Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index Periode 2007 – 2010)

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN (STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI JAKARTA ISLAMIC INDEX PERIODE 2007 – 2010)

TESIS

Oleh

Pipit Putri Hariani MD

097017071/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN (STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI JAKARTA ISLAMIC INDEX PERIODE 2007 – 2010)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

Pipit Putri Hariani MD

097017071/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

THE FACTORS THAT AFFECT THE VALUE OF THE FIRM

(STUDIES ON COMPANIES LISTED ON

THE JAKARTA ISLAMIC INDEX)

PERIOD 2007 - 2010

THESIS

By

Pipit Putri Hariani MD

097017071/Accounting

MAGISTER SCHOOL

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

Telah Diuji pada

Tanggal : 12 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS., MBA., CPA Anggota : 1. Drs. Syahyunan., M. Si

2. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M. Si, Ak 3. Drs. Arifin Akhmad, M. Si., Ak 4. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM., Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul :

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index Periode 2007 - 2010”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Januari 2012 Yang membuat pernyataan:


(6)

Judul Penelitian : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN (STUDI PADA PERUSAHAAN YANG

TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX

PERIODE 2007 – 2010) Nama Mahasiswa : Pipit Putri Hariani MD Nomor Pokok : 097017071

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA,Ak)

Ketua Anggota

(Drs. Syahyunan, M.Si)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA,Ak) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Corporate Social

Responsibility, Leverage, Investment Opportunity Set, Ukuran Perusahaan,

Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas, Komisaris Independen, Cash Holding, dan

Dividend Payout Ratio terhadap Nilai Perusahaan pada Jakarta Islamic Index tahun

2007-2010.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan (65 perusahaan) yang terdaftar di Jakarta Islamic Index selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Digunakan sebanyak 8 perusahaan selama 4 tahun dari 2007- 2010, sehingga total observasi dalam penelitian ini menjadi 32 pengamatan. Teknik pengujian data adalah dengan menggunakan regresi linier berganda untuk menganalisis secara simultan dan parsial dengan tingkat signifikansi alpha 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility,

Leverage, Investment Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial,

Profitabilitas, Komisaris Independen, Cash Holding, dan Dividend Payout Ratio berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan. Tetapi hanya variabel

Investment Opportunity Set dan profitabilitas yang berpengaruh secara parsial

terhadap Nilai Perusahaan. Sementara itu, variabel Corporate Social Responsibility,

Leverage, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Komisaris Independen, Cash Holding, dan Dividend Payout Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap

Nilai Perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode pengamatan 2007-2010.

Kata Kunci: Corporate Social Responsibility, Leverage, Investment Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas,

Komisaris Independen, Cash Holding, Dividend Payout Ratio, Nilai Perusahaan


(8)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of corporate social responsibility, leverage, investment opportunity set, firm size, managerial ownership, profitability, independent commisioners, cash holding and dividend payout ratio on the value of the firm in Jakarta Islamic Index in the years 2007 – 2010.

Population in this research are all companies (65 companies) that listed in Jakarta Islamic Index during years 2007 – 2010. Samples are taken by using purposive sampling method. I used 8 companies during 4 years starting 2007 – 2010, so total observation in this research are 32 observations. The using of analyzing method is by multiple regression linier simultaneously and partially with significant level 5%.

The result of this research, show that the corporate social responsibility, leverage, investment opportunity set, firm size, managerial ownership, profitability, independent commisioners, cash holding and dividend payout ratio influence value of the firm simultaneously. But only investment opporttunity set and profitability that influence value of the firm partially. Meanwhile, Corporate social responsibility, leverage, firm size, managerial ownership, independent commisioners, cash holding and dividend payout ratio do not influence value of the firm significanly in the companies listed Jakarta Islamic Index observation period in the years 2007 – 2010.

Keywords : Corporate Social Responsibility, Leverage, Investment Opportunity Set, Firm size, Managerial Ownership, Profitability, Independent Commisioners, Cash Holding, Dividend Payout Ratio, Value of The Firm.


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. NAMA : PIPIT PUTRI HARIANI MD

2. TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN / 12 JULI 1985

3. AGAMA : ISLAM

4. ORANG TUA

a. AYAH : SYAHRUDDIN

b. IBU : YUNERLY

5. ALAMAT : JL. DENAI GANG PRIBADI I NO. 30

MEDAN, SUMATERA UTARA. 6. PENDIDIKAN

a. SD Negeri 060824 Medan, Tamat Tahun 1997 b. SMP Negeri 8 Medan, Tamat Tahun 2000 c. SMU KESATRIA MEDAN, Tamat Tahun 2003


(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya serta kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beiring salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang insya Allah memberikan safaat kepada penulis dan seluruh umatnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA. CPA, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara


(11)

yang juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan mengarahkan penulis di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, Bapak Drs. Arifin Akhmad., M.Si., Ak, dan Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Akuntansi atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan, dan seluruh staf administrasi Program Magister Ilmu Akuntansi.

7. Ibunda Yunerly dan Ayahanda Syahruddin tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materil serta bantuan yang tak ternilai dalam bentuk apapun juga, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tesis ini.

8. Kakak-kakak, Abang-abang dan keponakan-keponakan ku tersayang, yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tak pernah henti.

9. Teman-teman di Program Magister Ilmu Akuntansi, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama perkuliahan.


(12)

Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, dan apa yang penulis lakukan ini mendapatkan ridho-Nya serta berguna bagi penulis khususnya dan pembaca umum. Amin

Medan, Januari 2012 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 11

1.3.Tujuan Penelitian ... 12

1.4.Manfaat Penelitian ... 12

1.5.Originalitas ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Nilai Perusahaan ... 16

2.1.2. Corporate Social Responsibility ... 20


(14)

2.1.4. Investment Opportunity Set ... 30

2.1.5. Ukuran Perusahaan ... 33

2.1.6. Kepemilikan Manajerial ... 35

2.1.7. Profitabilitas ... 37

2.1.8. Komisaris Independen ... 39

2.1.9. Cash Holding ... 42

2.1.10. Dividend Payout Ratio ... 44

2.1.11. Jakarta Islamic Index ... 49

2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 51

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konsep ... 55

3.2. Hipotesis Penelitian ... 59

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 61

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 61

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 63

4.5. Definisi Operasional Variabel ... 63

4.5.1. Variabel Dependen ... 63

4.5.2. Variabel Independen ... 65

4.6. Metode Analisis Data ... 72


(15)

4.8. Uji Hipotesis ... 77

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 80

5.1.1. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 81

5.1.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 88

5.1.3. Pengujian Hipotesis ... 97

5.2. Pembahasan ... 105

5.2.1. Pengaruh CSR terhadap Nilai Perusahaan ... 105

5.2.2. Pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan ... 106

5.2.3. Pengaruh IOS terhadap Nilai Perusahaan ... 107

5.2.4. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan ... 107

5.2.5. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan ... 108

5.2.6. Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan ... 109

5.2.7. Pengaruh Komisaris Independen terhadap Nilai Perusahaan ... 110

5.2.8. Pengaruh Cash Holding terhadap Nilai Perusahaan ... 110

5.2.9. Pengaruh Dividend Payout Ratio terhadap Nilai Perusahaan ... 111

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 112


(16)

6.3. Saran ... 114


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Review Peneliti Terdahulu ... 52

