HASIL PENELITIAN IbM KELOMPOK TANI PENGO

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
HASIL PENELITIAN
IbM KELOMPOK TANI PENGOLAHAN PISANG KELAPA DAN UBI-UBIAN
DI DESA MERBAUN KECAMATAN AMARASI BARAT
KABUPATEN KUPANG NTT DALAM KAJIAN FAKTOR PENENTU
KUALITAS MAKANAN SEMI BASAH JAM
Zainal Abidin
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana
Jl. Adisucipto Penfui, Kotak Pos 104, Kupang 85001,NTT
Email: faperta@undana.ac.id, Telp./Fax. (0380) 881085, http://www.Undana.ac.id

ABSTRAK/ABSTRACT
Aplikasi Prosedur Operasional Standar (POS) dalam pelaksanaan I bM pada Kelompok Tani
Pengolahan Pisang, Kelapa dan Ubi-Ubian telah dilaksanakan di Desa Merbaun Kecamatan
Amarasi Barat Kabupaten Kupang. Penerapan POS ini bertujuan untuk memperoleh produk
olahan berbasis pisang, kelapa dan ubi-ubian yang berkualitas, tahan lama dalam
penyimpanan, aman dikonsumsi dan disukai konsumen. POS meliputi tahapan hygiene dan
sanitasi bahan utama dan bahan tambahan, air yang digunakan, peralatan proses dan kemasan,
sortasi bahan utama dan bahan tambahan, perbersihan bahan, pemisahan bagian yang tidak
digunakan, pengecilan ukuran, penentuan komposisi bahan yang tepat, penentuan
dosis/konsentrasi masing-masing bahan, blancing, proses pencampuran dengan bahan

tambahan, pemasakan (penetapan suhu dan waktu), degassing, sterilisasi, pengemasan,
pelabelan dan penyimpanan dengan persyaratan tertentu. Kajian ini difokuskan pada makanan
semi basah (intermediate moisture food) yaitu selai/jam yang dibuat dari kelapa muda dan
sirsak. Berdasarkan hasil analisis laboratorium dan analisis organoleptik menunjukkan bahwa
factor penentu/variabel kualitas selai dapat dikendalikan sesuai dengan kriteria/syarat yang
telah ditentukan untuk produk selai yang telah disimpan selama 2,5 bulan. Total mikroba selai
rendah dan aman untuk dikonsumsi dan disimpan yaitu 1,91 x 10 5 – 2,06 x 10 5. Kadar air
selai 42% masih dalam kisaran yang menjamin keawetannya. Total padatan terlarut 64,8 –
67,1 %. Kisaran total padatan terlarut ini memenuhi syarat agar selai stabil, tidak mudah
hancur atau meleleh dan tidak keras atau tidak terjadi kristalisasi gula. pH selai 3,5; membuat
karakter selai stabil. Evaluasi sensoris atau organoleptik dengan variable rasa, aroma, tekstur
dan penampakan menunjukkan bahwa selai tersebut sangat disukai hingga disukai (skala
Likert 5-4) dengan dengan total skor 26-27. Berdasarkan nilai dari variable-variabel
pengamatan tersebut baik variable kimia, mikrobiologis dan organoleptik maka disimpulkan
bahwa selai tersebut mempunyai kualitas yang tinggi, aman dikonsumsi, tahan lama dalam
penyimpanan dan diterima oleh konsumen.
[ Kata Kunci: IbM, Jam, Selai, Kelapa, Sirsak, Makanan Semi Basah ]
Abidin, Z. 2014. Study In Quality Determinants Of Jam Intermediated Moisture Food
On The Farmers Group (Ibm) Of Processing The Banana, Coconut And
Cassava Tuber In Merbaun Village, Subdistrict West Amarasi, Kupang

Regency, East Nusa Tenggara. LEGUMINOSAE 20 (2): 83 – 93.
Application of Standard Operating Procedures (SOP) in the implementation of I bM at
Farmers Group aims to obtain refined product jam that is quality, durable in storage, safe to
eat and preferred by consumers. SOP includes the stage of major hygiene an sanitation
materials and auxiliary materials, water use, process and packaging equipment, sorting, size
reduction, the determination of the exact composition of the materials, the determination of
the dose/concentration of each ingredient, the process of mixing with additives, cooking
(determination of temperature and time), degassing, sterilization, packing, labeling, and
83

