Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

6

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Mangrove
Mangrove didefinisikansebagai tipe vegetasi yang terdapat di perairan laut
dan payau.Secara umum dibatasi zona pasang-surut, mulai dari batas air surut
terendah hingga pasang tertinggi. Secara harfiah, mangrove mempunyai dua arti
yaitu sebagai komunitas tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam
atau salinitas dan sebagai individu. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai,
hutan payau atau hutan bakau.Pengertian mangrove sebagai hutan pantai adalah
deretan pohon yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik pada daerah yang
dipengaruhi pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang
dipengaruhi oleh ekosistem pesisir.Sementara pengertian mangrove sebagai hutan
payau atau hutan bakau adalah pohon yang tumbuh di daerah payau pada tanah
alluvial di daerah pertemuan air laut dan air tawar yang terdapat di sekitar muara
sungai (Sari dkk, 2014).
Ekosistem hutan mangrove dapat menyediakan habitat yang baik bagi
kolonisasi berbagai fauna yaitu dengan adanya naungan, substrat dasar yang
lembab, pohon sebagai tempat menempel dan yang terpenting yaitu kelimpahan
detritus organik sebagai makanan. Selanjutnya mereka membagi fauna hutan

mangrove berdasarkan habitatnya yaitu: (1) Fauna yang hidup di atas permukaan
tanah (surface fauna/epifauna), (2) Fauna yang hidup meliang di dalam tanah
(infauna) dan (3) Fauna yang hidup menempel di pohon mangrove
(Rangan, 2010).

Universitas Sumatera Utara

7

Peran dan Fungsi Mangrove
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam pesisir yang mempunyai
peranan penting bagi kelangsungan hidup ekosistem lainnya.Hal ini karena hutan
mangrove mempunyai lokasi yang strategis, dan dengan potensi yang terkandung
didalamnya, serta fungsi perlindungannya secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi keberadaan dan berfungsinya sumber daya alam lainnya. Hutan
mangrove memiliki bermacam-macam fungsi, antara lain fungsi fisik, biologis
dan sosial ekonomis(Fitriah dkk, 2013).
Mangrove sebagai habitat tempat hidup, berlindung, memijah dan
penyuplaimakanan dapat menunjang kehidupan moluska. Rantai makanan yang
berperan didaerah ekosistem mangrove adalah rantai makanan detritus dimana

sumber utama detritus berasal dari daun-daunan dan ranting-ranting mangrove
yang gugur dan membusuk. Oleh karena itu organisme bentik terutama
gastropoda dan bivalvia dapat dijadikan sebagai indikator ekologi untuk
mengetahui kondisi ekosistem (Hartoni dan Agussalim, 2013).

Zonasi Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi
yang dominan, mulai dari arah laut ke darat yaitu: Zona Avicennia sp.; terletak
paling luar dan berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki
substrat lumpur dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pionir karena
jenis tumbuhan ini memiliki perakaran yang kuat untuk menahan gelombang dan
mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen. Zona Rhizophora sp.;
terletak di belakang zona Avicenia sp., substratnya masih berupa lumpur lunak,

Universitas Sumatera Utara

8

namun kadar salinitasnya lebih rendah. Mangrove pada zona ini masih tergenang
pada saat air pasang.Zona Bruguiera sp.; terletak di belakang zona Rhizophora sp.

dan memiliki substrat tanah berlumpur keras.Zona ini hanya terendam pada saat
air pasang tertinggi atau 2 kali dalam sebulan.Zona Nypa fruticans; terletak paling
belakang dan berbatasan dengan daratan (Sari dkk, 2014).Pola zonasi mangrove
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004)
Zonasi hutan mangrove yang selalu tergenang air (Rhizophora styllosa,
Rhizopora mucronata) tergenang pada saat pasang sedang (Rhizophora
apiculata), tergenang pada saat pasang tinggi (Rhizophora apiculata, Bruguiera
gymnorhiza) serta daerah perbatasan atau transisi dimana hanya tergenang pada
saat pasang purnama (Rhizophora apiculata, Bruguiera, Ceriops dan Xylocarpus)
(Nursin, dkk., 2014).

Universitas Sumatera Utara

9

Morfologi Gastropoda
Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Mollusca lebih dari
75.000 spesies yang telah teridentifikasi dan 15.000 diantaranya dapat dilihat

bentuk fosilnya.Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal
zaman Cambrian.Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, seperti
didarat dan di laut. Maka dapat disimpulkan bahwa Gastropoda merupakan kelas
yang paling sukses di antara kelas yang lain (Kamalia, dkk., 2014).
Gastropoda adalah salah satu biota laut yang jenisnya melimpah dan
memiliki karakter yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Habitat
gastropoda ada di laut, darat, air tawar, bahkan air payau. Pada umumnya,
gastropoda bercangkang dan bertubuh lunak dengan bentuk cangkang setiap jenis
berbeda sesuai dengan pola habitatnya yang beranekaragam bentuk, pola, dan
struktur cangkang (Putri dkk, 2012).
Struktur umum morfologi gastropoda terdiri atas kepala, kaki, badan, dan
mantel.Kepala hewan Gastropoda berkembang dengan baik dan pada umumnya
dilengkapi dengan tentakel dan mata. Gastropoda mempunyai badan yang simetri
dengan mantelnya terletak di bagian depan, dan memiliki cangkang tunggal yang
berputar ke arah belakang searah dengan jarum terpilin membentuk spiral, dengan
massa viseral dilindungi cangkang dan mengalami perputaran 180o berlawanan
arah dengan jarum jam terhadap sumbu anterior-posterior. Ciri khas gastropoda
mengeluarkan lendir untuk memudahkan pergerakannya (Tuheteru dkk, 2014).

