BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEKANAN DARAH - SRI BINTANG PAMUNGKAS BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEKANAN DARAH 1. Pengertian Tekanan Darah Menurut Ethel (2004) menyatakan bahwa tekanan darah adalah

  daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah.

  Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis menunjukan peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu yang lama). Pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka, angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi atau sistolik, angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi atau diastolik. Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai kondisi yang normal. Tekanan darah tinggi biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, diukur dikedua lengan tiga kali dalam jangka waktu beberapa minggu (Guyton dan Hall, 2001).

  Menurut James (2011) bahwa tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah dari sistem sirkulasi atau sistem vaskuler terhadap dinding pembuluh darah. Hipotensi (Hypotension) atau tekanan darah rendah merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang turun di bawah angka normal, yaitu mencapai nilai rendah 90/60 mmHg.

  12 Adapun nilai normal tekanan darah seseorang secara umum adalah 120/80 mmHG. Namun beberapa orang mungkin memiliki nilai tekanan darah (tensi) berkisar 110/90 mmHg atau bahkan 100/80 mmHg, tapi mereka tidak/belum atau jarang menampakkan beberapa keluhan berarti, sehingga hal itu dirasakan biasa saja dalam aktivitas kesehariannya (Evelyn, 2000).

  Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti berikut - 120 /80 mmHg. Nomor atas (120) menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan sistole. Nomor bawah (80) menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastole. Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat tenaga kerja istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring. Bila tekanan darah diketahui lebih tinggi dari biasanya secara berkelanjutan, orang itu dikatakan mengalami masalah darah tinggi. Penderita darah tinggi mesti sekurang-kurangnya mempunyai tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat.

2. Pengaturan Tekanan Darah

  Pengaturan saraf pusat vasomotorik pada medulla otak mengatur tekanan darah. Pusat kardioakselerator dan kardioinhibitor mengatur curah jantung. Pusat vasomotorik tonus vasomotorik merupakan stimulasi tingkat rendah yang terus menerus pada serabut otot polos dinding pembuluh. Ada sejumlah zat kimia yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tekanan darah. Zat tersebut meliputi:

  a) Hormon medulla adrenal (norepineprin termasuk vasokonstriktor) epinefrin dapat berperan sebagai sebagai suatu vasokonstriktor atau vasodilator, bergantung pada jenis reseptor otot polos pada pembuluh darah organ.

  b) Hormon antidiuretik (vasopresin) dan oksitosin yang disekresi dari kelenjar hipofisis posterior termasuk vasokonstriktor.

  c) Angiostensin adalah sejenis peptida darah yang dalam bentuk aktifnya termasuk salah satu vasokonstriktor kuat.

  d) Prostaglandin adalah agen seperti hormon yang diproduksi secara lokal dan mampu bertindak sebagai vasodilator atau vasokonstriktor (Ethel, 2004).

3. Cara Mengukur Tekanan Darah

  Tekanan darah arteri sistolik dan diastolik diukur secara tidak langsung melalui metode auskultasi dengan menggunakan

  

spigmomanometer . Peralatannya terdiri dari sebuah manset lengan untuk

  menghentikan aliran darah arteri brakial, sebuah manometer raksa untuk membaca tekanan, sebuah bulb pemompa manset untuk menghentikan aliran darah arteri brakial, dan sebuah katup untuk mengeluarkan udara dari manset. Sebuah stetoskop dipakai untuk mendeteksi awal dan akhir bunyi Korotkoff, yaitu bunyi semburan darah yang melalui sebagian pembuluh yang tertutup. Bunyi dan pembacaan angka pada kolom raksa secara bersamaan merupakan cara untuk menentukan tekanan sistolik dan diastolik (Priharjo, 2006).

  Tekanan darah rata-rata pada pria dewasa muda adalah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, biasanya ditulis 120/80. Tekanan darah pada wanita dewasa muda, baik sistolik maupun diastolik biasanya lebih kecil 10 mmHg dari tekanan darah laki-laki dewasa muda (Ethel, 2004).

Tabel 2.1 Standar Tekanan Darah Normal

  No Usia DIastole Sistole

  1. Pada masa bayi 50 70-90

  2. Pada masa anak 60 80-100

  3. Masa remaja 60 90-110

  4. Dewasa muda 60-70 110-125

  5. Umur lebih tua 80-90 130-135

  (Evelyn, 1999)

  Kategori Tekanan darah diastolik (mmHg) Tekanan darah sistolik (mmHg)

  Normal < 80 < 120 Prehypertension 80-89 120-130 Stage 1 Hypertension 90-99 140-159 Stage 2 Hypertension 100 160

  Klasifikasi hipertensi menurut National Institutes of Health (2003).

4. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

  Tekanan darah normal seseorang sangat bervariasi tergantung pada: a.

  Aktivitas fisik Aktivitas fisik dan kegiatan sehari-hari sangat mempengaruhi tekanan darah Semakin tinggi kegiatan fisik yang dilakukan tekanan darah semakin meningkat (Vita, 2004). b.

  Emosi Perasaan takut, cemas, cenderung membuat tekanan darah meningkat (Vita, 2004).

  c.

  Stres Keadaan pikiran juga berpengaruh terhadap tekanan darah sewaktu mengalami pengukuran (Vita, 2004).

  d.

  Umur Susalit (2001) menyatakan bahwa sebagian besar hipertensi esensial terjadi pada usia 24-45 tahun dan hanya 20% terjadi dibawah usia 20 tahun.

  e.

  Jenis Kelamin Tekanan darah pada perempuan sebelum menopause adalah 5-10 mmHg lebih rendah dari pria seumurnya, Tetapi setelah menopause tekanan darahnya lebih meningkat (Pearce, 1997).

  f.

  Status Gizi (Obesitas).

  Bila mempunyai ukuran tubuh termasuk obesitas memungkinkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Indeks Massa Tubuh yang kurang dari 18,5 termasuk dalam kategori kurus, untuk IMT antara 18,5 - 22,9 termasuk dalam kategori normal, untuk IMT 23,0 - 27,4 termasuk dalam kategori over weight dan untuk IMT lebih dari 27,5 termasuk dalam kategori obesitas (Vita, 2004). g.

  Minum alkohol Minuman alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resistensi terhadap obat anti hipertensi (Vita, 2004).

  h.

  Merokok Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, meskipun pada beberapa penelitian didapatkan kelompok perokok dengan tekanan darah lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok (Susalit, 2001).

  Sedangkan menurut Ganong (1998) mengungkapkan bahwa tekanan darah dipengaruhi oleh kekuatan dan volume darah dari jantung, kontraksi otot dalam dinding arteri. Dengan adanya penurunan fungsi fisiologis terutama penurunan denyut jantung yang berfungsi memompa darah ke aorta, selanjutnya keseluruhan tubuh akan mengalami penurunan. Selain itu dengan penurunan kapasitas fisik atau otot, maka kekuatan kontraksi otot, maka kekuatan arteri juga akan mengalami penurunan. Sehingga darah yang akan kembali ke jantung berkurang dan pembagian darah ke jantung juga berkurang, yang pada akhirnya terjadi penurunan tekanan darah. Anis dan Fauzi (2009) dalam penelitianya menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata tekanan darah pada perawat yang bekerja di sift pagi, siang dan malam. Darliah (2007) menambahkan dalam penelitiaanya menyebutkan bahwa stres yang timbul dari tuntutan pekerjaan dan hubungan kepuasan kerja terhadap suatu pekerjaan akan terpapar stres yang dapat meningkatkan tekanan darah sepintas dan hipertensi dini cenderung reaktif.

B. Irama Sirkardian 1.

  Pengertian Irama sirkadian adalah siklus biologi tubuh selama 24 jam uang mengerjakan funsi-fungsi fisiologis, secara alami, tubuh hendaknya beraktivitas di siang hari dan beristirahat di malam hari jika pekerjaan mengharuskan bekerja di malam hari, perhatikan irama tubuh anda sebisa mungkin berikan keseimbangan kerja dan istirahat (Nindita, 2010).

  Ritme sirkadian adalah cara tubuh kita mengantisipasi perubahan lingkungan dan beradaptasi sepanjang hari. Gangguan irama sirkadian kita dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes, obesitas dan tekanan darah tinggi (Saputra, 2014).

  Irama sirkadian adalah jam alami dalam tubuh manusia. Dalam 24 jam tubuh akan mengalami fluktuasi berupa temperatur, kemampuan untuk bangun, aktivitas lambung, denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormon, dikenal sebagai irama sirkadian (Folkard dan Monk dalam Firdaus, 2005).

  Menurut Kuswadji (1997) masing-masing orang mempunyai jam biologis sendiri-sendiri, kehidupan mereka diatur menjadi sama dan seragam dalam daur hidup 24 jam sehari. Pengaturan itu dilakukan oleh penangguh waktu yang ada di luar tubuh seperti: Perubahan antara gelap dan terang, kontak sosial, jadwal kerja dan adanya jam weker.

  Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi.

  Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian) (Japardi, 2002).

