Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Signal
Teori signal menjelaskan perusahaan mempunyai dorongan untuk
memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal. Teori signal
pada dasarnya membahas adanya ketidaksamaan informasi antara pihak internal
dan pihak eksternal perusahaan (Wahyuni dkk, 2013). Pihak internal perusahaan
pada umumnya memiliki informasi yang lebih baik dan lebih cepat berkaitan
dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya dibandingkan dengan pihak eksternal
seperti inverstor luar. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena
terdapat informasi asimetri antara perusahaan dengan pihak eksternal.
Munculnya informasi asimetri menyulitkan pihak investor dalam menilai
secara objektif tentang kualitas dari perusahaan. Pernyataan yang dibuat oleh
manajemen akan diragukan kebenarannya karena baik perusahaannya bagus atau
tidak bagus akan sama – sama mengklaim bahwa perusahaan tersebut mempunyai
prospek yang baik.
Teori signal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya perusahaan
memberikan

signal


kepada

pengguna

laporan

keuangan.

Teori

signal

mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan
sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai
apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan

12 
 


Universitas Sumatera Utara

13

pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang dapat menyatakan
bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Manajemen selalu
berusaha untuk mengungkapkan informasi yang menurut pertimbangannya sangat
diminati investor dan pemegang saham khususnya informasi yang merupakan
good news.
2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan merupakan dasar yang dapat digunakan untuk memahami
corporate governance dan manajemen laba. Teori keagenan menjelaskan bahwa
hubungan agensi terjadi ketika pemegang saham (principal) mempekerjakan
manajer (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang untuk pengambilan keputusan kepada agent timbul karena adanya
kemungkinan agent tidak melakukan tindakan yang sesuai dengan kepentingan
prinsipal sehingga menimbulkan biaya keagenan.
Teori agensi mengasumsikan bahwa agent memiliki lebih banyak
informasi daripada principal karena principal tidak dapat mengamati kegiatan
yang dilakukan agent secara terus – menerus dan berkala. Karena principal tidak

memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agent, maka principal tidak
pernah dapat mengetahui dengan pasti bagaimana usaha agent memberikan
kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Situasi inilah yang disebut asimetri
informasi (Saffudin, 2011).
Teori agensi menyatakan bahwa konflik antara principal dan agent dapat
dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan berbagai
kepentingan yang ada dalam perusahaan. Scott (2000) menyatakan bahwa

 
 

Universitas Sumatera Utara

14

perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan
dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan
krediturnya. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimalkan utility
masing – masing dengan informasi yang dimiliki. Teori agensi memiliki asumsi
bahwa masing – masing individu semata – mata termotivasi oleh kepentingan diri

sendiri sehingga menimbulkan konflik antara principal dan agent. Pemegang
saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimalkan
kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer
sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun
kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku
oportunitik dari agent yaitu perilaku manajemen untuk memaksimalkan
kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer
memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat
memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari
principal.
Jensen dan Meckling (1976) dalam Muliati (2010) menyatakan bahwa
agent dan principal adalah orang – orang yang berupaya memaksimalkan
utilitasnya, maka alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agent tidak akan selalu
bertindak yang baik untuk kepentingan principal. Jensen dan Meckling (1976)
mengidentifikasi biaya keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) monitoring
cost ; (2) bonding cost ; dan (3) residual cost.

 
 


Universitas Sumatera Utara

15

2.1.3 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat dilihat dari kinerja perusahaan. Penilaian kinerja
perusahaan dapat dilihat dari analisis laporan keuangan berupa rasio keuangan dan
perubahan harga saham. Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai
perusahaan yang tinggi akan diikuti dengan tingginya kemakmuran pemegang
saham, semakin tinggi harga saham maka nilai perusahaan akan juga tinggi. Nilai
perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek, salah satunya dengan harga
saham perusahaan karena mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan
ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan (Pamungkas, 2012).
Beberapa penelitian, nilai perusahaan juga dapat diartikan sebagai nilai
pasar. Karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran para pemegang
saham secara maksimum dengan harga saham perusahaan meningkat. Semakin
tinggi harga saham semakin tinggi tingkat kemakmuran pemegang saham
(Ludwina dan Wardhani, 2012).
Penilaian dalam perusahaan mengandung unsur – unsur proyeksi, asuransi,

perkiraan dan judgement. Dengan beberapa konsep dasar penilaian yaitu : (1) nilai
ditentukan untuk suatu periode tertentu; (2) nilai harus ditentukan pada harga
wajar; (3) penilian tidak dipengaruhi sekelompok pembeli tertentu.
Dalam penelitian ini yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan
adalah Tobin’s Q. James Tobin membangun suatu teori yang disebut teori tobin’s
Q yang merupakan perbandingan antara nilai pasar perusahaan dengan biaya
penggantian modal. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena
menunjukkan estimasi pasar keuangan tentang nilai hasil pengembalian setiap

 
 

Universitas Sumatera Utara

16

dana yang diinvestasikan. Jika nilai tobin’s Q diatas satu maka investasi dalam
aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada
pengeluaran investasi sedangkan jika nilai tobin’s Q dibawah satu maka investasi
dalam aktiva tidak menarik investor.

