ESSAI DEPARTEMEN RISET UNIT PELAKSANA KE
ESSAI DEPARTEMEN RISET
UNIT PELAKSANA KEGIATAN KELOMPOK STUDI HUKUM ISLAM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
ESSAI RISET KSHI
PERAN HUKUM DALAM MENGUBAH WAJAH PERADILAN
INDONESIA
(Bagian Hukum)
Disusun Oleh :
Miftahuddin Irvani
Hukum dan perilaku manusia tentu tidak akan lepas dari proses penegakkan
hukum yang berlaku, hukum dan perilaku manusia perlu diolah menjadi suatu
rancangan yang tepat untuk membentuk kepribadian yang unggul guna menjadi
produk hukum yang mumpuni dalam menegakkan keadilan. Jika mendengar kata
“hukum” maka yang ada di pikiran kita adalah tentang keamanan, keadilan,
kesejahteraan/kemanusiaan dan kebenaran. Namun untuk menciptakan sebuah aturan
hukum yang baik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di Indonesia, yang
berhak menciptakan hukum adalah lembaga Legislatif (DPR). Dalam prakteknya
sampai saat ini, setiap aturan hukum yang dibuat pasti menuai banyak pro-kontra dari
masyarakat. Namun pelaku kejahatan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam
saja, tetapi orang orang tingkat atas, pejabat atau bahkan para penegak hukum yang
harusnya menegakkan hukum malah banyak yang melakukan pelanggaran hukum.
Mulai maraknya terjadi tindak pidana korupsi oleh kalangan atas yang seakan akan
semakin lama membudaya di Indonesia serta mulai terkuaknya perbuatan gratifikasi
atau penyuapan diantara para penegak hukum di Indonesia. Seringkali kita jumpai
ada masyarakat yang menyampaikan permasalahan wajah buruk pengadilan ini
kepada presiden dan para wakil rakyat, akan tetapi mereka yang sangat
berwenangpun tidak mampu berbuat untuk memperbaiki keburukan instansi penegak
hukum. Kenyataan keburukan ini, akan memberi peluang yang sangat besar kepada
munculnya atau semangkin menguatnya „mafia peradilan, mafia hukum”. Ternyata,
mafia hukum ini, dimulai dari sejak dokumen perkara masih berada pada tingkat
bawah para karyawan administrasi. Disinilah para mafia melakukan otak atik
kejahatan hukum untuk bisa mengalahkan lawannya dengan cara kotor tentunya
dengan kekuatan uang haram. Kondisi kebusukan bawahan ini, sudah berlangsung
sejak di Pengadilan Tingkat 1.. Rangkaian bawahan administrasi ini, ternyata sudah
melembaga dengan para mafia antar tingkatan pengadilan. Lembaga hukum justru
memperlihatkan kearogansiannya dalam menegakkan hukum, padahal belum tentu
segala problem hukum di Indonesia sudah bisa diatasi. Lembaga hukum menjadi
salah satu produk hukum yang dapat menegakkan keadilan. Namun pada realisasinya
memang masih sedikit sekali yang mengerti secara filosofis dari pemahaman
mengenai berlakunya sebuah hukum yang hidup didalam masyarakat. Mereka hanya
memandang suatu masalah dengan parameter perundang-undangan saja. Inilah yang
2
menyebabkan banyak lembaga hukum yang cendrung bersikap arogan dalam
mengakkan prinsip-prinsip keadilan. Padahal hukum tidak hanya dibaca dari suatu
hal yang berbentuk tekstual saja, namun sebagai sesuatu yang penuh dengan
kandungan moral dan filosofis yang tinggi. Disinilah mulai terbentuk pemikiran yang
mengacu pada formalitas dan sekedar mengikuti prosedur yang sudah ada saja. Hal
ini tercermin dari praktik penegakkan hukum di Indonesia yang positivis-normatif.