4.1 Prosedur Pengambilan Sampel ... 62

4.2 Daftar Perusahaan Sampel ... 62

4.3 Defenisi Operasional Variabel ... 71

5.1 Deskriptif Statistik ... 81

5.2 Masalah Heteroskedastisitas ... 89

5.3 Uji Normalitas ... 92

5.4 Uji Multikolinearitas ... 93

5.5 Uji Heteroskedastisitas ... 95

5.6 Uji Autokorelasi ... 97

5.7 Uji Statistik F ... 98

5.8 Uji Statistik t ... 99

5.9 Koefisien Determinasi ... 104


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Tobin’s Q ... 4

3.1. Kerangka Konsep ... 55

5.1. Masalah Heteroskedastisitas ... 88

5.2. Normal PP – Plot ... 91

5.3. Histogram ... 91


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Hal

1 Daftar Populasi JII ... 120

2 Indeks CSR Berdasarkan GRI ... 121

3 Data Variabel ... 127

4 Perhitungan Variabel ... 129

5 Data Mentah ... 139


(20)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Corporate Social

Responsibility, Leverage, Investment Opportunity Set, Ukuran Perusahaan,

Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas, Komisaris Independen, Cash Holding, dan

Dividend Payout Ratio terhadap Nilai Perusahaan pada Jakarta Islamic Index tahun

2007-2010.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan (65 perusahaan) yang terdaftar di Jakarta Islamic Index selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Digunakan sebanyak 8 perusahaan selama 4 tahun dari 2007- 2010, sehingga total observasi dalam penelitian ini menjadi 32 pengamatan. Teknik pengujian data adalah dengan menggunakan regresi linier berganda untuk menganalisis secara simultan dan parsial dengan tingkat signifikansi alpha 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility,

Leverage, Investment Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial,

Profitabilitas, Komisaris Independen, Cash Holding, dan Dividend Payout Ratio berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan. Tetapi hanya variabel

Investment Opportunity Set dan profitabilitas yang berpengaruh secara parsial

terhadap Nilai Perusahaan. Sementara itu, variabel Corporate Social Responsibility,

Leverage, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Komisaris Independen, Cash Holding, dan Dividend Payout Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap

Nilai Perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode pengamatan 2007-2010.

Kata Kunci: Corporate Social Responsibility, Leverage, Investment Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas,

Komisaris Independen, Cash Holding, Dividend Payout Ratio, Nilai Perusahaan


(21)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of corporate social responsibility, leverage, investment opportunity set, firm size, managerial ownership, profitability, independent commisioners, cash holding and dividend payout ratio on the value of the firm in Jakarta Islamic Index in the years 2007 – 2010.

Population in this research are all companies (65 companies) that listed in Jakarta Islamic Index during years 2007 – 2010. Samples are taken by using purposive sampling method. I used 8 companies during 4 years starting 2007 – 2010, so total observation in this research are 32 observations. The using of analyzing method is by multiple regression linier simultaneously and partially with significant level 5%.

The result of this research, show that the corporate social responsibility, leverage, investment opportunity set, firm size, managerial ownership, profitability, independent commisioners, cash holding and dividend payout ratio influence value of the firm simultaneously. But only investment opporttunity set and profitability that influence value of the firm partially. Meanwhile, Corporate social responsibility, leverage, firm size, managerial ownership, independent commisioners, cash holding and dividend payout ratio do not influence value of the firm significanly in the companies listed Jakarta Islamic Index observation period in the years 2007 – 2010.

Keywords : Corporate Social Responsibility, Leverage, Investment Opportunity Set, Firm size, Managerial Ownership, Profitability, Independent Commisioners, Cash Holding, Dividend Payout Ratio, Value of The Firm.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia bisnis sekarang ini sangatlah pesat. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya muncul perusahaan pesaing yang memiliki keunggulan kompetitif yang baik. Banyaknya kompetitor-kompetitor bisnis yang muncul mengakibatkan terjadinya dinamika bisnis yang berubah-ubah. Dinamika bisnis yang berubah-ubah tersebut menyebabkan banyak perusahaan membutuhkan tambahan pendanaan untuk lebih mengembangkan usahanya agar mampu “bertahan hidup”. Sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan investasi dan pembiayaan dari owners (equity) dan nonowners (liabilities) sehingga kegiatan operasional dapat berjalan dengan baik.

Go public merupakan salah satu cara yang dirasakan lebih efisien dalam

memperoleh sumber dana, namun tidak mudah untuk menarik dana melalui investasi, mengingat adanya perbedaan karakteristik para investor didalam menilai sebuah investasi. Dibutuhkan laporan keuangan untuk pengambilan keputusan investasi karena angka-angka pada laporan keuangan mampu mencerminkan kinerja suatu perusahaan. Oleh sebab itu, laporan keuangan digunakan sebagai sumber informasi yang dibutuhkan oleh investor sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal dan dari laporan keuangan tersebut investor mengetahui nilai dari suatu perusahaan yang tercermin dari harga saham


(23)

yang diperdagangkan. Pada pasar modal yang efisien, harga saham mencerminkan semua informasi yang relevan dari suatu perusahaan dan pasar akan bereaksi apabila terdapat informasi baru.

Jensen dan Meckling (1976), Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi yang benar diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana

agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar

pemberian kompensasi kepada agen. Investor juga dapat melihat gambaran kondisi perusahaan secara fundamental sebagai dasar pengambilan keputusan investasinya.

Mengingat pentingnya laporan keuangan maka perusahaan publik yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia), setiap tahunnya wajib melaporkan laporan keuangan dan laporan tahunan kepada bursa efek, investor dan publik. Laporan keuangan dan laporan tahunan yang dilaporkan tersebut dipergunakan para investor untuk mengetahui perkembangan kinerja perusahaan serta sebagai langkah pengambilan keputusan investasi pada masa yang akan datang.

Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur melalui beberapa aspek, salah satunya adalah dengan harga pasar saham perusahaan karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor secara keseluruhan atas setiap ekuitas yang dimiliki. Harga pasar saham menunjukkan penilaian sentral dari seluruh pelaku pasar, harga pasar saham bertindak sebagai barometer kinerja manajemen perusahaan.


(24)

Jika nilai suatu perusahaan dapat diproksikan dengan harga saham maka memaksimumkan nilai pasar perusahaan sama dengan memaksimumkan harga pasar saham.

Naik turunnya harga saham di pasar modal menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan berkaitan dengan isu naik turunnya nilai perusahaan itu sendiri. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 berdampak terhadap pasar modal Indonesia yang tercermin dari terkoreksi turunnya harga saham hingga 40–60 persen dari posisi awal tahun 2008 (Kompas, 25 November 2008), yang disebabkan oleh aksi melepas saham oleh investor asing yang membutuhkan likuiditas dan diperparah dengan aksi “ikut-ikutan” dari investor domestik yang ramai-ramai melepas sahamnya. Kondisi tersebut secara harfiah mempengaruhi nilai perusahaan karena nilai perusahaan itu sendiri jika diamati melalui kemakmuran pemegang saham yang dapat diukur melalui harga saham perusahaan di pasar modal. Index harga saham gabungan yang terkoreksi dari 1.757,258 pada awal Januari 2007 melemah ke basis point 1.256,704 pada awal September 2008 (Kompas, 25 November 2008). Hal ini juga tercermin dari banyaknya perusahaan yang mengalami penurunan laba sampai dengan mengalami kerugian sehingga menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Gambar 1.1 berikut ini merupakan perhitungan rata-rata nilai perusahaan berdasarkan rasio Tobin’s Q mulai dari 2007 sampai dengan tahun 2010.