2.1.4 Manajeman Laba
2.1.4.1 Pengertian Manajemen Laba
Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses
penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu
dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya atau perusahaannya sendiri
(Saffudin, 2011). Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat
mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias
dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang
mempercayai angka laba hasil rekayasa sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa definisi manajemen laba
mengandung beberapa aspek, yaitu (1) intervensi menajemen laba terhadap
pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya
judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di
masa depan untuk ditunjukkan dalam laporan keuangan seperti perkiraan umur
ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang
ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer
memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode
biaya. (2) tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai

 

 

Universitas Sumatera Utara

17

kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses
terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.
Gunny dalam Wardani (2013) mengelompokkan manajemen laba menjadi
tiga, yaitu (1) akuntansi yang curang, (2) manajemen laba akrual dan (3)
manajemen laba rill. Akuntansi yang curang merupakan pemilihan akuntansi yang
melanggar prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum. Manajemen laba
akrual merupakan pilihan akuntansi yang diperbolehkan dalam prinsip akuntansi
yang berlaku umum yang mencoba untuk menutupi atau mengaburkan kinerja
perusahaan yang sebenarnya. Manajemen laba rill merupakan tindakan yang
terjadi ketika manajemen melakukan tindakan yang menyimpang dari praktek
operasi normal perusahaan untuk meningkatkan laba yang dilaporkan.
2.1.4.2 Manajemen Laba Rill
Manajemen laba rill merupakan manipulasi yang dilakukan oleh
manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari – hari selama periode akuntansi.

Motivasi dari manajemen laba rill adalah waktu, dimana manajemen laba rill
dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik
yaitu memenuhi atau meningkatkan target laba, menghindari kerugian dan
mencapai target ramalan analis.
Berdasarkan pengembangan penelitian empiris yang dilakukan Cohen et al
(2007) dan Roychowdhurry (2006) tentang manajemen laba rill menunjukkan
bahwa manajer sudah bergeser dari manajemen laba akrual menuju manajemen
laba rill setelah periode Sarbanes Oxley Act (SOX). Selain itu manajemen laba rill
lebih sulit dideteksi auditor dibandingkan dengan manajemen laba akrual

 
 

Universitas Sumatera Utara

18

(Ratmono, 2010). Menurut Graham et al dalam Wardani (2013) pergeseran
manajemen laba akrual menuju manajemen laba rill disebabkan beberapa faktor
diantaranya : (1) manajemen laba akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan

oleh auditor dan regulator daripada keputusan tentang penentuan harga dan
produksi. Pilihan akuntansi yang dilakukan terkait dengan akrual pada perusahaan
mempunyai resiko yang lebih besar terhadap pemeriksaan oleh pihak yang
berwenang di pasar modal dan perusahaan akan mendapatkan sangsi apabila
terbukti melakukan penyimpangan standar akuntasi yang berlaku umum dengan
tujuan untuk manipulasi laba, (2) hanya menitikberatkan perhatian pada
manipulasi akrual merupakan tindakan yang beresiko.
Menurut Cohen et al (2007) dan Ratmono (2010) ada tiga metode yang
dilakukan dalam manajemen laba rill yaitu :
a. Manipulasi penjualan, merupakan usaha untuk meningkatkan penjualan
secara temporer dalam periode tertentu dengan menawarkan diskon harga
produk secara berlebihan atau memberikan persyaratan kredit yang lebih
lunak. Jika manajemen melakukan aktivitas ini secara lebih ekstensif
daripada aktivitas normal berdasarkan situasi ekonominya, dengan tujuan
meningkatkan target laba, maka tindakan seperti ini masuk dalam kategori
manajemen laba.
b. Penurunan beban – beban diskresionari (discretionary expenditures),
perusahaan dapat menurunkan discretionary expenditures seperti beban
penelitian dan pengembangan, iklan, penjualan, administrasi dan umum
terutama dalam pengeluaran tersebut tidak langsung menyebabkan

pendapatan dan laba. Strategi ini dapat meningkatkan laba dan arus kas
periode saat ini namum dengan resiko menurunkan arus kas periode
mendatang.
c. Produksi yang berlebihan (overproduction), untuk meningkatkan laba
manajemen perusahaan dapat memproduksi lebih banyak daripada yang
diperlukan dengan asumsi bahwa tingkat produksi yang lebih tinggi akan
menyebabkan biaya tetap per unit produk lebih rendah. Strategi ini dapat
menurunkan cost of goods sold dan meningkatkan laba operasi.

 
 

Universitas Sumatera Utara

19

2.1.4.3 Faktor – faktor pendorong manajemen laba
Positive

accounting

menyajikan

theory

tiga

hipotesis

yang

melatarbelakangi terjadinya manajemen laba yaitu bonus plan hypothesis, debt
covenant hypothesis, dan political cost hypothesis (Watt dan Zimmerman,1990).
Masing – masing dari ketiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya
manajemen laba. Bonus plan hypothesis yaitu dimana manajemen akan memilih
metode akuntansi untuk memaksimalkan ultilitasnya dengan bonus yang tinggi.
Manajemen perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earning lebih
banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
Debt covenant hypothesis, manajemen yang melakukan pelanggaran
perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak
meningkatkan laba. Sedangkan political cost hypothesis dimana jika semakin
besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih
metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal ini dikarenakan dengan laba yang
tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan misalnya mengenakan
peraturan antitrust, menaikkan pajak penghasilan perusahaan dan lain – lain.
Scott (2000) juga mengemukakan beberapa motivasi terjadi manajemen
laba diantaranya bonus purposes, political motivations, taxation motivations,
pergantian CEO, initital public offering (IPO) dan pentingnya memberikan
informasi kepada investor.
Selain motivasi, menurut Scott (2000) pola manajemen laba dapat
dilakukan dengan cara : taking a bath, income minimization, income
maximization, dan income smoothing. Dimana taking a bath terjadi pada saat

 
 