Universitas Sumatera Utara


10

Gambar 3. Penampang Cangkang Gastropoda (Tuheteru dkk, 2014).

Sistem Reproduksi Gastropoda
Gastropoda mempunyai alat reproduksi jantan dan betina yang bergabung
atau disebut juga ovotestes. Pembuahan sel telur diperlukan individu
pasangannya, karena spermatozoa dari suatu individu tidak bisa bergabung
dengan telur dari individu yang sama. Spermatozoa dihasilkan oleh ovotestis,
kemudian menuju ke saluran sperma, dan selanjutnya menuju vas diveren. Telur
juga berasal dari ovotestis, keluar menuju ke saluran hermafroditikus, selanjutnya
akan dibungkus oleh albumi. Dalam oviduk, telur akan dibungkus oleh cangkang
yang dihasilkan oleh epitel saluran tersebut. Vagina bermuara ke kelenjar lendir,
kantung duri dan doktus spermateka.Vagina dan venis bermuara ke atrium
genital.Gastropoda yang hidup di laut mengamankan telur-telurnya dengan
meletakkan di dalam selaput agar-agar.Bentuk selaput pelindung tersebut
bermacam-macam banyak diantaranyaberbentuk kapsul dan setiap kapsul dapat
berisi satu sampai ratusan telur didalamnya.Ada induk yang menjaga telurnya
tetapi ada pula yang meninggalkan telurnya (Tuheteru dkk, 2014).


Universitas Sumatera Utara

11

Habitat Gastropoda
Gastropoda di ekosistem mangrove merupakan salah satu jenis gastropoda
yang banyak hidup di air payau atau hutan mangrove yang didominasi oleh pohon
mangrove (Rhizopora sp) sehingga orang menyebutnya sebagai keong bakau.
Gastropoda biasanya hidup menempel pada akar, batang mangrove dan pada
permukaan tanah.Hewan yang hidup di ekosistem mangrove, dapat ditemukan di
lumpur atau tanah yang tergenang air dan juga dapat menempel pada akar, batang
dan daun mangrove.Pada umumnya pergerakan Gastropoda sangat lambat dan
bukan merupakan hewan yang berpindah-pindah.Kondisi lingkungan di ekosistem
tersebut seperti tipe substrat, salinitas, dan suhu perairan dapat memberikan
variasi yang besar pada kehidupan Gastropoda (Shanmugam dan Vairamani,
2008).
Distribusi gastropoda di hutan mangrove mempunyai penyebaran yang
sempit. Gastropoda banyak ditemukan sangat dekat dengan genangan air dan
mampu bertahan pada rentang kadar garam air yang tinggi. Gastropoda yang

berada di atas permukaan tanah contohnya Cerithidea cigulata, L. skabra, C.
quardata, N. planospira, Telescopium telescopiumyang menyukai permukaan
lumpur atau daerah dengan genangan air yang cukup luas. Jenis C. cigulata
banyak ditemukan di ekosistem mangrove Rhizophora spp, karena dapat
menyediakan substrat lumpur yang merupakan habitat dari jenis tersebut.Jenisjenis gastropoda tersebut merupakan jenis gastropoda dari famili Potamididae
yang hidup pada substrat yang mengandung lumpur.Sebagian gastropoda tersebut
merupakan pemakan serasah (Tuheteru dkk, 2014).

Universitas Sumatera Utara

12

Cara Makan Gastropoda
Gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam proses
dekomposisi serasah dan mineralisasi materi organik terutama yang bersifat
herbivor dan detrivor. Dengan kata lain Gastropoda berkedudukan sebagai
dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi
bagian-bagian kecil kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil
yaitu mikroorganisme (Kamalia dkk, 2014).
Pada umumnya gastropoda tersebut pada saat air pasang akan melakukan

aktivitas yaitu dengan mengambil makanan yang melayang di air, sedangkan pada
saat air surut gastropoda tersebut akan membenamkan diri di bawa pohon
mangrove Rhizophora spp, sekitar 10
−15 cm dari akar mangrove, di bawah
mangrove

juga

tergenagi

air

sehingga

gastropoda

bisa

mengambil


makanan(Tuheteru dkk, 2014).
Sebagian besar gastropoda bersifat herbivora yang memakan benthik
plankton dasar perairan atau memakan daun secara langsung namun ada juga yang
sebagai predator. Namun beberapa gastropoda yang ditemukan didaerah
berlumpur sebagai deposit feeder. Demikian pula dengan jumlahfitoplankton
dasar yang ada di daerah tersebut juga memiliki jumlah yang relatif sama sebagai
salah satu sumber makan gastropoda (Pratikto dan Rochaddi, 2006).