(25)

Gambar 1.1. Rata-Rata Nilai Tobin’s Q

Sumber : Hasil Penelitian, 2012 (Data Diolah)

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 menunjukkan perubahan setiap tahun yang sangat bervariasi dan menunjukkan fluktuasi naik turun di tiap tahun yang berbeda dan menunjukkan gejala yang sama di semua perusahaan sampel.

Dari data yang diperoleh menunjukkan fenomena yang sama yaitu terjadinya penurunan nilai perusahaan pada seluruh perusahaan sampel di tahun 2008, walaupun demikian rasio tobin’s q masing-masing perusahaan terbilang baik karena berada di atas nilai 1.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi naik turunnya nilai perusahaan, salah satunya Corporate Social Responsibility (CSR) yang merupakan suatu konsep sebagai sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada


(26)

tanggung jawab semata berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (firm

value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Tanggung jawab

perusahaan juga harus berpijak pada konsep triple bottom lines yaitu juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial dan lingkungan (Elkington, 1997 dalam CSR Indonesia.com). Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable).

Di Indonesia sendiri sudah banyak perusahaan-perusahaan yang dengan bangga mengatakan produk yang dikembangkannya merupakan produk ramah lingkungan sebagai apresiasi kepedulian sosialnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Tupperware misalnya, dengan gencarnya melakukan publikasi atas konsepnya ini melalui beberapa media pemasaran. Para pengembang perumahan pun ramai-ramai telah mengadopsi Corporate Social Responsibility dengan menciptakan konsep “green house” pada bangunannya. Tidak ketinggalan juga, banyak pabrik deterjen saat ini mempergunakan kertas yang bisa didaur ulang sebagai pembungkus. Bahkan McDonald’s mengganti kotak pembungkus styrofoamnya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat dihancurkan tanah dengan kertas pembungkus yang lebih ringan dan mudah didaur ulang. Hal tesebut menjelaskan bahwa akhir-akhir ini perusahaan bukan hanya mementingkan profit motif tetapi juga memperhatikan lingkungan disekitarnya. Investor akan melihat kondisi ini dan akan meningkatkan image positif dan akan meningkatkan nilai perusahaan.

Fenomena ini mengartikan bahwa konsep Corporate Social Responsibility (CSR) bukanlah sebuah konsep yang asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia.


(27)

Terlepas dari pro dan kontra terhadap konsep ini, namun Kiranya memang wajar dan sangat sah jika terdapat kalangan yang menyikapi konsep Corporate Social

Responsibility (CSR) dengan penuh skeptisisme, menyatakan bahwa motif dasar dari

semua konsep itu hanyalah strategi untuk tetap bisa melanggengkan motif dasar yang tidak berubah, yaitu motif primitif pengusahaan keuntungan sebesar mungkin dan akumulasi kapital. CSR masih kerap menunjukkan kecenderungan sebagai kegiatan kosmetik. Ia menjadi sekedar fungsi kepentingan public relations, citra korporasi atau reputasi dan kepentingan perusahaan untuk mendongkrak nilai perusahaan di bursa saham. CSR hanya dilakukan sebagai pemenuhan kecenderungan global tanpa substansi distribusi kesejahteraan sosial dan pelestarian lingkungan, jauh dari gagasan John Elkington tentang konsep triple bottom line. Terlepas dari pro dan kontra tersebut hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Yuniasih dan Wirakusuma (2007) menunjukkan hasil bahwa kinerja keuangan dan Corporate

Social Responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan

Nurlela & Islahudin (2008) menunjukkan hasil yang bertentangan yakni tidak adanya pengaruh antara pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan.

Penggunaan hutang pada perusahaan bisa digunakan untuk mengukur nilai perusahaan karena dengan adanya hutang yang tinggi menyebabkan nilai perusahaan menjadi turun. Kondisi tersebut terjadi karena investor mempertimbangkan bahwa hutang yang tinggi menyebabkan resiko yang besar pula terhadap pengembalian atas investasi yang mereka tanamkan karena hutang akan menciptakan beban tetap berupa


(28)

bunga yang harus dibayarkan oleh perusahaan sehingga laba menjadi menurun dan modal pemegang saham juga ikut menurun. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007), serta Susanti (2010) menemukan hasil bahwa Leverage mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya semakin tinggi Leverage suatu perusahaan, maka nilai perusahaannya akan turun.

Fenomena bonus plan yang tidak pernah habis-habisnya dibicarakan dalam dunia bisnis menyebabkan timbulnya motif-motif pribadi oleh manajer. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia bekerja adalah untuk mencari uang, bukan untuk mencari pekerjaan, hal tersebut tentunya akan menimbulkan konflik-konflik tertentu. Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang sering disebut

agency problem.

Tidak jarang pihak manajemen yaitu manajer perusahaan mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency

conflict, hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi,

sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan dan profitabilitas perusahaan yang berpengaruh


(29)

terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).

Konflik antara manajer dan pemegang saham atau yang sering disebut dengan masalah keagenan dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut diantaranya dengan adanya kepemilikan saham oleh manajemen. Dengan kepemilikan saham oleh manajerial, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja yang disebabkan oleh adanya rasa memiliki atas sebagian perusahaan yang akhirnya akan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Riset-riset pengembangan yang dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan yang secara berkesinambungan dilakukan, mungkin dampaknya tidak dirasakan saat ini namun dalam jangka panjang akan dirasakan oleh perusahaan. Banyaknya kompetitor yang hadir menyebabkan perusahaan berusaha terus menerus melakukan penelitian-penelitian untuk menemukan hal baru, yang berbeda dengan kompetitornya.

Kebijakan dalam pengambilan keputusan investasi terkait dengan Investment

Opportunity Set pun akan dilakukan dengan pertimbangan yang matang karena salah

dalam pengambilan keputusan investasi akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan dimasa yang akan datang, sebab hal ini menjadi salah satu acuan investor dalam mengambil keputusan investasi terkait dengan profitabilitas perusahaan.


(30)

Umumnya investor lebih tertarik dengan perusahaan-perusahaan besar secara ukuran, baik besar dalam aktivanya maupun dalam penjualannya. Sifat alamiah dasar manusia yang selalu ingin menghindari resiko yang melahirkan sebuah pandangan bahwa dengan aktiva maupun tingkat penjualan yang besar maka perusahaan tersebut memiliki resiko yang lebih kecil dalam kesulitan pengembalian modal karena perusahaan besar umumnya sudah berada pada tahap maturaty sehingga investor lebih percaya untuk menanamkan modalnya pada perusahaan besar dan menyebabkan nilai perusahaan naik.

Dewan komisaris dibentuk dalam upaya mengawasi dan memberi petunjuk serta arahan kepada pengelola perusahaan atau manajemen. Dalam hal ini, manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen. Hal ini berarti dewan komisaris dapat melakukan pengawasan sehingga menjamin bahwa manajemen bertindak sesuai dengan pemilik perusahaan (Investor) dan informasi yang dimilki oleh manajemen akan diungkapkan semua kepada para stakeholders, sehingga tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan menjadi meningkat dan juga akan meningkatkan nilai perusahaan.

Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris berfungsi untuk mendukung tercapainya pelaksanaan iklim disiplin dan pengendalian tata kelola yang baik sehingga dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan. Menjadi menarik untuk diteliti karena pada dasarnya perusahaan di


(31)

Indonesia dikelola oleh sebagian besar anggota keluarga sendiri sehingga tingkat independensinya dipertanyakan.