2. Macam-macam gangguan tidur sirkardian

  Menurut Japardi (2002) bahwa macam-macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut: a.

  Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).

  b.

  Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang terputus-putus.

  c.

  Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang yangg secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama- sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.

  d.

  Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut, dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup untuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tidak sesuai.

  e.

  Tipe bangun-tidur beraturan f. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.

C. SIFT KERJA MALAM 1.

  Pengertian

  Menurut Suma’mur (1994) menjelaskan bahwa shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam. Proporsi pekerja shift semakin meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan oleh investasi yang dikeluarkan untuk pembelian mesin-mesin yang mengharuskan penggunaannya secara terus menerus siang dan malam untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Sebagai akibatnya pekerja juga harus bekerja siang dan malam. Hal ini menimbulkan banyak masalah terutama bagi tenaga kerja yang tidak atau kurang dapat menyesuaikan diri dengan jam kerja yang lazim.

  Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky,1997). Shift kerja sebagai suatu jadwal kerja untuk karyawan secara bergantian datang ke tempat kerja agar kegiatan operasional tetap berjalan. Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara bergantian, yakni karyawan pada periode tertentu bergantian dengan karyawan pada periode berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari (Riggio, 1990).

  Menurut Ulum (2012) dalam penelitianya menyatakan bahwa seluruh pekerja yang bekerja pada shift siang mengalami kelelahan dengan tingkatan yang ringan, sedangkan pekerja yang bekerja pada shift malam mengalami kelelahan yang bervariasi dari mulai tingkatan ringan, sedang, dan berat.

2. Pembagian Shift Kerja

  Tidak ada keseragaman waktu shift kerja, bermacam-macam perusahaan menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift masing-masing selama delapan jam (Muchinsky, 1997), yaitu : 1) Shift pagi pukul 07.00 – 15.00 2) Shift siang pukul 15.00 – 23.00 3) Shift malam pukul 23.00 – 07.00

  Sedangkan untuk di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata sendiri untuk pembagian waktu sift kerjanya yaitu 1)

  Shift pagi pukul 07.00-14.00 2)

  Shift siang pukul 14.00-21.00 3)

  Shift malam pukul 21.00-07.00 3. Efek sift kerja

  Kerja shift memang menimbulkan efek-efek tertentu bagi karyawan, tetapi seberapa jauh efek tersebut muncul ditentukan oleh beberapa faktor (Aamodt, 1991), yaitu : 1)

  Waktu shift, yaitu shift karyawan dalam bekerja, apakah pada shift pagi, siang atau malam. Masing-masing shift mempunyai karakteristik tersendiri yang relatif berbeda satu sama lain. Karakteristik tiap shift yang berbeda ini akan membawa efek yang berbeda pula pada karyawan.

  2) Frekuensi rotasi, berapa sering jadwal tersebut berputar. Semakin sering berpindah shift maka akan semakin banyak masalah yang ditimbulkan.

  3) Keluarga, pembagian waktu untuk anggota keluarga, Karyawan mampu menyesuaikan waktu yang dimilikinya dengan waktu yang dimiliki anggota keluarga yang lain.

  4) Kemampuan adaptasi ritme tubuh; kemampuan tubuh untuk menyesuaikan atau beradaptasi dengan jadwal kerja shift tersebut. Jika tubuh tidak dapat beradaptasi dengan cepat maka dapat timbul masalah kesehatan pada karyawan.

  5) Keunikan kerja shift atau kesempatan untuk bersosialisasi; efek sosial dari kerja shift sebetulnya dapat dikurangi jika suatu daerah banyak organisasi atau perusahaan yang juga memberlakukan kerja shift.

  Semakin banyak yang menggunakan jadwal kerja shift akan semakin banyak rumah makan, toko-toko, pabrik yang buka pada malam hari, sehingga makin banyak pula individu-individu yang dapat diajak untuk bersosialisasi.

  Adnan (2008) mengemukakan bahwa sistem shift kerja terdapat dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah memaksimalkan sumber daya yang ada, memberikan lingkungan kerja yang sepi khususnya shift malam dan memberikan waktu libur yang banyak. Dampak negatifnya adalah penurunan kinerja, keselamatan kerja dan masalah kesehatan.

  Prameswari (2013) dalam penelitianya menyatakan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik antara sesudah gilir jaga malam dengan sebelum gilir jaga malam. Perbedaan selisih rerata tekanan darah sistolik dan diastolik tersebut sebesar 5,25 mmHg dan 3,625 mmHg. Shu-Fen, (2011) menambahkan bahwa ketika pekerja shift malam tidur di siang hari, siklus tidur mereka berkurang, dan kualitas tidur yang buruk, karena konsentrasi kortisol tinggi dan tingkat melatonin yang rendah.

