Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013

(1)

HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN) DENGAN KEJADIAN DIARE DI

KOTA JAKARTA PUSAT PADA PERIODE TAHUN 2004-2013

SKRIPSI

Oleh : LIDIA OKTAVIA

NIM. 111000086

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN) DENGAN KEJADIAN DIARE DI

KOTA JAKARTA PUSAT PADA PERIODE TAHUN 2004-2013

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : LIDIA OKTAVIA

NIM. 111000086

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

ABSTRAK

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia. Kota Jakarta Pusat merupakan daerah endemis diare. Iklim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi terjadinya diare.

Lokasi penelitian di Kota Jakarta Pusat dengan pengambilan data yang dicatat dari tahun 2004-2013 di Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi

time trend dimana unit analisisnya berupa waktu yaitu pertahun dan perbulan selama 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat periode tahun 2004-2013. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.

Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan curah hujan dengan kasus diare perbulan (p = 0,031) dan hubungan kuat (r = 0,621) berpola positif, ada hubungan signifikan kelembaban udara dengan kasus diare perbulan (p = 0,006), dan hubungan kuat (r = 0,739) berpola positif, sedangkan suhu udara perbulan dan kecepatan angin perbulan tidak berhubungan secara signifikan. Kecepatan angin berhubungan signifikan dengan kasus diare (p = 0,025) dan hubungan kuat (r = 0,697) berpola positif, sedangkan curah hujan pertahun, suhu udara pertahun dan kelembaban udara pertahun tidak berhubungan secara signifikan.

Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan kelembaban udara perbulan berhubungan dengan kasus diare perbulan, sedangkan kecepatan angin pertahun berhubungan dengan kasus diare pertahun. Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat, instansi terkait dan masyarakat dalam memanfaatkan data variasi iklim untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) diare di masa yang akan datang. Masyarakat diharapkan selalu waspada penyakit diare dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Kata Kunci : Diare, Iklim, Jakarta Pusat


(5)

ABSTRACT

Diarrhea was a public health problem in developing country like Indonesia. Jakarta Pusat was endemic diarrhea area. Climate was proponent factors of diarrhoea occurrence.

Research sites in Jakarta Pusat was done by collecting data recorded from the years 2002-2013 from Department of Health in Jakarta Pusat and Central Bureau of Statistics in DKI Jakarta Province. The design of this research was time trend ecological study which the unit of analysis is per month and per year during ten years. This research aims to know the relationship among rainfall, temperature, humidity and wind’s speed with the diarrhea occurrence from the years of 2004-2013 in Jakarta Pusat. Data analysis was performed by using univariate and bivariate analysis using pearson correlation and simple linear regression.

The results of this research, there is significant correlations of rainfall with diarrhea case per month (p = 0,031) and strong correlations (r = 0,621), have positive pattern, there is significant correlations of humidity with diarrhea (p = 0,006) and strong correlations (r = 0,739), have positive pattern, while temperature per month and wind’s speed per month did not correlate significantly. There is significant correlation of Wind’s speed with diarrhea per year (p = 0,025), and strong correlations (r = 0,697), have positive pattern.

Based on the research results, it was concluded that the rainfall and humidity correlated significantly with diarrhea cases per month. While the wind’s speed correlated significantly with diarrhea cases per year. Need the existence of cooperation program among Department of Health in Jakarta Pusat, relevant agencies, and society in exploiting climate variation data to prevent of diarrhea case explosion (KLB) in the future. The people always be alerted diarrhea with taking care of personal hygiene and environment.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lidia Oktavia

Tempat Lahir : Jakarta

Tanggal Lahir : 17 Oktober 1993 Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Berman Panogaran Sitompul Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : Resdiana Nainggolan Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Pendidikan Formal :

1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri Tengah 02 Jakarta 2. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 126 Jakarta 3. Tahun 2008-2011 : SMA Negeri 93 Jakarta

4. Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih dan anugrah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Diare di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil. oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. dr. Wirsal Hasan, MPH, selaku Dosen Peguji I yang telah memberikan saran kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.


(8)

6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini. 7. Alm. dr. Mohd Arifin Siregar, MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

8. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

9. Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dan seluruh staf yang telah membantu penulis dalam penelitian.

10.Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta dan seluruh staf yang telah membantu penulis dalam penelitian.

11.Teristimewa untuk kedua orang tuaku terkasih Bapakku Berman Sitompul dan Mamaku Resdiana Nainggolan S.Pd, yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis selama ini, Abangku Bang Fredi dan Bang Parlin juga Kakakku Ka Tiur yang telah mendukung dan memberikan semangat dalam mengikuti pendidikan.

12.Sepupuku tersayang Mega Trihapsari dan Debora Natalia yang selalu memberikan semangat menyelesaikan pendidikan penulis.

13. My VIP Calvin Lukas Sentosa Nababan yang selalu mendukung, memberikan semangat dan selalu mendoakan penulis.

14.Sahabatku Purnama, Aphrodite dan Ulan yang walaupun berjauhan selalu saling mendukung dalam proses perkuliahan.


(9)

15.Teman seperjuangan Rani, Desi, Kiki dan Gaby, terimakasih untuk semua kebersamaan, canda tawa dan dukungan selama proses perkuliahan.

16.Adikku Deswita, terimakasih telah memberikan semangat dan dukungan selama ini terutama dalam proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua oihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.4.1 Hipotesis Mayor ... 5

1.4.2 Hipotesis Minor ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Diare ... 8

2.1.1 Pengertian Diare ... 8

2.1.2 Tanda dan Gejala Diare ... 8

2.1.3 Penyebab Diare ... 10

2.1.4 Jenis-jenis Diare ... 11

2.1.5 Patogenesis Diare ... 11

2.1.6 Teori Simpul Diare ... 13

2.1.7 Pencegahan Diare ... 15

2.2 Iklim ... 20

2.2.1 Pengertian Iklim ... 20

2.2.2 Unsur Iklim ... 20

2.2.2.1 Suhu Udara ... 20

2.2.2.2 Curah Hujan ... 22

2.2.2.3 Kelembaban Udara ... 24

2.2.2.4 Kecepatan Angin ... 24

2.3 Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Diare ... 25

2.3.1 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Kejadian Diare ... 26

2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare... 27

2.3.3 Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Kejadian Diare ... 28


(11)

2.4 Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1 Populasi ... 31

3.3.2 Sampel ... 31

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4.1 Metode Peengumpulan Data Kasus Diare ... 31

3.4.2 Metode Peengumpulan Suhu Udara ... 32

3.4.3 Metode Peengumpulan Curah Hujan ... 32

3.4.4 Metode Peengumpulan Kelembaban Udara ... 32

3.4.5 Metode Peengumpulan Kecepatan Angin ... 32

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 33

3.6 Teknik Analisis Data ... 36

3.6.1 Analisis Univariat ... 36

3.6.2 Analisis Bivariat ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1 Keadaan Geografis ... 39

4.1.2 Keadaan Demografis ... 40

4.2 Gambaran Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 41

4.3 Gambaran Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 43

4.4 Gambaran Suhu Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 45

4.5 Gambaran Kelembaban Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 47

4.6 Gambaran Kecepatan Angin di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 49

4.7 Analisis Normalitas Data ... 53

4.8 Analisis Korelasi Data ... 54

4.9 Analisis Regresi Liniear Sederhana ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 61

5.1 Gambaran Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 61

5.2 Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 61

5.3 Hubungan Suhu Udara dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 63

5.4 Hubungan Kelembaban Udara dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 65


(12)

5.5 Hubungan Kecepatan Angin dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta

Pusat pada Tahun 2004-2013 ... 67

5.6 Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1 Kesimpulan ... 70

6.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 74 DAFTAR LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 40

Tabel 4.2 Data Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 41

Tabel 4.3 Data Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 .. 43

Tabel 4.4 Data Suhu Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 .... 45

Tabel 4.5 Data Kelembaban Udara di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 ... 47