Menahan sejumlah kas dalam perusahaan pun dapat juga merupakan informasi yang berharga bagi investor dalam mengambil keputusan investasi. Penentuan tingkat Cash Holding perusahaan merupakan salah satu keputusan keuangan penting yang harus diambil oleh seorang manajer keuangan. Cash Holding dapat digunakan untuk beberapa hal, antara lain dibagikan kepada para pemegang saham berupa dividen, melakukan pembelian kembali saham, melakukan investasi atau menyimpannya untuk kepentingan perusahaan dimasa depan. Perusahaan harus dapat menjaga kas yang dimiliki pada tingkat yang optimal karena menahan kas yang terlalu besar dalam aktiva misalnya adalah hal yang tidak produktif karena akan memerlukan biaya yang tinggi dalam pemeliharaannya. Para investor akan melihat situasi ini sebagai sebuah sinyal yang menggambarkan tingkat efektifitas manajemen perusahaan dalam mengelola dananya dan menjadi andil dalam menentukan naik dan turunnya nilai perusahaan.

Nilai perusahaan juga dapat dilihat dari kemampuan perusahaan membayar dividen. Besarnya dividen ini dapat mempengaruhi harga saham. Apabila dividen yang dibayar tinggi, maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi. Sebaliknya apabila dividen yang dibayarkan kecil maka harga saham perusahaan tersebut juga rendah. Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba


(32)

yang besar, maka kemampuan membayar dividen juga besar. Oleh karena itu, dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan.

Fenomena ini berdasarkan pada tujuan investor melakukan investasi yang pada umumnya adalah untuk mendapatkan keuntungan berupa dividen atau capital

gain. Pemegang saham selalu berharap untuk mendapat dividen dalam jumlah besar

atau minimal relatif stabil dari tahun ke tahun. Sebagian lagi dari laba bersih perusahaan merupakan laba ditahan yang akan disiapkan oleh perusahaan untuk melakukan investasi kembali (Reinvestment). Hal inilah yang merupakan inti dari kebijakan dividen, khususnya dalam menentukan dividend payout ratio.

Setiap faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap nilai perusahaan. Namun dari banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, penelitian ini menggunakan variabel Corporate Social Responsibility,

Leverage, Investment Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial,

Profitabilitas, Komisaris Independen, Cash Holding, dan Dividend Payout Ratio didalam mempengaruhi nilai perusahaan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah Corporate Social Responsibility (CSR), Leverage, Investment

Opportunity Set (IOS), Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas,


(33)

secara simultan dan parsial terhadap nilai perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara simultan dan parsial pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR), Leverage, Investment Opportunity Set (IOS), Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas, Komisaris Independen, Cash Holding, dan

Dividend Payout Ratio terhadap nilai perusahaan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti

Diharapkan penelitian ini mampu menjadi pelatihan intelektual yang diharapkan dapat menambah pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan.

2. Bagi Peneliti selanjutnya dan Akademisi

Penelitian ini diharapkan akan melengkapi temuan-temuan empiris yang telah ada dibidang akuntansi untuk kemajuan dan pengembangan ilmiah dimasa yang akan datang.

3. Bagi Manajemen dan Investor

Bagi manajemen sebagai bahan masukan dan sumbangan informasi dalam pengambilan keputusan dan penentuan strategi perusahaan untuk meningkatkan


(34)

nilai perusahaan. Sedangkan bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal.

1.5. Originalitas

Variabel penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2010) yang meneliti tentang Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan. Hasil dari penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara variabel Board Independence, Profitabilitas, dan Investment Opportunity Set terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga ditemukan variabel Struktur Kepemilikan Manajemen dan Dividend Payout Ratio memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan dengan nilai perusahaan, namun terdapat hubungan negatif antara nilai perusahaan dengan variabel Cash Holding dan Finance Risk (Leverage).

Alasan melakukan replikasi adalah peneliti ingin melihat apakah faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, hasilnya masih konsisten pada periode pengamatan yang berbeda. Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2004-2008, sedangkan pada penelitian ini dilakukan selama empat tahun berturut-turut yaitu 2007-2010 dengan asumsi penelitian dilakukan untuk melihat apakah faktor-faktor tersebut memiliki konsistensi terhadap hasilnya ketika tahun pengamatannya diubah dan karakteristik saham-saham perusahaannya berbeda. Penelitian sebelumnya meneliti pada perusahaan non keuangan, sedangkan penelitian ini dilakukan pada seluruh perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index yang merupakan


(35)

saham-saham syariah selama empat tahun berturut-turut dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Penelitian terdahulu menggunakan uji Ordinary Least Square (OLS) sedangkan penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Perbedaan lainnya adalah adanya penambahan variabel lain yaitu Corporate Social Responsibility, yang merupakan salah satu variabel penelitian oleh Yuniasih dan Wirakusuma (2007), serta Ukuran Perusahaan yang merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008).

Alasan memasukkan variabel Corporate Social Responsibility dalam penelitian ini adalah dikarenakan beberapa penelitian terdahulu yang mencari pengaruh antara Corporate Social Responsibility dan nilai perusahaan menemukan hasil yang berbeda-beda dan juga dikarenakan Corporate Social Responsibility merupakan isu penting yang sedang dioptimalkan oleh pemerintah khususnya dalam mengatasi kerusakan lingkungan akibat pemanasan global.

Variabel Ukuran Perusahaan menjadi salah satu variabel yang diikut sertakan dalam penelitian ini karena karakteristik investor di Indonesia pada umumnya lebih menyukai menanamkan modalnya pada perusahaan dengan ukuran aktiva yang besar dibandingkan perusahaan dengan skala aktiva yang kecil. Ukuran Perusahaan juga dijadikan sebagai penambahan variabel penelitian karena ingin melihat apakah investor melihat ukuran perusahaan sebagai penentu dalam investasi pada saham-saham yang terdaftar di Jakarta Islamic Index, karena saham-saham-saham-saham Jakarta Islamic Index adalah saham-saham yang memang berasal dari perusahaan dengan kapitalisasi


(36)

besar, penelitian ini dimaksudkan melihat dan menganalisis apakah fenomena yang telah dikemukakan dapat dibuktikan secara empiris.


(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori 2.1.1. Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham.

Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Islahuddin (2008), karena


(38)

nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris.

Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan Wahyudi (2006) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut dijual. Dalam penilaian perusahaan terkandung unsur proyeksi, asuransi, perkiraan, dan judgment. Ada beberapa konsep dasar penilaian yaitu : nilai ditentukan untuk suatu waktu atau periode tertentu; nilai harus ditentukan pada harga yang wajar; penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok pembeli tertentu.

Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan, di antaranya adalah : a) pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio, metode kapitalisasi proyeksi laba; b) pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas; c) pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen; d) pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva; e) pendekatan harga saham; f) pendekatan economic value added (Suharli, 2002). Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan


(39)

nilai perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan index yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitas perusahaan.

Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi. Nilai perusahaan dapat juga dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya.

Menurut Fama (1978) nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Sebelum krisis nilai perusahaan dan nominalnya cukup tinggi. Tapi setelah krisis kondisi perusahaan merosot sementara nilai nominalnya tetap (Kompas, 25


(40)

November 2008). Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.

Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004).

Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).


(41)

2.1.2 Corporate Social Responsibility (CSR)

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) sebenarnya telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya, disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalahgunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.

Perhatian para pembuat kebijakan tentang CSR menunjukkan telah adanya kesadaran sejak lama bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat sekaligus tetap ramah terhadap iklim usaha.

Di Indonesia Corporate Social Responsibility telah berkembang sejak

dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ini memberikan gambaran bahwa pemerintah juga sangat peka terhadap masalah-masalah yang mungkin akan ditimbulkan oleh kegiatan operasional perusahaan baik bagi masyarakat umum, karyawan maupun lingkungan.

Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan


(42)

interaksinya dengan stakeholders. The World Business Council for Sustainable

Development (WBCSD) menjelaskan, Corporate Social Responsibility atau tanggung

jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan.

Corporate Social Responsibility menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi nilai perusahaan karena salah satu dasar pemikiran yang melandasi

Corporate Social Responsibility yang pada saat ini dianggap sebagai inti etika bisnis

adalah kesadaran bahwa perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban ekonomi dan legal terhadap pemegang saham (shareholder) saja, tetapi juga memiliki kewajiban sosial terhadap stakeholder (pemangku kepentingan) seperti pemerintah, customers,

investors, masyarakat, pegawai dan bahkan kompetitor. Stakeholder theory

berpandangan bahwa perusahaan harus melakukan pengungkapan sosial sebagai salah satu tanggung jawab kepada para stakeholder.

Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnisnya, ini berkaitan dengan tuduhan bahwa industri adalah penyumbang terbesar dari terjadinya pemanasan global jelas tidak terbantahkan lagi. Penggunaan energi yang boros hingga buangan limbah gas karbon akibat proses produksi merupakan dampak negatif operasi perusahaan yang terjadi setiap harinya.


(43)

Pemanasan global selalu menjadi isu yang didengungkan perusahaan besar di dunia. Kondisi ini berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia. Menurut data yang

dihimpun melalui

2007 yang menampilkan beragam perusahaan yang telah mengimplementasikan program CSR baru-baru ini, nampak jelas terlihat bahwa isu yang dibangun belum menyentuh masalah pemanasan global sama sekali. Banyak perusahaan menyatakan dengan gagah bahwa dengan programnya secara nyata akan mengurangi permasalahan bangsa dan masyarakat Indonesia terutama kemiskinan, pengembangan masyarakat, hingga pendidikan dan kesehatan.

Bila demikian halnya, pemanasan global nampaknya belum dianggap masuk dalam masalah bangsa karena berdasarkan tulisan Kanis Dursin di harian The Jakarta

Post (1 Mei 2007) yang berjudul Most Indonesian Not Aware of Global Warming

mengungkapkan fakta minimnya pemahaman masyarakat Indonesia akan pemanasan global. Hal ini dibuktikan dengan adanya survey AC Nilsen di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan dengan 1700 responden. Di Jakarta, hanya 24% orang yang paham akan pemanasanan global, demikian juga di Semarang.

Dalam Isu pemanasan global, tampaknya belum ada perusahaan di Indonesia yang menempatkannya sebagai bagian dari strategi CSR. Padahal, harusnya perusahaan-perusahaan segera sadar bahwa Indonesia juga merupakan salah satu negara penyumbang karbon besar karena deforestasi dan borosnya penggunaan bahan bakar fosil. Hal ini ironis karena seharusnya badan usaha yang melaksanakan CSR lebih perduli terhadap lingkungan karena berkaitan dengan kelangsungan hidup orang


(44)

banyak dan membantu mempercepatnya MDGs (Millennium Development Goals) yang merupakan janji negara kepada rakyatnya didalam pembangunan, kemudian hal ini

Hal inilah yang mungkin saja menciptakan hasil yang tidak konsisten didalam penelitian, misalnya saja penelitian Basamalah dan Jermias (2005) menunjukkan bahwa salah satu alasan manajemen melakukan pelaporan sosial adalah untuk alasan strategis, namun meskipun belum bersifat mandatory, tetapi dapat dikatakan bahwa hampir semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sudah mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan tahunannya. Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan (Verecchia, 1983 dalam Basamalah dan Jermias, 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh Kusumadilaga (2010) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara pengungkapan Corporate

Social Responsibility terhadap nilai perusahaan. Sebaliknya pada penelitian yang

dilakukan oleh Nurlela dan Islahudin (2008) menunjukkan hasil yang bertentangan yakni tidak adanya pengaruh antara pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan.

akan membawa dampak yang positif pula bagi pencitraan perusahaan dimata calon investor, yang akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan yang tercermin dari harga sahamnya.

Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan


(45)

produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (ACCA, 2004 dalam Anggraini, 2006). Sustainability report harus menjadi dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang

Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan

sektor industrinya.

Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan realitas, tipologi ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan dalam menjalankan CSR. Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan dalam mengembangkan program CSR, dan dapat pula dijadikan cermin dan guideline untuk menentukan model CSR yang tepat.

Menurut Suharto (2007) dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori reformis dan progresif. Tentu saja dalam kenyataannya, kategori ini bisa saja saling bertautan. 1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR:

a. Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori ini. b. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun

anggaran CSR-nya rendah. Perusahaan yang termasuk kategori ini adalah perusahaan besar, namun pelit.

c. Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran CSR nya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini disebut perusahaan dermawan atau baik hati.

d. Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju.

2. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan masyarakat: a. Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas,


(46)

kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.

b. Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan ”tebar pesona” daripada ”tebar karya”.

c. Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan daripada promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata daripada tebar pesona.

d. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan perusahaan.

Kategori yang menjadi acuan penulis merupakan kategori yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI) yang meliputi 6 (enam) kategori yaitu ekonomi, lingkungan, praktek tenaga kerja, hak azasi manusia, sosial dan tanggung jawab produk sebagai dasar sustainability reporting (laporan berkelanjutan).

2.1.3 Leverage

Menurut Brigham dan Houston (2001) stuktur modal merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Dalam studi-studi empiris, leverage didefinisikan sebagai sebuah ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat penggunaan hutang dalam membiayai aktiva perusahaan. Ada tiga ukuran leverage yang sering digunakan sebagai proxy dari struktur modal yaitu

rasio total debt to total asset, rasio long-term debt to total asset dan short-term debt

to total asset. Pengukuran ini sesuai dengan penelitian Chen (2008).

Penggunaan modal pinjamam yang biasa disebut Leverage dimaksudkan untuk meningkatkan kekayaan pemilik. Menurut Brigham dan Houston (2001), Hal


(47)

ini dikarenakan penggunaan Leverage mempunyai implikasi penting dan memberikan manfaat yaitu ;

1. Pembayaran bunga adalah tax deductible, yang menurunkan biaya efektif hutang. 2. Debtholder memperoleh return yang pasti.

3. Melalui financial leverage dimungkinkan laba per lembar saham akan meningkat. 4. Kendali terhadap operasi perusahaan oleh pemegang saham yang ada tidak

berubah.

Kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan leverage, yaitu :

1. Semakin tinggi debt ratio, semakin beresiko perusahaan. Karena semakin tinggi biaya tetapnya yaitu berupa pembayaran bunga.

2. Jika sewaktu-waktu perusahaan kesulitan keuangan dan operating income tidak cukup untuk menutup beban bunga, maka akan menyebabkan kebangkrutan.

Dari pendapat Brigham dan Houston tersebut dapat dijelaskan bahwa hutang bisa berpengaruh positif maupun negatif terhadap nilai perusahaan. Pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya. Para pemilik perusahaan biasanya menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan.

