Perdagangan Anak (Child Trafficking) Lintas Negara Dalam Kajian Hukum Internasional

BAB II
LATAR BELAKANG TERJADINYA PERDAGANGAN ANAK (CHILD
TRAFFICKING)

A. Latar Belakang Terjadinya Perdagangan Anak
Perbuatan perdagangan manusia telah berlansung sejak dahulu kala hingga
saat ini. Dari masa kerajaan Jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan
perdagangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan
untuk memenuhi nafsu lelaki dan untuk menunjukkan adanya kekuasaan dan
kemakmuran, kegiatan ini berkembang lebih terorganisir pada masa penjajahan
Belanda dan Jepang dan bahkan sekarang ini dialami kemerdekaan dan di era
globalisasi. Kegiatan tersebut tidak semakin menurun justru semakin marak dan
meluas ke berbagai negara.
Kejahatan terhadap anak akhir-akhir ini muncul menjadi isu yang menarik
perhatian regional dan global. Konsep dasarnya adalah perekrutan, pemindahan
manusia dari satu tempat ke tempat lain baik antar wilayah untuk negara maupun
antar negara untuk tujuan eksploitasi dengan cara-cara paksaan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi
kerentanan seseorang. 12
Trafficking merupakan salah satu jalur terjadinya perdagangan orang yang
korbannya rata-rata berada di bawah garis kemiskinan, khususnya perempuan dan

anak.Perdagangan perempuan dan anak mempunyai jaringan yang sangat luas.
Praktik perdagangan anak yang paling dominan berada disektor jasa prostitusi.,
12

Francis T Miko, Perdagangan Wanita dan Anak-anak, Artikel, Penerbit Progressia,
Jakarta, 2001

13

Universitas Sumatera Utara

14

dimana kebanyakan korbannya adalah anak-anak perempuan. Di Asia
Tenggara dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah besar anak-anak dari
Myanmar, Kamboja, Cina, Laos, telah diperdagangkan dan di paksa bekerja di
dunia prostitusi di Thailand. Baik anak laki-laki maupun perempuan dari daerah
pedalaman yang miskin, di bujuk oleh agen (recruiter) dan pedagang profesional
yang menjanjikan mereka pekerjaan yang baik atau layak (legitimate) di Thailand
yang kondisi ekonominya lebih baik. Anak-anak perempuan dari Myanmar

dibawa ke Thailand melalui berbagai pos (tempat pemeriksaan) perbatasan. Di
Kamboja, mereka tiba melalui sungai Mekong ke berbagai provinsi di Thailand
bagian utara dan barat daya.
Masyarakat internasional telah

lama menaruh perhatian terhadap

permasalahan perdagangan anak ini. PBB, misalnya melalui konvensi tahun 1949
mengenai penghapusan perdagangan manusia dan eksploitasi pelacuran oleh
pihak lain, konvensi tahun 1979 mengenai penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan, dan konvensi tahun 1989 mengenai hak-hak
anak. Berbagai organisasi internasional seperti IOM, ILO, UNICEF, dan
UNESCO memberikan perhatian khusus pada masalah perdagangan anak, pekerja
anak yang biasanya berada pada kondisi pekerjaan eksploitatif, seksual
komersial. 13

1. Definisi Perdagangan Anak
Perdagangan anak merupakan bagian dari bentuk perdagangan orang yang
di Kenal dengan istilah Human Trafficking.Ini merupakan kejahatan terhadap hak


13

Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafiking, USU Press, 2005 hal 1

Universitas Sumatera Utara

15

asasi manusia, karena korban perdagangan manusia mengalami berbagai
perlakuan yang merendahkan martabatnya sebagai manusia dan membahayakan
kehidupannya seperti penyekapan, penyiksaan dan pemaksaan. Berdasarkan data
The United Nations Children’s Fund (UNICEF), tiap tahunnya ada sekitar 1,2 juta
anak yang diperdagangkan dan sekitar 2 juta anak di seluruh dunia dieksploitasi
secara seksual. Setiap tahunnya di perkirakan 600.000-800.000 laki-laki,
perempuan dan anak-anak diperdagangkan menyebrangi perbatasan-perbatasan
internasional.
Perdagangan anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perdagangan manusia, khususnya perdagangan perempuan. Konvensi PBB untuk
melawan Organisasi Kejahatan Lintas Batas (United Nations Convention against
Transnational Organized Crime) pada tanggal 12 Desember tahun 2000,

mengeluarkan dua protokol untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi korban
perdagangan manusia. Hal ini terangkum dalam dua undang-undang sebagai
berikut :
1. Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2009 tentang
pengesahan Protocol to Prevent, Suppres and Punish Trafficking in
Person, Especially Women and Children,supplementing the United
Nations Convention againt Transnational Organized Crime (protokol
untuk mencegah, menindak, dan menghukum perdagangan orang terutama
Perempuan dan Anak-anak, melengkapi Konvensi Perserikatan BangsaBangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi).
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2009 tentang
Pengesahan Protocol against the Smugging of Migrants by land, Sea and

Universitas Sumatera Utara

16

Air, supplementing the United Nations Conventions against Transnational
Organized Crime (protokol menentang Penyeludupan Migran Melalui
darat, laut, dan udara, melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) 14.

