BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR HALUSINASI 1. Pengertian - ANGGI FITRIYANI BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR HALUSINASI 1. Pengertian

  a. Skizofrenia

  Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi

  berbagai area, fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Farida, 2010).

  Menurut Videback (2008), Skizofrenia merupakan penyakit mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Gejala skisofrenia dibagi dalam dua kategori utama yaitu gejala positif atau gejala nyata, yang mencangkup waham, halusinasi, dan diagnosis, bicara, dan perilaku yang tidak teratur, serta gejala negatif atau gejala samar, seperti efek daftar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari masyarakat atau rasa yang tidak nyaman.

  b. Halusinasi Persepsi adalah kesadaran akan suatu rangsangan yang dimengerti.

  Jadi persepsi adalah sensasi ditambah dengan pengertian, yang di dapat dari proses interaksi dan asosiasi macam-macam rangsang yang

  10 masuk atau dengan perkataan lain dapat disebutkan sebagai pengalaman tentang benda-benda dan kejadian-kejadian yang ada pada saat itu (Yosep, 2007).

  Menurut Varcarolis, Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices

  or sound ), penglihatan (Visual-seeing persons or things), penciuman

  (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing tastes ) (Yosep, 2011).

  Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghidu. Klien merasakan stimulus yang betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).

  Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah / pola stimulus yang datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).

2. Etiologi

  1) Faktor Predisposisi Menurut Yosep (2011) adalah :

  a. Faktor perkembangan Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

  b. Faktor sosiokultural Seseorang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan membekas di ingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa di singkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

  c. Faktor biokimia Adanya stress yang berlebih yang di alami oleh seseorang maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang bersifat

  

halusinogenik neurokimia buffofenon dan metytranferase

sehingga terjadi ketidakseimbangan asetil kolin dan dopamine.

  d. Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat aditif. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.

  e. Faktor genetik dan pola asuh Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

  2) Faktor presipitasi Menurut Rawlins (1993), penyebab halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Yosep, 2011), adalah : a. Dimensi fisik

  Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

  b. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatau terhadap ketakutan tersebut.

  c. Dimensi intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperhatikan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien. d. Dimensi sosial Klien mengalami gangguan interaksi dalam fase awal dan comforting, klien menggangap bahawa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,control diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak berlangsung.

  e. Dimensi spiritual Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memakai takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

3. Jenis halusinasi

  Menurut Yosep (2007: 79), jenis halusinasi di bagi menjadi 8 yaitu : 1) Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)

  Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut di tujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.

  Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat, bahkan mungkin datang dari tiap bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang mendesak/ memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh dan merusak.

  2) Halusinasi penglihatan (visual, optik) Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).

  Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.

  3) Halusinasi penciuman (olfaktorik) Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada penderita.

  Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.

  4) Halusinasi pengecapan (gustatorik) Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik. 5) Halusinasi raba (taktil)

  Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.

  6) Halusinasi seksual/ halusinasi raba Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.

  7) Halusinasi kinestetik Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya yang bergerak- gerak, misalnya “phantom

  phenomenon

  ” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.

  8) Halusinasi visceral; Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.

4. Tahapan Halusinasi

  Menurut Kusumawati dan Hartono (2010: 106), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase yaitu : 1) Fase I (Comforting)

  Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini

  masuk dalam golongan nonpisikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan. Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

  2) Fase II (Conndeming) Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri menjadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan klien dapat mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak dapat membedakan realita.

  3) Fase III (Controlling)

  Controling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori

  menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah. 4) Fase IV (Conquering)

  Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan

  halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memerahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan lingkungan. Perilaku klien menunjukan perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

5. Tanda dan Gejala Halusinasi

  Menurut Videback (2004: 310), halusinasi dibagi menjadi 6 tipe (dalam Yosep, 2011) yaitu :

  1) Halusinasi pendengaran (Auditory-hearning voices or sounds) Data Subjektif : ♣ Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

  ♣ Mendengar suara atau bunyi ♣ Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap ♣ Mendengar seseorang yang sudah meninggal ♣ Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau suara lain yang membahayakan.

  Data Objektif : ♣ Mengarahkan telinga pada sumber suara ♣ Bicara atau tertawa sendiri ♣ Marah-marah tanpa sebab ♣ Menutup telinga ♣ Mulut komat kamit ♣ Ada gerakan tangan

  2) Halusinasi penglihatan (Visual-seeing persons or things) Data Subjektif : ♣ Melihat orang yang sudah meninggal, melihat makhluk tertentu, melihat bayangan, hantu atau sesuatu yang menakutkan, cahaya ♣ Monster yang memasuki perawat.

  Data Objektif : ♣ Tatapan mata pada tempat tertentu ♣ Menujuk kearah tertentu ♣ Ketakutan pada objek yang dilihat.