Universitas Sumatera Utara

20

reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian
dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa
mendatang. Income minimization dilakukan saat perusahaan mengalami tingkat
profitabilitas yang tinggi sehingga laba pada periode mendatang diperkirakan
turun drastis dapat diatasi dengan pengambilan laba pada periode sebelumnya.
Income maximization, saat laba menurun tindakan ini bertujuan untuk
melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola
income maximization ini dilakukan perusahaan yang melakukan pelanggaran
perjanjian hutang. Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara
meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif
stabil.
2.1.5 Mekanisme Good Corporate Governance
Mekanisme good corporate governance merupakan salah satu konsep
yang dapat dipergunakan dalam meningkatkan efisiensi ekonomi, yang meliputi
serangkaian hubungan antara manjemen perusahaan, dewan direksi, para
pemegang saham dan pemangku kepentingan perusahaan lainnya. Mekanisme
corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi
penentuan sarana – sarana dari suatu perusahaan dan sebagai sarana untuk
menentukan teknik monitoring kinerja. Salah satu cara yang digunakan untuk
memonitoring masalah kontrak dan membatasi perilaku oportunitik manajemen
adalah corporate governance (Watts, 2003 dalam Wisnumurni, 2010).

 
 

Universitas Sumatera Utara

21

Berkaitan dengan masalah keagenan, mekanisme corporate governance
yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa
berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Dimana
kepemilikan institusional dapat memonitoring manajemen perusahaan karena
dengan adanya kepemilikan institusional maka akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal. Selain itu dengan adanya komisaris independen
yang memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip
good corporate governance di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan
komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dam pemberian nasihat kepada
direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Sehingga dengan adanya dewan komisaris yang secara luas dipercaya
memiliki peranan penting dalam memonitor manajemen tingkat atas. Maka
dengan kata lain corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri
informasi antara principal dan agen yang pada akhirnya dapat menurunkan
tindakan manajemen laba (Wisnumurni, 2010).
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengeluarkan asas – asas
dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006, yang
terdiri dari :
1. Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan
harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah
yang diisyaratkan oleh peraturan perundang – undangan, tetapi juga hal
yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham,
kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

 
 

Universitas Sumatera Utara

22

2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar, untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan persyaratan yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang – undangan serta
melaksanakan tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dab mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelasanaan asas Corporate Governance, perusahaan
harus dikelola secara independen sehingga masing – masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh
pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asa kewajaran dan kesetaraan.
Dari beberapa mekanisme good corporate governance, peneliti hanya
fokus kepada beberapa indikator diantaranya kepemilikan institusional, komisaris
independen dan ukuran dewan komisaris.
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah porsi kepemilikan saham yang dimiliki
oleh pemilik institusi dan blockholders pada akhir tahun (Wahyuni dan Pawestri
dalam Pamungkas, 2012). Institusi adalah perusahaan investasi, bank, perusahaan
asuransi maupun lembaga lain yang bentuknya seperti perusahaan. Sedangkan
blockholders adalah kepemilikan individu atas nama perorangan di atas 5% yang
tidak termasuk dalam kepemilikan manajerial.
Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme
monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajemen.

 
 

Universitas Sumatera Utara

23

Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitoring manajemen
perusahaan karena dengan adanya kepemilikan institusional maka akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring ini tentunya
akan menjamin kemakmuran pemegang saham karena pengaruh kepemilikan
institusional sebagai pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar
dalam pasar modal.
Dengan tingkat kepemilikan yang tinggi dalam suatu perusahaan akan
menimbulkan pengawasan yang lebih besar oleh para investor institusional
sehingga akan dapat mengkontrol manajemen untuk tidak melakukan perbuatan
yang tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham sehingga dapat
mengurangi agency cost (Saffudin, 2011).
Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi
dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata
– mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Good
Corporate Governance 2006).
Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan berfungsi sebagai
penyeimbang

dalam

proses

pengambilan

keputusan

guna

memberikan

perlindungan terhadap pemegang saham miniritas dan pihak – pihak lain yang
terkait perusahaan (Mayangsari dalam Guna dan Herawaty, 2010).
Tugas komisaris berdasarkan UUPT No. 40 Tahun 2007 pasal 108 adalah :

 
 

Universitas Sumatera Utara

24

1. Mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perusahaan.
2. Memberikat nasihat kepada direksi dalam anggaran dasar PT dapat
ditetapkan pemberian wewenang kepada komisaris untuk memberikan
persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu.
Penting dan strategisnya peranan komisaris menjadikannya bertanggung
jawab secara rentang dengan direksi apabila sesuatu terjadi terhadap
perusahaannya.
Dikaitkan dengan prinsip dan aturan corporate governance, maka komisaris
memegang peranan yang sangat penting di dalam perusahaan. Dalam kerangka
corporate governance komisaris ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan,

mengawasi

manajemen

dalam

mengelola

perusahaan

serta

mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Fungsi akuntabilitas komisaris ini
ditujukan agar perlindungan terhadap para penanam modal serta stakeholder
lainnya dikelola oleh perusahaan dengan baik.
Ukuran Dewan Komisaris
Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki
hasil yang beragam. Salah satu pendapat menyatakan bahwa makin banyaknya
personel yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruknya
kinerja yang dimiliki perusahaan (Sundgren dan Wells, 1998 dalam Nasution dan
Setiawan, 2007). Hal tersebut dapat dijelaskan dengan adanya agency problems
(masalah keagenan) yaitu dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris
maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya,

 
 