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
storage with certain requirements. This study focuses on the semi-solid foods (intermediate
moisture food) that is jam made from young coconut and sour soup. Based on the result of
laboratory analysis and organoleptic shows that the determinant factor/variable quality of jam
can be controlled in accordance with the requirements that have been defined for the jam that
has been stored for 2.5 months. Total microbial jam low and kept safe for consumption and
that is 1.91x 105 to 2.06 x 10 5; 42% water contents jam is still in the range that ensures
durability. Total soluble solids from 64.8 to 67.1 %. The range of total dissolved solids in
order to qualify jam is stable, not easily crushed or melted and not hard or sugar
crystallization does not occur. pH of jam 3,5 kept of the stability of jam properties. Sensory

or organoleptic evaluation with variable flavor, aroma, texture and appearance suggest that
the jam highly favored to favored with a total score of 25-30. Based on the value of the
observation variables either variable chemical, microbiological and organoleptic then
concluded that the jam has a high quality, safe for consumption, durable in storage and
received by consumers.
[ Key Words : IbM, Jam, Coconut, Sour Soup, Intermediated Moisture Food ]
PENDAHULUAN
Komoditi
pertanian
yang
dihasilkan oleh petani di Nusa Tenggara
Timur (NTT) masih kecil nilai tambahnya
bila dilihat dari segi ekonomi. Disamping
itu tidak tahan lama dalam penyimpanan,
mudah rusak, cepat busuk, nilai gizi tidak
lengkap, cita rasa dan penampakan kurang
menarik. Hal ini terjadi karena komoditi
tersebut dijual dalam bentuk glondongan
atau pengolahannya sedikit sekali bahkan
ada yang belum diolah. Padahal dengan

aplikasi teknologi pengolahan hasil
pertanian maka nilai tambahnya dari segi
ekonomi meningkat, tahan lama dalam
penyimpanan atau dapat disimpan hingga
beberapa bulan bahkan tahun, tidak mudah
rusak, tidak mudah busuk, penampakan
dan cita rasa menarik; disamping nilai
gizinya juga dapat ditingkatkan dengan
metode fortifikasi melalui bahan tambahan
makanan
yang
fungsional
seperti
antioksidan, antibiotic, vitamin dan
mineral lengkap.
Pengolahan komoditi pertanian
tersebut di NTT belum baik atau belum
tepat sehingga kualitasnya rendah dan
tidak tahan lama dalam penyimpanan. Hal
ini disebabkan karena petani atau Home

industry belum menerapkan Prosedur
Operasional Standar yang tepat dalam
pengolahannya menjadi makanan dan
minuman. Disamping itu selama ini
Pemerintah daerah hanya memfokuskan
pada produksi (on farm) dan melupahan

pengetahuan dan keterampilan tentang
teknologi pengolahan hasil pertanian (off
Farm)
sehingga
pengetahuan
dan
keterampilan
masyarakat
tentang
teknologi tersebut rendah.
Komoditi buah-buahan, ubi-ubian
yang banyak terdapat di kabupaten
Kupang seperti pisang, kelapa, ubi kayu,

sirsak, mangga, nangka, apokat, pepaya,
dan jeruk [6] dapat diolah menjadi
berbagai bentuk dan jenis produk olahan
makanan dan minuman seperti selai, sirup,
jus, manisan basah dan kering, jelly, buah
segar dalam sirup gula, permen, dodol, jus,
kismis,
sale,
saus,
sambal,
kue
kering/biscuit, dan kripik. Produk-produk
olahan tersebut dapat memberikan nilai
tambah yang tinggi dari segi ekonomi
sehingga dapat meningkatkan pendapatan
petani dan kesejahteraannya.
Faktor pembatas yang umumnya
terdapat dalam komoditi hasil pertanian
salah satunya yaitu kadar airnya masih
tinggi terutama buah buahan dan sayuran.

Air yang tinggi ini sangat memdukung
perkembangan mikroorganisme perusak
produk pangan/bahan pangan. Oleh karena
itu kandungan air yang tinggi harus
dikurangi dengan metode fisik dan kimia.
Metode fisik dengan menggunakan
pemanasan (suhu tinggi). Kemudian air
yang terkandung sebagian diuapkan
sehingga mencapai kadar air tertentu.
Pemanasan ini selain mengurangi jumlah
84

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
air, juga bermanfaat untuk mereduksi
jumlah populasi mikroba kontaminan,
membentuk flavor, warna dan membentuk
tekstur.
sedangkan
secara
kimia

menggunakan bahan-bahan humektan
yang dapat mengikat air sehingga kadar air
bebas dalam bahan pangan/produk pangan
olahan dapat menurun dan tidak dapat
digunakan oleh mikroba pembusuk atau
penghasil toksin untuk tumbuh dan
berkembangbiak.