Bagi perusahaan, hutang mempunyai dua keuntungan. Pemegang hutang (debtholder) mendapat pengembalian yang tetap yang pertama. Kedua, bunga yang dibayarkan dapat mengurangi beban pajak sehingga menurunkan efektif dari hutang. Kelemahan hutang yaitu bila semakin tinggi rasio hutang (debt ratio), semakin tinggi pula resiko perusahaan sehingga suku bunga makin tinggi. Apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutupi beban bunga maka pemegang saham harus dapat menutup kekurangan tersebut, dan jika perusahaan tidak sanggup maka perusahaan akan bangkrut. Hutang dapat


(48)

menghambat perkembangan perusahaan yang pada gilirannya dapat membuat pemegang saham berpikir dua kali untuk tetap menanamkan modalnya. Modigliani dan Miller mengatakan bahwa teori struktur modal yang optimal didasarkan atas keseimbangan antara manfaat dan biaya dari pembiayaan dengan hutang. Manfaat terbesar dari suatu pembiayaan dengan hutang adalah bunga atas hutang dapat mengurangi pendapatan kena pajak.

Mengingat hutang adalah instrumen yang sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi harga saham karena penggunaan hutang diharapkan mampu menambah tingkat pengembalian perusahaan sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan harga perusahaan tersebut melalui pemenuhan modal yang dibutuhkan perusahaan dalam rangka melancarkan kegiatan operasional. Ketersediaan modal akan membuat perusahaan mampu bertahan bahkan mampu berkembang menjadi lebih besar.

Ada beberapa pandangan yang dikemukakan berkaitan dengan struktur modal, diantaranya :

1. Pecking Order Theory

Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson sejak tahun 1961, sedangkan penamaan packing order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Secara singkat teori ini menyatakan bahwa: (a) Perusahaan menyukai internal

financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b)

Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan


(49)

penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, maka saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity

ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan external. Modal sendiri

yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan.

Menurut Myers (1984) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada packing order theory adalah: internal fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal sendiri). Dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu "membuka diri lagi" dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh "sorotan dan publisitas publik" sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru.

Husnan (1996) menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.


(50)

2. Signaling Theory

Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Dalam Brigham dan Houston (2001), perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.

Kasus yang dialami Enron pada bulan Desember 2001 salah satu bukti yang bisa dijadikan bahan pertimbangan didalam pengambilan kebijakan hutang. Diawali ketika Kenneth Lay, seorang pengamat ekonomi dan mantan wakil menteri pada Departemen Interior Amerika Serikat, membangun Enron di tahun 1985 dengan melakukan penggabungan dua perusahaan gas alam yang memiliki sistem pipanisasi terpadu, ketika bergabung bersama, membentuk untuk pertama kalinya sistem nasional yang dapat mendistribusikan gas alam ke pabrik-pabrik seluruh negeri. Lay mengembangkan perusahaannya dengan mendapatkan pinjaman untuk membeli


(51)

perusahaan lain, dan di tahun 1987 hutang yang dimiliki Enron sudah sebesar 75% dari nilai pasar sahamnya, yang berakibat menciptakan masalah yang berlarut-larut dalam perusahaan.

Untuk memasuki beberapa pasar yang ia perdagangkan, ia harus meminjam lagi sejumlah uang yang sangat besar untuk membeli infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengangkut, menyimpan, dan mengirimkan komoditas yang diperdagangkan. Tingkat hutang yang tinggi menyebabkan terbuka lebarnya jalan kebangkrutan dan juga akan menurunkan peringkat investasi serta juga akan membuat bank menarik pinjamannya kembali. Ditambah lagi dengan kecurangan yang dilakukan oleh Anderson sebagai akuntan dalam menutupi keadaan ini. Tingkat hutang yang dimiliki Enron membuat nilai perusahaannya jatuh sampai menjadi nol dan kehilangan 70 milyar dolar AS atas kerugian tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan Sujoko dan Soebiantoro (2007), dan Susanti (2010) menamukan hasil bahwa leverage mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya semakin tinggi leverage suatu perusahaan, maka nilai perusahaannya akan turun.

2.1.4 Investment Opportunity Set

Investment opportunity Set (IOS) diperkenalkan pertama kali oleh Myers pada

tahun 1977. Investment opportunity Set (IOS) menurut Myers (1977) adalah kombinasi antara aktiva yang dimiliki perusahaan (assets in place) dan pemilihan investasi pada masa yang akan datang dengan net present value (NPV) positif.


(52)

Sementara Gaver dan Gaver (1993) mengemukakan definisi Investment Opportunity

Set (IOS) sebagai nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran yang

ditetapkan oleh manajemen untuk masa mendatang dalam ukuran uang, yang pada saat ini sebagai alternatif investasi yang expected returnnya lebih besar. Perbedaan nilai buku saham dan nilai pasar tidak lain adalah Investment opportunity Set (IOS). Kenaikan nilai perusahaan yang dihasilkan dari berbagai alternatif pilihan kesempatan investasi perusahaan dimasa yang akan datang adalah IOS.

Nilai perusahaan dipengaruhi oleh dua hal yaitu asset yang saat ini telah ditempatkan dan opsi untuk investasi di masa depan. Investment Opportunity Set (IOS) lebih ditekankan pada opsi investasi di masa depan. Opsi investasi di masa depan dapat diperoleh jika perusahaan memiliki proyek dengan net present value positif. Investment opportunity Set (IOS) bukan merupakan pertumbuhan riil yang dicapai perusahaan saat ini namun kesempatan perusahaan untuk bertumbuh di masa mendatang. Sehingga ukuran Investment opportunity Set (IOS) secara esensi selain dikaitkan dengan diperolehnya proyek yang menguntungkan adalah investasi perusahaan di research and development serta aktiva tetap. Dengan melakukan investasi untuk R&D dan aktiva tetap, perusahaan akan menikmati pertumbuhan riil dimasa mendatang.

Investment opportunity Set (IOS) meliputi pengeluaran modal untuk

pengenalan produk baru, atau memperluas jangkauan pasar produk yang ada, alternatif pengeluaran untuk menekan biaya restrukturisasi perusahaan, pilihan


(53)

kebijakan akuntansi yang menguntungkan. Lebih lanjut Myers (1977), menyatakan bahwa semua biaya variable adalah bagian dari Investment opportunity Set (IOS).

Pengukuran Investment opportunity Set (IOS) beragam, baik yang menggunakan faktor tunggal maupun dengan menggunakan kombinasi beberapa faktor. Sebagian besar menggunakan ukuran data-data pasar modal dalam menghitung Investment opportunity Set (IOS) karena lebih banyak menggunakan ukuran harga saham dan market value of equity sebagai proksi dari Investment

opportunity Set (IOS). Investment opportunity Set (IOS) dapat diamati dari

pertumbuhan nilai buku perusahaan di masa mendatang. Nilai perusahaan di masa mendatang akan tercermin dari harga saham, karena harga saham mencerminkan

present value dari arus kas di masa mendatang yang akan diterima investor.

Untuk mencapai tujuan perusahaan, manajer membuat keputusan investasi yang menghasilkan net present value positif. Fama (1978). mengatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan. Keputusan investasi tidak dapat diamati secara langsung.

Jenis pengeluaran modal tampaknya besar pengaruhnya terhadap nilai perusahaan, karena jenis informasi tersebut akan membawa informasi tentang pertumbuhan pendapatan yang diharapkan di masa yang akan datang. Mc Connel dan Muscarella (1984) menguji gagasan dalam kaitannya dengan tingkat pengeluaran


(54)

relatif terhadap harapan-harapan sebelumnya, mengakibatkan kenaikan return atas saham sekitar waktu pengumuman, dan sebaliknya return negatif atas perusahaan melakukan penurunan pengeluaran modal. Temuan tersebut telah membawa kepada suatu hasil yang menyatakan bahwa keputusan investasi yang dilakukan mengandung informasi yang berisi sinyal-sinyal akan prospek perusahaan di masa yang akan datang.