  3) Halusinasi penghidu (Olfactory-smelling odors) Data Subjektif : ♣ Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, feses, atau bau masakan, parfum yang menyengat ♣ Klien sering mengatakan mencium bau sesuatu ♣ Tipe halusinasi ini sering menyertai klien demensia, kejang atau penyakit serebrovaskuler.

  Data Objektif : ♣ Ekspresi wajah sepewrti mencium bau sesuatu dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu.

  4) Halusinasi peraba (Tactile-feeling bodily sensations) Data Subjektif : ♣ Klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil, makhluk halus.

  ♣ Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin, merasakan tersengat aliran listrik Data Objektif : ♣ Mengusap, menggaruk-garuk, meraba-raba permukaan kulit ♣ Terlihat mengerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan

  5) Halusinasi pengecap (Gustatory-experiencing tastes) Data Subjektif : ♣ Klien seperti sedang merasakan makanan tertentu, rasa tertentu atau mengunyah sesuatu

  Data Objektif : ♣ Seperti mengecap sesuatu ♣ Gerakan mengunyah ♣ Meludah atau muntah

  6) Cenesthetic & Kinestetic hallucinations Data Subjektif : ♣ Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi misalnya tidak adanya denyutan di otak, atau sensasi pembentukan urine dalam tubuhnya, perasaan tubuhnya melayang di atas bumi. Data Objektif : ♣ Klien menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

6. Psikopatologi

  Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya atau stimulus eksternal (Yosep, 2011). Pada fase awal masalah itu menimbulkan peningkatkan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.

  Meningkatnya pada fase comforting, klien mengalami emosi yang berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya. Pada fase condermning klien mulai menarik diri. Pada fase controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya. Model Adaptasi Stress menurut Stuart (2013) :

  Gambar II. 1 Psikopatologis, Model adaptasi Stress menurut Stuart

  Faktor Predisposisi Biologi Psikologi Sosial Budaya

  Stressor Psesipitasi Sifat Asal Waktu Jumlah

  Penilaian terhadap stressor Kognitif Afektif Fisiologis Perilaku Sosial

  Sumber-sumber koping Kemampuan personal Dukungan sosial Aset materi Keyakinan positif

  Mekanisme koping Construtive Destructive Menarik diri Proyeksi Regresi

  Rentang respons Respon adaptif Respon maladaptive

  7. Rentang Respon Gambar II. 2 Rentang respon

  Adaptif Maladaptif (Yosep, 2011).

  Mekanisme koping klien Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran menurut Stuart (2007), perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurologis maladaptive yaitu :

  1) Regresi Berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisahkan sedikit energi untuk aktifitas hidup sehari-hari. Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsistensi dengan pengalaman

  Perilaku cocok Hubungan sosial harmonis

  Kadang-kadang proses pikir terganggu

  Ilusi Emosi berlebihan Perilaku yang tidak biasa Menarik diri

  Waham Halusinasi Kerusakan proses emosi Perilaku tidak terorganisasi Isolasi sosial

8. Mekanisme koping

  2) Proyeksi Sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi

  3) Menarik diri 9.

   Penatalaksana Medis

  Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati & Hartono (2010) adalah sebagai berikut : 1) Anti Psikotik

  Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP) Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak

  Sebagai penenang, penurun aktifitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi : delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses berfikir.

  Efek samping :

  a. Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit kepala, dan kejang

  b. Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah, berat badan bertambah.

  c. Sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan dermatitis

  2) Anti Ansietas Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide) Mekanisme kerja : Meredakan ansietas atau ketegangan yang berhubungan dengan situasi tertentu.

  Efek samping :

  a. Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih, depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas b. Anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, kemerahan, dan gatal- gatal.

  3) Anti Depresan Jenis : Elavil, asendin, anafranil, norpamin, sinequan, tofranil, ludiomil, pamelor, vivactil, surmontil.

  Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi, penenang Efek samping :

  a. Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas, lemas, dan insomnia b. Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen, diare, hepatitis, ikterus c. Retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi. 4) Anti Manik

  Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin

  Efek samping : Sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi.

  5) Anti Parkinson Jenis : Levodova, trihexipenidyl (THP) Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas, iritabilitas.

  Efek samping : Sakit kepala, mual, muntah, dan hipotensi.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

  Pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dalam proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah atas permasalahan klien. Pengkajian yang dilakukan pada pasien halusinasi meliputi data : a. Faktor Predisposisi (Stuart, 2007)

  Faktor predisposisi yang mempengaruhi pada pasien halusinasi dapat mencakup :

  • Dimensi Biologis Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf, yang berhungan dengan respon neurobiology maladaptif yang ditunjukan melalui hasil penelitian pencitraan otak, zat kimia otak,
dan penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi yang menunjukan peran genetik pada

  skizofrenia.

  • Psikologis Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh penelitian.
  • Sosial budaya

  Stress yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak di yakini sebagai penyebab utama gangguan.

  b. Faktor Presipitasi Stressor yang mencetuskan halusinasi bagi setiap individu bersifat unik. Stresor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.

  Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kematian, dan lain-lain. Sedangkan stressor yang berasal dari dalam antara lain putus hubungan dengan orang yang berate, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan, dapat memicu perilaku kekerasan.

  c. Persepsi (Keliat, 2012)

  • Mengkaji jenis dan isi halusinasi
  • Mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi - Respons terhadap halusinasi.

  2. Diagnosa Keperawatan

  a. Akibat : Resiko perilaku mencederai diri

  b. Masalah Utama : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran c. Penyebab : Isolasi sosial : menarik diri

  d. Penyebab : Gangguan konsep diri : Harga diri rendah (Keliat, 2006).

  3. Pohon Masalah

Gambar II. 3 Pohon Masalah

  Resiko perilaku mencederai diri Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi pendengaran Core problem Isolasi Sosial Harga Diri Rendah (Keliat, 2006).

  4. Intervensi

  Menurut Yosep (2011), yaitu :

1) Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

  a. Tujuan umum Klien dapat mengontrol halusinasi.

  b. Tujuan khusus  Klien dapat membina hubungan saling percaya  Klien dapat mengenal halusinasi

   Klien dapat mengontrol halusinasi  Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah didiskusikan  Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi  Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur

  c. Intervensi  Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi teraputik  Sapa klien dengan sopan  Perkenalkan diri dengan sopan  Tanyakan nama klien dengan lengkap  Jelaskan tujuan pertemuan  Tunjukan sikap empati  Beri perhatian kepada klien  Observasi tingkah laku klien tertarik dengan halusinasi  Bantu klien mengenal halusinasi  Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasi  Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika halusinasi.

   Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada klien  Diskusikan cara lain untuk memutus mengontrol halusinasi

   Bantu klien melatih cara memutus halusinasi  Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih  Ajarkan klien untuk member tahu keluarga jika mengalami halusinasi  Diskusikan dengan keluarga pada saat berkunjung tentang gejala halusinasi yang dialami  Cara yang dapat dilakukan klien untuk memutuskan halusinasi  Cara merawat halusinasi dirumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri  Beri reinforcement karena sudah berinteraksi  Diskusikan dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat  Ajarkan klien minta obat sendiri pada perawat dan merasakan manfaat  Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat, efek sampng obat  Bantu klien minum obat

2) Isolasi sosial

  a. Tujuan Umum Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

  b. Tujuan khusus  Klien dapat membina hubungan saling percaya

   Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian berhubungan dengan orang lain  Klien dapat mengidentifikasikan penyebab isolasi sosial  Klien dapat berkenalan  Klien dapat menentukan topic pembicaraan  Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap berkenalan dengan orang pertama (perawat)  Klien dapat berinteraksi dengan secara bertahap berkenalan dengan orang kedua (teman perawat)

  c. Intervensi  Beri salam dan panggil nama klien  Sebutkan nama perawat dan sambil berjabat tangan  Jelaskan tujuan interaksi  Jelaskan kontrak yang akan di buat  Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati  Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya  Bantu klien mengungkapkan alasan klien dibawa ke rumah sakit  Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain  Beri kesempatan klien mencontohkan teknik berkenalan  Beri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan

   Beri kesempatan klien dan bantu klien menentukan topik pembicaraan  Latih berhubungan sosial secara bertahap dengan perawat  Masukan dalam jadwal kegiatan klien  Latih cara berkenalan dengan dua orang atau lebih dengan teman satu ruangan atau sesama pasien  Masukan dalam jadwal kegiatan klien

3) Resiko Perilaku kekerasan

  a. Tujuan Umum Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara fisik, sosial, verbal, spiritual.

  b. Tujuan Khusus  Bina hubungan saling percaya  Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan  Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan  Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

  c. Intervensi  Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan komunikasi terapuitik  Bantu klien mengungkapkan perasaan  Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan  Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku kekerasan

   Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan  Ajarkan klien mempraktekan latihan

4) Harga Diri Redah

  a. Tujuan Umum Klien dapat meningkatkan harga diri

  b. Tujuan Khusu  Klien mampu membina hubungan saling percaya  Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki  Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan  Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki  Klien dapat melakukan kegiatan

  c. Intervensi  Bina hubungan terapuitik  Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien  Beri kesempatan klien untuk mencoba  Setiap bertemu klien hindarkan penilaian agresif  Utamakan memberikan pujian realistik  Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bisa digunakan  Rencanakan bersama  Beri reinforcement positif atas usaha klien

  5. Implementasi

  Tindakan keperawatan (Implementasi) dilakukan berdasarkan rencana yang telah di buat. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien saat ini. Perawat bekerja sama dengan klien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan (Keliat, 2007).

  6. Evaluasi

  Evaluasi adalah suatu proses penilaian berkesinambungan tentang pengaruh intervensi keperawatan dan program pengobatan terhadap status kesehatan pasien dan hasil kesehatan yang di harapkan (Stuart, 2013).