BAB II LANDASAN TEORETIS A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Menulis dan Proses Menulis - MUHAMAD ROBANI BAB II

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Deskripsi Teori

1. Hakikat Menulis dan Proses Menulis

  Pada bagian ini berturut-turut disajikan hakikat menulis, proses menulis, jenis-jenis tulisan, dan unsur-unsur tulisan. Berikut adalah uraian singkat mengenai bagian-bagian tersebut.

a. Hakikat Menulis

  Menulis menurut Tarigan (1998:21) adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut. Suriamiharja (1985: 2) mengemukakan bahwa menulis merupakan kegiatan berkomunikasi untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Widowson (1979 : 60) menjelaskan bahwa menulis merupakan kegiatan komunikasi antara penulis dan pembaca.

  Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa menulis merupakan kegiatan menuangkan ide, gagasan, pesan, perasaan tentahg suatu masalah oleh penulis yang ingin disampaikan secara tertulis kepada pembaca.

  Dalam konteks kiat berbahasa (language art), Farris (1993) (Tim UPI, 2008: 229). mengemukakan bahwa menulis merupakan kegiatan yang paling kompleks untuk dipelajari siswa. Di sekolah dasar khususnya, menulis merupakan

  

14 keterampilan yang sulit diajarkan sehingga bagi guru, kegiatan mengajarkan menulis merupakan tugas yang paling sulit dilakukan.

  Senada dengan pendapat di atas, Mulyati (2008 : 13) menyatakan bahwa menulis adalah keterampiklan produktif dengan menggunakan tulisan. Menulis dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Hal ini karena menulis tidak sekedar menyalin kata-kata dan kalimat, melainkan juga mengembangkan pikiran-pikiran dalam struktur tulisan yang teratur.

  Dalam menulis, penulis dituntut untuk memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan. Keterampilan-keterampilan mikro berikut adalah keterampilan yang perlu dimiliki penulis untuk:

  1) menggunakan ortografi dengan benar, termasuk penggunaan ejaan, 2) memilih kata-kata yang benar, 3) menggunakan bentuk kata dengan benar, 4) mengurutkan kata-kata dengan benar, 5) menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca, 6) memilik genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju, 7) mengupayakan ide-ide atau informasi utama didukung secara jelas ole hide-ide atau informasi tambahan,

  8) mengupayakan terciptanya paragraf dan keseluruhan tulisan koheren sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang disajikan,

  9) membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui untuk ditulis (Mulyati, 2008 : 14).

  Dalam perkembangan menulis, Suwignyo (1997, dalam Tim UPI, 2008) menyatakan bahwa menulis kadang-kadang berkembang secara berkesinambungan, kadang-kadang tak dapat dikenali, dan kadang-kadang juga menunjukkan perkembangan yang luar biasa/mengejutkan. Hal ini nampak pada kemampuan menulis siswa di sekolah dasar. Ketika siswa diberikan pelajaran keterampilan menulis, ada anak yang dengan cepat dapat melaksanakan tugas mengarang, tetapi banyak pula siswa yang mengalami kesulitan.

b. Proses Menulis

  Menulis merupakan proses berpikir dan menuangkan pemikiran itu dalam bentuk wacana (karangan). Sebagai proses berpikir, ada tahapan-tahapan yang dilalui seseorang ketika melakukan kegiatan menulis.

  Tim UPI ( 2008 : 229 – 230 ) mengemukakan bahwa menulis merupakan kegiatan yang dapat dipandang sebagai (a) suatu keterampilan, (b) proses bernalar/berpikir, (c) kegiatan transformasi, (d) kegiatan komunikasi, dan (e) sebuah proses.

  Menulis sebagai suatu keterampilan berarti bahwa sebagaimana keterampilan berbahasa lain, maka menulis pun perlu dilatihkan secara berulang- ulang dan ajeg. Latihan yang terus menerus dan konsisten akan memberikan keterampilan menulis yang lebih baik pada siswa.

  Menulis sebagai proses bernalar/berpikir berarti bahwa dalam menulis penulis dituntut memiliki penalaran yang baik sehingga tulisan yang dihasilkan lebih baik. Hasil menulis antara lain berbentuk paragraf. Paragraf merupakan hasil ungkapan gagasan, ide, perasaan yang diperoleh dari kegiatan berpikir secara kritis dan kreatif. Dalam menulis paragraf, siswa tentu akan berpikir tentang gagasan, ide, atau perasaan apa yang akan ditulis sehingga menghasilkan tulisan yang baik.

  Sebagai suatu kegiatan transformatif, dalam menulis diperlukan kemampuan mengelola cipta, rasa, karsa dalam bahasa tulis. Selain itu juga diperlukan kemampuan menggunakan bahasa tulis yang mencakup penguasaan kaidah tata tulis, diksi, kalimat, paragraf, dan sebagainya.

  Menulis juga merupakan kegiatan berkomunikasi, dalam arti bahwa dalam menulis, penulis mempertimbangkan orang lain (pembaca) karena tulisan yang dihasilkan ditujukan tidak hanya untuk diri sendiri. Dalam menulis harus mempertimbangkan apa, siapa, kapan, untuk tujuan apa, dan sebagainya sehingga tulisan itu komunikatif.