Para lembaga penegak hukum yang sebagian lulusan fakultas hukum nampak kurang
memiliki kemampuan untuk dapat mengdeskripsikan atau mengembangkan gejalagejala kemasyarakatan dalam kaidah-kaidah hukum, sehingga terjadi ketimpangan
dalam produk hukum yang juga tidak sesuai dengan hukum yang hidup atau berlaku
dimasyarakat. Hakim sebagai salah satu penegak hukum akan memunculkan sikap
yang arogan ketika hanya cenderung memutuskan suatu perkara berdasarkan
peraturan tertulis saja dan mengesampingkan suara hati, keputusan yang timbul dari
sikap arogan ini dapat melukai rasa keadilan pada masyarakat. Lembaga hukum yang
arogan tentunya sangat jauh berbeda dari lembaga hukum yang tegas, perbedaan ini
terletak pada keadilan spiritual yang perlu dibawa oleh setiap lembaga hukum, agar
tidak muncul lembaga hukum yang arogan maka perlu ada dukungan dari masyarakat
untuk memunculkan kualitas pengak hukum yang benar-benar tegas, tidak arogan.
Hukum atau keadilan saat ini seolah-olah hanya diperuntukkan bagi kalangan elit,
sedangkan bagi masyarakat kecil keadilan itu masih jauh dari jangkauan. Kita tidak
dapat menuduh soal siapa yang harus bertanggung jawab atas keadaan hukum saat
ini, namun seluruh kalangan baik dari kalangan pemerintah dan aparat penegak
hukum, atau dari kalangan masyarakat juga perlu ikut aktif dalam menagakkan
keadilan. Dalam memberikan bekal kepada calon penegak hukum hendaknya
mempunyai prinsip sarjana hukum yang menjunjung tinggi asas kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum,dan kasih sayang. Tidak hanya diberikan hukum positif
saja, melainkan perlu diberikan etika nilai-nilai guna kejujuran dan keadilan. Dewan
Perwakilan Rakyat yang sejatinya juga sebagai lembaga penegak hukum semakin
mempertontonkan kemahirannya dalam hal korupsi. Sepertinya perlu diadakan
seleksi ketat dalam memilih anggota – anggota dewan ini, mungkin perlu dilakukan
fit and proper test meskipun diyakini memerlukan waktu yang tidak sebentar dalam
melaksanakannya. Dalam hal hukum tentunya kita mengharapkan sebuah keadilan
3
dan kebenaran namun kita tidak dapat begitu saja mengesampingkan aspek
kemanusiaan. Indonesia mempunyai aturan hukum yang memaksa. Apabila
seseorang melakukan tindak kejahatan maka seseorang tersebut telah terikat dengan
sanksi hukum yang berlaku. Namun teori hukum dan bagaimana implementasiannya
di kehidupan sehari hari memang berbeda. Saat ini sepertinya uang adalah segalagalanya. Siapa yang mempunyai kemampuan ekonomi tinggi maka ia akan terlepas
dari jeratan hukum. Sedangkan yang berekonomi rendah tetap mendapatkan
hukuman tanpa memperhatikan sisi kemanusiaannya.Secara umum, bahwa warga
masyarakat telah diberi sejumlah hak oleh perundang-undangan, yang dapat
menjaminnya untuk memperoleh akses ke pengadilan. Hak hak yang diberikan itu,
telah mengikuti kepada pencari keadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,
tidak tertinggal dengan negara- negara lain, dan telah mengikuti norma-norma dan
prinsif-prinsif dalam instrumen-instrumen Internasional. Namun implementasinya
masih belum sesuai dengan harapan.
Penanganan hukum di Indonesia ibarat sebuah gunung es. Setiap ada tindak
kejahatan, para penegak hukum hanya menangani bagian atasnya saja tidak sampai
akarnya. Sehingga tindak kejahatan tersebut akan terus berkembang dan timbul lagi
suatu saat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan hukum di Indonesia saat ini
sedang terpuruk. Hukum adalah nilai dan norma-norma. Jangan sampai hukum
menjadi dogma yang tak bermakna dengan sekedar dideskripsikan menjadi sebatas
peraturan yang wajib ditaati. Produk hukm bukan satu-satunya cara untuk mengatasi
kekacauan dalam masyarakat. Alih-alih menertibkan, produk hukum sekarang
banyak yang tak karuan, sehingga justru memunculkan kekacauan.