Tabel 4.6 Data Kecepatan Angin di Kota Jakarta Pusat Tahun

2004-2013 ... 49

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Perbulan Tahun 2004-2013 ... 53

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian

Pertahun Tahun 2004-2013 ... 54

Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian

Perbulan Tahun 2004-2013 ... 54

Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian


(14)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun

2004-2013 ... 40

Grafik 2 Rerata Kasus Diare perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode

Tahun 2004-2013 ... 42

Grafik 3 Rerata Kasus Diare pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode

Tahun 2004-2013 ... 42

Grafik 4 Rerata Curah Hujan perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 ... 44

Grafik 5 Rerata Curah Hujan pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 ... 44

Grafik 6 Rerata Suhu Udara perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode

Tahun 2004-2013 ... 46

Grafik 7 Rerata Suhu Udara pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode

Tahun 2004-2013 ... 46

Grafik 8 Rerata Kelembaban Udara perbulan di Kota Jakarta Pusat

Periode Tahun 2004-2013 ... 48

Grafik 9 Rerata Kelembaban Udara pertahun di Kota Jakarta Pusat

Periode Tahun 2004-2013 ... 48

Grafik 10 Rerata Kecepatan Angin perbulan di Kota Jakarta Pusat

Periode Tahun 2004-2013 ... 50

Grafik 11 Rerata Kecepatan Angin pertahun di Kota Jakarta Pusat


(15)

Grafik 12 Gambaran Rata-rata Kasus Diare, Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin di Kota

Jakarta Pusat Perbulan pada tahun 2004-2013 ... 51

Grafik 13 Gambaran Rata-rata Kasus Diare, Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin di Kota

Jakarta Pusat Pertahun pada tahun 2004-2013 ... 52

Grafik 14 Hubungan Rata-rata Curah Hujan dengan Kasus Diare

Perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013 .... 55

Grafik 15 Hubungan Rata-rata Kelembaban Udara dengan Kasus Diare Perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun

2004-2013 ... 55

Grafik 16 Hubungan Rata-rata Kecepatan Angin dengan Kasus Diare


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 77

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ... 78

Lampiran 3. Surat Jawaban Permohonan Izin Penelitian ... 79

Lampiran 4. Surat Kunjungan Perpustakaan ... 80


(17)

ABSTRAK

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia. Kota Jakarta Pusat merupakan daerah endemis diare. Iklim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi terjadinya diare.

Lokasi penelitian di Kota Jakarta Pusat dengan pengambilan data yang dicatat dari tahun 2004-2013 di Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi

time trend dimana unit analisisnya berupa waktu yaitu pertahun dan perbulan selama 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat periode tahun 2004-2013. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.

Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan curah hujan dengan kasus diare perbulan (p = 0,031) dan hubungan kuat (r = 0,621) berpola positif, ada hubungan signifikan kelembaban udara dengan kasus diare perbulan (p = 0,006), dan hubungan kuat (r = 0,739) berpola positif, sedangkan suhu udara perbulan dan kecepatan angin perbulan tidak berhubungan secara signifikan. Kecepatan angin berhubungan signifikan dengan kasus diare (p = 0,025) dan hubungan kuat (r = 0,697) berpola positif, sedangkan curah hujan pertahun, suhu udara pertahun dan kelembaban udara pertahun tidak berhubungan secara signifikan.

Kesimpulan yang diperoleh adalah curah hujan perbulan dan kelembaban udara perbulan berhubungan dengan kasus diare perbulan, sedangkan kecepatan angin pertahun berhubungan dengan kasus diare pertahun. Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat, instansi terkait dan masyarakat dalam memanfaatkan data variasi iklim untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) diare di masa yang akan datang. Masyarakat diharapkan selalu waspada penyakit diare dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Kata Kunci : Diare, Iklim, Jakarta Pusat


(18)

ABSTRACT

Diarrhea was a public health problem in developing country like Indonesia. Jakarta Pusat was endemic diarrhea area. Climate was proponent factors of diarrhoea occurrence.

Research sites in Jakarta Pusat was done by collecting data recorded from the years 2002-2013 from Department of Health in Jakarta Pusat and Central Bureau of Statistics in DKI Jakarta Province. The design of this research was time trend ecological study which the unit of analysis is per month and per year during ten years. This research aims to know the relationship among rainfall, temperature, humidity and wind’s speed with the diarrhea occurrence from the years of 2004-2013 in Jakarta Pusat. Data analysis was performed by using univariate and bivariate analysis using pearson correlation and simple linear regression.

The results of this research, there is significant correlations of rainfall with diarrhea case per month (p = 0,031) and strong correlations (r = 0,621), have positive pattern, there is significant correlations of humidity with diarrhea (p = 0,006) and strong correlations (r = 0,739), have positive pattern, while temperature per month and wind’s speed per month did not correlate significantly. There is significant correlation of Wind’s speed with diarrhea per year (p = 0,025), and strong correlations (r = 0,697), have positive pattern.

Based on the research results, it was concluded that the rainfall and humidity correlated significantly with diarrhea cases per month. While the wind’s speed correlated significantly with diarrhea cases per year. Need the existence of cooperation program among Department of Health in Jakarta Pusat, relevant agencies, and society in exploiting climate variation data to prevent of diarrhea case explosion (KLB) in the future. The people always be alerted diarrhea with taking care of personal hygiene and environment.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menurut data UNICEF dan WHO tahun 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi dan nomor 5 bagi segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor pendukung yang menyebabkan diare adalah perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor dan kurang memperhatikan kebersihan makanan. (WHO, 2009)

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke 13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke 3 setelah TB dan pneumonia.

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, di Indonesia dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian luar biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatam dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan dengan jumlah kasus 5756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),


(20)

sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4024 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%) (Kemenkes RI, 2011).

Wilayah Indonesia pada umumnya telah terjangkit diare dan kasus diare ditemukan di semua provinsi di Indonesia. Melalui pencatatan dan pelaporan terhadap angka kesakitan dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare termasuk penyakit dalam sepuluh penyakit terbanyak di DKI Jakarta. Pada tahun 2010 jumlah penderita sebesar 213.281 penderita dengan lebih dari 50 persennya diderita oleh balita.

Berdasarkan Kemenkes (2012) dalam penelitian Ernyasih di peroleh informasi perkembangan kasus diare dari tahun 2007-2011 di Kota Jakarta Pusat cukup tinggi. Pada tahun 2007 jumlah kasus diare yang dilaporkaan sebanyak 35.483 kasus. Jumlah kasus diare mengalami peningkatan pada tahun 2008 yaitu 40.796 kasus. Pada tahun 2009 mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu menjadi 29.140 kasus, namun pada tahun 2010 kembali meningkat menjadi 30.812 kasus. Dan pada tahun 2011 merupakan jumlah kasus tertinggi di Jakarta Pusat yaitu 53.608 kasus.

Iklim dan musim merupakan faktor pendukung yang memengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu ditemukan terbatas pada daerah geografis tertentu juga karena mereka membutuhkan reservoir dan vektor untuk kelangsungan hidupnya. Iklim dan variasi musim dapat memengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir, dan vektor (Sumantri, 2010).

Banyak penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim, salah satunya adalah diare. Unsur dari iklim yaitu curah hujan, suhu, kelembapan, dan


(21)

kecepatan angin berpengaruh terhadap kejadian diare. Dalam tipe diare tropik kejadian puncak terjadi pada musim penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan dengan peningkatan resiko kejadian diare meskipun banyak kejadian terbukti bersifat temporal. Hal tersebut dapat terjadi karena hujan lebat dapat menyebabkan masuknya agen mengkontaminasi ke dalam persediaan air. Pada saat kondisi kemarau dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih sehingga meningkatkan resiko penyakit yang berhubungan dengan hygiene (WHO,2003).

Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia, sehingga perlu dilakukan analisis terhadap faktor pendukung untuk pengendalian kasus diare. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu 10 tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan sehingga perlu dilakukan analisis terhadap faktor pendukung pada lingkungan untuk pengendalian kasus diare. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.


(22)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kasus diare, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin di Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran kasus diare, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin di Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

3. Diketahuinya korelasi curah hujan dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

4. Diketahuinya korelasi suhu udara dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

5. Diketahuinya korelasi kelembaban udara dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.


(23)

6. Diketahuinya korelasi kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat perbulan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

7. Diketahuinya korelasi curah hujan dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

8. Diketahuinya korelasi suhu udara dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

9. Diketahuinya korelasi kelembaban udara dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

10.Diketahuinya korelasi kecepatan angin dengan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat pertahun selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2004 sampai tahun 2013.

1.4 Hipotesis

1.4.1 Hipotesis Mayor

Ada korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.


(24)

1.4.2 Hipotesis Minor

1. Ada korelasi curah hujan dengan kejadian diare perbulan di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.

2. Ada korelasi suhu udara dengan kejadian diare perbulan di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.

3. Ada korelasi kelembaban udara dengan kejadian diare perbulan di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.

4. Ada korelasi kecepatan angin dengan kejadian diare perbulan di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.

5. Ada korelasi curah hujan dengan kejadian diare pertahun di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.

6. Ada korelasi suhu udara dengan kejadian diare pertahun di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.

7. Ada korelasi kelembaban udara dengan kejadian diare pertahun di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.


(25)

8. Ada korelasi kecepatan angin dengan kejadian diare pertahun di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dalam perencanaan program pencegahan dan pengendalian kasus diare di Kota Jakarta Pusat.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan, Badan Meteorologi maupun Pemerintah Kota Jakarta Pusat dalam membuat kebijakan terkait perubahan iklim yang berpotensi menyebabkan diare dengan melibatkan berbagai sektor.

3. Sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya untuk studi yang lebih mendalam tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit diare.

4. Sebagai informasi bagi mahasiswa kesehatan masyarkat dan masyarakat tentang korelasi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Menurut Suharyono (2008) mengutip pendapat Hipocrates diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal atau meingkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Menurut Kemenkes RI (2011) diare merupakan penyakit yang terjadi ketika tejadi perubahan konsistensi feses lebih berair dari biasanya atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi juga tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya frekuensi buang air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus-menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu penyakit besar (Suharyono, 2008).

2.1.2 Tanda dan Gejala Diare

Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare, antara lain : 1. Gejala umum

a. Berak cair atau lembek dan sering


(27)

c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah.

2. Gejala spesifik

a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis

b. Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah

Menurut Widoyono (2008) diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan : 1. Dehidrasi

Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang ataupun berat

2. Gangguan sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah.

3. Gangguan asam basa

Dapat terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh.

4. Hipoglikemia

Hal ini sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami mal nutrisi. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.


(28)

5. Gangguan gizi

Hal ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan keluaran yang berlebihan dan akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi.

2.1.3 Penyebab Diare

Menurut KEPMENKES RI No. 1216/MENKES/SK/XI/2001 penyebab diare dikelompokkan menjadi 6 golongan besar, yaitu :

1. Infeksi :

a. Bakteri : Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Golongan vibrio, Basilus cereus, Clostridium perfringen, Staphylococcus aureus, Camphylo bacter, Aeromonas

b. Virus : rotavirus, adenovirus

c. Parasit : Protozoa, Entamuba histolytica, Guardian lamblia, Balantidium coli, cryptosporidium, Cacing perut, Ascaris, Trichuris, Stringloides, Blastissistis

2. Mal absorbsi 3. Alergi 4. Keracunan

a. Keracunan bahan-bahan kimia

b. Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :

 Jasad renik, algae

 Ikan, buah-buahan, sayur-sayuran


(29)

5. Imunodefisiensi 6. Sebab-sebab lainnya.

2.1.4 Jenis-jenis Diare

Terdapat dua jenis diare, yaitu : (Kemenkes RI, 2010)

1. Diare akut, diare yang terjadi mendadak dan berlangsung selama beberapa jam hingga 14 hari

2. Diare kronis, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

Menurut Suharyono (2008) yang mengutip pendapat Rendle Short mengklasifikasikan diare berdasarkan pada ada tidaknya infeksi, yaitu :

1. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (shigella), enterokolitis stafilokok

2. Diare non spesifik : diare dietetic

2.1.5 Patogenesis Diare

Patogenesis diare dalam Listiono (2010) dapat dibagi menjadi : 1. Diare oleh virus

Patogenesis terjadi diare oleh virus yaitu pertama virus masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman, setelah sampai ke dalam enterosit (sel epitel usus halus) menyebabkan infeksi serta kerusakan jonjot-jonjot usus halus. Kemudian usus yang rusak digantikan oleh enterosit yang berbentuk kuboit atau sel epitel gepeng yang belum matang, dimana fungsinya belum optimal. Jonjot-jonjot usus mengalami atrofi fan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap dan tercerna tersebut akan meningkatkan


(30)

koloid osmotic usus. Kemudian terjadi motolitas usus sehingga cairan dan makanan yang tidak terserap tadi akan terdorong keluar usus melalui anus dan terjadilah diare.

Diare yang disebabkan oleh virus ini tidak berlangsung lama, biasanya antar 3-4 hari dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan setelah enterosit usus yang rusak diganti oleh entrosit yang baru, normal dan sudah matang (mature).

2. Diare oleh bakteri

a. Bakteri non invasive :

Pathogenesis terjadinya diare oleh bakteri non invasive yaitu pertama bakteri masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman, setalah sampai ke dalam lambung, bakteri akan dibunuh oleh asam lambung. Bila jumlah bakteri banyak, maka akan ada yang lolos sampai ke usus dua belas jari. Disini bakteri akan berkembang biak hingga bisa mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per millimeter cairan usus halus dengan memproduksi enzim micinase, lapisan lender yang menutupi permukaan sel epitel usus halus menjadi cair sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membrane epitel.

Di dalam membrane epitel, bakteri mengeluarkan toksin sub unit A dan sub unit B serta CAMP (cyclic adenosine monophosphate) yang merangsang sekresi cairan usus dibagian cripta villi dan menghambat absorbsi cairan di bagian apical villi tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut. Hal ini menimbulkan cairan di dalam lumen usus


(31)

bertambah banyak sehingga lumen usus mengelembung dan tegang, kemudian dinding usus mengadakan kontruksi sehingga hipermolitas dan hiperperistaltik untuk mengeluarkan cairan ke usus besar kemudian keluar anus. Dalam keadaan normal usus besar mempunyai kemampuan mengabsorbsi sampai dengan 4500 ml, apabila melebihi kapasitas akan terjadi diare.

b. Diare bakteri invansive

Pathogenesis tejadinya diare bakteri invansive hamoit sama prinsipnya dengan terjadinya diare yang disebabkan oleh baktei non invansive. Perbedaannya bakteri Salmonella sp dan Shigella sp dapat menimbulkan mukosa usus halus sehingga dapat ditemukan adanya darah dalam tinja dan dapat menimbulkan reaksi sistematik seperti demam, kram perut dan sebagainya.

2.1.6Teori Simpul Diare

Pathogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan dapat digambarkan dalam teori Simpul. Teori simpul tersebut menggambarkan interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia. Berdasarkan teori simpul (Ahmadi) faktor-faktor yang mempengaruhi diare antara lain sebagai berikut :

a. Agent

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral atara lain melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita. Penyebaran tidak langsung terjadi melalui


(32)

perantara yaitu vektor binatang seperti lalat, tikus, kecoa dan lain-lain. Binatang tersebut dapat menjadi penyebaran kuman tidak langsung karena kontak langsung dengan feses yang mengandung kuman penyebab diare lalu mengkontaminasi makanan dan minuman.

b. Media transmisi

 Lingkungan biologis seperti vektor penyakit tertentu terutama penyakit menular.