  Beberapa pakar mengemukakan pendapatnya tentang menulis dipandang sebagai proses. Menurut Harmer (2004 : 4-5), proses menulis adalah tahapan yang dilalui oleh penulis untuk menghasilkan sesuatu dalam bentuk tulisan final (karangan). Proses ini meliputi isi subjek tulisan (content of writing), jenis apa yang ditulis (type of writing), misalnya menulis daftar belanja, menulis surat, esai, laporan, atau novel, dan media untuk menulis (medium) (pena dan kertas, komputer, dll. Dari semua hal di atas, terdapat empat elemen utama dalam proses menulis, yaitu planning (perencanaan), drafting (penyusunan draf), editing (refleksi dan revisi), dan final version (draf akhir). Proses menulis digambarkan sebagai berikut :

   Planning drafting editing final draft

Gambar 2.1 Tahapan Menulis Harmer

  Senada dengan Harmer, Mulyati (2008: ) juga melukiskan proses menulis terdiri atas empat tahap yang digambarkan sebagai berikut:

  Menulis Perencanaan Revisi Tulisan

Gambar 2.2 Diagram Tahapan Menulis

  Seorang penulis merencanakan tulisannya, kemudian menulis, melakukan revisi, dan selesailah tulisannya. Namun demikian, kenyataannya adalah bahwa proses menulis tidaklah sesederhana itu. Dalam menulis, seorang memulai dengan membuat perencanaan, kemudian yang bersangkutan langsung menulis, merevisi tulisannya, lalu menulis lagi, merevisi lagi, dan menulis lagi. Tahapan itu dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh tulisan akhir. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

  Menulis Perencanaan Revisi Tulisan

Gambar 2.3 Proses Menulis (Mulyati, 2008 : 15) Proses menulis yang dapat membangkitkan semangat siswa di sekolah dideskripsikan oleh Murray (Tim UPI, 2008: 231). Menurutnya, menulis diberikan sebagai proses berpikir yang terus-menerus, proeses eksperimentasi, dan proses review. Aktivitas menulis berkembang dalam tiga tahap: perencanaan (rehearsing), penyusunan konsep (drafting), dan perbaikan (revising).

  Tahap perencanaan adalah tahap penulis berusaha menemukan apa yang akan ditulis. Pada kegiatan ini, guru dapat mendorong siswa untuk menemukan/menentukan topik dengan cara curah pendapat sehingga menungkinkan anak berpikir dan menulis berbagai hal tentang orang, tempat, atau peristiwa yang bermakna bagi mereka.

  Tahap berikutnya adalah penyusunan konsep (drafting). Pada tahap ini kegiatan menulis masih bersifat sementara. Penulis menuangkan pikiran-pikiran dan mempertimbangkannya untuk disampaikan kepada orang lain. Pada tahap ini seolah-olah terjadi dialog penulis dengan dirinya.

  Tahap ketiga adalah tahap perbaikan yang merupakan tahap akhir. Dalam tahap perbaikan ini terdapat kemungkinan terjadi pada proses perencanaan dan penyusunan konsep lebih lanjut.

  Pendapat berbeda dikemukakan oleh Tompkins (1994). Sebagai suatu proses, Tompkins (Sukino, 2010: 20) menjelaskan bahwa menulis merupakan rangkaian kegiatan mulai dari menyusun rencana (pramenulis/prewriting), menulis draf (pengedrafan/drafting), memperbaiki draf (perbaikan/revising), menyunting draf (editing), dan pemublikasian tulisan (publishing). Berikut ini adalah penjelasan dari kegiatan menurut Tompkins.

  1) Pramenulis (prewriting) Pada tahap ini siswa berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis.

  Murray (1985) mengatakan tahap ini sebagai tahap penemuan menulis. Menurutnya, lebih dari 70% waktu tersita pada tahap prapenulisan. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: a) memilih topik, b) membatasi topik, c) memikirkan tujuan, bentuk, dan sasaran (audiens), d) memanfaatkan dan mengorganisasi gagasan-gagasan, dan e) menyusun kerangka karangan (Sukino, 2010: 24).

  Pada kegiatan ini, guru menggunakan berbagai strategi pramenulis yang diimplementasikan di muka kelas untuk membantu siswa memilih topic/tema dan menentukan kelancaran proses menulis. Apabila tema yang guru sampaikan tidak sesuai dengan minat siswa, dipastikan pembelajaran menulis akan terhambat Oleh karena itu, dalam memilih tema/topik hendaknya disesuaikan dengan minat mareka.

  Ketika siswa mengumpulkan gagasan-gagasan dan informasi serta mencoba menyusun kerangka garis besarnya, guru dapat melakukan kolaborasi melalui curah pendapat (brainstorming), membuat kluster (clustering) atau menyusun daftar ide/ gagasan sehingga topic/tema yang dipilih merupakan tema yang sesuai dengan minat dan keinginan siswa. Kegiatan bersama ini juga dapat dilakukan melalui kegiatan membaca buku, melakukan observasi, atau menggunakan carta dan gambar. 2)

  Penyusunan draf tulisan (drafting) Pada tahap ini siswa menulis dan menyaring gagasan-gagasan mereka melalui sejumlah konsep. Dalam hal ini siswa dihimbau untuk tidak merasa takut melakukan kesalahan. Kesempatan dalam menuangkan ide, gagasan dilakukan dengan memperhatikan ejaan, tanda baca, dan kesalahan mekanikal yang lain. Aktivitas dalam tahap ini meliputi a) menulis draft kasar, b) menulis konsep utama, dan c) menekanknan pada pengembangan isi (Sukino, 2010: 25). 3)

  Perbaikan (revising) Pada tahap ini siswa membaca kembali tulisan yang telah dibuatnya untuk selanjutnya menambah, mengganti, atau menghilangkan sebagian ide berkaitan dengan penggarapan tulisannya. Siswa berkesempatan untuk merevisi kekeliruannya, baik dalam penempatan gagasan, penyusunan tulisan, atau terkait dengan isi tulisan. Perbaikan tersebut bisa hasil pemikiran penulisnya atau hasil diskusi dalam kelompok, atau balikan dari teman-teman kelompoknya. Siswa bertukar hasil tulisan berupa draf kasar. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah 1) membaca ulang draf kasar, 2) menyempurnakan draf kasar dalam proses menulis, dan 3) memperbaiki bagian yang mendapat balikan dari kelompok menulis (Tim UPI, 2008 : 232).

