Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang
hingga saat ini masih banyak terjadi di Indonesia, dan jumlah kasusnya masih
tinggi. Bahkan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue semakin banyak dan
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kepanikan dan
keresahan dimasyarakat. Demam Berdarah Dengue/Dengue hemorrhagic fever
(DHF) disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
aegypti yang banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis (Rahayu
dkk, 2012).
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan
dua atau lebih manifestasi seperti sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,
atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia, trombositopenia
(100.000 sel per mm3 atau kurang) (WHO, 2004).
Epidemi pertama dengue tercatat tahun 1965 di wilayah India Barat dan Perancis,
walaupun penyakit ini serupa dengan dengue telah dilaporkan terjadi di Cina
semenjak awal 922 SM. Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit dengue serupa
dengan DHF yang dicatat pertama kali terjadi di Australia tahun 1897. Penyakit

pendarahan serupa juga dicatat pada tahun 1928 saat terjadi epidemi di Yunani
dan kemudian Taiwan tahun 1931. Selanjutnya KLB besar DHF yang
mengakibatkan banyak terjadi kematian di sebagian besar negara Asia.

1
Universitas Sumatera Utara

2

KLB terakhir dengue yang cukup bermakna pada lima dari enam wilayah WHO,
dengan wilayah Eropa di wilayah Eropa merupakan satu-satunya pengecualian.
Akan tetapi, ada beberapa negara di wilayah Eropa yang melaporkan penemuan
kasus dengue impor. Populasi dunia yang diperkirakan beresiko terhadap penyakit
ini mencapai 2,5 sampai 3 miliar orang yang tinggal daerah perkotaan di wilayah
beriklim tropis dan subtropis. Akan tetapi, pada saat dengue diperkirakan hanya
sebagai masalah yang timbul di daerah perkotaan, terrnyata dibeberapa wilayah
pedesaan Asia Tenggara masalah ini menjadi masalah yang signifikan. Menurut
hasil perkiraan terdapat sedkitnya 100 juta kasus demam dengue terjadi setiap
tahunnya dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan rawat inap. Dari 500.000
kasus DHF tersebut, 90% diantaranya merupakan anak-anak yang berusia kurang

dari 15 tahun (WHO, 2004).
Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia, tercatat masih tinggi bahkan
paling tinggi dibanding negara lain di ASEAN. Di wilayah pengawasan WHO
Asia Tenggara, Indonesia termasuk peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus
DBD yang dilaporkan. Sejak tahun 1980 jumlah kasus yang dilaporkan lebih dari
10.000

setiap

tahunnya.

Jumlah

penderita

cenderung

meningkat

dan


penyebarannya semakin luas menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga
golongan umur yang lebih tua (Soegijanto, 2006).
Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia
Tenggara. Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak
di bawah 15 tahun. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak

2
Universitas Sumatera Utara

3

158.115, tahun 2008 sebanyak 137.469 kasus, tahun 2009 sebanyak 158.912
kasus dengan kota terjangkit sebanyak 382 kota.
Berdasarkan data dari Ditjen PP&PL Kemenkes RI tahun 2014, menyatakan
jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 907 orang (IR/ angka kesakitan= 39,8 per 100.000 penduduk
dan CFR/ angka kematian = 0,9%). Dibandingkan dengan tahun 2013 dengan
kasus sebanyak 112.511 serta IR 45,85 terjadi penurunan kasus pada tahun 2014.
Untuk provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi tahun 2014 yaitu Bali