 Keadaan iklim yang dapat mempengaruhi diare seperti curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan sumber air dapat tercemar, suhu udara dan kelembaban udara yang mempengaruhi tumbuh kembang mikroorganisme dan vektor.

 Diare biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk (Kemenkes, 2010).

c. Host atau penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

 Keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri.

 Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk kebiasaan hidup yang tidak sehat, misalnya memberikan susu formula dalam botol kepada bayi, karena memakai botol akan meningkatkan risiko pencemaran kuman dan menimbulkan diare.

 Gizi kurang.

 Tidak mendapatkan ASI sehingga mempengaruhi kondisi imunitas tubuh.


(33)

2.1.7Pencegahan Diare

Menurut Kemenkes RI tahun 2010, pencegahan diare dapat dilakukan antara lain : 1. Perilaku sehat

a. Pemberian ASI

b. Makanan pendamping ASI

c. Menggunakan air bersih yang cukup d. Mencuci tangan

e. Menggunakan jamban

f. Membuang tinja bayi yang benar g. Pemberian imunisasi campak 2. Penyehatan lingkungan

a. Penyediaan air bersih

Air mempunyai peran besar dalam penyebaran beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit disebabkan keadaan air itu sendiri sangat membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikroorganisme (Rahadi, 2005).

Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit melalui kuman-kuman yang ditularkan lewat jalur air

(water borne disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air

(water washed disease) (Chandra, 2007).

Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui cairan atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum,


(34)

tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah dicuci dengan air tercemar (Subagyo, 2008).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran air bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.

Kesehatan lingkungan dengan penyediaan air bersih, yakni pengamanan dan penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia. Dengan demikian air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari selain memenuhi atau mencukupi dalam kuantitas juga harus memenuhi kualitas yang telah ditetapkan. Pentingnya air bersih berkualitas baik perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan dasar kebutuhan dasar dalam mencegah penyebaran penyakit menular melalui air (Ginanjar, 2008).

Hasil penelitian dari Febriani, Emi (2013) dapat disimpulkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan air bersih dengan kejadian diare pada anak di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu (p = 0,029).


(35)

Hasil penelitian Fauziah (2013) juga menyimpulkan ada hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 (p = 0,023).

Air yang diperuntukan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut antara lain: (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

 Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit

 Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun

 Tidak berasa dan tidak berbau

 Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga

 Memenuhi standart minimal yang ditentukan Departemen Kesehatan RI

b. Pengelolaan sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan dalam suatu kegiatan manusia atau dibuang (Notoatmodjo, 2003).

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dan lain-lain. Hasil penelitian Emi Febriani (2013) dapat


(36)

disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pembuangan sampah dengan kejadian diare pada anak (p = 0,035).

Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, hasil penelitian Lindayani, Sintari dan Azizah, R (2009) dapat disimpulkan ada hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung (p= 0,004), hubungan ini ditunjukan dengan angka kejadian diare pada balita lebih besar pada responden yang memiliki sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit(Kemenkes RI, 2010).

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya tahap pengumpulan dan penyimpanana di tempat sumber, tahap pengangkutan dan tahap pemusnaahan (Sumantri, 2010).

c. Sarana pembuangan air limbah

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang dibuang tanpa pengelolahan ke dalam suatu badan air. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha/ atau kegiatan yang


(37)

berwujud cair. Air limbah dapar berasal dari rumah tangga maupun industri.

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk baik terhadap mahkluk hidup dan maupun lingkungannya. Salah satu dampak buruknya terhadap mahkluk hidup adalah gangguan kesehatan. Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease) salah satunya adalah diare. adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit misalnya nyamuk, lalat, kecoa, tikus dan lain-lain (Sumantri, 2010) .

Hasil penelitian Lindayani, Sintari dan Azizah, R (2009) dapat disimpulkan ada hubungan antara sarana pembuangan air limbah dengan kejadian diare di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung (p= 0,048), secara umum pembuangan air limbah warga masih menggunakan galian tanah dan saluran tersebut tidak lancar, terbuka dan menimbulkan bau.

Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola air limbah, diantaranya (Mubarak dan Chayatin, 2009) : 1. Pengenceran (disposal by dilution)

2. Kolam oksidasi (oxidation ponds) 3. Irigasi (irrigation)


(38)

2.2 IKLIM

2.2.1 Pengertian Iklim

Dalam memahami masalah iklim, tentunya harus dibedakan dua terminologi, yakni cuaca dan iklim. Iklim dan cuaca memiliki banyak kesamaan, tetapi keduanya tidak identik. Cuaca adalah total dari keseluruhan variabel atmosfer di suatu tempat dalam suatu periode waktu yang singkat. Sedangkan iklim merupakan suatu konsep yang abstrak. Ini merupakan suatu komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer, di dalam suatu kawasan tertentu dalam jangka waktu yang panjang ( Trewartha, GT & Horn, LH, 1995) .

2.2.2 Unsur-Unsur Iklim 2.2.2.1 Suhu Udara

Udara adalah campuran dari miliaran atom yang tak terhitung jumlahnya. Masing-masing molekul tersebut memiliki ukuran dan karakteristik tersendiri. Molekul tersebut setiap waktu bergerak dan melesat bebas dan saling bertumbuknya molekul tersebut akan menghasilkan sebuah energi. Suhu yang terbentuk di udara merupakan hasil dari energi yang terjadi dari pertumbukan molekul-molekul di udara (Ahrens, 2009).

Suhu udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam atmosfer. Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan yang biasa digunakan adalah derajat Celcius (0C), sedangkan di Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan dalam gerajat Fahrenheit (0F) .


(39)

1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim. 2. Pengaruh daratan atau lautan.

3. Pengaruh ketinggian tempat.

4. Pengaruh angin secara secara tidak langsung.

5. Pengaruh panaas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer.

6. Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai temperature yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.

7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi.

8. Pengaruh sudut datang sinar matahari. Sinar matahari yang tegak lurus akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring.

Data suhu berasal dari suhu rata-rata harian, bulanan, musiman dan tahunan.

1. Suhu rata-rata harian, yaitu

a. dengan menjumlahkan suhu maksimum dan minimum hari tersebut, selanjutnya dibagi dua, dan

b. dengan mencatat suhu setiap jam pada hari tersebut selanjutnya dibagi 24

2. Suhu rata-rata bulanan, yaitu dengan menjumlahkan rata-rata suhu darian selanjutnya dibagi 30

3. Suhu rata-rata tahunan, yaitu dengan menjumlahkan suhu rata-rata bulanan, dan selanjutnya dibagi 12

4. Suhu normal adalah angka rata-rata suhu yang diambil dalam waktu 30 tahun. (Katasapoetra, 2008).


(40)

2.2.2.2 Curah Hujan

Menurut Hermansyah (2008) mengutip pendapat Gunawan, curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain Gauge. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

a. Bentuk medan atau topografi b. Arah lereng medan

c. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai d. Jarak perjalanan angin di atas medan datar

Ada teori yang menjelaskan proses terjadinya hujan, yaitu teori kristal es dan teori tumbukan. Berdasarkan teori kristal es, butiran air hujan berasal dari Kristal es atau salju mencair. Kristal es terbentuk pada awan-awan tinggi akibat deposisi uap air pada inti kondensasi. Apabila semakin banyak uap air yang terikat pada inti kondensasi ini, maka ukuran Kristal menjadi besar dan terlalu besar untuk melayang. Dengan dipengaruhi gaya gravitasi bumi, maka akan jatuh dalam perjalanannya menuju kepermukaan bumi, maka akan jatuh dalam perjalanannya menuju kepermukaan bumi, Kristal es tersebut melewati udara panas sehingga mencair menjadi butiran air hujan. Teori tumbukan berdasarkan fakta yaitu ukuran butiran air tidak seragam, sehingga kecepatan jatuhnya berbeda. Butiran yang berukuran besar akan jatuh dengan kecepatan lebih tinggi di banding butiran yang lebih kecil sehinggga dalam proses jatuhnya, ukuran yang lebih besar ini akan menabrak dan bergabung dengan butiran yang lebih kecil.