  4) Penyuntingan (editing)

  Penyuntingan perupakan penyempurnaan tulisan sampai pada bentuk akhir. Fokus utama proses menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus berganti pada kesalahan mekanik. Siswa menyempurnakan tulisan dengan mengoreksi ejaan dan kesalahan mekanik lainnya. Tujuannya adalah tulisan siap menjadi “ siap baca secara optimal” (Smith, 1982, dalam Tim UPI : 233).

  Aktivitas pada tahap ini adalah meliputi: 1) mengambil jarak dengan tulisan, 2) mengoreksi awal dengan menandai kesalahan, dan 3) mengoreksi kesalahan.

  5) Pemublikasian (publishing)

  Pada tahap akhir penulisan siswa mempublikasikan tulisan mereka dan menyempurnakannya dengan membaca pendapat dan komentar yang diberikan teman atau siswa lain, orang tua, dan komunitas mereka sebagai penulis. Kegiatan pada tahap ini dapat dilakukan misalnya dengan membacakan di depan kelas hasil tulisan/paragraf yang telah dibuat. Di sini bisa dilakukan berbagi hasil tulisan (sharing) (Tim UPI, 2008 : 233).

  Dari beberapa pendapat di atas, pada intinya, menulis sebagai suatu proses meliputi tahap-tahap tertentu, yaitu merencanakan, menulis, perbaikan, dan menulis akhir. Kemungkinan yang terjadi adalah tidak setiap tahap dilalui sesuai dengan tahapan yang ada, namun ada tahap-tahap lain yang dilakukan secara berulang-ulang sampai mendapatkan tulisan yang dikehendaki. Apabila tulisan akhir telah sesuai yang dikehendaki , maka barulah tulisan itu dipublikasikan, dan pada tahap ini pun masih dapat dilakukan perbaikan seperlunya.

c. Jenis-jenis Tulisan

  Rusyana (1998 : 12) mengelompokkan tulisan berdasarkan fungsinya, yaitu lukisan, bahasan, kisahan, dan cakapan. Weaver (1957) dan Morris (1964) mengelompokkan tulisan menjadi empat jenis yaitu ekspositoris, naratif, argumentatif, dan deskriptif (Tim UPI, 2008 : 230).

  Berbeda dengan Weaver maupun Morris, Brook dan Warren (1979) (Tim UPI, 2008:230) mengelompokkan jenis tulisan dalam empat jenis tetapi tidak termasuk narasi, melainkan terdiri atas ekspositoris, persuatif, argumentatif, dan deskriptif.

  Tarigan (2009 : 18) mengklasifikasi tulisan berdasarkan bentuknya, yaitu tulisan (karangan) eksposisi, deskripsi, narasi, dan persuasi. Senada dengan Tarigan, Alwasilah menyebut empat jenis tulisan dengan pokoknya EDAN, yakni eksposisi, deskripsi, argumentasi, dan narasi (Alwasilah, 2007: 111). Fahrudin (1988: 145) mengemukakan bahwa bentuk tulisan yang sesuai dengan maksud penulis adalah pemaparan (eksposisi), pemerian (deskripsi), pengisahan (narasi), pendalihan (argumentasi) dan pengimbauan (persuasi).

  Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada intinya tulisan terdiri atas lima jenis, yaitu eksposisi, narasi, deskripsi, argumentasi, dan persuasi. Berikut adalah penjelasan masing-masing jenis tulisan tersebut.

1) Karangan Narasi

  Alwasilah (2007:125) menyatakan bahwa istilah narasi berasal dari bahasa Inggris narration (cerita) dan narrative (yang menceritakan), dan to narrate (bercerita). Karangan berbentuk narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa menurut urutan kejadian atau kronologis atau dengam maksud memberi arti kepada seluruh atau serentetan kejadian sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu.

  Akhadiah (Mulyati, 2008:7.21) mengatakan bahwa karangan narasi adalah jenis karangan yang berusaha menceritakan suatu peristiwa baik bersifat nyata atau rekaan, dan di dalamnya terdapat unsur pelaku, tempat terjadinya suatu peristiwa, waktu terjadinya peritiwa, suasana dan juru cerita. Masih dalam Mulyati (2008:7.21)), Suhendar (1997) mengungkapkan hal senada bahwa narasi merupakan bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami peristiwa itu.

  Menurut Keraf (Sukino, 2010: 57), karangan narasi sasaran utamanya adalah tindakan-tindakan yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Oleh karena itu, unsur utama dalam narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

  Narasi bisa berisi fakta, bisa pula fiksi atau rekaan hasil imajinasi pengarang. Narasi berbentuk fakta seperti biografi (riwayat hidup seseorang) dan autobiografi (riwayat hidup seseorang yang ditulis sendiri). Narasi yang berisi rekaan biasanya berbentuk novel, cerita pendek, cerita bersambung dan cerita bergambar (Marahimin, 1999: 93).

  Untuk menghidupkan karangan, disamping uraian biasa dalam narasi sering kali terlihat adanya dialog antartokoh cerita. Lukisan watak, pribadi, kecerdasan, sikap, atau tingkat pendidikan tokoh dalam cerita yang disajikan akan dapat lebih mengena apabila ditampilkan dalam bentuk dialog.

2) Karangan Deskripsi

  Kata deskripsi berasal dari kata bahasa latin describere yang berarti menggambarkan atau memerikan suatu hal. Dari segi istilah, deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca mencitrai(melihat, mendengar, mencium, merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya. Karangan jenis ini bermaksud menyampaikan kesan-kesan tentang sesuatu, dengan sifat dan gerak-geriknya, atau sesautu yang lain kepada pembaca (Tim UPI, 2008: 135).