Menurut konvensi PBB, perdagangan manusia didefinisikan sebagai
perekrutan,

pengiriman,/pengangkutan,

pemindahan,

penampungan,

atau

penerimaan seseorang, dengan ancaman atau paksaan, atau penggunaan kekerasan
atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, atau menerima bayaran
atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang mempunyai wewenang atas
orang lain, untuk tujuan eksploitasi 15 . Eksploitasi mencakup paling tidak
eksploitasi pelacuran dari orang lain, atau bentuk lain dari eksploitasi seksual,
kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktek-prektek yang mirip dengan
perbudakan atau mengambilan organ tubuh 16.
Undang-undang di Indonesia juga mengatur tentang definisi perdagangan
orang seperti tercamtum dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu :
“Tindakan Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan

kekerasan,

penculikan,

penyekapan,

pemalsuan,

penipuan,

penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau member
bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang

14


Sulistyowati Irianto, Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak,kemitraan partnership,
Jakarta, 2015 hal 489
15
American Center for Internasional Labor Solidarity, Kompilasi Program dan Layanan
untuk Menyikapi Perdagangan Manusia di Enam Provinsi (ICMC,Yogyakarta,2004),hal 2
16
Sulistyo Irianto, Perempuan dan Hukum Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan
dan Keadilan, edisi pertama, (NZAID, Jakarta:2006),hal 288

Universitas Sumatera Utara

17

memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara
maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitasi.”
Definisi di atas, hampir sama dengan Konvensi PBB Menentang Tindak
Pidana Transnasional yang Terorganisasi (United nations Convention against
Transnational Organized Crime) atau yang lebih dikenal dengan Protokol
Palermo. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat salah satu pertimbangan

penyusunan undang-undang ini adalah sebagai perwujudan komitmen Indonesia
untuk melaksanakan protokol PBB Tahun 2000 tentang mencegah, memberantas
dan menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya perempuan dan
anak-anak yang telah ditandatangani pemerintah Indonesia. 17
Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2012 menandatangi dua undang-undang
yang memuat pengaturan terkait perdagangan anak, salah satunya adalah UndangUndang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Optional
Protocol to the Convention on the rights of the Child on the Sale of Children,
Child Prostitution and Child Pornography (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak
Anak Mengenai Penjualan Anak, dan Pornografi Anak). Pada pasal 2 (a) Protokol
ini menerangkan, penjualan anak berarti setiap tindakan atau transaksi di mana
seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapa pun atau kelompok, demi
keuntungan atau dalam bentuk lain. Lebih lanjut dalam pasal 3 dinyatakan sebagai
berikut :
1. Tiap negara harus menjamin bahwa sebagai standar minimum, pada
perbuatan dan kegiatan berikut ini dianggap sebagai criminal atau
17

Sulistyowati Irianto, Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak, Kemitraan Partnership,
Jakarta, 2015 hal 490


Universitas Sumatera Utara

18

melanggar hukum pidana, apakah kejahatan tersebut dilakukan di dalam
atau antar negara atau berbasis individu atau terorganisir :
(a) Dalam konteks penjualan anak seperti yang di definisikan dalam
pasal2 :
(i)

Menawarkan, mengatarkan atau menerima anak dengan berbagai
cara untuk tujuan berikut :
a. Eksploitasi seksual anak
b. Mengambil organ tubuh anak untuk suatu keuntungan
c. Keterlibatan anak dalam kerja paksa

(ii)

Penculikan anak untuk adopsi


(b) Menawarkan, mendapatkan dan menyediakan anak untuk prostitusi,
seperti yang di definisikan dalam pasal 2
(c) Memproduksi,mengirimkan, menyebarkan, mengimpor, mengekspor,
(d) menawarkan, menjual atau memiliki untuk tujuan pornografi anak
dengan tujuan di atas seperti yang didefinisikan pasal 2. 18

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penjualan Anak
Kejahatan di seluruh dunia selalu mengalami perkembangan yang sangat
cepat

sejalan

dengan

cepatnya

kemajuan

ilmu


pengetahuan

dan

teknologi.Perkembangan mengenai masalah-masalah kejahatan, baik dilihat
secara kuantitatif maupun kualitatif tetap memerlukan suatu pembahasan dan
mengamatan sesuai dengan aktivitas permasalahannya.Tanpa mempelajari sebabsebab terjadinya kejahatan sangat sulit untuk dimengerti alasan kejahatan itu