buah-buah, kacang-kacangan dan coklat.
Buah-buahan yang bisa digunakan yaitu
sirsak, mangga, nangka, nenas, mente,
kelapa muda dan lain-lain.
Proses pembuatan produk olahan
hasil pertanian yang dilakukan oleh
masyarakat/kelompok
tani
seperti
selai/jam sering tidak mengikuti Prosedur
Operasional Standar (POS) yang tepat.
Akibatnya produk olahan tersebut

kualitasnya rendah, tidak tahan lama
dalam penyimpanan dan kurang disukai
konsumen. Padahal dengan penerapan
POS yang tepat akan diperoleh produk
olahan yang berkualitas tinggi.
POS dalam proses pengolahan
selai meliputi: Penerapan POS ini
bertujuan untuk memperoleh produk
olahan berbasis pisang, kelapa dan ubiubian yang berkualitas, tahan lama dalam
penyimpanan, aman dikonsumsi dan
disukai konsumen. POS meliputi tahapan
hygiene dan sanitasi bahan utama dan
bahan tambahan, air yang digunakan,
peralatan proses dan kemasan, sortasi
bahan utama dan bahan tambahan,
perbersihan bahan, pengecilan ukuran,
penentuan komposisi bahan yang tepat,
penentuan
dosis/konsentrasi
masingmasing

bahan,
blancing,
proses
pencampuran dengan bahan tambahan,
pemasakan (penetapan suhu dan waktu),
degassing,
sterilisasi,
pengemasan,
pelabelan dan penyimpanan dengan
persyaratan tertentu.
Tujuan dari penerapan IbM dalam
bentuk teknologi tepat guna/POS agar
produk olahan yang dihasilkan kelompok
tani desa Merbaun berkualitas tinggi,
tahan lama dalam penyimpanan, aman
dikonsumsi dan disukai konsumen (laku di
pasaran).
Dengan
demikian
maka

kelompok tani tersebut lebih produktif dari
segi ekonomi, nilai tambah ekonomi
komoditi tersebut di atas meningkat. Hal
ini akan berdampak pada pendapatan
petani meningkat dan kesejahteraan
keluarga meningkat sehingga taraf
hidupnya juga naik.

Salah satu golongan makanan
yang diharapkan dapat tahan terhadap
factor – factor yang merusaknya yaitu
makanan semi basah (Intermediate
Moisture Food); yang disingkat menjadi
IMF. IMF adalah golongan makanan yang
kandungan airnya tidak terlalu tinggi dan
tidak terlalu rendah dan awet dalam
penyimpanan dengan kadar yaitu 20% 50% dan dengan Aktivitas Air (Aw) 0,7 0,9 . Berdasarkan pengalaman Aw
makanan semi basah umumnya < 0,8.
Dengan Aw yang rendah ini menunjukkan
bahwa air yang ada dalam produk pangan
tersebut tidak dapat digunakan oleh
mikroba pembusuk sehingga produk
tersebut lebih awet. Contoh IMF yaitu
selai, jelli, dodol, cake, sale, kismis,
marmalade dan preserves.
Bahan-bahan kimia yang dapat
mengikat air atau humektan yang tepat
yaitu gula, garam dan tepung. Gula yang
digunakan dapat berbentuk monosakarida,
disakarida maupun polisakarida. Golongan
gula yang dapat diaplikasi baik dalam
bentuk padat maupun sirup yaitu glukosa,
fruktosa, galaktosa, sukrosa, mannose,
selobiosa,
sorbitol,
mannitol,xilitol,
gliserol, gliserin. Gula-gula ini disamping
dapat menurunkan Aw, juga memperbaiki
cita rasa, penampilan, kalori dan
memperbaiki sifat fisik produk olahan.
Salah satu produk olahan yang
dikaji yaitu selai atau jam. Produk ini di
pasaran cukup mahal dan bisa menjadi
usaha home industry yang layak atau
feasible. Produk ini dapat dibuat dari

85

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini berpedoman pada POS/alur
proses pada Gambar 1 di bawah ini.
Analisis variable pengamatan dilakukan di
laboratorium Faperta Undana Kupang.
Analisis total mikroba menurut [11]
dengan metode tuang cawan (Standard
Plate Count/Pour Plate), kadar air dengan

metode Thermogravimetri [25], total
padatan terlarut dengan Refraktometer, pH
sisten dengan pHmeter [25] dan analisis
parameter organoleptik dengan Metode
Hedonik menggunakan Skala Likert [20].
Metode pembuatan selai kelapa muda dan
sirsak berpedoman pada POS yang telah
ditetapkan [1] sebagai berikut:

Buah kelapa muda dan sirsak
telah disortasi
Pencucian buah I
Pembilasan 1% SO2 /Perendaman NaOCl
0,4%; 5 menit
Pencucian buah II
Pengupasan buah, pemotongan
daging buah
Diblender hingga
hancur+airbiji
matang
dan pengeluaran
dan (1:0,25)
selama
3
menit
pengukusan 15 menit
Air matang relatif no diperlukan if buah
memiliki air yg cukup