  Menurut Alwasilah (2007: 114), deskripsi adalah gambaran verbal ikhwal manusia, objek, penampilan, pemandangan, atau kejadian. Cara penulisan ini menggambarkan sesuatu sedemikian rupa sehingga pembaca dibuat mampu seolah merasakannya, melihat, mendengar, atau mengalami sebagaimana dipersepsi oleh panca indera.

  Mengenai tulisan deskripsi, Sukino (2010: 63) mengatakan bahwa tulisan deskripsi selalu berusaha melukiskan dan mengemukakan sifat, tingkah laku seseorang, suasana atau keadaan suatu tempat atau sesuatu yang lain. Misalnya, suasana kampung yang begitu damai, tenteram, dan saling menolong dapat dilukiskan dalam bentuk deskripsi.

  Berdasarkan objek yang dideskripsikan, terdapat karangan deskripsi orang dan deskripsi tempat. Deskripsi orang terdiri atas beberapa aspek, yaitu: a) keadaan fisik, b) deskrispi keadaan sekitar, c) deskripsi watak atau tingkah perbuatan, deskripsi gagasan tokoh, dan deskripsi tempat.

3) Eksposisi Eksposisi

  Kata eksposisi berasal dari kata exposition yang berarti membuka atau

  memulai . Alwasilah (2007: 111) menyatakan bahwa:

  eksposisi adalah tulisan yang tujuan utamanya mengklarifikasi, menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi sebuah persoalan. Penulis berniat memberi informasi atau petunjuk kepada pembaca. Eksposisi mengandalkan strategi pengembangan alinea/paragraf seperti pemberian contoh, proses, sebab-akibat, klasifikasi, definisi, analisis, komparasi, dan kontras.

  Menurut Tim UPI ( 2008 : 139), karangan ekposisi adalah karangan yang bertujuan utama memberi tahu, mengupas, manguraikan, atau menerangkan sesuatu. Masalah yang disampaikan atau dikomunikasikan adalah informasi, yang dapat berupa: 1) data faktual, misalnya tentang kondisi yang benar terjadi, bagaimana sesuatu bisa bekerja, atau bagaimana suatu operasi diperkenalkan, dan 2) suatu analisis atau penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta.

  Secara singkat dan padat, menurut Sukino (2010: 68) karangan eksposisi merupakan karangan yang berusaha menerangkan sesuatu hal atau sesuatu gagasan. Supaya paparan bertambah jelas, dalam karangan eksposisi sering kali dipergunakan contoh-contoh, ilustrasi, gambar-gambar, tabel dan sebagainya dalam uraian.

4) Karangan Argumentasi

  Mengenai karangan argumentasi, Alwasilah (2007: 116) menjelaskan bahwa argumentasi adalah karangan yang membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari sebuah pernyataan (statement). Sedangkan Sukino (2010: 70) mengatakan bahwa karangan argumentasi ini merupakan karangan yang mengemukakan argumen, alasan, bukti atau contoh yang dapat meyakinkan. Maksud tulisan ini adalah meyakinkan pembaca agar membenarkan pendapat, gagasan, dan keyakinan penulis.

  Tim UPI (2008: 144) merangkum bahwa karangan argumentasi adalah karangan yang terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu simpulan. Karangan argumentasi ditulis dengan maksud untuk memberikan alasan, memperkuat atau menolak gagasan, pendirian, atau pendapat.

  Secara sederhana setiap argumen selalu menjelaskan pertalian antara dua pernyataan atau asersi (assertion) yang biasanya diurutkan. Asersi pertama merupakan alas an bagi asersi kedua.

  Banyak ahli mengatakan bahwa karangan argumentasi merupakan karangan yang lebih sulit dari pada karangan lain. Hal ini seperti diungkapkan oleh Keraf (2007), Alwasilah (2007), dan Tarigan (2009) Sukino (2010: 71). Kesulitan itu terletak dalam upaya untuk meyakinkan orang lain agar terpengaruh dan kemudian bertindak seperti yang diinginknan yang tentu ada persyaratannya. Di sinilah pengarang/penulis dituntut untuk berpikir secara logis dan kritis.

  Karangan argumentasi dikembangkan dengan dua teknik, yaitu teknik induktif dan deduktif (Alwasilah, 2007:116). Teknik induktif adalah penyusunan argumentasi yang dilakukan dengan mengemukakan lebih dahulu bukti-bukti kemudian diambil kesimpulan umum. Sedangkan pengembangan argumentasi dengan teknik deduktif adalah penyusunan argumentasi yang dimulai dengan suatu kesimpulan yang umum yang kemudian disusul uraian mengenai hal-hal yang khusus.

5) Karangan Persuasi

  Karangan persuasi adalah karangan yang berisi paparan berdaya-bujuk, berdaya-ajak, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti himbauan secara implisit atau eksplisit yang dilontarkan oleh penulis. Perbedaan karangan persuasi dengan argumentasi adalah pada karangan persuasi selain menggunakan logika, perasaan juga memegang peranan penting. Keterlbatan unsur logika dalam peruasi menyebabkan persuasi sering menggunakan prinsip arggumentasi. Sebaliknya, kita tidak akan dapat menerima ide orang lain jika tidak disertai penalaran. Oleh karena itu, struktur karangan persuasi kadang-kadang sama dengan karangan argumentasi, tetapi diksinya berbeda. Diksi pada karangan argumentasi mencari efek tanggapan penalaran, sedangkan pada karangan persuasi diksinya mencari efek tanggapan emosional.