18

Ibid, hal 491

Universitas Sumatera Utara

19

terjadi apalagi untuk menentukan tindakan yan tepat dalam menghadapi pelaku
kejahatan.
Telah banyak usaha yang di lakukan untuk mempelajari dan meneliti
sebab-sebab yang memengaruhi manusia itu melakukan kejahatan.Sesuai sifat dan
hakikat dari kejahatan yang dilakukan sukar sekali untuk menentukan faktorfaktor yang pasti penyebab seseorang melakukan kejahatan. 19
Faktor- faktor penyebab terjadinya perdagangan anak sebagai berikut ;
1. Faktor Individual
Dalam perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran,
terjerumusnya anak semata leh karena anak tidak dalam kapasitas yang kuat
untuk

memberikan

persetujuan

untuk

menjadikan

dirinya

sebagai

pelacur.Meningkatkan perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau
pelacuran ini, cenderung anak tidak menggunakan nalarnya dalam mengambil
keputusan, mereka lebih menggunakan emosinya sehingga anak-anak ini
terjebak dalam lingkaran prostitusi atau pelacuran. 20
Di samping kurang menggunakan akal pikirannya, karena disebabkan
adanya keinginan pada diri anak-anak itu sendiri untuk memperoleh atau
mendapatkan uang yang cukup besar sehingga mereka kurang hati-hati di
dalam menerima tawaran pekerjaan dengan gaji yang cukup tinggi. Hal ini
yang pada akhirnya membawa anak tersebut ke dalam kehancuran masa
depan.
Oleh karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki anak yang
menjadi korban perdagangan ini sehingga anak dengan mudah berada di
19

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, refika
ADITAMA, Medan, 2012 , hal 40
20
Ibid, hal 41

Universitas Sumatera Utara

20

bawah ancaman ataupun paksaan, baik dari kerabat terdekatnya

untuk

dijerumuskan ke dalam dunia prostitusi atau pelacuran. Hal ini sangat
menyakitkan bagi anak itu sendiri untuk terbebas dari jaringan prostitusi atau
pelacuran apabila anak itu telah berada di dalamnya, di samping itu diperlukan
pula waktu yang cukup lama untuk membebaskan anak itu dari trauma yang
dirasakannya.
Dengan demikian faktor keridakmampuan menggunakan akal pikit
(nalar) dan adanya hasrat atau keinginan untuk memperoleh uang yang banyak
sehingga terpengaruh dengan janji-janji yang ditawarkan, yang merupakan
salah satu faktor pendorong anak dengan mudah menjadi korban perdagangan
untuk tujuan prostitusi atau pelacuran tersebut. 21
2. Faktor Ekonomi
Biasanya negara-negara miskin berperan sebagai penyedia anak-anak
yang akan diperdagangkan sekaligus sebagai tempat transit sebelum mereka di
kirim ke negara penerima. Sedangkan negara-negara yang relative lebih kaya
berperan sebagai tempat transit dan penerima anak-anak tersebut untuk di
pekerjakan. Menurut hasil penelitian Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
(PKPA) tahun 2004, negara-negara di Asia Tenggara yang memiliki GDP per
kapita tahun 2002

antara US$ 1.000-10.000 berperan sebagai pengirim.

Negara-negara tersebut adalah Filipina, Indonesia, Thailand, Malaysia, Laos,
Kamboja, dan Myanmar. Sementara itu, negara-negara yang relative lebih
kaya di Asia Tenggara seperti Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia

21

Ibid, hal 42

Universitas Sumatera Utara

21

berperan baik sebagai tempat transit maupun pasar penerima anak-anak yang
di perdagangkan. 22
Meski kemiskinan dianggap sebagai faktor utama penyebab
perdagangan anak, kemiskinan bukanlah satu-satunya indicator untuk
terjadinya perdagangan anak. Namun, kemiskinan akan menempatkan orang
pada posisi putus asa yang membuat mereka rentang untuk mengalami
eksploitasi. Meski demikian, kemiskinan dan keinginan seseorang untuk
meningkatkan kondisi ekonominya tetap merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan dalam program dan kebijaksanaan untuk menghapuskan
praktik perdagangan. 23
3. Faktor Keluarga
Keluarga mempunyai peranan yang cukup besar dalam menentukan
pola tingkah laku anak sekaligus bagi perkembangan anak, karena tidak
seorang pun dilahirkan lansung mempunyai sifat jahat, tetapi keluarga lah
yang mempunyai sumber pertama yang memengaruhi perkembangan anak.Di
dalam keluarga, pembinaan terhadap anak haruslah sebaik mungkin dilakukan.
Akibat kurangnya pemahaman keluarga terhadap anak sehingga anak tersebut
mudah terpengaruh pada lingkungan di sekelilingnya, tanpa menggunakan
nalarnya secara baik akan tetapi emosi yang dimiliki anak itu sangat diimingi
gaji yang besar.
Hubungan yang tidak harmonis dengan orang tua membuat anak melarikan
diri dari keluarga dan mencari pelampiasan kepada teman-temannya

22

Rika Saraswati, SH, CN, M.HUM, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, PT. CITRA
ADITYA BAKTI, BANDUNG, 2015, hal 80
23
ibid