86

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544

Gambar 1. Prosedur Operasional Standar/Teknologi Tepat Guna Produksi Selai/Jam Buah-Buahan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Organoleptik atau Kualitas
Sensoris Selai KelapaMuda dan Sirsak

misalnya ada bau busuk yang menandakan
produk
tersebut
telah
mengalami
kerusakan.
Sifat yang menentukan diterima
Indra pengecap, dalam hal
atau tidaknya suatu produk dalam suatu
kepekaan rasa, maka rasa manis dapat
penilaian adalah sifat
indrawinya.
dengan mudah dirasakan pada ujung lidah,
Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu
rasa asin pada ujung dan pinggir lidah,
pertama menerima bahan, mengenali
rasa asam pada pinggir lidah dan rasa
bahan, mengadakan
klarifikasi
sifat-sifat
pahit pada bagianstandar/Teknologi
belakang lidah.
Gambar 2. Prosedur operasional
bahan, mengingat tepat
kembaliguna/alur
bahan yang proses produksi
Tujuan Selai/Jam
diadakannyabuahuji
telah diamati, dan menguraikan kembali
organoleptik terkait langsung dengan
buahan
sifat indrawi produk tersebut. Indra yang
selera. Setiap orang di setiap daerah
digunakan dalam menilai sifat indrawi
memiliki kecenderungan selera tertentu
suatu
produk
adalah
penglihatan.
sehingga produk yang akan dihasilkan
Penglihatan yang berhubungan dengan
harus
disesuaikan
dengan
selera
warna kilap, viskositas, ukuran dan
komsumen. Tujuan uji organoleptik adalah
bentuk, volume kerapatan dan berat jenis,
untuk: pengawasan mutu, bahan mentah,
panjang lebar dan diameter serta bentuk
produk dan komoditas; perbaikan produk;
bahan [20].
membandingkan
produk
dengan
Indra peraba yang berkaitan
konsentrasi yang berbeda dan evaluasi
dengan struktur, tekstur dan konsistensi.
penggunaan
bahan, formulasi
dan
Struktur merupakan sifat dari komponen
peralatan baru.
penyusun, tekstur merupakan sensasi
Berdasarkan
hasil
analisis
tekanan yang dapat diamati dengan mulut
organoleptik terhadap sampel selai kelapa
atau perabaan dengan jari dan konsistensi
muda dan sirsak yang dibuat kelompok
merupakan tebal, tipis dan halus.
tani berdasarkan POS pembuatan selai/jam
Indra pembau, pembauan juga dapat
dan didampingi oleh Tim Pelaksana IbM
digunakan sebagai suatu indikator
LPM Undana dapat dilihat pada Tabel 1 di
terjadinya kerusakan pada produk,
bawah ini:

87

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
Table 1. Hasil analisis organoleptik sampel selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan
selama 2,5 bulan
Panelis
1

Rasa
5

Tekstur
5

Aroma
5

Penampakan
4

2
3

4
5

4
4

4
5

5
5

4

4

4

5

4

5

4

5

4

5

6
Total
skor

4
26

5
27

4
27

4
27

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
bahwa variable/sifat organoleptik selai
kelapa muda dan sirsak yang meliputi
rasa, aroma, tektur dan penampakan;
penerimaan panelis berkisar antara sangat
suka hingga suka (skala Likert 5 – 4). Hal
ini
memberikan
gambaran
bahwa
walaupun telah disimpan selama 2,5 bulan
kualitas organoleptiknya tetap tinggi tetap
disukai konsumen. Kualitas organoleptik
yang tinggi ini tidak terlepas dari
penerapan POS/teknologi Tepat Guna dan
pendampingan oleh Tim IbM. Parameter
organoleptik
merupakan
parameter
subyektif yang sangat penting karena
menyangkut selera konsumen. Semakin
tinggi penerimaan konsumen maka mutu
suatu produk semakin tinggi atau semakin
laku di pasaran. Selera konsumen tidak
selalu dikaitkan dengan kandungan gizi
dari suatu produk makanan atau minuman.
Walaupun gizinya tidak terlalu tinggi
(mutu objektif) bila disukai konsumen
maka mutu organoleptiknya nya akan
tinggi yang diikuti oleh harganya yang
bersaing dan laku di pasaran.

Keterangan
5= sangat suka/sangat enak/sangat
bagus/sangat menarik
4= suka/enak/ bagus/menarik
3= agak suka/agak enak/agak bagus/agak
menarik
2= tidak suka/tidak enak/tidak bagus/tidak
menarik
1= sangat tidak suka/sangat tdk
enak/sangat tdk bagus/sangat tdk menarik

berlangsung baik dan usaha tersebut akan
berkembang.
Perusahan
dapat
menggerakkan usahanya dan melakukan
perencanaan yang tepat akan produksi dan
penjualan serta keuntungannya.
Kadar Air Selai kelapa Muda dan
Sirsak
Kadar air merupakan variable
yang penting untuk makanan semi padat.
Kadar air berkorelasi yang kuat dengan
kerusakan kimia dan mikrobiologis
produk. Kadar air berkaitan dengan Aw
produk; yaitu kandungan air yang masih
bisa digunakan oleh mikroba untuk
tumbuh dan berkembang biak. Kadar air
tersebut pemicu kerusakan produk karena
digunakan oleh mikroba sebagai sebagai
media pelarut untuk memetabolisme
substrat sebagai sumber energi. Akibat
produk cepat rusak atau tidak tahan lama
dalam penyimpanan. Akibat aktivitas
mikroba produk tersebut menjadi busuk
dan bila mikrobanya menghasilkan toksin
maka akan mengganggu kesehatan
konsumen bahkan menyebabkan kematian.
Kadar air selai berdasarkan analisis
laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2 di
bawah ini:

Untuk usaha dagang atau bisnis;
angka penjualan yang tinggi akan
membuat usaha tersebut berjalan tetap

Tabel 2. Kadar air produk selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama 2,5 bulan
Produk olahan
Selai kelapa muda dan sirsak

Kadar air (%)
Ulangan
1
42 %

88

2
42 %

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544

Tabel 2 menunjukkan bahwa
kadar air selai kelapa muda dan sirsak
rata-rata 42%. Kadar air tersebut masih
dalam kisaran kadar air yang disyaratkan
oleh makanan semi basah yaitu 20 % - 50
% dengan Aw 0,7-0,9 [24]. Kadar air pada
kisaran tersebut merupakan jaminan
keawetan atau tahan lama dalam
penyimpanan. Pada kadar air ini aktivitas
mikroba penghasil toksin dan mikroba
pembusuk ditekan aktivitasnya. Selai
menggunakan
gula
sebagai
bahan
tambahannya. Dimana gula merupakan
humektan yang akan mengikat air
sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
mikroba [27].

pH Selai Kelapa Muda dan Sirsak
Dalam
pembuatan
selai,
menggunakan asam sebagai pengendali
pH system. Asam digunakan sebagai
penguat rasa, memstabilkan karakter selai
sehingga tidak mudah pecah, meleleh atau
keras, pereduksi mikroba kontaminan baik
mikroba pembusuk maupun mikroba
penghasil toksin.
Asam sebagai
pengendali pH sistem sehingga pH
berkisar antara 3,2-3,5 sebagai jaminan
keamanan dari gangguan mikroba dan
kestabilan karakter selai. pH yang rendah
akan menonaktifkan enzim mikroba,
merusak intisel mikroba sehingga mikroba
tidak dapat tumbuh dan berkembangbiak.
pH selai kelapa muda dan sirsak dapat
dilihat pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. pH produk selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama 2,5 bulan
Produk olahan
Selai kelapa muda dan sirsak

pH
Ulangan
1
3,4

pH system berkisar antara 3,4 –
3,6 atau rata-rata 3,5. Kisaran pH tersebut
masih dalam kisaran pH yang disyaratkan
agar agar system menjadi stabil. Asam
mempunyai fungsi yang sangat penting
dalam pembuatan selai berhubungan
dengan pH system. pH system yang terlalu
rendah maka selai akan keras. pH yang
terlalu tinggi maka gel dalam selai tidak
akan terbentuk. Asam terlalu banyak maka
akan terjadi sineresis yaitu keluarnya
cairan berberat molekul rendah dari dalam
gel karena putusnya jaringan tiga dimensi
yang membangun struktur gel dari selai.
Asam yang tinggi akan menghidrolisis
pectin. Asam yang kurang maka gelnya
terlalu lemah sehingga mudah pecah.
Asam yang ditambahkan bila pH tidak
tepat yaitu asam sitrat, asam malat dan
asam tartrat. Kadar asam kurang lebih
0,25% (asam sitrat).

2
3,6

Pectin yang membangun struktur
tiga dimensi gel sangat ditentukan oleh
konsentrasi
yang
diaplikasikan.
Konsentrasi pectin yang ditetapkan 0.71,5% dan tergantung pada kualitas pectin
dan tingkat metilasinya [30]. Pectin akan
membentuk gel dengan gula, asam dan air.
Oleh karena itu kadar keempat komponen
tersebut harus ditenttukan secara tepat
agar diperoleh selai dengan kualitas yang
baik dan stabil.
Dalam pembuatan selai digunakan
natrium benzoate sebagai pengendali
mikroba. Sodium benzoate akan aktif pada
kisaran pH tersebut dan cukup efektif
menekan pertumbuhan mikroba sehingga
selai tidak cepat rusak.
Natrium benzoat; preservatif
yang dapat digunakan sirup dan sari buah
sehingga
masa
simpannya
dapat
89