2.1.5 Ukuran Perusahaan

Besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, maka semakin banyak modal yang ditanam. semakin banyak penjualan, maka semakin banyak perputaran uang. Semakin besar kapitalisasi pasar, maka semakin dikenal dalam masyarakat. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang kecil.

Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007) ukuran perusahaan yang besar menunjukkan perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Hal tersebut dikarenakan perusahaan-perusahaan yang memilki size yang cukup besar, umumnya sudah berada pada tahap maturity dan akan memiliki prospek pembagian dividen yang baik dimasa


(55)

yang akan datang serta pangsa pasar relatif menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibanding pesaing utamanya. Investor akan merespon positif sehingga nilai perusahaan akan meningkat. Kemudian pada umumnya perusahaan dengan ukuran yang besar memilki total aktiva yang besar pula sehingga dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut dan akhirnya saham tersebut mampu bertahan pada harga yang tinggi. Pada umumnya perusahaan dengan size kecil sangat riskan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang menguntungkan dibandingkan dengan saham dengan size besar.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan terkait dengan pengaruh ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan, menunjukkan hasil yang konsisten yaitu berpengaruh positif signifikan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebinatoro (2007) serta Herawaty (2008) yang konsisten menemukan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, hal ini menunjukkan semakin besar perusahaan maka semakin baik nilai perusahaannya.

Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak. Ukuran perusahaan dapat diproksikan ke dalam logaritma natural dari total aktiva (Brigham and Houston, 2001).

Ukuran perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan kebijakan hutangnya. Perusahaan besar diantaranya memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh publik dibandingkan dengan


(56)

perusahaan kecil sehingga kebutuhan hutang perusahaan yang besar akan lebih tinggi dari perusahaan kecil. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan semakin transparan dalam mengungkapkan kinerja perusahaan kepada pihak luar, dengan demikian perusahaan semakin mudah mendapatkan pinjaman karena semakin dipercaya oleh kreditur.

2.1.6 Kepemilikan Manajerial

Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat menyebar. Kegiatan operasi perusahaan sehari-hari dijalankan oleh manajer yang biasanya tidak mempunyai saham kepemilikan yang besar. Secara teori, manajer merupakan agen atau wakil pemilik. Namun pada kenyataannnya mereka mengendalikan perusahaan. Dengan demikian, konflik kepentingan antar pemilik dapat terjadi. Hal ini disebut “masalah keagenan”, yaitu devergensi kepentingan yang timbul antara pemilik dan agennya. Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1) konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajer (manager ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis perusahaan sehari-hari (Widyastuti, 2004).

Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency


(57)

suatu mekanisme yang diterapkan guna melindungi kepentingan pemegang saham. Mekanisme pengawasan terhadap manajemen tersebut menimbulkan suatu biaya yaitu biaya keagenan, oleh karena itu salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen (Haruman, 2008).

Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris) (Diyah dan Erman, 2009). Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Kepemilikan oleh manajemen yang besar akan efektif memonitoring aktivitas perusahaan.

Menurut Jensen dan Meckling (1976), ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang meningkat juga. Dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan maka dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agent dan principal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham. Morck, Shleifer dan Vishny (1988) menemukan bahwa pada level 0-5% terdapat hubungan non linier antara kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan, berhubungan negatif pada level 5-25%, berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan pada level 25-50% dan berhubungan negatif pada level > 50%.


(58)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa nilai perusahaan akan lebih tinggi ketika direktur memiliki bagian saham yang lebih besar. Penelitian ini sepaham dengan Susanti (2010) menemukan hasil kepemilikan manajerial memiliki hubungan positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sepaham dengan penelitian yang dilakukan oleh Ishaaq (2009) yang menunjukkan adanya hubugan negatif antara ownership structure dengan nilai perusahaan, penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Haruman (2008) yang menyebutkan bahwa adanya hubungan yang negatif antara kepemilikan manjerial dengan nilai perusahaan.

2.1.7 Profitabilitas

Dewasa ini banyak pimpinan mendasarkan kinerja perusahaan yang dipimpinnya pada financial performance. Paradigma yang dianut oleh banyak perusahaan tersebut adalah profit oriented. Perusahaan yang dapat meperoleh laba besar, maka dapat dikatakan berhasil atau memiliki kinerja financial yang baik. Sebaliknya apabila laba yang diperoleh perusahaan relatif kecil, maka dapat dikatakan perusahaan kurang berhasil atau kinerja yang kurang baik, hal tersebut dikarenakan profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaan.

Menurut Brigham and Houston (2001) Profitabilitas adalah serangkaian kebijakan dan keputusan. Profitabilitas dapat dikatakan sebagai kemampuan


(59)

perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada periode akuntansi. Menurut Saidi (2004) Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Para investor menanamkan saham pada perusahaan adalah untuk mendapatkan return, yang terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi kemampuan memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan investor, sehingga menjadikan nilai perusahaan menjadi lebih baik.

Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi perusahaan yang memperoleh laba yang besar, maka dapat dikatakan berhasil atau memiliki kinerja yang baik, sebaliknya kalau laba yang diperoleh perusahaan relatif kecil atau menurun dari periode sebelumnya, maka dapat dikatakan perusahaan kurang berhasil atau memiliki kinerja yang kurang baik. Laba yang menjadi ukuran kinerja perusahaan harus dievaluasi dari suatu periode ke periode berikutnya dan bagaimana laba aktual dibandingkan dengan laba yang direncanakan.

Apabila seorang manajer telah bekerja keras dan berhasil meningkatkan penjualan sementara biaya tidak berubah, maka laba harus meningkat melebihi periode sebelumnya, yang mengisyaratkan keberhasilan. Profitabilitas yang tinggi menunjukan prospek perusahaan yang baik, sehingga investor akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan akan meningkat (Sujoko dan Soebintoro, 2007).

Profitabilitas dapat diproksi melalui Return on Equity (ROE) sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. Menurut Brigham and Houston (2001) Return on Equity


(60)

adalah rasio laba bersih setelah pajak terhadap modal sendiri. Maksud dari definisi ROE yang dikemukakan oleh Brigham and Houston tersebut adalah bahwa rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi bagi para pemegang saham. Dari definisi ROE di atas dapat disimpulkan bahwa, tingkat pengembalian modal atau ROE adalah rasio yang mengukur berapa besar pengembalian yang diperoleh pemilik perusahaan (pemegang saham) atas modal yang disetorkannya untuk perusahaan tersebut. Secara umum, semakin tinggi ROE, semakin baik kedudukan pemilik perusahaan sehingga akan meyebabkan baiknya penilaian investor terhadap perusahan yang menyebabkan meningkatnya harga saham dan nilai perusahaan.

Penelitian Susanti (2010) menyimpulkan bahwa faktor profitabilitas berpengaruh signifikan dalam meningkatkan nilai perusahaan, dalam penelitiannya menunjukkan profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Selanjutnya permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan yang meningkat.

2.1.8. Komisaris Independen

Terdapat dua sistem manajemen yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda (FCGI, 2011) yang membedakan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris, yaitu :

1. Sistem satu tingkat atau one tier system

Sistem satu tingkat berasal dari sistem hukum aglo saxon. Dalam sistem ini perusahaan hanya mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif)


(61)

dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu. Negara-negara yang menggunakan sistem satu tungkat misalnya adalah Amerika Serikat dan Inggris.