Universitas Sumatera Utara

22

merupakan faktor yang sangat penting bagi kejiwaan anak tersebut, apabila
terjadinya perubahan kondisi rumah tangga seperti perceraian, sehingga anak
mengalami “broken home”. Faktor lain di dalam keluarga yang dapat
mendorong anak menjadi korban perdagangan untuk prostitusi atau pelacuran
adalah penetapan disiplin di dalam keluarga itu sendiri.kurangnya kedisiplinan
dalam keluarga di sebabkan oleh :
a. Perbedaan antara orang tua dengan anak dalam hal kedisiplinan
b. Kelemahan moral, fisik dan kecerdasan orang tua yang membuat
lemahnya disiplin
c. Kurangnya disiplin karena tidak adanya orang tua
d. Perbedaan pendapat tentang pengawasan terhadap anak-anaknya
e. Karena penerapan kedisiplinan yang kurang ketat
f. Orang tua dalam membagi cinta dan kasih saying terhadap anak kurang
merata atau pilih kasih dalam penerapan kedisiplinan di dalam rumah
tangga. 24
Kepatuhan pada orang tua juga merupakan hal yang sangat penting untuk
dicermati.Adanya ketidakpatuhan terhadap orang tua membuat anak tidak lagi
memperhatikan nasihat ataupun bimbingan dari orang tuanya, sehingga anak
itu bertindak dan berperilaku hanya berdasarkan emosionalnya semata.Dengan
demikian betapa besar pengaruh faktor keluarga atas diri anak dalam
perkembangan mental dan tingkah laku anak itu sendiri. Hal ini lah yang
seharusnya di perhatikan oleh orang tua di dalam memberikan pengawasan

24

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan,refika
Aditama,Medan, 2012, hal 42-43

Universitas Sumatera Utara

23

agar anak tidak menjadi korban perdagangan untuk tujuan prostitusi atau
pelacuran. 25
4. Faktor Pendidikan
Salah satu penyebab terjadinya perdagangan anak untuk tujuan
prostitusi atau pelacuran adalah faktor pendidikan dari korban ataupun pelaku
itu sendiri. Peranan pendidikan dari korban ataupun pelaku itu sendiri akan
sangat berpengaruh menumbuhkan perilaku yang rasional dan menurunkan
atau mengurangi bertindak secara irrasional.
Salah

satu

faktor

yang menyebabkan

anak menjadi korban

perdagangan untuk tujuan prostitusi atau pelacuran pada umumnya pendidikan
anak tersebut sangat kurang, baik pendidikan formal maupun pendidikan
informal, dalam hal pendidikan anak kebanyakan orang tua menyerahkan
pendidikan anak mutlak kepada sekolah tanpa memberi perhatian yang cukup
terhadap kepentingan pendidikan anak, sedangkan kemampuan pendidikan di
sekolah terbatas. Di samping itu kurangnya pengawasan guru dan tidak
tegasnya disiplin serta tanggung jawab terhadap diri anak. 26
Di bidang pendidikan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional
(sukernas) tahun 2000 melaporkan bahwa 34%penduduk Indonesia berumur
10 tahun ke atas, belum atau tidak tamat sekolah atau tidak pernah sekolah,
32,4% tamat sekolah dasar hanya 15% tamat SLTP. Menurut laporan Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 tahun dan

25
26

Ibid, hal 44
ibid

Universitas Sumatera Utara

24

24%anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan pendidikan ke SLTP dengan
alasan tidak mampu dalam pembiayaan. 27
Kurangnya pendidikan formal berupa pendidikan agama juga
merupakan faktor penyebab meningkatnya perdagangan anak untuk tujuan
prostitusi

atau

pelacuran.Hal

ini

mungkin

disebabkan

keterbatasan

pengetahuan tentang keagamaan ataupun kurangnya rasa keimanan pada diri
anak tersebut dalam mengendalikan dirinya, dan lebih memudahkan trafficker
(pelaku)untuk merekrut anak-anak itu untuk di jadikan pelacur.
5. Faktor Lingkungan
Suatu kejahatan manusia di dalam hidupnya akan selalu berdampingan
dengan masyarakat sekitar. Tidak ada manusia yang hidup tidak bergantung
atau membutuhkan orang lain. Semua orang untuk memenuhi segala
keperluannya harus selalu membutuhkan orang lain.
Di dalam masyarakat, seorang itu harus mentaati segala peraturan yang
hidup di dalam masyarakat termasuk juga norma hukum yang berlaku. Di
tengah masyarakat itu pula terdapat orang-orang yang menghormati dan
mentaati hukum dan juga di kelilingi oleh mereka yang tidak menaati hukum.
Bahwa salah satu penyebab anak menjadi korban perdagangan untuk
tujuan prostitusi atau pelacuran adalah sangat berpengaruh pada keadaan
lingkungan anak itu berada.Anak sebagai korban perdagangan ini tidak hanya
berasal dari lingkungan keluarga miskin tapi juga yang berasal dari
lingkungan keluarga kaya.