  Di samping itu, karangan argumentasi memiliki ciri khas yaitu karangan yang berupaya membuktikan suatu kebenaran sebagai digariskan dalam proses penalaran penulis. Sebaliknya, persuasi berusaha mencapai suatu persetujuan atau persesuaian kehendak penulis dengan pembacanya, yang merupakan proses meyakinkan pembaca agar pembaca mau menerima apa yang diinginkan penulis.

  Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh penulis untuk dapat menyusun karangan persuasi yang efektif adalah memanfaatkan alat-alat persuasi yang berupa: (1) bahasa, (2) nada, (3) detail, (4) pengaturan/pengorganisasian, dan (5) kewenangan.

2. Konsep Paragraf

a. Pengertian Paragraf

  Paragraf disebut juga alinea. Paragraf berasal kata Inggris paragraph yang terbentuk dari kata bahasa Yunani para- yang berarti sebelum, dan grafein ‘menulis’ atau ‘menggores’. Sedangkan kata alinea berasal dari bahasa Belanda yang diambil dari kata Latin a linea yang artinya ‘mulai dari baris baru’ (Sakri, 2001 : 1).

  Menurut Sakri (2001: 1), paragraf merupakan satuan terkecil sebuah karangan. Isinya membentuk satuan pikiran sebagai bagian dari pesan yang disampaikan oleh penulis dalam karangannya.

  Tarigan (2009 :11) mengemukakan pengertian paragraf adalah seperangkat kalimat yang tersusun secara logis dan sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok. Sementara itu, Akhadiah (2002 : 145) mengatakan bahwa paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Menurutnya, paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf itu, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat tersebut saling bertautan dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan.

  Pendapat Mulyati (2008: 5.22) menyebutkan bahwa paragraf merupakan bentuk karangan terkecil. Dikatakan demikin karena sebuah paragraf memiliki satu gagasan utama, disebut juga topik utama atau pikiran utama, yang disampaikan penulis kepada pembaca melalui serangkaian tulisan.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, paragraf merupakan satuan terkecil dari karangan yang terdiri atas beberapa kalimat dan mengungkapkan satu gagasan pokok (topik) sehingga membentuk satu kesatuan yang logis dan sistematis.

b. Fungsi Paragraf

  Fungsi paragraf sebagaimana dijelaskan oleh Tarigan (2009:3) adalah sebagai berikut: 1) menampung fragmen pikiran atau ide pokok; 2) alat untuk memudahkan pembaca memahami jalan pikiran pengarang; 3) alat bagi pengarang untuk mengembangkan jalan pikiran secara sitematis;

  4) pedoman bagi pembaca mengikuti dan memahami alur pikiran pengarang;

  5) sebagai penanda bahwa pikiran baru dimulai; 6) dalam keseluruhan karangan, paragraf berfungsi sebagai pengantar, transisi, dan konklusi (penutup).

  Senada dengan Tarigan, secara singkat Akhadiah (2002:145) menyatakan bahwa kegunaan paragraf yang utama adalah untuk menandai pembukaan topik baru, atau pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya (yang baru). Kegunaan lain dari paragraf adalah untuk menambah hal-hal penting atau untuk memerinci apa yang sudah diutarakan dalam paragraf sebelumnya atau paragraf terdahulu.

c. Unsur-unsur Paragraf

  Sebuah paragraf yang lengkap dan padu tidak terlepas dari keterpaduan antara unsur-unsur yang membentuk paragraf tersebut. Tarigan (2009: 13) mengemukakan empat unsur paragraf sebagai berikut:

  1) transisi (transision). 2) kalimat topik (topic sentence). 3) kalimat pengembang (development sentence), dan 4) kalimat penegas (punch-line).

  Unsur transisi merupakan bagian bagian yang menghubungkan antarparagraf. Keterpaduan kalimat dalam sebuah paragraf sehingga dapat menjadi paragraf yang utuh karena dihubungkan oleh kata-kata penghubung. Kalimat topik dalam sebuah paragraf merupakan unsur utama terbentuknya sebuah paragraf. Hal ini bukan berarti unsur lain tidak penting, namun sebuah paragraf dibuat berdasarkan kalimat topik yang kemudian dikembangkan oleh kalimat-kalimat pengembang/pelengkap.

  Berikutnya unsur kalimat penegas biasanya terdapat pada paragraf berjenis campuran. Kalimat penegas dibuat untuk menegaskan kembali kalimat topik yang terletak di awal kemudian di akhir paragraf dipertegas kembali sebagai bentuk pengulangan

d. Jenis-jenis Paragraf

  Djago Tarigan (1995: 29) membagi paragraf atas sembilan (9) jenis, yaitu: (1) paagraf deduksi, (2) paragraf induksi, (3) paragraf campuran, (4) paragraf perbandingan, (5) paragraf pertanyaan, (6) paragraf sebab akibat, (7) paragraf contoh, (8) paragraf perulangan, dan (9) paragran definisi. Di bawah ini adalah penjelasan masing-masing jenis paragraf tersebut.

  1) Paragraf deduksi yaitu paragraf yang diawali kalimat topik sebagai pernyataan umum dan diikuti oleh kalimat penunjang atau kalimat penjelas sebagai pernyataan khusus.