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
diperpanjang. Natrium benzoat berbentuk
kristal putih terasa manis, mudah larut dan
efektif pada pH asam (pH 2,5-4). Aplikasi
natrium benzoat pada kadar yang tepat
tidak mempengaruhi rasa dan aroma
produk. Natrium benzoat aktif pada pH 4
atau pH dibawahnya dengan kadar 0,050,1%; efektif terhadap khamir dan bakteri
[8].
Mekanisme
kerja
benzoat
sebagai
pengawet
berdasarkan
permiabilitas membran sel mikroba
terhadap molekul asam yang tidak
terdisosiasi. Molekul asam benzoat yang
tidak terdisosiasi akan mudah masuk ke
dalam sel mikroba. Asam benzoat akan
terdisosiasi di dalam sel mikroba karena
banyak terdapat ion hydrogen. Akibatnya
pH sel menjadi rendah maka organ sel
mikroba menjadi rusak dan enzim menjadi
tidak aktif karena terjadi hidrolisis pada
protein enzim [5,8,26].
Natrium benzoat aktif pada
lingkungan asam. Hal ini disebabkan pada
pH netral dan basa; asamnya akan terurai
menjadi ion-ionnya dalam pelarut
sehingga menjadi impermiabel terhadap
dinding
sel
dan
kurang
efektif
menurunkan pH sel mikroba. Kadar
aplikasi
natrium
benzoat
harus
diperhatikan karena akan mempengaruhi
rasa; bila penambahan terlalu banyak akan
menimbulkan rasa getir [2].
Benzoat sering digunakan untuk
mengawetkan berbagai pangan dan
minuman seperti sari buah, minuman
ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli,
manisan, kecap dan lain-lain [8,30].

Garam atau ester dari asam
benzoat secara komersial dibuat dengan
sintesis kimia. Bentuk aslinya asam
benzoat terjadi secara alami dalam bahan
gum benzoin. Natrium benzoat berwarna
putih, granula tanpa bau, bubuk kristal
atau serpihan dan lebih larut dalam air
dibandingkan asam benzoat dan juga dapat
larut dalam alkohol.
Total Padatan Terlarut Selai Kelapa
Muda dan Sirsak
Total padatan terlarut yang
disyaratkan untuk produk selai yaitu: 6570% Brix [7]. Bila kadarnya lebih rendah
dari kisaran tersebut maka selai akan
meleleh atau pecahnya struktur tiga
dimensi gel dan cairan akan mengalir
keluar system. Bila lebih tinggi dari
kisaran tersebut maka selai sangat keras
dan terjadi kristalisasi gula. Hal ini
menyebabkan sistem tersebut tidak stabil.
Kondisi tersebut menyebabkan mutu
organoleptiknya rendah dan akan ditolak
oleh konsumen. Gula invert yang
terbentuk selama pemanasan akan
meningkatkan senyawa terlarut dalam
bahan. Gula invert mempunyai kelarutan
yang tinggi sehingga sulit mengkristal
[10]. Sukrosa yang digunakan akan
terhidrolisis menjadi gula invert yaitu
glukosa dan fruktosa. Oleh karena itu
dalam pembuatan gel sering digunakan
sirup glukosa. Hasil analisis Total Padatan
Terlarut setelah disimpan selama 2,5 bulan
dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Total padatan terlarut produk selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama
2,5 bulan
Produk olahan
Selai kelapa muda dan sirsak

Total Padatan Terlarut ( 0 Brix)
Ulangan
64,8
67,1

Masalah pecahnya gel atau gel
sangat
keras
disebabkan
tidak
berimbangnya konsentrasi gula, pectin dan
asam. Oleh karena itu dalam proses

pembuatan selai ketiga komponen tersebut
perlu
diperhatikan
konsentrasinya.
Konsentrasi gula dalam pembuatan selai
55-60% [3]. Sedangkan bagian bubur buah
90

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
45%. Kekurangan gula tersebut akan
dilengkapi oleh gula yang dikandung oleh
buah.

produk tersebut jumlahnya rendah
sehingga cukup aman dikonsumsi setelah
disimpan selama 2,5 bulan. Tidak adanya
tanda-tanda kerusakan akibat aktivitas
mikroba, tidak adanya perubahan citarasa
dan aroma. Hal ini menjelaskan bahwa
produk tersebut layak dikonsumsi. Total
mikroba selai kelapa muda dan sirsak
dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini:

Total Mikroba yang Terkandung pada
Selai Kelapa Muda dan Sirsak
Berdasarkan analisis laboratorium
total mikroba selai kelapa muda dan sirsak

Table 5. Hasil analisis total mikroba selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama
2,5 bulan
Produk
Selai kelapa muda dan sirsak

Total Mikroba
Ulangan
1
2
2,06 x 10 5
1,91 x 10 5

Data pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa total mikroba selai kelapa muda
dan
sirsak
rendah
karena
pada
pengenceran 10-2 ; total mikroba telah bisa
dibaca oleh Standar Plate Count. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan tersebut
rendah dan produk tidak akan cepat rusak
oleh serangan mikroba. Total mikroba
masih dalam kisaran yang ditoleransi
yaitu 102 – 106. Kandungan total mikroba
yang rendah ini adanya hubungannya
dengan bahan tambahan yang digunakan
yang dapat menekan kerusakan karena
mikroba.