27

Ibid, hal 45

Universitas Sumatera Utara

25

Anak menjadi korban perdagangan ini, karena terpengaruh oleh
lingkungan yang bersifat materialism maupun konsumtif. Anak untuk
memenuhi kebutuhannya, maka anak tersebut akan menggapi bahkan
menerima suatu pekerjaan yang di janjikan dengan gaji yang tinggi sehingga
anak itu akan menerima tanpa memikirkan akibatnya. Anak-anak tersebut
pada umumnya tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan cara dari
traffickeruntuk merekrut korbannya. 28
Faktor lingkungan atau pergaulan anak tersebut dengan masyarakat
sekitarnya dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya perdagangan yang
korbannya anak-anak. Kejahatan perdagangan ini merupakan gejala sosial
yang tidak berdiri sendiri melainkan adanya kondisi atau hubungan dengan
berbagai perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun adanya
teknologi serta perkembangan yang lain akibat sampingan yang negatif dari
setiap kemajuan dan perubahan sosial masyarakat. Dalam hal ini orang tua
harus memberikan

pengalamannya dalam membina dan

membentuk

kepribadian anak, sehingga tidak terjerumus dalam lingkungan prostitusi atau
pelacuran sebagaimana yang sering terjadi. 29
6. Faktor Budaya
Trafficking tidak terlepas dari budaya setiap daerah yang ada yang
terwujud dalam beberapa hal, misalnya peran perempuan dalam keluarga,
kekuasaan, hierarki dan nilai sosial, serta peran anak dan tanggung jawabnya.
Budaya ini memiliki kekuatan yang nantinya akan berpengaruh pada
terjadinya trafficking. Misalnya, anak-anak rentan ketika menghadapi
28
29

ibid
Ibid, hal 46

Universitas Sumatera Utara

26

permintaan dan tuntutan dari mereka yang lebih tua, terutama orang
tua.Adanya keyakinan bahwa anak-anak tidak di perbolehkan bertanya
macam-macam kepada orang tuanya. Kemudian, untuk perempuan , biasanya
rentan menghadapi trafficking karena tuntutan sosial yang mengharuskan
mereka mengurus dan memelihara anak-anak mereka, membantu menambah
penghasilan, dan kedudukan sebagai warga negara kelas dua.
Orang miskin, laki-laki ataupun perempuan rentan mengalami
trafficking dan kekerasan.Selain karena keterbatasan pendidikan, juga tidak
memiliki kekuatan sosial dan tidak memiliki penghasilan yang banyak.Mereka
pun biasanya merasa tidak berdaya menghadapi kekuatan sosial yang lebih
besar, dalam hal ini kontrak kerja dan kondisi kerja. 30
7. Faktor Lemahnya Penegakan Hukum
Kasus-kasus perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran
sekarang ini sudah pada tahap tingkatan yang mengkhawatirkan.Akan tetapi
pemerintah dan masyarakat pada umumnya masih banyak yang mengganggap
persoalan perdagangan anak untuk prostitusi atau pelacuran merupakan
masalah pelacuran biasa, bukan merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap
manusia.Hal

ini

disebabkan

karena

pemahaman

terhadap

masalah

perdagangan anak sangat kurang di dalam masyarakat.Kurangnya pemahaman
ini juga terjadi pada tingkat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan).
Di samping lemahnya pemahaman tentang perdagangan anak ini,
produk yang ada juga masih sangat minim dalam memberikan perhatian
30

Rika Sarasawati,Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2015, hal 81-82

Universitas Sumatera Utara

27

terhadap perdagangan anak ini untuk dilakukan. Perangkat hukum di
Indonesia masih terlalu lemah dalam memberikan perhatian terhadap masalah
perempuan dan anak ini, karena pengaturan yang bersifat global dan tidak
spesifik mengatur tentang perdagangan perempuan dan anak ini, sehingga
tidak menyentuh segmen perdagangan perempuan dan anak untuk tujuan
prostitusi atau pelacuran (trafficking on women and children), dan membawa
akibat banyak kasus tidak terselesaikan secara hukum dan adanya
ketidakmampuan aparat hukum untuk membongkar dan memutuskan mata
rantai perdagangan perempuan dan anak untuk tujuan prostitusi atau
pelacuran. 31
Di samping faktor tersebut di atas, juag ada faktor-faktor lain yang
memengaruhi dalam kaitannya dengan perdagangan anak di antaranya :


Perkawinan di usia muda
Salah satu faktor pendorong yang membuat anak perempuan
berhenti sekolah adalah adanya kepercayaan bahwa anak perempuan
sebaiknya menikah pada usia muda. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1947 tentang Perkawinan, memperbolehkan anak perempuan untuk
menikah pada usia 16 (enam belas) tahun atau lebih muda dari itu asalkan
diizinkan oleh orang tua dan disahkan oleh kantor catatan sipil.
Perkawinan usia muda ini banyak mengundang masalah, karena
perkawinan berisiko tinggi, terutama ketika diikuti dengan kehamilan.
Secara sosial, anak perempuan yang menikah pada usia muda cenderung

31

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, refika aditama,
Medan, 2012 hal 46

Universitas Sumatera Utara

28

mengalami banyak kesulitan terutama bila mereka di ceraikan oleh
suaminya. Ketika seorang anak perempuan bercerai, ia kehilangan status
hak nya sebagai anak. Hal ini menghalangi nya untuk memasuki sistem
pendidikan formal apabila ia menginginkannya. Lebih buruk lagi adalah
sejak ia menikah, seorang anak perempuan di anggap sebagai orang
dewasa yang mandiri dan tidak lagi menjadi tanggungan orang tuannya.
Apabila ia bercerai dengan suaminya orang tuanya tidak lagi bertanggung
jawab untuk memberinya nafkah atau menanggung hidupnya. Akibatnya
banyak anak perempuan yang telah dikembalikan oleh suaminya
cenderung memberanikan diri pergi ke kota-kota besar untuk mendapatkan
kesempatan kerja yang lebih baik dan untuk bertahan hidup.Sayangnya
anak perempuan itu tidak mempunyai keterampilan atau ijazah yang
memungkinkan mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mereka
akhirnya masuk ke lingkungan prostitusi atau pelacuran. 32