  2)

  Paragraf induksi yaitu paragraf yang diawali dengan kalimat-kalimat khusus kemudian diikuti kalimat umum sebagai suatu simpulan. 3)

  Paragraf campuran yaitu paragraf yang terdiri atas kalimat utama di awal paragraf kemudian diikuti kalimat penjelas dan diakhiri kalimat penutup pengulangan kalimat utama yang ada di awal paragraf. Pengulangan merupakan penegas kembali kalimat utama. 4)

  Paragraf perbandingan yaitu paragraf yang isinya membandingkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Selain itu, pada paragraf perbandingan juga merupakan perincian yang lebih konkret. 5)

  Paragraf pertanyaan adalah paragraf yang kalimat topiknya merupakan kalimat tanya atau dalam bentuk pertanyaan dan kalimat-kalimat pengembang berikutnya merupakan jawabannya. 6)

  Paragraf sebab akibat adalah paragraf yang kalimat topiknya merupakan sebab atau akibat dari pernyataan kaliamt penjelas, kemudian dikemukakan sebab atau akibat dari kalimta penjelas. 7)

  Paragraf contoh yaitu pengembangan kalimat topik dengan memberkan contoh-contoh dengan maksud untk memperjelas kalimat topik. 8)

  Paragraf pengulangan yaitu pengembangan kalimjta topik dengan cara mengulang kembali kata atau kelompok kata pada kalimta penjelas.

  9) Paragraf definisi yaitu paragraf yang dikembangkan dengan menjelaskna kalimat topik agar jelas isinya (Tarigan, 1995 : 29).

  Keraf (2001: 70) membagi jenis paragraf dalam empat jenis, yaitu paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf campuran, dan paragraf deskriptif. Pembagian paragraf menurut Keraf ini didasarkan pada letak posisi ide utama.

  Akhadiah (2002: 18) membedakan paragraf berdasarkan tujuannya, yaitu paragraf pembuka, penghubung, dan penutup. Berikut ini penjelasan jenis paragraf tersebut. 1)

  Paragraf Pembuka Paragraf pembuka berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah yang akan diuraikan. Oleh karena itu, paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca. Paragraf ini jangan terlalu panjang agar tidak membosankan. Paragraf pembuka mempunyai dua kegunaan, selain menarik perhatian, juga berfungsi menjelaskna tentang tujuan dari penulisan itu. 2)

  Paragraf penghubung Masalah yang akan diuraikan terdapat dalam paragraf penghubung. Paragraf penghubung berisi inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh karena itu, secara kuantitastif paragraf inilah yang paling panjang, dan antara paragraf dengan paragraf harus saling berhubungan secara logis.

  3) Paragraf penutup

  Paragraf penutup mengakhiri sebuah karangan. Biasanya pragraf ini berisi kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga pada pargraf penutup berisi penegasan kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam paragraf penghubung. Paragraf penutup yang berfungsi mengakhiri sebuah karangan tidak boleh terlalu panjang, tapi juga tidak berarti harus diputus begitu saja. Penulis harus dapat menjaga perbandingan antara paragraf pembuka, penghubung, maupun penutup.

  Menurut Adjat Sakri (2001 : 56), jenis-jenis paragraf terdiri atas paragraf pembuka, paragraf pengembang, paragraf perangkai, dan paragraf pamungkas (penutup). Selain itu, Sakri (2001 : 63) juga menyebutkan jenis-jenis paragraf lainnya sebagai berikut:

  1) paragraf lantas (langsung), yakni paragraf yang dimulai dengan pokok bahasan. pembaca langsung diberi tahu mengenai masalah yang dibahas dalam paragraf;

  2) paragraf rampat, yakni paragraf yeng terdapat pada bagian akhir setelah didahului dengan serangkaian rincian. paragraf rampat seolah mengajak pembaca berkelana dari rincian satu ke rincian yang lain sampai pada paragraf akhir;

  3) paragraf rincian, yaitu paragraf yang tidak mempunyai pernyataan pokok bahasan, seluruh paragraf terdiri atas pernyataan rincian;

  4) paragraf tanya, paragfraf yang dibuka dengan pertanyaan. pertanyaan diajukan untuk menarik pembaca, agar pembaca lebih ingin tahu akan jawaban penulis atas pertanyaan;

  5) paragraf terbagi, yaitu satu paragraf yang terdiri atas dua atau beberapa.

  Menurut hemat penulis, pendapat Tarigan dan Akhadiah-lah yang lebih mudah diterapkan dalam pembelajaran paragraf. Dari pendapat-pendapat tentang jenis-jenis paragraf di atas, pada umumnya menyatakan bahwa setiap karangan minimal terdapat paragraf pembuka, paragraf penghubung/perangkai/rincian, dan paragraf penutup. Ditinjau dari letak pokok pikiran dan isi penalaran terdapat

  paragraf induktif-deduktif, paragraf campuran, paragraf tanya, dan paragraf lainnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa secara umum sebuah karangan terdapat jenis paragraf awal, isi, dan paragraf akhir.

e. Syarat –syarat Paragraf

  Sebuah paragraf untk dikatagorikan paragraf yang baik, haruslah memenuhi persayaratan. Syarat-syarat paragraf yang baik seperti dikemukakan oleh beberapa ahli berikut.

  Akhadiah (2002: 148) menyebutkan tiga syarat sebuah paragraf, yaitu kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan. Paragraf dianggap memiliki kesatuan jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topik.

  Paragraf harus memenuhi kepaduan atau koherensi, artinya adanya hubungan antara kalimat dengan kalimat. Kepaduan dalam sebuah paragraf dibangun dengan memperhatikan: (1) unsur kebahasaan yang digambarkan dengan: repetisi atau pengulangan kata kunci, kata ganti, kata transisi atau ungkapan penghubung, dan paralelisme; dan (2) pemerincian dan urutan isi paragraf. Perincian dapat diurutkan secara kronologis, logis (sebab-akibat, akibat- sebab, umum-khusus, khusus-umum), urutan spasial (ruang), menurut proses, atau dari sudut pandang satu ke sudut pandang lain.

  Paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama.

  Dengan kalimat yang berbeda, Sakri (2001: 2) juga menyebutkan tiga syarat paragraf yang baik, yaitu paragraf harus memiliki kesatuan, kesetalian, dan memiliki isi yang memadai.