Keterangan

berkualitas tinggi. Teknologi pengolahan
pangan tidak bisa meningkatkan mutu
produk olahan bila bahan yang digunakan
rusak, busuk atau berkualitas rendah.
Bahan tambahan yang digunakan
yang dapat mengendalikan mikroba yaitu
gula asam dan natrium benzoate. Ketiga
bahan
tersebut
cukup
efektif
mengendalikan mikroba di bawah jumlah
yang tidak efektif merusak mikroba. Gula
dapat mengendalikan kadar air dan Aw.
Asam
mengendalikan
pH
system.
Sedangkan natrium benzoate dapat
membunuh mikroba [8].

Hal yang paling penting agar
produk olahan dapat disimpan lama yaitu
dalam proses pengolahannya mengikuti
POS yang telah disepakati. Dalam POS
tahap yang pertama yaitu sortasi bahan
baku utama agar menggunakan bahan
yang bermutu baik, tidak busuk dan tidak
ada kerusakan fisik. Sortasi yang baik
akan
menghasilkan
produk
yang
berkualitas tinggi dan tidak cepat rusak.
Bahan baku yang bermutu baik saja yang
dapat menghasilkan produk olahan yang

Factor pengendali lain terhadap
tingkat kerusakan produk yaitu dalam
proses pengolahan harus menjaga sanitasi
dan hygiene. Hygiene dan sanitasi
menyangkut manusia sebagai pengelola,
peralatan proses dan tempat atau ruang
pengolahan harus selalu dijaga agar
produk tidak terkontaminasi mikroba dan
bahan-bahan berbahaya dan beracun. Bila
hygiene dan sanitasi terjaga maka produk
olahan yang dihasilkan tidak mudah rusak
dan aman untuk dikonsumsi masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Berdasarkan kajian sebelumnya
maka dapat disimpulkan beberapa hal
yaitu:
91

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
Produk
selai
yang
dibuat
berpedoman pada POS yang telah
ditetapkan
aman
dikonsumsi
dan
kualitasnya cukup tinggi.
Total mikroba selai kelapa muda
dan sirsak berkisar antara 1,91 x 10 5
hingga 2,06 x 105 dan kadar air selai
kelapa muda dan sirsak berkisar 42%.
Kondisi ini aman dikonsumsi, tahan lama
dalam penyimpanan. pH selai 3,5
membuat karakter selai stabil.
Hasil
analisis
kualitas
organoleptik yaitu variabel rasa, aroma,
tekstur dan penampakan selai kelapa muda
dan sirsak sangat disukai hingga disukai
(Skala Likert 5 – 4) oleh panelis atau
konsumen dengan Total Skor 26-27.

keadaan vakum kecuali untuk pengisian.
Keuntungan pemasakan secara vakum
yaitu: pemasakan dengan suhu rendah
akan mempertahankan warna, cita rasa,
aroma, keutuhan buah dan menghindari
degradasi pektin berlebihan, menghindari
terjadinya pemanasan setempat yang
berlebihan pada
bahan,
terjadinya
penetrasi gula ke dalam buah-buahan
berlangsung lebih efektif dan mengurangi
inversi sukrosa.
Komposisi bahan dan berat tiap
bahan yang digunakan harus ditentukan
dengan tepat agar kualitas selai yang
dibuat stabil, bentuknya tetap dan tahan
lama dalam penyimpanan
Factor hygiene dan sanitasi dalam
proses pembuatan selai perlu diutamakan
karena menyangkut safety food dan
quality assurance.

Saran
Saran-saran yang diberikan yaitu
pemasakan sebaiknya dilakukan dalam

DAFTAR PUSTAKA
1)

2)

3)

4)

Abidin,
Z.
2009.
Teknologi
Pengolahan Buah-buahan Menjadi
Produk Bernilai Ekonomi. Pelatihan
Life Skill Guna Menciptakan
Lapangan Kerja di Sektor Pertaniaan
Bagi Tenaga Kerja Usia Produktif
Kota Kupang. Kerja Sama Lemlit
Undana dan Dinas PPO Provinsi
Nusa Tenggara Timur.

5)

Belitz, H.D and Grosh, W. 1986.
Food Chemistry. Spinger Verslag.
Berlin.

6)

BPS NTT. 20011. Statistik Pertanian
NTT. BPS NTT. Kupang.

7)

Abidin, Z. 2001. Kajian Aplikasi
Hidrokoloid dan Pemanis pada
Peristiwa Syneresis dan Kualitas
Jelly Natural.
Jurnal Biosain,
Pascasarjana. UB. Malang.