sebesar 204,22, Kalimantan Timur sebesar 135,46, dan Kalimantan Utara sebesar
128,51 per 100.000 penduduk. Provinsi Sumatera Utara termasuk tinggi dalam
kasus DBD selama Tahun 2014 yaitu sebesar 39,75 kasus.
Kasus DBD di Kota Medan berdasarkan tahun 2010 masih tinggi. Provinsi
Sumatera Utara yang merupakan daerah endemis DBD adalah: Kota Medan, Demi
Serdang, Binjai, Langkat, Asahan, tebing tinggi, Pematang Siantar, dan
Kabupaten Karo. Sedangkan untuk daerah sporadis DBD adalah kota Sibolga,
Tanjung Balai, Simalungun, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Humbang
Hasundutan, Serdang Berdagai, dan Kabupaten Samosir. Kota Medan merupakan
kota yang kejadian DBD paling tinggi, hal ini dibuktikan dengan tercatatnya kasus
DBD tiap puskesmas Medan yaitu : Medan Tuntungan (180 kasus), Medan Johor
(170 kasus), Medan Selayang (114 kasus), Medan Sunggal (244 kasus).
Berdasarkan data surveilans Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2014
terdapat 1699 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kematian
15 orang, (IR=77,5 per 100.000 penduduk dan CFR (Case Fatality Rate ) = 0,9%.

Universitas Sumatera Utara

4


Jumlah kasus tertinggi terdapat di Kecamatan Sunggal yaitu 171 kasus dengan
memiliki CFR (Case Fatality Rate) yaitu 0% dengan jumlah kematian 0 orang.
Kemudian kecamatan dengan kasus DBD tertinggi kedua di Kota Medan adalah
Kecamatan Helvetia yaitu 158 kasus dengan CFR (Case Fatality Rate) 1,3% dan
jumlah kematian 2 orang (Dinkes Kota Medan, 2014).
Berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Kota Medan (2014), kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) menurut jenis kelamin tertinggi di kecamatan Helvetia
dengan kasus 158 terdiri atas laki-laki (89 orang) dan perempuan (69
orang)dengan CFR 1,3%, setelah itu tertinggi kedua Kecamatan Medan Selayang
dengan jumlah kasus laki-laki (56 orang) dan perempuan (65 orang) dengan CFR
0,8%. Kasus Demam Berdarah Dengue tertinggi ketiga di Kecamatan Medan
Johor sebanyak 109 kasus dengan jumlah laki-laki ( 56 orang) dan perempuan (53
orang) dengan CFR 0,9%. Jumlah kasus tertinggi berikutnya di Kecamatan
Sunggal dengan jumlah kasus 107 kasus dengan jumlah laki-laki ( 46 orang ) dan
perempuan (61 orang) dengan CFR 0%. Kasus tertingi berikutnya di Kecamatan
Amplas sebanyak 95 kasus dengan laki-laki ( 57 orang) dan perempuan ( 38
orang) dengan CFR 0%.
Banyak faktor yang mempengaruhi DBD antara lain faktor hospes (host),
lingkungan (environtment) dan faktor virus itu sendiri. Faktor hospes yaitu
kerentanan (susceptability) dan respons imun. Faktor lingkungan meliputi kondisi

geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban),
kondisi demografis (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi
penduduk), jenis dan kepadatan nyamuk sebagai vektor penular penyakit

Universitas Sumatera Utara

5

(Soegijanto,

2006).

Iklim

dan musim

merupakan faktor

utama


yang

mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Iklim dan variasi musim dapat
mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor (Chandra, 2005).
Menurut Chandra (2012) variasi musim juga memengaruhi penyebaran penyakit
melalui arthropoda. Contoh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes selama musim penghujan karena musim tersebut merupakan saat terbaik
bagi nyamuk untuk berkembang biak. Wabah penyakit dengue terjadi diakhir
tahun sampai awal tahun depan yaitu September sampai Maret. Habitat vektor
DBD di Indonesia dipengaruhi oleh musim penghujan dan tersedianya air di
pemukiman. Musim hujan dengan frekuensi hujan yang tinggi akan meningkatkan
jumlah habitat vektor. Sehingga pada musim hujan kemungkinan jumlah kasus
penyakit DBD akan meningkat (Fathi dkk, 2005).
Menurut Wijayanti (2008), diperkirakan suhu akan meningkat 3°C pada tahun
2100, maka akan terjadi peningkatan proses penularan penyakit oleh nyamuk dua
kali lipat. Peningkatan penyebaran penyakit terkait dengan perubahan iklim terjadi
karena