  Djago Tarigan (2008: 36) menyebutkan setidaknya ada enam syarat sebuah paragraf dikatakan paragraf yang baik, yaitu (1) isi paragraf harus berpusat pada satu hal saja, (2) isi paragraf harus relevan dengan isi karangan, (3) paragraf harus koheren dan unity, (4) kalimat topik harus dikembangkan dengan jelas dan sempurna, (5) struktur paragraf harus bervariasi disesuaikan dengan latar belakang pembaca, sifat media tempat karangan diterbitkan, dan sifat/tuntutan kalimat topik, dan (6) paragraf harus tertulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.

  Dari beberapa syarat yang disajikan di atas, penulis sependapat dengan Tarigan, sebab syarat paragraf yang disampaikan Tarigan telah mencakup apa yang disampaikan oleh Akhadiah maupun Sakri. Dengan kata lain, apa yang diuraikan oleh Tarigan memperjelas dan memperkuat pendapat kedua tokoh tersebut. Namun demikian, penulis berpendapat, syarat ke-enam dari Tarigan, bahwa paragraf harus ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, apabila karangan yang dibuat memang berbahasa Indonesia, syarat ini mutlak ada, akan tetapi, bagaimana apabila paragraf ditulis dengan bahasa selain bahasa Indonesia? Oleh karena itu, penulis berpendapat, bahwa syarat ke-enam adalah paragraf ditulis dengan memperhatikan tata tulis dan tata bahasa sesuai dengan bahasa yang digunakan.

f. Metode Pembentukan Paragraf

  Sebagaimana diungkapkan di atas bahwa paragraf yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Demikian pula dalam hal pembentukan paragraf.

  Menurut Keraf (2001:67), syarat pembentukan paragraf adalah harus ada kesatuan dan kepaduan paragraf.

  1. Kesatuan Paragraf Keraf (2001: 67) menyatakan bahwa kesatuan paragraf adalah paragraf yang mengemukakan dengan jelas maksud atau tujuan suatu tema tertentu.

  Kesatuan tidak berarti bahwa paragraf hanya memuat satu hal saja, tetapi sebuah paragraf dapat juga memiliki beberapa hal atau perincian. Unsur-unsur yang membangun paragraf tersebut harus menunjang sebuah maksud atau tema tunggal.

  Apa yang disampaikan oleh Keraf sesuai dengan pendapat Akhadiah dkk.. (2002: 148) bahwa dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran / gagasan pokok atau satu topik yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut sehingga membentuk sebuah gagasan.

  2. Kepaduan Paragraf (koherensi) Keraf (2001: 67) juga menyatakan bahwa sebuah paragraf harus memiliki koherensi yang baik antara kalimat-kalimat yang membangun paragraf tersebut.

  Akhadiah (2002: 150) mempertegas pendapat Keraf, bahwa kepaduan atau koherensi dititikberatkan pada hubungan antara kalimat dengan kalimat. Satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing- masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat lebih mudah memahami jalan pikiran penulis tanpa hambatan loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pikiran yang teratur menunjukkan adanya kepaduan. Kepaduan sebuah paragraf dibangun dengan memperhatikan unsur (1) kebahasaan dan (2) perincian atau urutan isi paragraf.

  3 . Kedudukan Pembelajaran Menulis Paragraf dalam Kurikulum SD

  Tim Depdiknas (2006: 317) menjelaskan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

  Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

  Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.

  Lebih lanjut Tim Depdiknas (2006) menjelaskan, bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan: a. peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri; b. guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar; c. guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya; d. orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah; e. sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia; f. daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

  Adapun tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar adalah sebagaimana tercantum dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi adalah sebagai berikut.

  Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

  a.

  Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis b.

  Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara c.

  Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan d.

  Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial e.

  Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. (Tim Depdiknas, 2006: 318).

  Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek: 1) mendengarkan, 2) berbicara, 3) membaca, dan 4) menulis. Di antara keempat keterampilan berbahasa dan bersastra tersebut, pada penelitian ini hanya akan menitikberatkan pada keterampilan aspek menulis.

  Sebagaimana diketahui, bahwa menulis bersifat keterampilan produktif. Keterampilan menulis tidak diperoleh secara alamiah tetapi melalui proses belajar mengajar. Keterampilan menulis hendaknya dilatihkan secara terus menerus dan berulang-ulang agar memperoleh kemampuan sesuai yang diharapkan dalam standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar aspek menulis.

  Standar isi memuat kemampuan/kompetensi aspek menulis yang harus dimiliki siswa sejak siswa memasuki sekolah sampai siswa meninggalkan kelas

  VI. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar itu sebagaimana tercantum pada Lampiran 2 halaman 117.

  Sesuai dengan fokus pada penelitian bahwa penelitian ini hendak mengungkap kemampuan menulis paragraf bagi siswa kelas IV, standar kompetensi yang diharapkan adalah “(2) mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk karangan, pengumuman, dan pantun anak” dengan kompetensi dasar (KD) 8.1 ” menyusun karangan tentang berbagai

  

topik sederhana dengan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda

titik, tanda koma, dan lain-lain) .”

4. Strategi dalam Pembelajaran Menulis

a. Latar Belakang

  Pembelajaran menulis merupakan proses belajar mengajar menulis di sekolah dasar. Pembelajaran menulis di SD meliputi pembelajaran menulis permulaan bagi siswa kelas I sampai dengan kelas II, serta pembelajaran menulis lanjut untuk kelas IV sampai dengan VI.