Brockmann,
M.C.
1990.
Development
of
Intermediate
Moisture Foods for Millitary Use. J.
Food Technology, 24, 896-900.

8)

Arenas.M.I dan Lozano, J.E. 1998.
Measurement of Gel Point
Temperature and Modulus of Pectin
Gel. J. Foof Sci. 63(6), 979-982.

Buckle,
K.A.
R.A.Edwards,
G.H.Fleet and M.Watton. 1987. Ilmu
Pangan. UI Press. Jakarta.

9)

Buyung , 2011. Pembuatan Dodol.
http: // pembuatan - dodol diakses
tanggal 25 Oktober 2012.

Barisas, I. T.R.Rosett, Y.Goa, S.J.
Smith and B.P.Klein. 1996. Enhanced
Sweetness in Sweeteners – NaClGum System. J. Foof Sci. 60 (3),
523-527.

10) Da-Silva, J.A.L & Rao, M.S. 2000.
Reologi Of Struktur Development of
Methoxyl Pectin/sugar System. J.
Foof Tech. Oct p 70-73.

92

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
11) Fardiaz,
S.
1993.
Analisis
Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

20) Lawless, H.T., H. Heyman. 1998.
Sensory
Evaluation of Food.
Chapman and Hall, ITP. New York.

12) Farida ,I. 2002. Pengaruh Suhu dan
Lama Pengeringan Terhadap Sifat
Dodol
Rumput
Laut.http://
www.google.com // psb= kimia+
pengeringan+ basah diakses tanggal 6
Januari 2013.
13) Fennema, O.R. 1976. Principle of
Food Science. Marcell Dekker Inch.
New York.

21) Menegristek, 2001. Deputi Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Tentang Pengolahan Pangan. Jakarta.
22) Mileiva, S. 2007. Evaluasi Mutu
Cookies Garut Yang Digunakan Pada
Program
Pemberian
Makanan
Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil.
http://
www.academia.edu/
137786/htm. Diakses tanggal 27
Oktober 2012.

14) Haryadi, 1998. Pengaruh Jenis
Pengekstrak dan Pati Terhadap Sifat
Gel Cincau yang Dibuat dengan
Ekstraksi dan Pemasakan Optimal.
Agritech. UGM. Yogyakarta.

23) Permatasari, S. 2008. Teknologi
Pengolahan Berbagai Produk Hasil
Pertanian. THP, Faperta, Unram.
Mataram.

15) Hatta, R. 2012. Studi Pembuatan
Dodol dari Rumput laut Dengan
Penambahan
Kacang
Hijau
.http//www.google.com = Tepung +
Beras + Ketan diakses tanggal 15
Januari 2013.
16) Herdiana,F.2003. Pembuatan Rumput
Laut untuk Meningkatkan Kadar
Iodium dan Serat Pangan Pada Selai
dan
Dodol.http//www.google.com//pembu
atan dodol rumput laut diakses
tanggal 13 Februari 2013.

24) Purnomo, H., 1992. Aktivitas Air dan
Peranannya
dalam
Pengawetan
Pangan. UB Press. UB Malang.
25) Sudarmadji, dkk. 1997. Prosedur
Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Pertaniaan, Liberty Yogyakarta.
26) Susanto, H.T. 1993. Teknologi Hasil
Pertanian. FTP. UB. Malang.

17) Ilmu pangan, 2012. Teknologi
Pengolahan Pangan ( Pembuatan
Dodol) http: //Makalah- Pembuatan
–Dodol .html diakses tanggal 26
Oktober 2012.

27) Suyitno, 1998. Pengujian Sifat Fisik
Bahan Pangan. PAU-Pangan dan
Gizi. UGM. Yogyakarta’

18) Ilma, N. 2012. Studi Pembuatan
Dodol
Buah
Degan
http//repository/12345678/1906/studi
% 20 pembuatan % 20 Dodol Buah
Dengan diakses tanggal 13 Februari
2013.

28) Wahyu, F. 2009. Laporan Praktikum
Teknologi
Pengolahan
Pangan
(pembuatan dodol). http: // www.
LaporanPraktikum-TeknologiPengolahan.html .diakses tanggal 24
Oktober 2012.

19) Kartika, B. 1990. Evaluasi Produk
Industri Hasil Pertanian. PAU-Pangan
dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

29) Widiatmoko, M.2002. Pengaruh Suhu
dan Lama Pengeringan Terhadap
93

Leguminosae Vol. 20 No. 2; Edisi Agustus, 2014 (ISSN: 0854-8544
Sifat
Dodol
Rumput
Laut.http://www.google.com diakses
tanggal 5 Januari 2013.

30) Woodroof, A.G. and B.S.Luh, 1986.
Commercial Fruit Processing. Second
Edition. AVI Publ. Comp. Inc.
Westport- Connecticut, USA.

94