(41)

Menurut Lakitan (2002) mengutip pendapat Mori et.al membagi tingkatan hujan berdasarkan intensitasnya, yaitu :

1. sangat lemah (kurang dari 0,02 mm/menit), 2. lemah (0,02-0,05 mm/menit),

3. sedang (0,05-0,25 mm/menit), 4. deras (0,25-1,00 mm/menit) dan

5. sangat deras (lebih dari 1,00 mm/menit).

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika berdasarkan analisis curah hujan bulanan maka distribusi hujan bulanan diklasifikasikan sebagai berikut :

1. rendah (0-100 mm)

2. menengah/ sedang (101-200 mm) 3. tinggi (201-400 mm)

4. sangat tinggi (400- >500 mm)

Pola curah hujan di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan Samudra Pasifik di sebelah timur laut dan Samudra Indonesia di sebelah barat daya. Kedua samudra ini merupakan sumber udara lembab yang akan mendatangkan hujan di wilayah Indonesia.

Keberadaan benua Asia dan Australia yang mengapit kepulauan Indonesia mempengaruhi pola pergerakan angin. Arah angin sangat penting perannya dalam mempengaruhi pola curah hujan.

Antara bulan Oktober sampai Maret, angin muson timur laut akan melintasi garis ekuator dan mengakibatkan hujan lebat, sedangkan antara bulan


(42)

April sampai September angin akan bergerak dari arah tengggara melintasi benua Australia sebelum sampai ke wilayah Indonesia dan angin ini sedikit sekali mengandung uap air (Lakitan, 2002).

2.2.2.3Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu yang dinyatakan dalam persen (%) (Hermansyah, 2008). Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah psychrometer atau hygrometer.

Kelembaban udara mempunyai beberapa istilah yaitu :

a. Kelembaban mutlak atau kelembaban absolute, yaitu massa uap air persatuan volume udara dinyatakan dalam satuan gram/ m3.

b. Kelembaban spesifik yaitu perbandingan antara massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu, dinyatakan dalam g/kg.

c. Kelembaban nisbi atau lembaban relative, yaitu perbandingan antara tekanan uap air actual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh, dinyatakan dalam % (Katasapoetra, 2008).

2.2.2.4Kecepatan angin

Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Angin diberi nama sesuai dengan dari arah mana angin dating (Tyasyono, 2004). Kecepatan angin adalah rata-rata laju pergerakan angin yang merupakan gerakan horizontal udara terhadap permukaan bumi suatu waktu yang diperoleh


(43)

dari hasil pengukuran harian dan dirata-ratakan setiap bulan dan memiliki satuan knot (Neiburger, 1995). Kecepatan angin di wilayah Indonesia umumnya terutama wilayah dekat garis ekuator. Kecepatan angin yang diukur di Jakarta menunjukan perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau (Tjasyono, 2004).

2.3Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Diare

Iklim dapat memengaruhi ekosistem, habitat binatang penular penyakit, bahkan tumbuh kembangnya koloni kuman secara tidak langsung. Disamping itu, adanya peningkatan suhu global mengakibatkan perubahan pola transmisi beberapa parasit dan penyakit baik yang ditularkan langsung maupun yang ditularkan oleh serangga. Dengan demikian, iklim dan kejadian penyakit memiliki hubungan yang erat, terutama terjadinya berbagai penyakit menular (Achmadi, 2011).

Hubungan secara tidak langsung antara musim hujan dengan kejadian penyakit, misalnya kejadian berbagai penyakit menular wilayah urban terutama daerah padat penduduk seperti diare. Perubahan iklim global juga menyebabkan beberapa daerah tropis di Pasifik mendapat curah hujan yang meningkat pesat, sehingga mengakibatkan banjir, gangguan drainase atau terjadi surplus air, sementara di daerah lain air mengalami kekeringan (Achmadi, 2012). Hampir 90 % kasus diare yang terjadi diakibatkan oleh akses air bersih yang kurang, air minum yang tidak aman dan sanitasi yang kurang baik (WHO, 2009).

Bebeda dengan penyakit malaria dan demam berdarang dengue, penyakit diare tidak berkolerasi dengan musim pancaroba. Kejadian diare sangat dipengaruhi oleh akses air bersih dan akses terhadap sanitasi. Terkait dengan


(44)

perubahan iklim, ketersediaan air bersih dan kondisi sanitasi suatu daerah dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya air, potensi banjir dan potensi kekeringan, semua itu akan berdampak secara tidak langsung bagi timbulnya penyakit diare. (Bappenas,2010).

2.3.1 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Kejadian Diare

Perubahan suhu mempengaruhi populasi vektor yang dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan (Haines, dkk, 2002). Perubahan suhu berhubungan dengan perubahan dinamika siklus terhadap spesies vektor dan organism pathogen seperti protozoa, bakteri dan virus sehingga akan meningkatkan potensi transmisi penyebab penyakit (WHO, 2003). Jenis mikroorganisme tergantung pada suhu, seperti bakteri pathogen dan telur cacing dapat hidup selama kurang lebih 5 hari dalam kondisi yang basah dan lembab pada tanah berpasir ataupun kurang lebih 3 bulan dalam air buangan (Kusnoputranto, 2000).

Pada musim hujan, suhu yang rendah dapat menyebabkan kuman diare dapat berkembang dengan cepat dan begitu pula dengan perkembangan serangga vektor seperti tikus, kecoa, lalat.

Pada tahun 1997 ketika suhu lebih tinggi dari suhu normal selama kejadian El nino, banyak pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan diare dan dehidrasi di Lima, Peru. Analisis time series data harian rumah sakit menguatkan efek suhu pada kunjungan rumah sakit karena diare dengan estimasi peningkatan 8% setiap peningkatan suhu 10C (WHO, 2003).

Berdasarkan pendapat Ernayasih 2012 yang mengutip pernyataan WHO secara statistik ada hubungan yang signifikan akibat perubahan suhu bulan dengan


(45)

kejadian diare di Pulau Fiji tahun 1978-1992, diperkirakan kenaikan 3% dalam kejadian diare perpeningkatan suhu 10C.

Berdasarkan Kurniawan (2009) yang mengutip hasil penelitian Kolstad & Johnsson dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu 10C akan menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 5% dan diestimasikan perubahan suhu 10C menyebabkan peningkatan kasus diare sebesar 0-10%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nersan (2006) suhu udara memiliki hubungan atas peningkatan prevalensi diare di Kota Palembang pada tahun 2000-2004. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang lemah antara peningkatan suhu dan prevalensi diare (r=0,11), yang dapat diartikan bahwa peningkatan suhu sebesar 10C meningkatkan prevalensi diare sebanyak 1 per 1000 penduduk.

2.3.2 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Diare

Pada tipe penyakit diare tropik, kejadian puncak terjadi pada musim penghujan. Banjir dan kemarau berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian diare. Hal tersebut dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan banjir sehingga menyebabkan terkotaminasinya persediaan air bersih dan menimbulkan wabah penyakit diare dan leptospirosis, pada saat kondisi kemarau panjang dapat mengurangi persediaan air bersih sehingga meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan hygiene seperti diare (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).

Pola hujan dapat mempengaruhi penyebaran berbagai organism yang dapat menyebarkan penyakit, hujan dapat mencemari air dengan cara memindahkan kotoran manusia dan hewan ke air tanah. Organism yang ditemukan antara lain


(46)

kriptosporodium, giardia dan E.coli yang dapat menimbulkan penyakit diare (Lapan, 2009).

