasangan sebaya
b. Menerima bentuk badan dan menggunakan tubuhnya secara efektif
c. Menyiapkan pernikahan dan berkeluarga
d. Mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. Memperoleh nilai-nilai dan sistem etis
B. Citra Tubuh
1. Pengertian Citra Tubuh Schilder (dalam Grogan, 1999) mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran tentang tubuh individu sendiri yang dibentuk di dalam pikiran.
Selain itu, para peneliti sebelumnya juga mulai mengartikan citra tubuh terkait dengan persepsi tentang tubuh, distorsi ukuran tubuh, persepsi sensasi badaniah (Fisher, dalam Grogan, 1999). Definisi citra tubuh yang diambil dalam buku Grogan (1999) adalah persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya. Ketiga hal tersebut terkait dengan definisi yang disampaikan Schilder. Disamping ketiga pengertian tersebut masih ada pengertian lain yang terdapat dalam Kamus Psikologi (Chaplin, 1997). Dalam kamus tersebut citra tubuh diartikan sebagai ide seseorang mengenai penampilan tubuhnya di hadapan orang lain. Pengertian lain dikemukakan oleh Thompson, Heinberg, Altabe, dan Dunn (1999) yang mengartikan citra dirinya atau juga bisa diartikan sebagai persepi unik seseorang terhadap tubuhnya.
Berdasarkan berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa citra tubuh adalah pandangan seseorang akan tubuhnya berdasarkan penilaiannya sendiri. Penilaian ini sebagai hasil dari pemikiran serta perasaannya dan bukan gambaran yang terbentuk berdasarkan ukuran tubuh yang sebenarnya.
2. Aspek Citra Tubuh Berdasarkan definisi citra tubuh yang diungkapkan oleh Grogan
(1999), citra tubuh memiliki beberapa aspek. Aspek-aspek ini juga termasuk definisi menurut Schilder.
a. Persepsi Persepsi terkait dengan perkiraan ukuran tubuh. Seperti misalnya persepsi tentang ukuran tubuh yang ideal dan proporsional.
b. Pikiran Aspek pikiran berbicara tentang evaluasi daya tarik tubuh.
Contohnya adalah pernyataan bahwa tubuhnya memikat dan bagian tubuhnya memukau.
c. Perasaan Emosi yang diasosiasikan dengan bentuk dan ukuran tubuh merupakan aspek perasaan. Misalnya, kepuasan dan penerimaan terhadap tubuh.
3. Faktor yang Mempengaruhi Citra Tubuh Beberapa faktor yang mempengaruhi citra tubuh antara lain :
a. Budaya Budaya memberikan penilaian yang kurang sesuai terhadap bentuk tubuh. Pada budaya tertentu terbentuk pemikiran bahwa tubuh ideal adalah tubuh yang langsing. Hal ini mempengaruhi citra tubuh seseorang khususnya orang-orang yang memiliki tubuh besar. Akibatnya mereka memiliki citra tubuh yang kurang baik (Grogan, 1999).
b. Media Media menyajikan gambar-gambar yang menarik berkaitan dengan bentuk tubuh. Model-model, bintang iklan, ataupun public figure yang dimuat di media biasanya memiliki tubuh yang indah. Maka dari itu citra tubuh seseorang tampak dibentuk sesuai yang media sajikan (Grogan, 1999).
Hal ini didukung sebuah penelitian yang menyatakan bahwa kehadiran model iklan dapat menurunkan citra tubuh seseorang (Birkeland et all, 2005). Penelitian lain menambahkan bahwa pada perempuan perbandingan tubuhnya dengan gambaran tubuh yang diberikan media erat kaitannya dengan ketidakpuasan terhadap tubuhnya sendiri (Berg et all, 2007).
c. Keadaan biologis dan fisik Fakta keadaan biologis dan fisik seseorang dapat membuat orang orang cacat, orang yang memiliki tubuh tidak sesuai dengan stigma tubuh ideal masyarakat, dan perubahan-perubahan lain terkait dengan perkembangan fisik (Wertheim & Paxton, dalam Cash & Smolak, 2011).
d. Teman Sebaya Seseorang akan membandingkan tubuhnya dengan orang-orang di sekitarnya. Dalam hal ini teman sebaya menjadi pembanding yang paling dekat. Setelah itu mereka akan mulai menilai tubuhnya sesuai atau tidak dengan teman-teman di sekelilingnya (Wertheim & Paxton, dalam Cash & Smolak, 2011).
Dalam jurnal yang berjudul Adolescent Body Image and
Psychosocial Functioning, citra tubuh remaja dikaitkan dengan teman
sesama jenis. Penelitian tersebut dilakukan pada remaja berusia 12-15 tahun yang sedang duduk di kelas 8 dan 9 dari Victoria, Australia.
Berdasarkan jurnal ini, remaja putri lebih cenderung memiliki citra tubuh yang kurang baik dibandingkan dengan remaja putra. Remaja putri memiliki citra tubuh negatif karena pengaruh teman sesama jenis (Davison dan McCabe, 2006).