  Dalam penelitian ini, pembelajaran menulis yang dimaksud adalah pembelajaran menulis lanjut, yang dimulai dari kelas IV. Pembelajaran menulis lanjut berisikan kegiatan-kegiatan berbahasa tulis yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya dan bidang pekerjaan pada khususnya.

  Pembelajaran menulis lanjut di SD menekankan pada penulisan berbagai bentuk tulisan, misalnya surat, prosa, puisi, pidato, laporan, naskah drama, pengumuman, iklan, cara meringkas bacaan, mengisi formulir, dan sebagainya.

  Di kelas tinggi kegiatan menulis karangan sudah diperkenalkan. Namun dalam kurikulum secara tersurat tidak ditemukan jenis/ragam karangan.

  Sebagaimana diketahui, bahwa ada bermacam ragam bentuk karangan, yaitu narasi, eksposisi, deskripsi, argumentasi, dan persuasi.

  Kurikulum yang berlaku dewasa ini adalah kurikulum 2006 yang pelaksanaannya tertuang dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) yang bernafaskan PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Untuk mengimplementasikan pembelajaran yang PAKEM maka perlu dilaksanakan pendekatan yang mendukungnya. Salah satu pendekatan pembelajaran menulis yang memenuhi kriteria tersebut adalah pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan model strategi berpikir- berpasangan-berbagi(think-pair-share /TPS).

  

b. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, dan Model

Pembelajaran

  Dalam pembahasan mengenai implementasi kurikulum atau proses pembelajaran kita selalu ditemukan dengan istilah pendekatan, strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran. Istilah-istilah tersebut memiliki kemiripan makna sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya.

  1) Pendekatan

  Menurut Joni (1993) dalam Atikah dkk. (2008: 1.23) pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara memandang terhadap pembelajaran. Contoh, pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa, berarti pembelajaran bahasa yang memfokuskan pada fungsi-fungsi komunikasi terutama aspek fungsional dan struktur bahasa (Azies dan Wasilah, 2006 : 4).

  Dilihat dari pendekatannya, menurut Killen (1998) terdapat dua pendekatan pembelajaran, yaitu pembelajaran yang pusat pada siswa ( student centered

  

approach ) dan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered approach)

  (Atikah,dkk. 2008 : 1.23) 2)

  Strategi Strategi menurut Raka Joni (1993, dalam Atikah,dkk. 2008: 1.23) adalah ilmu atau kiat di dalam memanfaatkan segala sumber yang dimiliki dan dikerahkan untuk mnencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, Kemp (Komalasari, 2010: 55) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. J.R. David menyatakan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan, artinya strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual.

  Dari pendapat-pendapat tersebut dapat penulis simpulkan bahwa ketercapaian tujuan pembelajaran (kompetensi dasar)dan perencanaan merupakan acuan utama dalam proses belajar mengajar. Untuk merancang dan melaksanakan strategi yang efektif, seorang guru harus memiliki kemampuan memilih metode pembelajaran yang bervariasi.

  Dalam pendekatan kontekstual, Tim Depdiknas (2003: 4-8) mengemukakan tujuh (7) strategi pembelajaran kontekstual, yaitu: (1) belajar berbasis masalah; (2) pengajaran autentik; (3) belajar berbasis inquiri; (4) belajar berbasis proyek; (5) belajar berbasis kerja, (6) belajar berbasis jasa layanan, dan (7) belajar kooperatif

  (cooperative learning).

  3) Metode Pembelajaran

  Hernawan (Atikah,dkk. 2008: 1.24) berpendapat bahwa kaitannya dengan pembelajaran, metode adalah cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa. Karena metode lebih menekankan pada peran guru maka sering disebut metode mengajar. Komalasari secara jelas membedakan strategi dengan metode.

  Jika trategi bersifat konseptual, maka metode merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Komalasari, 2010: 56).

  Metode-metode dalam pembelajaran antara lain metode: ceramah, tanya jawab, tugas, diskusi, demonstrasi, brainstorming, debat, dan lain-lain.

  4) Teknik

  Teknik merupakan cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan metode secara spesifik. Menurut Joni (1993) teknik pembelajaran mengacu pada ragam khas penerapan suatu metode sesuai dengan latar penerapan tertentu, seperti kemampuan dan kebiasaan guru, kesiapan siswa, ketersediaan alat/sarana prasarana, dan sebagainya (Atikah, 2008 : 1.25). 5)

  Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan rangkaian antara pendekatan, strategi, metode, dan teknik menjadi satu kesatuan yang utuh. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir yang disajikan secara khas oleh guru. secara singkat dapat dikatakan bahwa model pembelajaran adalah bingkai atau bungkus dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran (Komalasari, 2010 : 57).

  Dari beberapa istilah tersebut, guru dapat mengimplementasikannya dalam pembelajaran sehingga pembelajaran yang dilaksanakan dapat berdaya guna dan berhasil guna.

5. Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Berbagi-Berpasangan-Berbagi

a. Pembelajaran Kooperatif

  Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) merupakan pendekatan pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Holubec dalam Nurhadi dkk., 2004: 60). Usaha kerja sama masing-masing anggota kelompok mengakibatkan manfaat timbal balik sedemikian rupa sehingga semua anggota kelompok memperoleh prestasi, kegagalan maupun keberhasilan ditanggung bersama. Siswa mengetahui bahwa prestasi yang dicapai disebabkan oleh dirinya dan anggota kelompoknya, siswa merasakan kebanggaan atas prestasinya bersama anggota kelompoknya.

  Situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dituntut untuk bekerja sama dalam suatu tugas bersama, siswa harus mengoordinasikan usaha-usahanya untuk menyelesaikan tugas. Pada pembelajaran kooperatif dua atau lebih individu saling tergantung untuk suatu penghargaan apabila mereka berhasil sebagai suatu kelompok.