Universitas Sumatera Utara

25

diantaranya kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing
– masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan
mengendalikan tindakan manajemen serta kesulitan dalam mengambil keputusan
yang berguna bagi perusahaan (Yermack, 1996 dalam Nasution dan Setiawan,
2007). Dalam UUPT No.40 Tahun 2007 disebutkan bahwa dalam perusahaan
harus memiliki minimal 2 orang anggota dewan komisaris.
Terkait manajemen laba, ukuran dewan komisaris dapat memberikan efek
yang berkebalikan dengan efek terhadap kinerja. Sesuai dengan pernyataan Scott
(2000) bahwa melakukan manajemen laba dapat dilaksanakan dengan berbagai
cara salah satunya menurunkan laba (income decreasing earnings management).
Untuk itu hubungan yang terjadi antara ukuran dewan komisaris dengan
manajemen laba seharusnya positif, makin banyak anggota dewan komisaris maka
makin banyak manajemen laba yang terjadi.
2.1.6 Arus Kas Bebas (Free Cash Flow)
Arus kas bebas bagi perusahaan adalah gambaran dari arus kas yang
tersedia untuk perusahaan dalam suatu periode akuntansi setelah dikurangi dengan
biaya operasional dan pengeluaran lainnya. Arus kas bebas dapat menimbulkan
konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham yang disebut sebagai
konflik agency. Pihak manajemen akan memilih dana tersebut dapat
diinvestasikan lagi ke proyek yang dapat menghasilkan keuntungan karena dapat
meningkatkan insentif yang diterimanya (Jensen dalam Putri, 2013).
Arus kas ini merefleksikan tingkat pengembalian bagi penanam modal,
baik itu dalam bentuk hutang atau ekuitas. Arus kas bebas dapat digunakan untuk

 
 

Universitas Sumatera Utara

26

membayar hutang, pembelian kembali saham, pembayaran deviden atau disimpan
untuk kesempatan pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang. Jika arus
kas bebas dari perusahaan bernilai positif (FCF ≥ 0) maka keuangan perusahaan
dalam konsidi yang baik sedangkan jika arus kas bebas dari perusahaan bernilai
negatif (FCF ≤ 0) dan perusahaan harus mengeluarkan saham untuk penambahan
modal, maka akan mengakibatkan berkurangnya keuntungan per saham dari
perusahaan.
Arus kas bebas merupakan salah satu indikator untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk mengembalikan keuntungan bagi para pemegang
saham melalui pengurangan hutang, peningkatan deviden atau pembelian saham
kembali dengan itu nilai perusahaan akan juga ikut meningkat. Arus kas bebas
merupakan determinan dalam penentu nilai perusahaan, sehingga manajemen
perusahaan lebih terfokus pada usaha meningkatkan arus kas bebas.
2.1.7 Ukuran Perusahaan
Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan
adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh

yang

berbeda terhadap nilai perusahaan. Besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan
dalam kapitalitasi pasar. Semakin besar kapitalisasi pasar, maka semakain dikenal
dalam masyarakat (Sudarmadji dan Sularto, 2007 dalam Saffudin, 2011). Selain
dari kapitalisasi pasar, ukuran perusahaan dapat dilihat dari total asset yang
dimiliki perusahaan, yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan.
Jika perusahaan memiliki total asset yang besar maka pihak perusahaan dalam hal
ini manajemen akan leluasa dalam mempergunakan asset yang ada. Ukuran

 
 

Universitas Sumatera Utara

27

perusahaan juga akan mempengaruhi struktur pendanaan perusahaan. Hai ini
menyebabkan kecenderungan perusahaan memerlukan dana yang lebih besar
dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Kebutuhan dana yang besar
mengindikasikan bahwa perusahaan menginginkan pertumbuhan laba dan juga
pertumbuhan tingkat pengendalian saham (Dewi, 2010 dalam Saffudin, 2011).
Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk
investor dalam pengambilan keputusan semakin banyak dan memperkecil
kemungkinan terjadinya asimetri informasi yang bisa menyebabkan terjadinya
praktik manajemen laba pada perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala
dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara
yaitu : (1) log total aktiva (Marihot dan Setiawan, 2007), (2) log total penjualan
(Nuryaman, 2008), (3) kapitalisasi pasar (Halim dkk, 2005 dan Saffudin, 2011).
Penentuan ukuran perusahaan dalam penelitian ini berdasarkan kepada log total
aktiva perusahaan.
2.1.8 Leverage
Salah satu faktor penting dalam sumber pendanaan adalah leverage
(hutang). Leverage adalah sumber dana yang digunakan oleh perusahaan untuk
membiayai asetnya diluar sumber dana modal. Menurut Sam’ani (2008) dalam
Saffudin (2011) Leverage dibagi menjadi dua yaitu :
1. Leverage operasi adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang
diakibatkan oleh besarnya volume penjualan.
2. Leverage keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam membayar
hutang dengan equity yang dimilikinya.

 
 

Universitas Sumatera Utara

28

Hutang merupakan perjanjian antara perusahaan sebagai debitur dengan
kreditur. Dalam perjanjian hutang ini, ada kepentingan perusahaan untuk dinilai
positif oleh kreditur dalam hal kemampuan membayar hutangnya. Brigham dan
Houston (2001) menjelaskan hutang bisa berpengaruh positif atau negatif
terhadap nilai perusahaan. Pada titik tertentu peningkatan hutang akan
menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari pengguna
hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya. Para pemilik perusahaan
biasanya menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai
perusahaan.
Bagi perusahaan, hutang mempunyai dua keuntungan. Pertama, pemegang
hutang (debtholder) mendapat pengambilan yang tetap. Kedua, bunga yang
dibayarkan dapat mengurangi beban pajak sehingga menurunkan efektif dari
hutang. Kelemahan hutang yaitu bila semakin tinggi rasio hutang (debt ratio)
maka semakin tinggi pula resiko perusahaan sehingga suku bunga tinggi. Apabila
perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi
untuk menutupi beban bunga maka pemegang saham harus menutupi kekurangan
tersebut, dan jika perusahaan tidak sanggup maka perusahaan akan bangkrut.
2.1.9 Jakarta Islamic Index
Jakarta Islamic Index (JII) adalah salah satu indeks saham yang ada di
Indonesia yang menghitung indeks harga rata – rata saham untuk jenis saham –
saham yang memenuhi kriteria syariah. JII terdiri dari 30 saham syariah yang
paling likuid yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