Menurut penelitian Rico Kurniawan (2009) jumlah curah hujan dengan kejadian diare di Kota Jakarta Selatan tahun 2007-2011 memiliki hubungan yang bermakna. Hubungan yang terjadi bersifat positif dan kekuatannya sedang (r= 0,370).

2.3.3 Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Kejadian Diare

Menurut Kurniawan (2009) yang mengutip pendapat Kolstad & Johansoon, selain temperatur atau suhu, faktor iklim lainnya seperti curah hujan, kelembaban realtif, tekanan udara juga memiliki kontribusi yang cukup penting dalam perubahan kasus diare. Namun hal itu juga sangat berkaitan erat dengan agen pathogen, kualitas air dan infrastruktur sanitasi yang ada disebuah wilayah. Pada musim hujan, kelembaban tinggi serta intensitas sinar matahari yang kurang dapat menyebabkan mikroorganisme penyebab diare berkembang biak dengan baik dan membuat perkembangan lebih cepat untuk vektor seperti tikus, kecoa dan lalat (WHO, 2003).

Berdasarkan pendapat Ernayasih (2012) yang mengutip hasil penelitian Checkley et, al dengan menggunakan model time series untuk melihat dampak kelembaban yang tinggi dengan penderita diare dibawah 10 tahun di Lima Peru, hasilnya menunjukan ada peningkatan jumlah kasus diare sebesar 8% untuk setiap peningkatan kelembaban 1%.

Kelembaban udara relatif menunjukan ada hubungan yang bermakna dengan prevalensi diare yang terjadi, hubungan yang didapat bersifat lemah.


(47)

Selain itu, hubungan yang terjadi bersifat negative, yang dapat diartikan bahwa semakin rendah kelembaban udara maka prevalensi diare semakin tinggi. Penurunan kelembaabn udara sebesar 1% dapat mengakibatkan peningkatan prevalensi diare sebesar 1 per 1000 penduduk (Nersan, 2006).

2.3.4 Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Kejadian Diare

Untuk infeksi karena vektor penyakit, distribusi dan peningkatan organisme vektor dan penjamu (host) dipengaruhi oleh faktor fisik seperti angin serta faktor biotik seperti vegetasi, spesies penjamu, predator, kompetitior, parasit dan intervensi manusia. Hal ini dapat meningkatkan kejadian diare karena penularan tidak langsung yang disebabkan vector borne disease (WHO, 2003).

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Curah Hujan

Suhu Udara

Kelembaban Udara

Kecepatan Angin


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi ekologi menurut waktu (ecological time trend study). Studi ekologi menurut waktu adalah pengamatan dari waktu ke waktu mengenai korelasi frekuensi angka kesakitan dan kematian karena suatu penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat dengan usaha kesehatan atau faktor resiko yang terdapat dimasyarakat (Chandra,2008).

Hasil studi ekologi tidak dapat menjelaskan bahwa ada faktor resiko lain yang ikut berpengaruh terhadap penyakit yang sama karena data individu tidak diperoleh. Namun demikian, hasil studi ini dapat digunakan untuk studi epidemiologi lebih lanjut (Soemirat, 2010).

Unit analisisnya menggunakan data agregat populasi yaitu jumlah kasus penyakit diare perbulan di Kota Jakarta Pusat dengan memakai data sekunder pencatatan dan pelaporan Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat dan data iklim dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Pusat pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan oleh pertimbangan Kota Jakarta Pusat adalah wilayah yang angka kasus diarenya tinggi dari tahun ke tahun.


(49)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama tahun 2004-2013 yang bersumber dari dokumen atau laporan kasus diare Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, data hasil pengukuran suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus diare di Kota Jakarta Pusat yang bersumber dari dokumen atau laporan kasus diare Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan data hasil pengukuran suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.. Pada penelitian ini tidak dilakukan sampling karena populasi diambil semua untuk dianalisis.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data kasus diare di Kota Jakarta Pusat selama tahun 2004-2013 diambil dari Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Data iklim yang berupa suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin selama tahun 2004-2013 diambil dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.4.1 Metode Pengumpulan Data Kasus Diare

Data kasus diare didapatkan dari Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang berupa laporan perbulan selama tahun 2004 sampai tahun 2013.


(50)

3.4.2 Metode Pengumpulan Data Suhu Udara

Data suhu udara merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004 sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.4.3 Metode Pengumpulan Data Curah Hujan

Data curah hujan merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004 sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.4.4 Metode Pengumpulan Data Kelembaban Udara

Data kelembaban udara merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004 sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

3.4.5 Metode Pengumpulan Data Kecepatan Angin

Data kecepatan angin merupakan hasil pengukuran dari bulan januari 2004 sampai dengan desember 2013 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.


(51)

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Hasil Ukur Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Dependen

Kasus diare Jumlah kasus diare per tahun di DKI Jakarta selama kurun waktu 10 tahun (2004-2013)

Jumlah kasus Laporan kasus diare Dinas

Kesehatan Kota Jakarta Pusat

Observasi data Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat

Rasio

Independen Curah Hujan Pertahun

Jumlah rata-rata air hujan yang turun ke bumi yang diperoleh dari hasil pengukuran harian selama satu bulan kemudian dirata-ratakan setiap tahun (Januari 2004-Desember 2013)

Dalam satuan mm

Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Observasi data Badan Pusat

Statistik Provinsi DKI Jakarta

Rasio

Suhu Udara Pertahun

Suatu keadaan dingin atau panas udara yang diperoleh dari hasil pengukuran per hari selama satu bulan kemudian dirata-ratakan setiap tahun (Januari 2004-Desember 2013) Dalam satuan 0 C Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Observasi data Badan Pusat

Statistik Provinsi DKI Jakarta


(52)

Variabel Defenisi Hasil Pengukuran

Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Kelembaban

Udara Pertahun

Keadaan uap air per hari di dalam udara ambient yang diperoleh dari hasil pengukuran harian selama satu bulan kemudian dirata-ratakan setiap tahun (Januari 2004-Desember 2013)

Dalam satuan %

Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Observasi data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Rasio Kecepatan Angin Pertahun

Laju pergerakan angin yang diperoleh dari hasil pengukuran per hari selama satu bulan kemudian dirata-ratakan setiap tahun (Januari 2004-Desember 2013)

Dalam satuan knot

Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Observasi data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Rasio Curah Hujan Perbulan

Jumlah rata-rata air hujan yang turun ke bumi yang diperoleh dari hasil pengukuran harian selama satu bulan kemudian dirata-ratakan menurut bulan selama sepuluh tahun (Januari 2004-Desember 2013)

Dalam satuan mm

Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

Observasi data Stasiun Meteorologi Kemayoran Jakarta Pusat


(53)

Variabel Defenisi Hasil Pengukuran

Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Suhu Udara

Perbulan

Suatu keadaan dingin atau panas yang diperoleh dari hasil pengukuran per hari selama satu bulan kemudian dirata-ratakan menurut bulan selama lima tahun (Januari 2004-Desember 2013)

Dalam satuan

0

C

Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Observasi data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Rasio Kelembaban Udara Perbulan

Keadaan uap air per hari di dalam udara ambient yang diperoleh dari hasil pengukuran harian selama satu bulan kemudian dirata-ratakan menurut bulan selama sepuluh tahun (Januari 2004-Desember 2013)

Dalam satuan %

Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Observasi data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Rasio Kecepatan Angin Perbulan

Laju pergerakan angin yang diperoleh dari hasil pengukuran per hari selama satu bulan kemudian dirata-ratakan menurut bulan selama sepuluh tahun (Januari 2004-Desember 2013)

Dalam satuan knot

Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Observasi data Badan Pusat

Statistik Provinsi DKI Jakarta


(54)

3.6 Metode Analisis Data

Data iklim yang berupa curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara berbentuk data bulanan diolah menjadi data rata-rata tahunan dan data rata-rata bulanan selama 10 tahun. Sedangkan data kasus diare didapatkan dalam bentuk data bulanan diolah menjadi data tahunan dan data bulanan selama 10 tahun. Selanjutnya data dianalisis dengan metode statistik menggunakan komputer.