2. Sistem dua tingkat atau Two Tiers System

Sistem dua tingkat berasal dari sistem hukum kontinental Eropa. Dalam sistem ini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan dibawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dewan direksi juga harus memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh dewan komisaris. Sehingga dewan komisaris terutama bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen. Negara-negara yang menggunakan sistem dua tingkat adalah Denmark, Belanda, Jepang dan juga Indonesia.

Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanaan tata kelola sesuai dengan aturan. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.

Dewan komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris non independen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen merupakan komisaris yang terafiliasi. Terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri.

Keberadaan Komisaris independen telah diatur oleh Bursa Efek Indonesia melalui peraturan BEJ tanggal 1 juli 2000 dikutip dari (FCGI, 2011). Dikemukakan bahwa perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai komisaris independen yang


(62)

secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemagang saham minoritas. Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

Dikarenakan Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan agar dapat berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis dalam rangka mencapai tujuan organisasi, serta memberikan nasihat bilamana diperlukan, dan karena posisinya yang sangat penting dalam perusahaan, kemampuan dan pemahaman komisaris terhadap bidang usaha dan emiten akan sangat mempengaruhi persetujuan dan keputusan yang dibuat, sehingga komisaris harus memiliki dan menguasai latar belakang pendidikan di bidang ekonomi.

Komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan pengawasan jalan kegiatan usaha dari praktik-praktik kecurangan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan, dengan pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat, serta dapat bertindak secara independen. Sesuai dengan teori sinyal (signal

model), bahwa tingginya Dividen yang dibagikan menunjukkan tingginya

performance perusahaan. Pada kondisi informasi tidak seimbang (disparity) tinggi

antara manajer dan investor, perusahaan akan memberikan sinyal dengan membayar Dividen yang tinggi.

Penelitian tentang "Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earning Management Terhadap Nilai


(63)

Perusahaan" oleh Herawaty (2008) membuktikan bahwa variabel Corporate Governance mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan dengan variabel komisaris independen dan kepemilikan institusional. Kepemilikan manajerial akan menurunkan nilai perusahaan sedangkan klasifikasi akuntan publik akan meningkatkan nilai perusahaan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2010) yang mendapatkan hasil bahwa Board Independent atau jumlah dewan komisaris independen dalam perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

2.1.9. Cash Holding

Kas adalah salah satu aset yang siap dikonversikan menjadi aset jenis lainnya. Kas sangat mudah disembunyikan dan dipindahkan, dan sangat diinginkan. Oleh karena karakteristik tersebut, maka kas merupakan aset yang paling mungkin untuk digunakan dan dibelanjakan dengan tidak tepat. Kas juga merupakan aset yang paling rentan terhadap perilaku ceroboh manajemen (Isshaq, 2009).

Kas (cash) terdiri atas koin, uang kertas, cek, money order (wesel atau kiriman uang melalui pos yang lazim berbentuk draft bank atau cek bank), dan uang tunai di tangan atau simpanan di bank atau semacam deposito. Aturan yang berlaku umum di bank adalah jika bank menerima untuk disimpan di bank, maka itulah kas. Benda-benda semacam benda pos, dan cek masa depan (utang cek dimasa depan) bukanlah kas . Dari uraian di atas maka kriteria kas adalah sebagai berikut:


(1)

Deskriptif Statistik

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

CSR

32

.24

1.00

.6246

.25172

Leverage

32

.17

1.49

.5280

.40703

IOS

32

.52

166.45

9.5108

28.83534

Ukuran Perusahaan

32

29.01

32.23

30.1128

.88125

Kepemilikan Manajerial

32

.00

.16

.0094

.02920

Profitabilitas

32

.07

1.57

.4991

.38900

Komisaris Independen

32

.00

.50

.3263

.14185

Cash Holding

32

7.96

12.26

9.5463

1.10406

DPR

34

.08

1.50

.5803

.42683

Nilai Perusahaan

32

.52

166.45

9.4605

28.84576

Valid N (listwise)

32

Uji Asumsi Klasik :


(2)

Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 32

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .03033036 Most Extreme Differences Absolute .136

Positive .136

Negative -.121

Kolmogorov-Smirnov Z .772

Asymp. Sig. (2-tailed) .591

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(3)

Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics Keterangan Tolerance VIF

1 (Constant)

LCSR .806 1.241 Tidak Terjadi Multikolinearitas LLeverage .327 3.059 Tidak Terjadi Multikolinearitas LIOS .635 1.575 Tidak Terjadi Multikolinearitas LUkuranPerusahaan .513 1.950 Tidak Terjadi Multikolinearitas LKepemilikanManajerial .504 1.986 Tidak Terjadi Multikolinearitas LProfitabilitas .339 2.950 Tidak Terjadi Multikolinearitas LKomisarisIndependen .351 2.845 Tidak Terjadi Multikolinearitas LCashHolding .523 1.912 Tidak Terjadi Multikolinearitas LDPR .458 2.184 Tidak Terjadi Multikolinearitas

a.

Dependen variabel: LnilaiPerusahaan


(4)

Uji Park

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 46.436 63.087 .736 .469

LCSR .133 2.270 .011 .059 .954

LLeverage -.387 2.327 -.048 -.166 .869

LIOS -1.296 1.122 -.240 -1.155 .260

LUkuranPerusahaan -38.290 43.429 -.204 -.882 .387 LKepemilikanManajerial -1.003 .804 -.292 -1.248 .225

LProfitabilitas .103 2.061 .014 .050 .961

LKomisarisIndependen -4.750 3.705 -.359 -1.282 .213

LCashHolding -.394 10.984 -.008 -.036 .972

LDPR -.367 1.517 -.059 -.242 .811

a. Dependent Variable: LnU2i

Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi (Model Summary(b))

Model Summary

b

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-Watson

1

.997

a

.995

.993

.03600

2.057

a. Predictors: (Constant), LDPR, LCSR, LIOS, LKepemilikanManajerial, LKomisarisIndependen,

LUkuranPerusahaan, LCashHolding, LProfitabilitas, LLeverage


(5)

Uji Simultan

Hasil Uji Statistik F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 5.540 9 .616 474.885 .000a

Residual .029 22 .001

Total 5.569 31

a. Predictors: (Constant), LDPR, LCSR, LIOS, LKepemilikanManajerial, LKomisarisIndependen, LUkuranPerusahaan, LCashHolding, LProfitabilitas, LLeverage

b. Dependent Variable: LNilaiPerusahaan

Uji parsial

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1(Constant) -.772 1.052 -.733 .471

LCSR .077 .038 .035 2.046 .053

LLeverage -.028 .039 -.019 -.718 .480

LIOS .942 .019 .964 50.343 .000

LUkuranPerusahaan .618 .725 .018 .852 .403

LKepemilikanManajerial .005 .013 .008 .376 .711

LProfitabilitas .104 .034 .079 3.014 .006

LKomisarisIndependen -.045 .062 -.019 -.721 .478

LCashHolding -.065 .183 -.008 -.356 .725

LDPR .015 .025 .014 .605 .551


(6)

Uji Adjusted R

2

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .997a .995 .993 .03600 2.057

a. Predictors: (Constant), LDPR, LCSR, LIOS, LKepemilikanManajerial, LKomisarisIndependen, LUkuranPerusahaan, LCashHolding, LProfitabilitas, LLeverage


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 56 83

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIVIDEN KAS PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DALAM JAKARTA ISLAMIC INDEX PERIODE 2006-2009

0 15 17

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Islamic Social Reporting Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index Periode 2010-2013

1 44 113

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA SAHAM (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index Periode 2012-2014.

0 3 15

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 0 15

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 0 2

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 1 11

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 0 34

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 1 5

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

0 0 16