 
 

Universitas Sumatera Utara

29

Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor
untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat
bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di
bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan
akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia.
Dalam melakukan investasi di pasar modal harus memperhatikan
kesesuaian suatu produk investasi atau surat berharga dengan prinsip – prinsip
syariah ajaran Islam. Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga di bawah
MUI melalui Fatwa DSN No: 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003
tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang
pasar modal (Nurhayati dan Wasilah, 2013). Berdasarkan arahan Dewan Syariah
Nasional, ada empat syarat yang harus dipenuhi agar saham – saham tersebut
dapat masuk ke JII :
1. Emiten tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang tergolong
judi atau perdagangan yang dilarang.
2. Bukan lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem riba,
termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
3. Usaha yang dilakukan bukan memproduksi, mendistribusikan dan
memperdagangkan makanan atau minuman yang haram.
4. Tidak

menjalankan

usaha

memproduksi,

mendistribusikan

dan

menyediakan barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
Pengkajian ulang yang dilakukan 6 (enam) bulan sekali dengan penentuan
komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan

 
 

Universitas Sumatera Utara

30

perubahan pada jenis usaha utama emiten akan dimonitor secara terus menerus
berdasarkan data publik yang tersedia. Perusahaan yang mengubah lini bisnisnya
menjadi tidak konsisten dengan prinsip syariah akan dikeluarkan dari indeks.
Sedangkan saham emiten yang dikeluarkan akan diganti oleh saham emiten lain.
Semua prosedur tersebut bertujuan untuk mengeliminasi saham spekulatif yang
cukup liquid. Sebagian saham – saham spekulatif memiliki tingkat likuiditas rata
– rata nilai perdagangan regular yang tinggi dan tingkat kapitalisasi pasar yang
rendah.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Analisa (2011) berjudul pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas
dan kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di
BEI. Variabel dalam penelitian ini ukuran perusahaan (X1), leverage (X2),
profitabilitas (X3) dan kebijakan deviden (X4). Indikator yang digunakan oleh
masing – masing variabel adalah Ukuran perusahaan menggunakan log of total
asset,

leverage

menggunakan

rasio

leverage

sedangkan

profitabilitas

menggunakan ROE, kebijakan deviden menggunakan DPR dan nilai perusahaan
menggunakan PBV. Analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier
berganda dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan
profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan
sedangkan leverage berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai
perusahaan dan kebijakan deviden berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap nilai perusahaan.

 
 

Universitas Sumatera Utara

31

Darwis (2012) berjudul pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan
dengan corporate governance sebagai pemoderasi. Variabel dalam penelitian ini
manajemen laba (X1), nilai perusahaan (Y) dan variabel pemoderasi corporate
governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial (X2) dan kepemilikan
institusional (X3). Dalam penelitian indikator variabel yang digunakan adalah
Manajemen laba dengan akrual modal kerja / penjualan periode, nilai perusahaan
menggunakn PBV sedangkan untuk variabel pemoderasi corporate governance
diproksi kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Analisi dalam
penelitian ini adalah analisis regresi, dalam penelitian ini dihasilkan bahwa
manajemen laba tidak

berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan

variabel pemoderasi corporate governance yang terdiri dari kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap hubungan antara manajemen laba dan nilai
perusahaan dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap hubungan antara
manajemen laba dan nilai perusahaan.
Debby, dkk (2014) berjudul good corporate governance, company’s
characteristics and firm’s value : empirical study of listed banking on Indonesian
stock exchange. Variabel dalam penelitian ini good corporate governance yang
terdiri dari manajerial ownership (X1), audit committee (X2), independent
commissioner (X3), firm size (X4), return on equity (X5) dan firm’s value (Y).
Indikator yang digunakan oleh masing – masing variabel adalah Manajerial
ownership dengan perbandingan jumlah anggota dewan direksi dengan dewan
komisaris, audit committe yaitu variabel dummy, bila perusahaan memiliki komite
audit 1 dan sebaliknya, independent commissioner

dengan jumlah anggota

komisaris independen, firm size menggunakan log total asset, profitabilitas

 
 

Universitas Sumatera Utara

32

menggunakan ROE dan firm’s value menggunakan Tobin’s Q. Analisis dalam
penelitian ini analisis linier berganda dengan hasil penelitian yang menyatakan
bahwa variabel manajerial ownership, audit comittee dan independent
commissioner berpengaruh secara negatif terhadap firm’s value sedangkan firm
size dan return on equity berpengaruh secara positif terhadap firm’s value.
Fuzuli, dkk (2013) berjudul the influence of good corporate governance and
earnings management on firm value. Variabel dalam penelitian ini institutional
ownership (X1), board of commissioner (X2), earnings management (X3) dan
firm value (Y). Dalam penelitian ini indikator variabel yang digunaka adalah
Manajerial ownership menggunakan perbandingan jumlah anggota dewan direksi
dengan dewan komisaris, Institutional ownership menggunakan perbandingan
jumlah saham instusi dengan jumlah saham beredar dipasar, board of
commissioner

menggunakn

jumlah

anggota

dewan

komisaris,

earnings

management dengan total akrual dan firm value dengan PBV. Analisis dalam
penelitian ini analisis linier berganda dan hasil dari penelitian ini menyimpulkan
bahwa institutional ownership berpengaruh negatif terhadap firm value sedangkan
board of commissioner dan earnings management dinyatakan tidak berpengaruh
terhadap firm value.
Gill dan Obradovich (2013) berjudul the impact of corporate governance and
financial leverage on the value of American firm’s. Variabel dalam penelitian ini
CEO duality (X1), audit committee (X2), financial leverage (X3), firm size (X4),
return on asset (X5), insider holdings (X6) dan firm’s value (Y). Indikator
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah CEO duality merupakan
variabel dummy, yang berkedudukan CEO bernilai 1 dan sebaliknya, audit