Jenis – Jenis Gastropda di Ekosistem Mangrove
Umumnya Gastropoda yang hidup di perairan kawasan hutan mangrove
yaitu Telescopium telescopium, Cassidula aurisfelis, Cerithidea cingulata,
Cerithidea quadrata, Chicoreus capucinus, Terebralia sulcata, Nerita lineate,

Universitas Sumatera Utara

13

Littoraria

scabra,


Littoraria

melanostoma,

dan

Sphaerassiminea

miniata(Tuheteru dkk, 2014).
Jenis-jenis Gastropoda lebih banyak ditemukan di ekosistem mangrove
dengan mangrove jenis Avicennia marina dan Rhizophora Mucronata dan
Rhizphora stylosa. Misalnya Gastropoda jenis Terebralia sulcata, Terebralia
palustris, Cerithidea cingulata yang merupakan Gastropoda asli pada ekosistem
mangrove, jenis-jenis tersebut lebih banyak menyukai permukaan yang berlumpur
atau daerah dengan genangan air yang cukup luas pada daerah ekosistem
mangrove, jenis Terebralia palustris yang memiliki kesamaan dengan Terebralia
sulcata yang lebih banyak menyukai permukaan berlumpur dan lebih banyak
sering dijumpai di mangrove jenis Avicennia marina, Rhizophora mucronata dan
Rhizophora stylosa (Budiman dan Dwiono, 1986).


Suhu
Suhu merupakan suatu ukuran yang menunjukan derajat panas benda.
Suhu biasa digambarkan sebagai ukuran energi gerakan molekul. Suhu sangat
berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem suatu perairan. Suhu
sangat memengaruhi segala proses yang terjadi di perairan baik fisika, kimia,
dan biologi badan air. Suhu juga mengatur proses kehidupan dan penyebaran
organisme. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi
pertumbuhannya. Makin tinggi kenaikan suhu air, maka makin sedikit oksigen
yang terkandung di dalamnya. Suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos
adalah yang lebih kurang dari 35°C (Marpaung, 2013).

Universitas Sumatera Utara

14

Salinitas
Salinitas

merupakan

ciri

khas

perairan

pantai

atau

laut

yang

membedakannya dengan air tawar.Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota
yang bersifat stenohaline dan euryhaline.Biota yang mampu hidup pada kisaran
yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang
mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline(Asrianidkk,
2013).
Fluktuasi salinitas di daerah intertidal dapat disebabkan oleh dua hal,
pertama akibat hujan lebat sehingga salinitas akan sangat turun dan kedua akibat
penguapan yang sangat tinggi pada siang hari sehingga salinitas akan sangat
tinggi. Organisme yang hidup di daerah intertidal biasanya telah beradaptasi
untuk menolerir perubahan salinitas hingga 15‰. Kisaran salinitas yang
dianggap layak bagi kehidupan makrozoobentos berkisar 15-45‰, karena
pada perairan yang bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan
makrozoobentos

seperti

siput, cacing (Annelida) dan kerang-kerangan

(Marpaung, 2013).

Derajat Keasaman (pH)
Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam menolerir
pH perairan. Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi
banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai
anion dan kation serta jenis dan stadia organisme. Sebagian besar biota akuatik
menyukai nilai pH berkisar antara 5,0-9,0 hal ini menunjukkan

adanya

kelimpahan dari organisme makrozoobenthos, dimana sebagian besar organisme

Universitas Sumatera Utara

15

dasar perairan seperti polychaeta, moluska dan bivalvia memiliki tingkat asosiasi
terhadap derajat keasaman yang berbeda-beda (Marpaung, 2013).
pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu
perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi
ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya, sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 78,5(Asrianidkk, 2013).

Substrat
Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan
mangrove.Tekstur dan konsentrasi ion serta kandungan bahan organik pada
subtrat sedimen mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan misalnya jika
komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan lanau (silt) maka tegakan menjadi
lebih rapat (Budiasih dkk, 2015).
Substrat dasar perairan merupakan faktor yang penting bagi kehidupan
hewan makrozoobentos yaitu sebagai habitat hewan tersebut.Masing-masing
spesies mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap substrat. Kadar
organik

adalah

satu

hal

yang

sangat

berpengaruh

pada

kehidupan

makrozoobentos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi
makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya
akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai
organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka
pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi
hewan bentos (Asriani dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dalam Upaya Meningkatkan Produksi Perikanan Di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

1 8 107

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dalam Upaya Meningkatkan Produksi Perikanan Di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 15

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dalam Upaya Meningkatkan Produksi Perikanan Di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dalam Upaya Meningkatkan Produksi Perikanan Di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

1 1 6

Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 15

Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 1 2

Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 5

Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Chapter III V

0 0 26

Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

1 4 3

Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

3 13 15