4
UNIT PELAKSANA KEGIATAN KELOMPOK STUDI HUKUM ISLAM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
ESSAI RISET KSHI
PERAN HUKUM DALAM MENGUBAH WAJAH PERADILAN
INDONESIA
(Bagian Hukum)
Disusun Oleh :
Miftahuddin Irvani
Hukum dan perilaku manusia tentu tidak akan lepas dari proses penegakkan
hukum yang berlaku, hukum dan perilaku manusia perlu diolah menjadi suatu
rancangan yang tepat untuk membentuk kepribadian yang unggul guna menjadi
produk hukum yang mumpuni dalam menegakkan keadilan. Jika mendengar kata
“hukum” maka yang ada di pikiran kita adalah tentang keamanan, keadilan,
kesejahteraan/kemanusiaan dan kebenaran. Namun untuk menciptakan sebuah aturan
hukum yang baik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di Indonesia, yang
berhak menciptakan hukum adalah lembaga Legislatif (DPR). Dalam prakteknya
sampai saat ini, setiap aturan hukum yang dibuat pasti menuai banyak pro-kontra dari
masyarakat. Namun pelaku kejahatan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam
saja, tetapi orang orang tingkat atas, pejabat atau bahkan para penegak hukum yang
harusnya menegakkan hukum malah banyak yang melakukan pelanggaran hukum.
Mulai maraknya terjadi tindak pidana korupsi oleh kalangan atas yang seakan akan
semakin lama membudaya di Indonesia serta mulai terkuaknya perbuatan gratifikasi
atau penyuapan diantara para penegak hukum di Indonesia. Seringkali kita jumpai
ada masyarakat yang menyampaikan permasalahan wajah buruk pengadilan ini
kepada presiden dan para wakil rakyat, akan tetapi mereka yang sangat
berwenangpun tidak mampu berbuat untuk memperbaiki keburukan instansi penegak
hukum. Kenyataan keburukan ini, akan memberi peluang yang sangat besar kepada
munculnya atau semangkin menguatnya „mafia peradilan, mafia hukum”. Ternyata,
mafia hukum ini, dimulai dari sejak dokumen perkara masih berada pada tingkat
bawah para karyawan administrasi. Disinilah para mafia melakukan otak atik
kejahatan hukum untuk bisa mengalahkan lawannya dengan cara kotor tentunya
dengan kekuatan uang haram. Kondisi kebusukan bawahan ini, sudah berlangsung
sejak di Pengadilan Tingkat 1.. Rangkaian bawahan administrasi ini, ternyata sudah
melembaga dengan para mafia antar tingkatan pengadilan. Lembaga hukum justru
memperlihatkan kearogansiannya dalam menegakkan hukum, padahal belum tentu
segala problem hukum di Indonesia sudah bisa diatasi. Lembaga hukum menjadi
salah satu produk hukum yang dapat menegakkan keadilan. Namun pada realisasinya
memang masih sedikit sekali yang mengerti secara filosofis dari pemahaman
mengenai berlakunya sebuah hukum yang hidup didalam masyarakat. Mereka hanya
memandang suatu masalah dengan parameter perundang-undangan saja. Inilah yang
2
menyebabkan banyak lembaga hukum yang cendrung bersikap arogan dalam
mengakkan prinsip-prinsip keadilan. Padahal hukum tidak hanya dibaca dari suatu
hal yang berbentuk tekstual saja, namun sebagai sesuatu yang penuh dengan
kandungan moral dan filosofis yang tinggi. Disinilah mulai terbentuk pemikiran yang
mengacu pada formalitas dan sekedar mengikuti prosedur yang sudah ada saja. Hal
ini tercermin dari praktik penegakkan hukum di Indonesia yang positivis-normatif.