 
 

Universitas Sumatera Utara

33

committee dengan jumlah anggota audit komite, financial leverage dengan total
liabilities/total asset , firm size menggunakan log total asset, insider holdings
dengan % insider share holdings, ROA menggunakn net income/total asset, dan
firm value menggunakan Tobin’s Q. Analisis dalam penelitian ini analisis linier
berganda dan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CEO duality, audit
comittee, financial leverage, firm size dan insider holding berpengaruh positif
terhadap firm’s value di Amerika. Sedangkan return on asset tidak berpengaruh
signifikan terhadap firm’s value.
Juliardi (2013) berjudul pengaruh leverage, konsentrasi kepemilikan dan
kualitas audit terhadap nilai perusahaan serta laba persisten pada perusahaan
publik manufaktur yang listed di BEI. Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini leverage (X1), konsentrasi kepemilikan (X2), kualitas audit (Y1), nilai
perusahaan (Y2) dan laba persisten (Y3). Dengan indikator variabel yang
digunakan adalah Leverage dengan debt/asset, konsentrasi kepemilikan dengan
pemegang saham institusional/total saham biasa, kualitas audit merupakan
variabel dummy dengan nilai 1 untuk KAP Big 4 dan nilai 0 untuk KAP Non Big
4 dan nilai perusahaan dengan market to book ratio. Analisis dalam penelitian ini
menggunakan analisis berganda dan analisis jalur dengan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa leverage berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai
perusahaan. Leverage tidak berpengaruh terhadap kualitas audit pada perusahaan
manufaktur

yang diaudit KAP Big 4 sedangkan konsentasi kepemilikan

berpengaruh signifikan secara negatif terhadap kualita audit dan kualitas audit
tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

 
 

Universitas Sumatera Utara

34

Marhamah (2013) yang berjudul pengaruh manajemen laba, ukuran
perusahaan terhadap corporate social responsibility (CSR) dan nilai perusahaan
pada perusahaan manufaktur di BEI. Variabel dalam penelitian ini manajemen
laba (X1), ukuran perusahaan (X2), nilai perusahaan (Y) dan CSR sebagai
variabel intervening. Dalam penelitian ini indikator variabel yang digunakan
adalah Manajemen laba menggunakan akrual diskresioner, ukuran perusahaan
menggunakan total asset, CSR dengan csr disclousure index (CSRI) dan nilai
perusahaan dengan Tobin’s Q. Analisis dalam penelitian ini analisis jalur, dimana
dalam penelitian ini mengahasilkan variabel manajemen laba dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan variabel CSR
bukan variabel yang memediasi pengaruh manajemen laba terhadap nilai
perusahaan dan CSR merupakan variabel yang memediasi ukuran perusahaan
terhadap nilai perusahaan.
Megawati (2009) berjudul pengaruh corporate governance, leverage dan
manajemen laba terhadap nilai perusahaan. Variabel dalam penelitian ini
corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional (X1),
kepemilikan manajerial (X2), dan komite audit (X3), leverage (X4), manajemen
laba (X5) dan nilai perusahaan (Y). Indikator variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Komite audit dengan jumlah total komite audit, kepemilikan
institusional dengan jumlah saham institusional terhadap keseluruhan saham
perusahaan, kepemilikan manajerial dengan % jumlah saham manajerial/total
saham yang beredar, manajemen laba dengan akrual diskresioner dan nilai
perusahaan dengan PBV. Analisis dalam penelitian ini analisis linier berganda
dengan hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa kepemilikan institusional dan

 
 

Universitas Sumatera Utara

35

leverage berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan sedangkan
kepemilikan manajerial, komite audit dan manajemen laba tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan.
Martini, dkk (2014) yang berjudul factors affecting firm’s value of Indonesia
public manufacturing firms. Variabel dalam penelitian ini good corporate
governance (X1), corporate social responsibility (X2), firm size (X3), firm’s value
(Y) dan profitabilitas sebagai variabel intervening. Indikator variabel yang
digunak dalam penelitian ini adalah corporate social responsibility dengan
disclousure index, firm size dengan total asset dan firm’s value dengan PBV.
Analisis dalam penelirian ini analisis berganda dan analisis jalur dengan hasil
penelitian bahwa variabel good corporate governance, corporate social
responsibility dan firm size berpengaruh positif terhadap firm’s value. Dan good
corporate governance, corporate social responsibility dan firm size melalui
profitabilitas berpengaruh positif terhadap firm’s value.
Siallangan dan Machfoedz (2006) berjudul mekanisme corporate governance,
kualitas laba dan nilai perusahaan. Variabel dalam penelitian ini mekanisme
corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial (X1), ukuran
dewan komisaris (X2) dan komite audit (X3) nilai perusahaan (Y), kualitas laba
sebagai veriabel intervening. Dalam penelitian ini indikator variabel yang digunak
adalah kualitas laba dengan akrual diskresioner dan nilai perusahaan dengan
Tobin’s Q. Analisis dalam penelitian ini analisis berganda dan analisis jalur
dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan
komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Ukuran dewan komisaris
berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Sedangkan kepemilikan manajerial

 
 