Konflik sosial dan perang
Dewasa ini Indonesia berada dalam masa transisi politik yang
pernah bergejolak dari pemerintahan yang lebih terbuka dan demokratis.
Ditambah lagi dengan konflik sosial politik di berbagai daerah sehingga
banyak orang terusir dari rumah mereka sendiri dan banyak anak-anak
yang menderita akibat konflik ini. Dijelaskan oleh Salma Savitri dan Andi
(aktivis Komnas perempuan) bahwa perdagangan perempuan dan anakanak diakibatkan oleh banyaknya pengungsi akibat politik. 33

32
33

Ibid, hal 47
ibid

Universitas Sumatera Utara

29

Dari uraian faktor-faktor di atas dapat di lihat bahwa untuk mengetahui
penyebab terjadinya kejahatan terhadap anak maka harus di lihat faktor-faktor
yang mendukung ataupun relevan dengan kejahatan terhadap anak, dalam hal
ini berupa perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran. Faktorfaktor tersebut di atas sangatlah berpengaruh bagi masyarakat, masih banyak
yang belum memahami disadari atau tidak disadari oleh masyarakat itu bahwa
yang menjadi korban perdagangan untuk tujuan prostitusi atau pelacuran itu
adalah anak-anak mereka sendiri.
8. Media Massa
Media masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita
dan informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan
kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya.
Bahkan tidak sedikit justru memberikan yang kurang mendidik dan bersifat
pornografi yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan
susila lainnya.
Banyak faktor yang mendorong orang terlibat dalam perdagangan manusia
yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu supply dan demond. Dari sisi supply
antara lain :
a. Trafficking merupakan bisnis yang menguntungkan. Dari industri seks saja
di perkirakan US $ 1,2-2,3 milyar per tahun untuk Indonesia. Hal ini
menyebabkan kejahatan internasional terorganisir menjadi prostitusi
internasional dan jaringan perdagangan manusia sebagai fokus utama
kegiatannya.

Universitas Sumatera Utara

30

b. Kemiskinan

telah

mendorong anak-anak tidak sekolah

sehingga

kesempatan untuk memiliki keterampilan kejurusan serta kesempatan kerja
menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah
untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang
mendorong kepergian anak terlantar tanpa perlindungan sehingga berisiko
menjadi korban.
c. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim
dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka
terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong
mereka masuk dalam dunia prostitusi.
d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja,
sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini.
Akibat konsumerisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari yang
banyak dengan cara mudah.
e. Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan di usia muda yang rentan
perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial.
Adanya kepercayaan bahwa hubungan seks dengan anak-anak secara
homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis
seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat
melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya.
f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut, mudah diatur,
dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap
pekerja anak. Sering kali anak-anak bekerja dalam situasi yang rawan
kecelakaandan berbahaya.

Universitas Sumatera Utara

31

g. Perubahan

struktur

sosial

yang

diiringi

oleh

cepatnya

industrialisasi/komersialisasi , telah meningkatkan jumlah keluarga
menenga, sehingga meningkatkan kebutuhan akan perempuan dan anak
untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Dalam kondisi yang
tertutup dari luar, anak-anak itu rawan terhadap penganiayaan baik fisik
maupun seksual. Selain dipaksa bekerja berat tanpa istirahat, mereka
diperlakukan kasar jika mengeluh.
h. Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia yang juga menawarkan
pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan
perempuan dan anak-anak untuk bisnis tersebut. Ketakutan para pelanggan
terinfeksi virus HIV/AIDS menyebabkan banyak perawan muda di rekrut
untuk tujuan itu. Pulau Batam telah menarik orang asing tidak saja untuk
membuka usaha, tetapi juga untuk pelayan seksual yang mudah di dapat
dan murah. Gadis –gadis belia dari Jawa dan Sumatera dengan gencar
direkrut untuk memenuhi kebutuhan para pengusaha yang kebanyakan
berasal dari Korea dan Singapura. Bali sebagai daerah wisata , banyak
merekrut gadis-gadis lokal dan juga dari tempat-tempat lain di Indonesia
untuk eksploitasi secara seksual, biasanya oleh turis-turis asing. Indonesia
dan Taiwan adalah tujuan kedua wisatawan seks dari Australia. Dengan
maraknya AIDS, anak-anak menjadi semakin laku. Harga anak perawan
sangat mahal, dan dengan adanya resesi, membuat anak perawan keluarga
miskin menjadi sangat potensial untuk di jual34.