Selain itu, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya terkait dengan teman sebaya, pada masa remaja akhir mulai mengenal relasi percintaan dengan lawan jenis (Santrock, 2007). Relasi percintaan ini dapat dihubungkan dengan citra tubuh seperti yang juga sudah diuraikan sebelumnya dalam jurnal yang ditulis oleh Markey dan Markey ((2006). e. Orang tua Orang tua adalah panutan dalam sebuah keluarga. Mereka memberikan contoh dan juga penilain terhadap anaknya termasuk kritikan terhadap tubuh. Tak jarang orang tua menuntut anaknya untuk memiliki tubuh yang ideal. Akibatnya anak menjadi memiliki citra tubuh yang kurang baik (Wertheim & Paxton, dalam Cash & Smolak, 2011).
f. Tingkat pendidikan Pada sebuah penelitian berjudul Who Wants a Slimmer Body? The
Relationship Between Body Weight Status, Education Level and Body Shape Dissatisfaction Among Young Adults in Hong Kong, tingkat
pendidikan berpengaruh pada kesadaran seseorang terhadap tubuhnya (Cheung et all, 2011). Perempuan yang memiliki berat badan dibawah normal dengan pendidikan rendah tetap ingin mempertahankan keadaannya tersebut dibandingkan dengan perempuan berpendidikan tinggi. Hal ini dikarenakan perempuan yang berpendidikan tinggi dapat membedakan antara kurus dan gemuk sehingga lebih menyadari keadaan tubuhnya.
C. Kecanduan Cinta
1. Pengertian Kecanduan Cinta Kecanduan cinta adalah bentuk ketergantungan, keterikatan, dan sikap kepedulian yang berlebihan kepada orang lain (Mellody, Miller, dan Miller,
2003). Halpern (1994) menyebutkan kecanduan cinta adalah attachment hubungan yang tidak baik. Pengertian ini didukung oleh Schaefer (2006) kecanduan cinta merupakan sebuah kelekatan yang tidak sehat atau euphoria untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka menyembuhkan trauma, mengisi kesendirian, mengisi kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kecanduan cinta adalah cinta yang tidak matang. Perilaku yang muncul dari seorang pecandu cinta sesungguhnya adalah suatu bentuk usaha untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Karakteristik Kecanduan Cinta Mellody, Miller, dan Miller (2003) menjelaskan bahwa kecanduan cinta memiliki beberapa karakteristik : a. Menuntut pasangannya untuk memberikan waktu, perhatian, dan penghargaan pada dirinya dengan porsi yang tidak sesuai
Tuntutan ini muncul akibat dari anggapan para pecandu cinta bahwa pasangannya memiliki ‘kekuatan’ yang lebih besar. Mereka merasa bahwa tidak bisa lepas dari pasangannya seperti seseorang yang kecanduan atau tergantung pada obat-obatan. Hampir seluruh fokus yang dimiliki seorang pecandu cinta adalah pada pasangannya. Para pecandu cinta akan memikirkan pasangannya berlebihan, selalu ingin bersama pasangannya, ingin dipedulikan, dan menjadi bernilai di mata pasangannya. Akan tetapi, pada akhirnya mereka akan memutuskan hubungan bila pasangannya tidak dapat memberikan kepuasan yang diinginkannya.
Sebuah penelitian berjudul Attachment Style as a Predictor of Adult
Romantic Relationship (Feeney dan Noller, 1990) membuktikan gaya
kelekatan menjadi prediktor sebuah hubungan percintaan. Seseorang yang dulunya mendapat secure attachment akan memiliki hubungan yang baik dengan pasangannya. Pasangan tersebut akan saling percaya dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Lain halnya dengan seseorang yang mendapat penolakan di waktu kecil. Dalam menjalani sebuah hubungan mereka cenderung memiliki kecemasan dan ketergantungan yang berlebihan. Seorang yang mengalami kecanduan cinta juga memiliki ketergantungan yang berlebihan pada pasangannya.
b. Memiliki harapan yang tidak realistis tentang penghargaan tak bersyarat Seorang pecandu cinta mengharapkan pasangannya menerima dia tanpa syarat. Hal ini sebenarnya merefleksikan bahwa seorang pecandu cinta memiliki harga diri yang rendah. Di dalam sebuah hubungan mereka mencari penghargaan tak bersyarat untuk menghapus luka akan rendahnya harga diri yang dimiliki.
Pada jurnal berjudul Characteristics of Women Who Love Too
Much (Petrie, Giordano, Roberts, 1992) disebutkan seorang penulis buku
yang menyebutkan karakteristik seorang wanita yang terlalu mencintai, terlalu mencintai disini mengarah pada hubungan yang tidak sehat.