Universitas Sumatera Utara

36

berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Dan ukuran dewan komisaris dan
komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kualitas laba
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan kualitas laba bukan variabel
pemediasi untuk nilai perusahaan.
Taufik, dkk (2014) berjudul real earnings management and firm’s value :
empirical evidence from Malaysia. Variabel dalam penelitian ini real earnings
management (X) dan firm’s value (Y). Indikator variabel yang digunakan dakam
penelitian ini adalah Real earnings management dengan penjumlahan CFO,
COGS dan DISEXP dan firm’s value dengan Tobin’s Q. Analisis dalam penelitian
ini adalah analisis linier berganda dengan hasil penelitian ini menyatakan bahwa
real earnings management berpengaruh positif terhadap firm’s value.
Wahyuni, dkk (2013) berjudul faktor – faktor yang mempengaruhi nilai
perusahaan di sektor property, real estate dan building contruction yang terdaftar
di BEI. Variabel dalam penelitian ini keputusan investasi (X1), keputusan
pendanaan (X2), kebijakan deviden (X3), ukuran perusahaan (X4), profitabilitas
(X5), kepemilikan institusional (X6) dan nilai perusahaan (Y). Indikator variabel
dalam penelitian ini adalah keputusan investasi menggunakan PER, keputusan
pendanaan menggunakan DER, kebijakan deviden menggunakan DPR, ukuran
perusahaan

menggunakan

total

asset, profitabilitas

menggunakan

ROE,

kepemilikan institusional dengan % kepemilikan institusional dan nilai
perusahaan menggunakan RS. Analisis dalam penelitian ini yaitu analisis linier
berganda dengan hasil penelitian ini menjelaskan bahwa keputusan investasi,
ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan sedangkan keputusan pendanaan dan kepemilikan institusional

 
 

Universitas Sumatera Utara

37

berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Dan kebijakan deviden
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
Wardani (2013) berjudul pengaruh manajemen laba rill pada nilai perusahaan
yang dimoderasi corporate governance. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari
manajemen laba rill (X1) dan nilai perusahaan (Y) dengan corporate governance
sebagai variabel moderating. Indikator variabel dalam penelitian ini adalah
manajemen laba rill dengan penjumlahan dari AKOABN, KPABN dan PDABN,
nilai perusahaan menggunakan Tobin’s Q dan corporate governance dengan
penjumlahan dari KOM, KI, KM dan KA. Analisis dalam penelitian ini
menggunakan analisis linier berganda dengan hasil penelitian manajemen laba rill
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Sedangkan untuk variabel
moderating menghasilkan bahwa manajemen laba rill yang tinggi tidak dapat
menurunkan nilai perusahaan pada saat corporate governance rendah. Ikhtisar
tinjauan penelitian terdahulu tercantum pada tabel 2.1.

 
 

Universitas Sumatera Utara

38

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No

Nama
Peneliti

Judul
Penelitian

1

Analisa
(2011)

Pengaruh
ukuran
perusahaan,
leverage,
profitabilitas
dan kebijakan
deviden
terhadap nilai
perusahaan
pada
perusahaan
manufaktur di
BEI

Independen

Manajemen
laba terhadap
nilai
perusahaan
dengan
corporate
governance
sebagai
pemoderasi

Independen

2

Darwis
(2012)

Variabel
Penelitian

Ukuran
perusahaan,
leverage,
profitabilitas
dan
kebijakan
deviden
Dependen
Nilai
perusahaan

Manajemen
laba
Dependen
Nilai
perusahaan
Pemoderasi
Corporate
governance

 
 

Indikator

Teknik
Analisis

Hasil Penelitian

Ukuran
perusahaan =
log of total
asset ;
leverage =
rasio leverage ;
profitabilitas =
ROE ;
kebijakan
deviden =
DPR ; nilai
perusahaan =
PBV

Analisis
linier
berganda

Ukuran perusahaan
dan profitabilitas
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap nilai
perusahaan
sedangkan leverage
berpengaruh positif
dan tidak signifikan
terhadap nilai
perusahaan dan
kebijakan deviden
berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap nilai
perusahaan

Manajemen
laba = akrual
modal kerja /
penjualan
periode ; nilai
perusahaan =
PBV ;
corporate
governance
diproksi
kepemilikan
manajerial dan
kepemilikan
institusional

Analisis
berganda

Manajemen laba tidak
berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.
Sedangkan variabel
pemoderasi corporate
governance yang
terdiri dari
kepemilikan
manajerial tidak
berpengaruh terhadap
hubungan antara
manajemen laba dan
nilai perusahaan dan
kepemilikan
institusional
berpengaruh terhadap
hubungan antara
manajemen laba dan
nilai perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

39

Lanjutan Tabel 2.1
3

Debby
, dkk
(2014)

Good
corporate
governance,
company’s
characteristic
s and firm’s
value :
empirical
study of listed
banking on
Indonesian
stock
exchange

Independen
Manajerial
ownership,audit
committee,independe
nt commissioner,firm
size dan return on
equity
Dependen
firm’s value

 
 

Manajerial
ownership =
perbandinga
n jumlah
anggota
dewan
direksi
dengan
dewan
komisaris ;
audit
committe =
variabel
dummy, bila
perusahaan
memiliki
komite audit
1 dan
sebaliknya ;
independent
commissione
r = jumlah
anggota
komisaris
independen ;
firm size =
log total
asset ;
profitabilitas
= ROE ;
firm’s value
= Tobin’s Q

Analisis
linier
bergand
a

Manajerial
ownership,
audit
comittee dan
independent
commissione
r
berpengaru
h secara
negatif
terhadap
firm’s value
sedangkan
firm size dan
return on
equity
berpengaru
h secara
positif
terhadap
firm’s value.