34

Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Trafiking, USU Press, 2005 hal 13-14

Universitas Sumatera Utara

32

1. Cara-Cara Pelaku Untuk Mendapatkan Korban
Kelompok yang rentan untuk menjadi korban perdagangan adalah orangorang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya
berada dalam kondisi rentan, seperti laki-laki, perempuan dan anak-anak dari
keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan, mereka
yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas yang terlibat masalah
ekonomi,politik dan sosial yang serius, anggota keluarga yang mengalami krisis
ekonomi seperti hilangnya pendapatan orang tua/wali, orang tua /wali sakit keras,
atau meninggal dunia, putus sekolah,korban kekerasan fisik,psikis, seksual, para
pencari kerja (termasuk buruh migran), perempuan dan anak jalanan korban
penculikan, janda cerai akibat pernikahan dini, mereka yang dapat tekanan dari
orang tua atau lingkungannya untuk bekerja, bahkan pekerja seks yang
menganggap bahwa bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih.
Karekteristik korban adalah anak yang putus sekolah atau baru tamat sekolah dan
mencari pekerjaan, anak dan perempuan dari keluarga miskin, perempuan yang
mencari pekerjaan, perempuan yang akan habis kontrak kerjanya dan
membutuhkan pekerjaan kembali. 35
Berbagai cara dilakukan sindikat dan pelaku untuk membujuk, memengaruhi
atau menjebak calon korban seperti :
a. Mencari korban di plaza, mal, pusat hiburan

35

Maidin Gultom,Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, refika aditama,
Medan, 2012, hal 33-34

Universitas Sumatera Utara

33

b. Datang langsung ke rumah dengan alasan mencari pekerja untuk restoran,
rumah makan, karaoke, hotel dan pembantu rumah tangga kepada orang yang
telah atau baru di kenal
c. Gaji dan fasilitas ditawarkan tinggi, seperti gaji, seperti gaji di restoran Rp 600
ribu per bulan
d. Biasanya tak menyebutkan nama dan alamat kerja secara lengkap, kalau
diberitahu hanya kota/provinsi/negaranya saja
e. Ketika korban tertarik, pelaku menyuruh korban mengajak temannya dengan
alasan pekerja yang di perlukan banyak
f. Pelaku, kadang minta izin kepada orang tua korban tetapi umumnya menyuruh
agar tidak member tahu siapa pun rencana kepergiannya
g. Korban tak perlu membuat surat lamaran, tidak di pungut biaya, malah biaya
perjalanan ditanggung (tapi biaya ini dianggap hutang kepada ketika telah di
jual atau di pekerjakan)
h. Pelaku warga negara asing, biasanya menunggu korban di bawa suruhannya
ke hotel tempatnya menginap. Di hotel korban di bawa untuk wawancara. Ada
kasus, saat wawancara dan test korban dilepas pakaiannya dengan alasan si
penerima kerja tak mau jika kulit tidak mulus, serta test korban perawan apa
tidak
i.

Kalau di tanyakan lulus, passport dan surat lainnya di urus si agen ( kemudian
dianggap hutang si calon tenaga kerja)

j. Mencari korban pekerja tebus kontrak atau perusahaan yang bangkrut atau
mencari anak SMU yang baru tamat 36

36

Ibid, hal 49

Universitas Sumatera Utara

34

Orang-orang yang rentan bias menjadi pelaku perdagangan anak, antara lain :
a. Keluarga (orang tua,paman,bibi dan lain-lain)
b. Orang lain (teman,pacar, dan lain-lain)
c. Agen pencari kerja
d. Aparat pemerintah
e. Broker/ agen perantara
f. Perusahaan darat atau laut serta penerbangan
g. Jaringan/sindikat
h. Pedofil, orang lain yang menggunakan jasa anak atau sebagai
konsumen pengguna anak

2. Dampak yang Di alami Anak Korban Trafficking
Dampak fisik ;
Luka

–luka

pada

sekujur

pemukulan,kerusakan

organ

diinginkan,terinfeksi

penyakit

tubuh

reproduksi,
menular

akibat

tindak

kehamilan

seksual

bahkan

kekerasan

yang

tidak

HIV/AIDS,

kekurangang gizi, masalah pernafasan bahkan TBC.
Dampak psikologis
Trauma karena pengalaman buruk yang dialaminya,stress akut hingga
depresi, berfikir untuk bunuh diri, kepercayaan dan harga diri yang rentan,
selalu merasa bersalah, paranoid (ketakutan ada orang yang membuntuti),
merasa ketakutan sering mimpi buruk, kehilangan harga diri, kehilangan

Universitas Sumatera Utara

35

kontrol atas diri sendiri cenderung korban yang di suntikkan narkoba oleh
pelaku.
Dampak sosial
Selalu curiga pada orang lain, takut berada dikeramaian, sulit bergerak,
merasa minder (tidak memiliki harga diri), mendapatkan label negatif dari
lingkungan, ditolak keberadaannya oleh lingkungan sosial. 37