3.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat secara statistik digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dalam penelitian ini meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban, kecepatan angin dan kejadian kasus diare di Kota Jakarta Pusat menurut data tahunan dan bulanan selama 10 tahun.

3.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat secara statistik dengan menggunakan regresi linier dan korelasi untuk menganalisis derajat atau keeratan hubungan antara faktor iklim yang meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kasus diare di Jakarta Pusat serta mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel. Uji korelasi untuk menentukan koefisien korelasi (r), kuat hubungan dapat diperoleh dari formulasi berikut :

Nilai korelasi (r) berkisar 0 sampai dengan 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya -1 sampai dengan +1.

r= 0 tidak ada korelasi linier


(55)

r = +1 korelasi linier positif sempurna atau kuat

Selain untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan dua variabel. Hubungan dua variabel dapat berpola positif maupun negative. Hubungan positif terjadi bila kenaikan suatu variabel independen diikuti kenaikan variabel dependen yang lain, sedangkan hubungan negative dapat terjadi bila kenaikan suatu variabel independen diikuti penurunan variabel dependen yang lain.

Menurut Colton kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam empat area, yaitu (Rahmat, 2011) :

r = 0,00-0,25 tidak ada korelasi/ korelasi lemah r = 0,26-0,50 hubungan sedang

r = 0,51-0,75 hubungan kuat

r = 0,76-1,00 hubungan sangat kuat

Selanjutnya untuk mengetahui bentuk korelasi dua variabel dilakukan analisis regresi. Analisis regresi yang kemudian dilakukan bertujuan untuk mengetahui bentuk hubungan dua variabel atau lebih. Tujuan analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai variabel kasus diare (variabel dependen) melalui variabel iklim (variabel independen). Untuk melakukan prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Secara matematis persamaan garis sebagai berikut :


(56)

Sedangkan untuk menghitung koefisien regresi variabel bebas (b) dirumuskan sebagai berikut:

Ket :

Y = variabel dependen X = variabel independen

a = intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0

b = slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran

Koefisien regresi variabel bebas bisa bertanda positif atau negatif. Jika bertanda positif, bermakna memberikan pengaruh yang searah antara perubahan variabel dengan variabel terikat. Dengan kata lain jika besarnya nilai faktor curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin bertambah naik maka jumlah kasus diare pada balita (variabel terikat) mengalami kenaikan proporsional dengan besarnya nilai koefisien regresi variabel bebas tersebut. Demikian juga sebaliknya, apabila koefisien regeresi variabel bebas bernilai negatif maka perubahan yang terjadi berlawanan arah (Sunyoto, 2011).


(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis

Kota Jakarta Pusat adalah salah satu daerah otonom dan merupakan pusat dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Secara geofrafis wilayah Kota Jakarta Pusat terletak di 1060 22’ 42” Bujur Timur – 1060 58’ 18” Bujur Barat dan 50 19’

12” Lintang selatan – 60 23’ 54” Lintang Utara, dengan luas wilayah 48,13 km2 dengan batas sebagai berikut :

Batas Utara : Jakarta Utara dan Jakarta Barat Batas Timur : Jakarta Timur

Batas Selatan : Jakarta Selatan dan Jakarta Timur Batas Barat : Jakarta Barat dan Jakarta Selatan

Permukaan tanah Jakarta Pusat relative datar, terletak sekitar 4 meter di atas permukaan laut dan luas wilayahnya 48,13 km2. Kota Jakarta Pusat terdiri dari 8 kecamatan yaitu Tanah Abang, Menteng, Senen, Johar Baru, Cempaka Putih, Kemayoran, Sawah Besar, Gambir dan terbagi atas 44 kelurahan.


(58)

4.1.2 Keadaan Demografis

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 (jiwa)

Tahun Total Jumlah Penduduk Kota Jakarta Pusat

2004 893.195

2005 861.531

2006 878.918

2007 814.166

2008 814.086

2009 811.098

2010 865.561

2011 906.353

2012 908.829

2013 906.601

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Tahun 2004-2013

Jumlah penduduk Kota Jakarta Pusat dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Grafik 1. Jumlah Penduduk di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013

Pada grafik 1 menunjukan jumlah penduduk di Kota Jakarta Pusat pada tahun 2004 sampai pada tahun 2013 cukup berfluktuasi. Jumlah penduduk di

760000 780000 800000 820000 840000 860000 880000 900000 920000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jumlah Penduduk Kota Jakarta Pusat


(59)

Jakarta Pusat terendah pada tahun 2009 yaitu 811.098 jiwa dan tertinggi pada tahun 2012 yaitu 908.829 jiwa.

4.2 Gambaran Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 Tabel 4.2 Data Kasus Diare di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013

Bulan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata2/bulan

Jan 1835 1931 1843 2677 2695 2872 3005 2221 2289 4174 2554,2

Feb 1507 2027 2517 4844 3156 2861 2211 1776 2426 2708 2603,3

Mar 1775 2323 2365 3595 2937 2737 2629 2230 2147 1835 2457,3

Apr 1481 2431 2370 3199 3004 2350 2800 2233 2316 1856 2404,0

Mei 1600 1848 1345 3122 2194 2650 2449 2380 2361 2193 2214,2

Jun 1603 1865 2241 3143 2144 2275 2595 2521 2165 2213 2276,5

Jul 1612 2006 2113 2905 2023 2278 3121 2403 1917 2173 2255,1

Agt 1602 1956 2195 2894 2131 1970 2299 1642 1799 1812 2030,0

Sep 1414 1731 1894 1953 1960 1710 2005 2787 2343 1998 1979,5

Okt 1484 1630 1563 1992 2281 2539 2715 2607 1993 1723 2052,7

Nov 1067 1809 2273 2570 2590 2486 2679 2431 2513 1936 2235,4

Des 1718 1750 1816 2589 2116 2412 2304 2259 2576 1751 2129,1

Rata2/tahun 1558,17 1942,25 2044,58 2956,91 2435,91 2428,34 2567,67 2290,83 2237,08 2197,67

IR per 100.000

penduduk

2093,38 2705,30 2791,50 4358,20 3590,65 3592,66 3559,77 3033,03 2953,80 2908,88

Sumber : Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013

Gambaran kasus diare setiap bulan selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 di Kota Jakarta Pusat dapat dilihat pada tabel 4.2. IR (Insidence Rate) kasus diare tertinggi terjadi di tahun 2007 yaitu 4358,2/100.000 penduduk. IR (Insidence Rate) kasus diare terendah terjadi di tahun 2004 yaitu 2093,38/100.000 penduduk.


(60)

Grafik 2. Rerata Kasus Diare perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013

Dari grafik 2 dapat dilihat bahwa kasus diare setiap bulannya di Kota Jakarta Pusat dari tahun 2004 sampai dengan 2013 mengalami penurunan namun tidak ekstrim. Rata-rata kasus diare tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu 2603,3 kasus, sedangkan rata-rata kasus diare terendah terjadi pada bulan Septermber yaitu 1979,5 kasus.

Grafik 3. Rerata Kasus Diare pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013

Dari grafik 3 dapat dilihat bahwa kasus diare setiap tahunnya di Kota Jakarta Pusat dari tahun 2004 sampai dengan 2013 sedikit mengalami kenaikan. Rata-rata kasus diare tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu 2956,91 kasus, sedangkan rata-rata kasus diare terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu 1558,17 kasus.