Para lembaga penegak hukum yang sebagian lulusan fakultas hukum nampak kurang
memiliki kemampuan untuk dapat mengdeskripsikan atau mengembangkan gejalagejala kemasyarakatan dalam kaidah-kaidah hukum, sehingga terjadi ketimpangan
dalam produk hukum yang juga tidak sesuai dengan hukum yang hidup atau berlaku
dimasyarakat. Hakim sebagai salah satu penegak hukum akan memunculkan sikap
yang arogan ketika hanya cenderung memutuskan suatu perkara berdasarkan
peraturan tertulis saja dan mengesampingkan suara hati, keputusan yang timbul dari
sikap arogan ini dapat melukai rasa keadilan pada masyarakat. Lembaga hukum yang
arogan tentunya sangat jauh berbeda dari lembaga hukum yang tegas, perbedaan ini
terletak pada keadilan spiritual yang perlu dibawa oleh setiap lembaga hukum, agar
tidak muncul lembaga hukum yang arogan maka perlu ada dukungan dari masyarakat
untuk memunculkan kualitas pengak hukum yang benar-benar tegas, tidak arogan.
Hukum atau keadilan saat ini seolah-olah hanya diperuntukkan bagi kalangan elit,
sedangkan bagi masyarakat kecil keadilan itu masih jauh dari jangkauan. Kita tidak
dapat menuduh soal siapa yang harus bertanggung jawab atas keadaan hukum saat
ini, namun seluruh kalangan baik dari kalangan pemerintah dan aparat penegak
hukum, atau dari kalangan masyarakat juga perlu ikut aktif dalam menagakkan
keadilan. Dalam memberikan bekal kepada calon penegak hukum hendaknya
mempunyai prinsip sarjana hukum yang menjunjung tinggi asas kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum,dan kasih sayang. Tidak hanya diberikan hukum positif
saja, melainkan perlu diberikan etika nilai-nilai guna kejujuran dan keadilan. Dewan
Perwakilan Rakyat yang sejatinya juga sebagai lembaga penegak hukum semakin
mempertontonkan kemahirannya dalam hal korupsi. Sepertinya perlu diadakan
seleksi ketat dalam memilih anggota – anggota dewan ini, mungkin perlu dilakukan
fit and proper test meskipun diyakini memerlukan waktu yang tidak sebentar dalam
melaksanakannya. Dalam hal hukum tentunya kita mengharapkan sebuah keadilan
3
dan kebenaran namun kita tidak dapat begitu saja mengesampingkan aspek
kemanusiaan. Indonesia mempunyai aturan hukum yang memaksa. Apabila
seseorang melakukan tindak kejahatan maka seseorang tersebut telah terikat dengan
sanksi hukum yang berlaku. Namun teori hukum dan bagaimana implementasiannya
di kehidupan sehari hari memang berbeda. Saat ini sepertinya uang adalah segalagalanya. Siapa yang mempunyai kemampuan ekonomi tinggi maka ia akan terlepas
dari jeratan hukum. Sedangkan yang berekonomi rendah tetap mendapatkan
hukuman tanpa memperhatikan sisi kemanusiaannya.Secara umum, bahwa warga
masyarakat telah diberi sejumlah hak oleh perundang-undangan, yang dapat
menjaminnya untuk memperoleh akses ke pengadilan. Hak hak yang diberikan itu,
telah mengikuti kepada pencari keadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,
tidak tertinggal dengan negara- negara lain, dan telah mengikuti norma-norma dan
prinsif-prinsif dalam instrumen-instrumen Internasional. Namun implementasinya
masih belum sesuai dengan harapan.
Penanganan hukum di Indonesia ibarat sebuah gunung es. Setiap ada tindak
kejahatan, para penegak hukum hanya menangani bagian atasnya saja tidak sampai
akarnya. Sehingga tindak kejahatan tersebut akan terus berkembang dan timbul lagi
suatu saat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan hukum di Indonesia saat ini
sedang terpuruk. Hukum adalah nilai dan norma-norma. Jangan sampai hukum
menjadi dogma yang tak bermakna dengan sekedar dideskripsikan menjadi sebatas
peraturan yang wajib ditaati. Produk hukm bukan satu-satunya cara untuk mengatasi
kekacauan dalam masyarakat. Alih-alih menertibkan, produk hukum sekarang
banyak yang tak karuan, sehingga justru memunculkan kekacauan.
4