B. Bentuk-Bentuk Penjualan Anak
Ada beberapa bentuk perdagangan manusia yang terjadinya pada anakanak: 38
1. Kerja Paksa Seks dan Eksploitasi Seks, baik di luar negeri maupun
wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anakanak dijanjikan bekerja sebagai buruh migrant. Pembantu Rumah
Tangga, pekerja restoran, penjaga toko atau pekerjaan-pekerjaan
tanpa keahlian tetapi dipaksa bekerja pada industry seks saat
mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang
dibawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak berkerja.
2. Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik diluar atau pun di wilayah
Indonesia PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia
di trafik dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk jam

37

http://sitilestariayu.blogspot.co.id/2013/01/jurnal-psikologi-perkembangan.html di akses
tanggal 27 November 2016 pada pukul 1.33 WIB
38
Taufik Umar Lubis, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Trafficking
Ditinjau Dari Hukum Internasional (skripsi), 2009 hal 27

Universitas Sumatera Utara

36

kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan illegal, upah yang
tidak dibayar atau dikurangi, kerja karena jeratan hutang,
penyiksaan fisik atau psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi
makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan
agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa
majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk
memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.
3. Bentuk Lain dari Kerja Migran,baik diluar atau di wilayah
Indonesia, meskipun banyak orang Indon esia yang bermigrasi
sebagai pembantu rumah tangga, yang lainnya dijanjikan
mendapatkan perkerjaan yang tidak memerlukan keahlian di
pabrik, restoran, industri cottage, atau took kecil. Beberapa dari
buruh migrant ini ditarif ke dalam kondisi kerja yang sewenangwenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak
dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak ditempat kerja
seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan.
4. Penari, Penghibur dan Pertukaran Budaya,terutama diluar negeri
perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari
duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat
kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja
di Industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip
perbudakan.
5. Pengantin Pesanan,terutama di luar negeri, beberapa perempuan
dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang yang

Universitas Sumatera Utara

37

berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus
semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk
keluarga mereka dengan mirip perbudakan atau menjual mereka ke
industri seks.
6. Beberapa Bentuk Buruh / Pekerja Anak, beberapa anak yang
berada dijalankan untuk mengemis, mencari ikan dilepas pantai
seperti jermal dan bekerja di perkebunan telah ditarik kedalam
situasi yang mereka hadapi saat ini.
7. Trafficking / Penjualan Bayi, baik di luar ataupun di Indonesia,
beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan
palsu saat diluar negeri dan mereka dipaksa untuk menyerahkan
bayinya untuk diadopsi illegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah
tangga Indonesia ditipu oleh pembantu rumah tangga kepercayaan
yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi
tersebut ke pasar gelap.
Menurut penelitian yang dilakukan sesuai dengan yang telah di
gariskan oleh Internasional Labour Organization (ILO), menunjukkan
temuan-temuan, bentuk-bentuk trafficking anak sebagai berikut:
1. Perdagangan anak (sale of children)
Penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaksi seorang
anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapa pun atau kelompok
demi keuntungan atau dalam bentuk lain. Dalam konteks penjualan
anak-anak seperti yang di defininisikan pasal 2 dari Optimal Protocol

Universitas Sumatera Utara

38

of CRC on the sale of Children and Trafficking, Child Prostitution,
and Child Pornography:menawarkan, mengantarkan, atau menerima
anak dengan berbagai cara untuk tujuan-tujuan: eksploitasi seksual
anak, mengambil organ tubuh anak untuk mengambil suatu
keuntungan, dan keterlibatan anak dalam kerja paksa.
2. Penyelundupin Manusia (Smuggling of Person)
Penyelundupan manusia adalah usaha untuk mendapatkan
keuntungan berupa uang atau materi lain, terhadap masuknya
seseorang secara tidak resmi ke dalam suatu kelompok negara di mana
orang tersebut bukanlah warga negara tersebut atau warga negara tetap
“Optimal Protocol Against Smuggling of Migrant by Land and Sea,
Supplementing the United Nation Convention Against Transnational
Organized Crime, December 2000.”
3. Migrasi dengan Tekanan
Migrasi (migration), baik yang bersifat legal maupun legal
maupun illegal adalah proses di mana orang atas kesadaran mereka
sendiri memilih untuk meninggalkan suatu tempat dan pergi ke tempat
lain. Trafficking anak merupakan bentuk migrasi dengan tekanan,
yaitu orang yang diperdagangkan direkrut dan dipindahkan ke tempat
lain secara paksa, dengan ancaman kekerasan atau penipuan. Hal ini
dapat terjadi baik dalam migrasi secara legal maupun illegal.

Universitas Sumatera Utara

39

4. Prostitusi Anak Perempuan dan Laki-Laki (Prostitutions of Child)
Prostitusi

anak

adalah

anak

yang

dilancurkan

atau

menggunakan seorang anak untuk aktivitas seksual demi keuntungan
atau dalam bentuk lain. Pengertian tersebut meliputi menawarkan,
mendapatkan, dan menyediakan anak untuk prostitusi. Protokol
tambahan Konvensi Hak Anak, Convention for Suppression of the
Traffic and the Exploitations of the Prostitution of Other, article1,2. 39

39

Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafiking, USU Press 2005, hal 14-15

Universitas Sumatera Utara