2554,2 2603,3 2457,3 2404

2214,2 2276,5 2255,1

2030 1979,5 2052,7 2235,4 2129,1

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Rata-rata kasus diare/ bulan

1558,17

1942,25 2044,58 2956,91

2435,91 2428,34 2567,67

2290,83 2237,08 2197,67

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Rata-rata kasus diare/ tahun


(61)

4.3 Gambaran Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 Tabel. 4.3 Data Curah Hujan di Kota Jakarta Pusat Tahun 2004-2013 (millimeter)

Bln 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata2/bulan

Jan 157,6 392,5 389,6 211,3 226,5 547,9 377,0 145,6 254,8 621,9 332,47 Feb 384,7 351,6 289,2 674,9 677,6 228,3 223,3 130,7 110,5 146,6 321,74 Mar 361,5 422,6 300,1 178,3 212,4 141,4 245,5 147,7 177,5 184,4 237,14 Apr 276,3 105,5 316,1 165,5 218,4 92,7 26,7 106,8 167,4 204,3 167,97 Mei 203,9 93,3 85,2 188,5 25,9 223,4 87,7 198,9 73,5 165,4 134,57 Jun 32,4 134,1 30,8 100,7 51,4 74,4 133,8 70,5 66,9 101,0 79,6

Jul 52,4 160,6 53,2 34,5 9,5 10,4 249,6 18,1 21,0 256,7 86,61 Agt 0,0 39,1 0,0 66,6 36,4 6,5 150,6 1,5 0,0 61,4 36,21 Sep 5,4 78,7 0,2 59,7 97,3 88,3 256,1 52,6 19,5 49,5 70,73 Okt 131,8 135,7 10,6 75,6 85,8 63,3 380,9 80,1 19,4 110,1 109,33 Nov 176,5 101,8 26,8 85,5 113,8 303,7 142,8 44,6 286,2 196,6 147,83 Des 323,0 377,4 112,3 512,8 154,2 189,1 124,0 177,0 223,0 338,9 253,17 Rata2/tahun 175,5 199,4 134,5 196,1 159,1 164,1 199,8 97,8 97,8 203,1

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Tahun 2004-2013

Gambaran curah hujan perbulan di Kota Jakarta Pusat dari tahun 2004 sampai tahun 2013 dapat dilihat di tabel 4.5. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di bulan Januari. Sementara rata-rata curah hujan terendah terjadi di bulan Agustus. Kemudian berdasarkan rata-rata pertahun, rata curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2013, sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada tahun 2011 dan 2012.


(62)

Grafik 4. Rerata Curah Hujan perbulan di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013.

Grafik 4 menunjukan rata-rata curah hujan Kota Jakarta Pusat berdasarkan data perbulan selama tahun 2004 sampai 2013. Pada bulan Januari hingga bulan Agustus mengalami penurunan, lalu mengalami peningkatan hingga bulan Desember. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di bulan Januari yaitu 332,47 mm, sementara rata-rata curah hujan terendah terjadi di bulan Agustus yaitu 36,21 mm.

Grafik 5. Rerata Curah Hujan pertahun di Kota Jakarta Pusat Periode Tahun 2004-2013.

332,47 321,74

237,14 167,97

134,57

79,6 86,61 36,21 70,73 109,33 147,83 253,17 0 50 100 150 200 250 300 350

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Rata-rata curah hujan/bulan (mm) 175,5 199,4 134,5 196,1

159,1 164,1 199,8

97,8 97,8 203,1 0 50 100 150 200 250

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Rata-rata curah hujan/tahun (mm)


(1)

Correlations

Rata-rata Diare/ Tahun

rata-rata curah hujan pertahun

rata-rata suhu udara pertahun Rata-rata Diare/ Tahun Pearson

Correlation

1 .121 -.024

Sig. (2-tailed) .740 .949

N 10 10 10

rata-rata curah hujan pertahun

Pearson Correlation

.121 1 -.544

Sig. (2-tailed) .740 .104

N 10 10 10

rata-rata suhu udara pertahun

Pearson Correlation

-.024 -.544 1

Sig. (2-tailed) .949 .104

N 10 10 10

Correlations

Rata-rata Diare/ Tahun

rata-rata kelembaban

udara pertahun

rata-rata kecepatan angin Rata-rata Diare/ Tahun Pearson

Correlation

1 -.295 .697*

Sig. (2-tailed) .407 .025

N 10 10 10

rata-rata kelembaban udara pertahun

Pearson Correlation

-.295 1 -.026

Sig. (2-tailed) .407 .942

N 10 10 10

rata-rata kecepatan angin Pearson Correlation

.697* -.026 1

Sig. (2-tailed) .025 .942


(2)

Correlations

Rata-rata Diare/ Tahun

rata-rata kelembaban

udara pertahun

rata-rata kecepatan angin Rata-rata Diare/ Tahun Pearson

Correlation

1 -.295 .697*

Sig. (2-tailed) .407 .025

N 10 10 10

rata-rata kelembaban udara pertahun

Pearson Correlation

-.295 1 -.026

Sig. (2-tailed) .407 .942

N 10 10 10

rata-rata kecepatan angin Pearson Correlation

.697* -.026 1

Sig. (2-tailed) .025 .942

N 10 10 10

Analisis Regresi Linier Sederhana

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 rata-rata curah

hujan perbulana

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Rata2 Diare/ Bulan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .621a .386 .324 150.31639


(3)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 141952.797 1 141952.797 6.282 .031a

Residual 225950.170 10 22595.017

Total 367902.967 11

a. Predictors: (Constant), rata-rata curah hujan perbulan b. Dependent Variable: Rata2 Diare/ Bulan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2052.741 86.719 23.671 .000

rata-rata curah hujan perbulan

1.142 .456 .621 2.506 .031

a. Dependent Variable: Rata2 Diare/ Bulan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .530a .281 .209 162.65779

a. Predictors: (Constant), rata-rata suhu udara perbulan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 103327.413 1 103327.413 3.905 .076a

Residual 264575.554 10 26457.555

Total 367902.967 11

a. Predictors: (Constant), rata-rata suhu udara perbulan b. Dependent Variable: Rata2 Diare/ Bulan


(4)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 7228.994 2524.492 2.864 .017

rata-rata suhu udara perbulan

-175.816 88.967 -.530 -1.976 .076

a. Dependent Variable: Rata2 Diare/ Bulan

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 rata-rata

kelembaban udara perbulana

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Rata2 Diare/ Bulan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .739a .547 .501 129.16608

a. Predictors: (Constant), rata-rata kelembaban udara perbulan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 201064.211 1 201064.211 12.051 .006a

Residual 166838.755 10 16683.876

Total 367902.967 11

a. Predictors: (Constant), rata-rata kelembaban udara perbulan b. Dependent Variable: Rata2 Diare/ Bulan


(5)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -801.956 877.324 -.914 .382

rata-rata kelembaban udara perbulan

40.499 11.666 .739 3.472 .006

a. Dependent Variable: Rata2 Diare/ Bulan

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 rata-rata

kecepatan angina

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Rata-rata Diare/ Tahun

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .697a .486 .422 287.15780

a. Predictors: (Constant), rata-rata kecepatan angin

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 624894.327 1 624894.327 7.578 .025a

Residual 659676.811 8 82459.601

Total 1284571.138 9

a. Predictors: (Constant), rata-rata kecepatan angin b. Dependent Variable: Rata-rata Diare/ Tahun


(6)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1327.073 352.935 3.760 .006

rata-rata kecepatan angin

216.729 78.729 .697 2.753 .025


Dokumen yang terkait

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

1 6 140

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 0 15

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 0 2

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 0 8

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 2 41

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 4 4

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Pengertian Diare - Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013

0 0 7

HUBUNGAN IKLIM (CURAH HUJAN, SUHU UDARA, KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN) DENGAN KEJADIAN DIARE DI KOTA JAKARTA PUSAT PADA PERIODE TAHUN 2004-2013 SKRIPSI

0 0 16