Universitas Sumatera Utara

40

Lanjutan Tabel 2.1
4

Fuzuli,
dkk (2013)

The
influence of
good
corporate
governance
and
earnings
management
on firm
value

Independen
Managerial
ownership,
Institutional
ownership,
board of
commissioner,
earnings
management
Dependen
Firm value

5

Gill dan
Obradovich
(2013)

The impact
of corporate
governance
and financial
leverage on
the value of
American
firms

Independen
CEO duality,
audit
committee,
financial
leverage, firm
size, insider
holdings dan
return on asset
Dependen
Firms value

 
 

Manajerial
ownership =
perbandingan
jumlah anggota
dewan direksi
dengan dewan
komisaris ;
Institutional
ownership =
perbandingan
jumlah saham
instusi dengan
jumlah saham
beredar dipasar
; board of
commissioner =
jumlah anggota
dewan komisaris
; earnings
management =
total akrual ;
firm value = PBV

Analisis
linier
berganda

Institutional
ownership
berpengaruh
negatif
terhadap
firm value
sedangkan
board of
commissioner
dan earnings
management
dinyatakan
tidak
berpengaruh
terhadap
firm value.

CEO duality =
variabel dummy,
yang
berkedudukan
CEO bernilai 1
dab sebaliknya ;
audit committee =
jumlah anggota
audit komite ;
financial leverage
= total
liabilities/toatal
asset ; firm size =
log total asset ;
insider holdings =
% insider share
holdings ; ROA =
net income/total
asset ; firm value
= Tobin’s Q

Analisis
linier
berganda

CEO duality,
audit
comittee,
financial
leverage, firm
size dan
insider
holding
berpengaruh
positif
terhadap
firm’s value di
Amerika.
Sedangkan
return on
asset tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
firm’s value

Universitas Sumatera Utara

41

Lanjutan Tabel 2.1
6

Juliardi
(2013)

Pengaruh
leverage,
konsentrasi
kepemilikan
dan kualitas
audit
terhadap
nilai
perusahaan
serta laba
pada
perusahaan
publik
manufaktur
di BEI

Independen
Leverage,
konsentrasi
kepemilikan
Dependen
kualitas
audit, nilai
perusahaan
laba
persisten

Leverage =
debt/asset ;
konsentrasi
kepemilikan =
pemegang saham
institusional/total
saham biasa ;
kualitas audit =
variabel dummy,
1KAP Big 4 dan
0 KAP Non Big 4
; nilai
perusahaan =
market to book
ratio

Analisis
berganda
dan
analisis
jalur

Leverage
berpengaruh
signifikan
secara positif
terhadap
nilai
perusahaan.
Leverage
tidak
berpengaruh
terhadap
kualitas
audit pada
perusahaan
manufaktur
yang diaudit
KAP Big 4
sedangkan
konsentasi
kepemilikan
berpengaruh
signifikan
secara
negatif
terhadap
kualita audit
dan kualitas
audit tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
nilai
perusahaan.

 
 
 
 
 
 
 
 

 
 

Universitas Sumatera Utara

42

Lanjutan Tabel 2.1
7

8

Marhamah
(2013)

Megawati
(2009)

Pengaruh
manajemen
laba, ukuran
perusahaan
terhadap
corporate
social
responsibility
(CSR) dan
nilai
perusahaan
pada
perusahaan
manufaktur
di BEI

Independen

Pengaruh
corporate
governance,
leverage, dan
manajemen
laba terhadap
nilai
perusahaan

Independen

Manajemen
laba dan
ukuran
perusahaan
Dependen
Nilai
perusahaan

Manajemen laba =
akrual diskresioner
; ukuran
perusahaan = total
asset ; CSR = csr
disclousure index
(CSRI) ; nilai
perusahaan =
Tobin’s Q

Analisis
jalur

Manajemen
laba dan
ukuran
perusahaan
tidak
berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan.
Sedangkan
variabel CSR
bukan variabel
yang
memediasi
pengaruh
manajemen
laba terhadap
nilai
perusahaan
dan CSR
merupakan
variabel yang
memediasi
ukuran
perusahaan
terhadap nilai
perusahaan.

Komite audit =
jumlah total komite
audit ; kepemilikan
institusional =
jumlah saham
institusional terhadap
keseluruhan saham
perusahaan ;
kepemilikan
manajerial = %
jumlah saham
manajerial/total
saham yang beredar ;
manajemen laba =
akrual diskresioner ;
nilai perusahaan =
PBV

Analisis
linier
berganda

Kepemilikan
institusional dan
leverage
berpengaruh
positif signifikan
terhadap nilai
perusahaan
sedangkan
kepemilikan
manajerial,
komite audit dan
manajemen laba
tidak
berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan.

Intervening
CSR

Corporate
governance,
leverage
dan
manajemen
laba
Dependen
Nilai
perusahaan

 

 
 

Universitas Sumatera Utara

43

Lanjutan Tabel 2.1
9

Martini,
dkk
(2014)

Factors
affecting
firm’s value of
Indonesia
public
manufacturing
firm’s

Independen
Good
corporate
governance,
corporate
social
responsibility
dan firm size
Dependen
Firm’s value

Good
corporate
governance
= - ; CSR =
disclousure
index ; firm
size = total
asset ; firm’s
value = PBV
;
profitabilitas
=-

Analisis
berganda
dan
analisis
jalur

Good corporate
governance,
corporate social
responsibility dan
firm size
berpengaruh
positif terhadap
firm’s value. Dan
good corporate
governance,
corporate social
responsibility dan
firm size melalui
profitabilitas
berpengaruh
positif terhadap
firm’s value.

Kualitas laba =
akrual
diskresioner ;
nilai
perusahaan =
Tobin’s Q

Analisis
berganda
dan
analisis
jalur

K

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 56 83

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index Periode 2007 – 2010)

4 38 165

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 2 83

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Auditor Switching Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index Tahun 2011-2015.

0 2 17

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 0 9

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 0 15

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 0 2

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 1 11

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 1 5

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 0 16