Karakteristik pertama terkait dengan latar belakang keluarga yang masa kecilnya disfungsional dan memiliki orang tua yang tidak memberikan
Disamping itu, mereka rela mengambil tanggung jawab lebih dalam menghadapi masalah dalam hubungannya. Karakteristik berikutnya, wanita yang terlalu mencintai cenderung memiliki harga diri yang rendah.
c. Mengabaikan diri sendiri Harapan para pecandu cinta pada pasangan yang akan menjaganya membuat mereka tidak memperhatikan dirinya sendiri. Mereka berpikir pasangannya akan memberikan penghargaan yang tak bersyarat sehingga tak perlu untuk mempedulikan dirinya. Tugas untuk menjaganya, memperhatikannya, dan menghargainya adalah tugas pasangan mereka.
3. Dampak Kecanduan Cinta Seorang pecandu cinta mengalami masa kecil yang kurang bahagia
(Mellody, 2003). Mereka mendapat penolakan dari orang tua. Akibatnya para pecandu cinta : a. Merasa lemah. Para pecandu cinta membutuhkan orang lain yang dianggap memiliki kekuatan lebih untuk menyembuhkan luka batinnya di masa kecil. Mereka juga membutuhkan orang lain untuk menjaganya.
b. Merasa tidak bernilai. Para pecandu cinta mengharapkan penghargaan tak bersyarat dari pasangannya karena pada dasarnya mereka memiliki harga diri yang rendah.
c. Merasa buruk dalam hal mengurus diri sendiri. Para pecandu cinta tidak tahu caranya untuk menjaga dan menilai dirinya sendiri. d. Merasa kecil dan terancam. Para pecandu cinta merasa tidak aman jika sendiri.
e. Merasa tidak memiliki pengharapan memelihara dirinya. Para pecandu cinta merasa tidak penting untuk dipedulikan.
f. Merasa tidak sempurna.
D. Dinamika Hubungan Kecanduan Cinta Dan Citra Tubuh
Seorang pecandu cinta merasa dirinya lemah. Mereka membutuhkan orang lain yang dianggap memiliki kekuatan lebih untuk menyembuhkan luka batinnya di masa kecil dan juga untuk menjaganya. Akibatnya mereka menuntut pasangannya untuk memberikan perhatian, waktu, dan penghargaan terhadap dirinya secara berlebihan (Mellody, Miller, dan Miller, 2003).
Selain itu, seorang pecandu cinta merasa tidak bernilai. Orang-orang yang mengalami kecanduan cinta memiliki harga diri yang rendah. Ketika menjalin suatu hubungan, mereka memiliki harapan bahwa pasangannya akan memberikan penghargaan tak bersyarat. Hal tersebut sebenarnya merupakan bentuk kompensasi dari harga diri yang rendah (Mellody, Miller, dan Miller, 2003).
Para pecandu cinta juga merasa kecil dan terancam. Mereka merasa jika tidak orang lain di sisinya maka dirinya akan tidak aman. Selain itu, para pecandu cinta juga merasa tidak sempurna (Mellody, Miller, dan Miller, 2003).
Jika dikaitkan satu sama lain, dapat diperjelas bahwa para pecandu cinta menuntut pasangan untuk memberikan perhatian yang berlebihan dan terancam. Para pecandu cinta memiliki harga diri yang rendah dan mudah merasa tidak sempurna.
Salah satu hal yang sering dikhawatirkan oleh seseorang yang jatuh cinta adalah masalah daya tarik. Baron, Byrne, dan Branscome (2006) menyebutnya sebagai appearance anxiety. Hal ini biasanya lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Mereka merasa orang lain lebih menarik dan kemudian mereka menjadi beranggapan bahwa dirinya tidak memiliki daya pikat (Patrick et all, dalam Baron et all, 2006). Terkait dengan masalah seorang pecandu cinta yang memandang dirinya kurang, para pecandu cinta menjadi lebih sensitif terhadap penilaian orang lain terhadap dirinya termasuk mengenai penampilan. Hal ini dapat membuat citra tubuh para pecandu menjadi buruk. Setelah melihat uraian di atas tampak bahwa ada hubungan antara kecanduan cinta dan citra tubuh.
Bagan 1
Hubungan Kecanduan Cinta dan Citra Tubuh
Kecanduan Cinta Tinggi : Seorang pecandu cinta menuntut pasangan untuk memberikan perhatian yang berlebihan dan penghargaan tak bersyarat, di sisi lain mereka merasa tidak aman, selain itu mereka memiliki harga diri rendah dan merasa tidak sempurna.
Menjadi cemas terhadap penilaian orang lain terhadap dirinya termasuk penampilan (appearance anxiety): mereka mulai mambandingkan tubuhnya dengan tubuh teman lain atau dari media dan merasa tubuhnya tidak menarik
Citra Tubuh Negatif
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kecanduan cinta dengan citra tubuh. Semakin tinggi kecanduan cinta maka semakin rendah citra tubuh. Semakin rendah kecanduan cinta maka semakin tinggi citra tubuh.