Variasi Bunyi Vokal Bahasa Indonesia pada etnis Tionghoa di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
De Sausurre (1973) pada awal abad ke-20 menyebutkan bahwa bahasa adalah
salah satu lembaga kemasyarakatan yang sama dengan lembaga kemasyarakatan
lainnya, seperti perkawinan, pewarisan harta peninggalan, dan sebagainya.
Kemudian pada pertengahan abad ini para pakar di bidang bahasa merasa perlu
adanya perhatian yang lebih terhadap dimensi kemasyarakatan bahasa yang
akhirnya menyebabkan terjadinya ragam-ragam bahasa. Dilihat dari sudut lain,
ragam-ragam bahasa ini bukan hanya menunjukkan adanya perbedaan sosial
dalam masyarakat, tetapi juga memberi indikasi mengenai situasi berbahasa, dan
mencerminkan tujuan, kaedah, dan modus-modus penggunaan bahasa.
Amran (1984) menyebutkan dalam studi linguistik, khususnya dalam bidang
fonologi, ada hal yang harus diperhatikan, yaitu observasi bahasa Indonesia yang
menunjukkan bahwa ragam tulis tidak sama dengan ragam lisan. Perbedaan antara
ragam tulis dengan ragam lisan itu dibuat agar dapat menelaah keduanya dengan
sebuah pendekatan yang terpadu. Ada dua perbedaan yang menonjol dari kedua
ragam tersebut, yaitu
1.

Bahasa Indonesia ragam tulis dimanifestasikan dengan sebuah

sistem ejaan yang baku sehingga dapat menyeragamkan sistem ejaan
di Indonesia. Sebaliknya, sistem bunyi bahasa Indonesia ragam lisan
jauh dari keseragaman. Sistem bunyi ragam lisan bervariasi dari satu

Universitas Sumatera Utara

daerah ke daerah lain, karena terpengaruh oleh sistem bunyi
berbagai daerah. Dalam kasus seperti inilah terjadi banyak ragam
bahasa Indonesia yang disebut dengan regional bahasa Indonesia.
2. Bahasa Indonesia ragam tulis berbeda dengan ragam lisan dalam tata
bahasanya. Perbedaannya yang sangat menyolok terletak pada
perluasan yang memungkinkan terjadinya transformasi opsional
tertentu, seperti invensi dan pelepasan.
Perbedaan antara ragam tulis dan ragam lisan merupakan salah satu bentuk
kasus variasi bunyi bahasa Indonesia. Kasus variasi bunyi bahasa Indonesia
tersebut sebenarnya banyak sekali terjadi. Salah satu daerah yang terdapat kasus
bahasa tersebut adalah kota Medan. Jika dilihat dari segi sejarah, sebenarnya kota
Medan belum dikategorikan sebagai penduduk yang bersifat majemuk. Dahulu
kota Medan telah dikuasai oleh penduduk bersuku Melayu. Namun, seiring
perkembangan zaman, kota Medan telah didatangi oleh penduduk pendatang.

Sebagian besar dari mereka berasal dari berbagai suku yang masih mengenal dan
menguasai daerah asalnya. Adanya keanekaragaman suku bangsa ini sangat
mempengaruhi kebahasaan yang ada di kota Medan. Salah satu kasus
keanekaragaman bahasa dapat dilihat dari masyarakat keturunan Tionghoa.
Sejarah telah mencatat mayarakat keturunan Tionghoa pernah menjadi
simbol sejarah yang ada di kota Medan walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa
mereka belum dapat melupakan kebudayaannya. Hal itu dapat dilihat dari
sebagian masyarakat keturunan Tionghoa masih memakai bahasa etnis hokkien
untuk percakapan sehari-hari antarsesama keturunan Tionghoa.

Universitas Sumatera Utara

Fenomena kebahasaan yang sering terjadi oleh penutur bahasa Indonesia
keturunan Tionghoa memiliki ciri khas tersendiri. Sebagai contoh variasi bunyi
vokal [e] pada keturunan Tionghoa adalah sebagai berikut:
Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ u ]
Contoh :

tepung diucapkan


[ tupung ]

semut diucapkan

[ sumut ]

tebu diucapkan

[ tubu ]

sembuh diucapkan

[ sumbuh]

Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ i ]
Contoh :

senang diucapkan

[ sinaη ]


sedang diucapkan

[ silaη ]

segar diucapkan

[ sikal ]

seperti diucapkan

[ sipalti ]

senantiasa diucapkan

[ sinaηtiasa ]

Selain itu, fenomena kebahasaan yang terjadi oleh penutur bahasa
Indonesia keturunan Tionghoa terlihat dari variasi bunyi vokal bahasa asli
keturunan Tionghoa yaitu bahasa Mandarin. Walsh (2009:13) mengatakan bahwa

huruf vokal dasar dalam bahasa Mandarin ada enam jenis yaitu: [a, o, e, i, u, Ü]
Adanya fenomena kebahasaan tersebut menjadikan masyarakat keturunan
Tionghoa sebagai dwibahasa, yaitu seseorang yang memiliki dua bahasa atau
lebih dan juga digolongkan sebagai kasus bilingual linguistik, yaitu variasi
berbahasa dalam sebuah daerah. Bentuk variasi tersebut menjadi latar belakang
penulis untuk mengkaji variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada keturunan
Tionghoa di kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahan pada penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat
keturunan Tionghoa.
2. Faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya variasi bunyi vokal bahasa
Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa.

1.3 Batasan Masalah
Suatu penelitian harus memunyai batasan masalah. Dengan pembatasan

masalah yang ada, penelitian yang dikaji dapat terarah dan tidak terjadi
kesimpangsiuran masalah yang hendak diteliti sehingga tujuan yang dimaksudkan
peneliti dapat tercapai.
Penelitian mengenai variasi bunyi vokal bahasa Indonesia ini hanya
terbatas pada bentuk variasi bunyi vokal bahasa Indonesia yang digunakan oleh
masyarakat keturunan Tionghoa yang bersuku hokkien.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan
Adapun penelitian ini memiliki tujuan untuk:
1. Mendeskripsikan variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat
keturunan Tionghoa
2. Mendeskripsikan faktor penyebab timbulnya variasi bunyi vokal bahasa
Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa

Universitas Sumatera Utara

1.4.2 Manfaat
Suatu penelitian yang mendalam tentu saja mempunyai manfaat.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.4.2.1 Manfaat Teoritis
1. Mengetahui variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat
keturunan Tionghoa di kota Medan.
2. Menambah wawasan kebahasaan mengenai fonologi
3.

Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang akan menganalisis

bidang linguistik khususnya yang berhubungan dengan fonologi.

1.4.2.2 Manfaat Praktis
1. Menjadikan pedoman untuk pendidikan mahasiswa umumnya, dan
jurusan lingustik khususnya dalam acuan pembelajaran linguistik atau
fonologi.

Universitas Sumatera Utara