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ihsan (2012) diperoleh persentase responden yang mengalami kelelahan kerja ringan secara berurutan antara shift I (Pagi) dan 4 shift II (malam) sebesar 40%; 26,67%. Responden yang mengalami kelelahan kerja sedang pada shift I dan shift II adalah 60%, dan73,33%. Shift kerja memberikan pengaruh terhadap tingkatan kelelahan pekerja. pekerja sift malam lebih tinggi tingkat kelelahannya dibandingkan shift kerja pagi.

D. TINGKAT STRES 2.

  Pengertian Stres Sarafino (2008) mengartikan stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Santrock (2003) mendefinisikan stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stresor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya atau coping.

  Robbins (2002) menyatakan bahwa stress merupakan kondisi dinamis seorang individu dihadapkan dalam kesempatan, keterbatasan, atau tuntutan sesuai dengan harapan dan hasil yang ingin dicapai dalam kondisi penting dan tidak menentu. Pada dasarnya stress tidak selalu berdampak buruk bagi individu, hal tersebut berarti bahwa pada situasi atau kondisi tertentu stress yang dialami seorang individu akan memberikan akibat positif yang mengharuskan individu tersebut melakukan tugas lebih baik. Akan tetapi pada tingkat stress yang lebih tinggi atau stress ringan yang berkepanjangan akan menyebabkan menurunnya kinerja karyawan.

  Stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stress sebagai stimulus, stress sebagai respon dan stress sebagai stimulus-

  

respon. Stress sebagai stimulus merupakan pendekatan yang

  menitikberatkan pada lingkungan. Defenisi stimulus memandang stress sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stressor. Pendekatan ini memandang stress sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stress dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stress merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecendrungan individu untuk memberikan tanggapan (Gibson, 2003).

  Ananta (2012) dalam penelitianya menyatakan bahwa meningkatnya gejala stres kerja, produktivitas cenderung naik, karena gejala stres kerja tersebut membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan. Stres terhadap produktivitas dapat berperan positif. Gaffar (2012) menambahkan dalam penelitianya bahwa stres seorang pekerja memiliki pengaruh terhadap kinerja seorang pekerja.

3. Dampak dan gejala yang ditimbulkan stres

  Sarafino (2008) menjabarkan tentang 2 aspek utama dari dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi pada manusia, yaitu : 1). Aspek Biologis

  Beberapa gejala fisik yang dirasakan ketika seseorang sedang mengalami stres, diantaranya adalah sakit kepala yang berlebihan, tidur menjadi tidak nyenyak, gangguan pencernaan, hilangnya nafsu makan, gangguan kulit, dan produksi keringat yang berlebihan di seluruh tubuh. 2). Aspek Psikologis

  Terdapat 3 gejala psikologis yang dirasakan ketika seseorang sedang mengalami stres. Ketika gejala tersebut adalah gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku.

  a) Gejala kognisi

  Gangguan daya ingat (menurunnya daya ingat, mudah lupa dengan suatu hal), perhatian dan konsentrasi yang berkurang sehingga seseorang tidak fokus dalam melakukan suatu hal, merupakan gejalagejala yang muncul pada aspek gejala kognisi. b) Gejala emosi Mudah marah, kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu, merasa sedih dan depresi merupakan gejala-gejala yang muncul pada aspek gejala emosi.

  c) Gejala tingkah laku Tingkah laku negatif yang muncul ketika seseorang mengalami stres pada aspek gejala tingkah laku adalah mudah menyalahkan orang lain dan mencari kesalahan orang lain, suka melanggar norma karena dia tidak bisa mengontrol perbuatannya dan bersikap tak acuh pada lingkungan, dan suka melakukan penundaan pekerjaan.

  Menurut Hardjana (1994) mengenai gejala-gejala stres digolongkan menjadi beberapa kelompok berikut: a.

  Gejala fisik: sakit kepala, pusing, pening, tidak tidur teratur, susah tidur, bangun terlalu awal, sakit pinggang, terutama di bagian bawah, diare, radang usus besar, sulit buang air besar, sembelit, gatal-gatal pada kulit, urat tegang-tegang terutama pada leher dan bahu, terganggu pencernaannya, tekanan darah tinggi, serangan jantung, keringat berlebihan, berubah selera makan, lelah atau kehilangan daya energi, dan bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan dalam bekerja dan hidup.

  b.