semakin


banyak

media,

lokasi

dan

kondisi

yang

menduung

perkembangbiakan bibit penyakit dan media pembawanya. Selain suhu, curah
hujan yang lebat juga meningkat hingga 3% per tahun. Perubahan tersebut
mempengaruhi pola kehidupan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus yaitu masa
perkembangbiakan nyamuk dewasa menjadi lebih lama.
Berdasarkan data BPS (2012), curah hujan dan banyaknya hari hujan di Kota
Medan tahun 2011 berdasarkan stasion Sampali 2610 mm dengan hari hujan 199

hari. Suhu udara di stasiun Sampali medan dengan rata-rata minimum 24,10-

Universitas Sumatera Utara

6

31,48° C. Kelembaban udara berdasarkan stasiun Sampali 84%/tahun. Kecepatan
angin 1,8 (m/sec) per tahun.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana hubungan iklim (curah hujan, suhu udara,
kelembaban udara dan kecepatan angin) terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kota Medan tahun 2010- 2014.
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum


Untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan
kecepatan angin dengan kejadian kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota
Medan selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010-2014.
1.3.2
1.

Tujuan Khusus

Untuk mengetahui gambaran kasus DBD di Kota Medan

perbulan dan

pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010 sampai tahun
2014.
2.

Untuk mengetahui gambaran kasus DBD perkecamatan di Kota Medan
perbulan dan pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu 2010-2014.


3.

Untuk mengetahui gambaran curah hujan di Kota Medan perbulan dan
pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu 2010-2014.

4.

Untuk mengetahui gambaran kecepatan angin di Kota Medan perbulan dan
pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu 2010-2014.

Universitas Sumatera Utara

7

5.

Untuk mengetahui gambaran temperatur udara (suhu) di Kota Medan
perbulan dan pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu 2010-2014.

6.

Untuk mengetahui gambaran kelembaban udara di Kota Medan perbulan dan
pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu 2010-2014.

7.

Untuk mengetahui korelasi curah hujan dengan kejadian kasus DBD di Kota
Medan perbulan selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010 sampai
tahun 2014.

8.

Untuk mengetahui korelasi kecepatan angin dengan kejadian kasus DBD di
Kota Medan perbulan selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010
sampai tahun 2014.

9.

Untuk mengetahui korelasi temperatur udara (suhu) dengan kejadian kasus
DBD di Kota Medan perbulan selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun
2010 sampai tahun 2014.

10. Untuk mengetahui korelasi kelembaban udara dengan kejadian kasus DBD di
Kota Medan perbulan selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010 sampai
tahun 2014.

11. Untuk mengetahui korelasi curah hujan dengan kejadian kasus DBD di Kota
Medan pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010 sampai tahun
2014.

12. Untuk mengetahui korelasi kecepatan angin dengan kejadian kasus DBD di
Kota Medan pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010 sampai
tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara

8

13. Untuk mengetahui korelasi temperatur udara (suhu) dengan kejadian kasus DBD
di Kota Medan pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010 sampai
tahun 2014.

14. Untuk mengetahui korelasi kelembaban udara dengan kejadian kasus DBD di
Kota Medan pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010 sampai
tahun 2014.

1.4 Hipotesis
Ada hubungan (korelasi) curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan
kecepatan angin dengan kejadian DBD di Kota Medan selama kurun waktu lima
tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan sebagai bahan informasi dasar dalam pengembangan
ilmu pengetahuan mengenai pengaruh keadaan iklim dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Medan.
2. Bagi instansi Pemerintahan sebagai bahan masukan dan informasi dalam
perencanaa dan evaluasi program dalam upaya pengendalian penyakit menular
dalam hal ini Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Medan.
3. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi mengenai pentingnya mengetahui
hubungan iklim terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue yang nantinya
masyarakat bisa melaksanakan pengendalian untuk mencegah tingginya kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota medan.

Universitas Sumatera Utara