  Gejala emosional: gelisah, cemas, sedih, depresi, mudah menangis, merana jiwa atau mood berubah-ubah, mudah marah, gugup, merasa tidak aman atau rasa harga diri rendah, mudah tersinggung, gampang menyerang, dan bermusuhan.

  c.

  Gejala intelektual: susah konsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara berlebihan, pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja, kehilangan rasa humor yang sehat, produktivitas atau prestasi kerja menurun, mutu kerja rendah, dan dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat.

  d.

  Gejala interpersonal: kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari-cari kesalahan orang lain, menyerang orang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi atau mempertahankan diri, dan mendiamkan orang lain.

  4. Klasifikasi Tingkat Stres Sarafino (2008) mengklasifikasikan 3 tingkatan stres, yaitu: 1) Stres tingkat rendah, terjadi ketika seseorang dengan kemampuan lebih dari cukup untuk menghadapi situasi yang sulit, maka seseorang akan merasakan sedikit stres dan merasa tidak memiliki tantangan

  2) Stres tingkat sedang, terjadi ketika seseorang merasa cukup mungkin akan kemampuannya untuk menghadapi suatu kejadian tetapi dia harus berusaha keras, maka seseorang akan merasakan perasaan stres dengan tingkatan menengah atau sedang. Pada tahap ini, seseorang masih bisa beradaptasi terhadap stresor yang dihadapi.

  3) Stres tingkat tinggi, terjadi ketika seseorang merasakan bahwa kemampuannya mungkin tidak akan mencukupi pada saat berurusan dengan stresor dari dalam diri dan lingkungannya, maka akibatnya seseorang akan mengalami perasaan stres yang besar.

  Sedangkan menurut P0tter & Perry dalam Rasimun (2004), membagi hubungan tingkat stres yaitu: a.

  Stres ringan biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaiknya stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan umumnya dapat dirasakan oleh semua orang. Misalnya lupa ketiduran, kemacetan, dikritik. Berakhir beberapa menit atau beberapa jam situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

  b.

  Stres sedang terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari.

  Contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih, mengharapkan pekerjaan baru, anggoata keluarga pergi dalam kurun waktu yang cukup lama, situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit koroner.

  c.

  Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial dan penyakit yang lama

  5. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Stres Kerja Robbins (2002) mengungkapkan ada beberapa faktor penyebab stress kerja, antara lain: konflik antar pribadi dengan pimpinan, beban kerja yang sulit dan berlebihan, terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar.

  a)

  Konflik Kerja Konflik kerja adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul karena harus menggunakan sumber daya secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama, atau karena mempunyai status, tujuan, nilai- nilai dan persepsi yang berbeda. Konflik kerja juga merupakan kondisi yang dipersepsikan ada antara pihak-pihak yang merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain

  b)

  Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan dimana karyawan dihadapkan pada sejumlah pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karyawan juga merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standar pekerjaan terlalu tinggi.

  c)

  Waktu Kerja

  Karyawan selalu dituntut untuk segera menyelesaikan tugas pekerja sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaannya karyawan merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja.

  d)

  Sikap Pimpinan Dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat penting, seorang pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap aktifitas kerja karyawan. Dalam pekerjaan yang bersifat stressfull, para karyawan bekerja lebih baik jika pimpinannya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.

E. KERANGKA TEORI

  Aktifitas fisik Jenis aktifitas

  • Gangguan Irama Frekuensi aktifitas (Seperti
  • Sirkardian sift kerja) Emosi

  Pengukuran tekanan darah:

  • Jenis emosi

  Pria dewasa muda

  • Intensitas emosi Perubahan Tekanan Darah adalah sistolik

    Perawat

    120/80 mmHg Wanita dewasa
  • 110/70 mmHg.

  Stres Tekanan yang

  • muncul dari luar Jenis kelamin Laki-laki
  • Perempuan - Usia Kebiasaan minuman Status Gizi Merokok - alkohol Bertambahnya

  IMT Intensitas merokok

  • usia seseorang Intensitas minum
  • Jumlah yang dirokok
  • Jumlah -

  Keterangan : : Variabel yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber: Darliah (2007), Fauzi, Handoyo dan Anis (2009), Vita (2006) dan Ethel (2004)

F. KERANGKA KONSEP

  Sift Kerja Perubahan Tekanan Darah Perawat Stres

Gambar 2.2 Kerangka Konsep G.

   HIPOTESIS

  Hipotesis penelitian adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal tersebut yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya (Riwidikdo, 2007). Hipotesisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  “Ada pengaruh shift kerja dan stres kerja terhadap perubahan tekanan darah pada perawat ruangan rawat inap di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata”.