Kajian Gravity Thickener sebagai Alat Pemisah Lumpur Keluaran Fermentor pada Pembuatan Biogas dari Fermentasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Skala Pilot.

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah keluaran dari sebuah pabrik kelapa sawit terdiri atas limbah padat, cair dan gas. Limbah padat terdiri atas tandan kosong dan cangkang, sedangkan limbah cair terdiri dari sludge, air kondensat, air cucian pabrik, air hydrocyclone dan sebagainya. Pabrik Kelapa Sawit Adolina Perbaungan PTP Nusantara IV dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar (TBS)/jam menghasilkan limbah cair 420 m3

/hari.

Total volume kolam limbah adalah 21.000 m3 dan efektif volume kolam limbah terisi 16.800 m3. Limbah cair tersebut mengandung konsentrasi COD, biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan zat-zat padat yang tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan

fat pit PKS Adolina (PTP Nusantara IV, 2009).


(2)

2.1.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

LCPKS berasal dari stasiun rebusan/sterilisasi dan klarifikasi dengan debit rata-rata 21 m3/jam. Karakteristik LCPKS dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Sampel LCPKS dari PKS Adolina PTP Nusantara IV (PTP Nusantara IV, 2009)

Parameter Satuan Nilai

pH - 4,15

TS mg/l 41.000

VS mg/l 35.000

BOD mg/l 40.000

CODCr mg/l 43.000

NH4-N mg/l 21

VFA mg/l 4.510

2.1.2 Dampak LCPKS Terhadap Lingkungan

LCPKS juga mengandung karbohidrat sebesar 2.000 mg/L (Henry, 2002). Jika limbah cair tersebut langsung dibuang ke perairan akan mengganggu ekosistem perairan karena karbohidrat adalah senyawa organik kompleks yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh bakteri, membran sel bakteri hanya dapat dilewati oleh senyawa organik sederhana yaitu glukosa (Angelidaki, 1990). Tingginya konsentrasi COD dan lemak minyak dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku untuk air limbah industri minyak kelapa sawit sesuai dengan Kepmen LH No. 51 Tahun 1995 masing-masing sebesar 250 mg/l dan 25 mg/l, mendorong upaya untuk mengolah LCPKS sebelum dibuang ke badan air atau perairan (Rahayuningwulan, 2007).


(3)

2.2 Teknologi Pengolahan LCPKS

Berdasarkan potensi perkebunan dan PKS yang cukup besar maka kontribusi pencemaran terhadap area sekeliling cukup besar sehingga perlu dilakukan perkiraan emisi yang dikeluarkan oleh perkebunan dan PKS (Indriyati, 2008). Produksi rata-rata PKS dan limbahnya disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Produksi Rata-rata per Tahun Kelapa Sawit dan Limbahnya Tahun 2000-2005 (Indriyati, 2008)

Jenis Limbah Rata-rata ton/tahun Konversi Limbah (%) Total Limbah ton/tahun

Emisi CH4 ton CH4/tahun

Emisi CO2 ton CO2/tahun Produksi kelapa sawit 9.816.393 Tandan Kosong (ton/tahun)

23 2.257.770 27.093,24 568.958,14

Cangkang (ton/tahun)

8 785.311 9.423,74 197.898,48

Serat (ton/tahun)

12 1.177.967 14.135,61 296.847,72 LCPKS

(m3/ton FFB)

0,66 6.478.819 1.285.721.706 27.000.155.825

Sumber data:

1. Statistika Indonesia, 2004. Badan Pusat Statistik. Jakarta Indonesia

2. Metode Perhitungan Emisi menurut; 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventory, vol 5.

2.2.1 Aplikasi LCPKS ke Lahan (Land Application)

Land application atau aplikasi lahan adalah pemanfaatan LCPKS untuk digunakan sebagai bahan penyubur atau pupuk cair tanaman kelapa sawit dalam areal


(4)

perkebunan kelapa sawit karena mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah. Unsur-unsur tersebut adalah nitrogen, phosphor dan kalium. Jumlah nitrogen dan kalium dalam LCPKS sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.

LCPKS yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.500 mg/l sampai 5.000 mg/l karena pada kisaran ini komposisinya kaya akan hara (N, P dan K). LCPKS mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk anorganik dan dapat menurunkan biaya pengolahan limbah sekitar 50% hingga 60%.

Sejauh ini telah dikenal dua sistem land application, yaitu long bed untuk lahan yang rata dan flat bed untuk lahan yang landai. Penggunaan land application ini harus disesuaikan dengan sifat tanah dan kondisi curah hujan dilokasi perkebunan. Tetapi pada kenyataannya di PKS, untuk mendapatkan baku mutu land application

sesuai dengan baku mutu KepMen LH No. 23 Tahun 2003 sangatlah susah (Rahardjo, 2006).

2.2.2 Konversi LCPKS menjadi Biogas

Saat ini umumnya PKS menampung limbah cair tersebut di dalam kolam-kolam terbuka (lagoon) kemudian diolah dalam beberapa tahap sebelum digunakan untuk land application dan dibuang ke sungai/parit. Secara alami, limbah cair di dalam kolam akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan


(5)

seperti gas metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Penelitian pemaanfaatan LCPKS untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Selain sebagai sumber energi, teknologi biogas ini juga dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan (Litbang Deptan, 2006).

Lang dan Ling (2007) dalam penelitiannya menghasilkan metana sebesar 50-80% dan karbondioksida 20-50%. Tetapi secara umum rentang komposisi biogas dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Biogas (Hermawan dan Beni, 2007)

Komponen %

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2) 25-45 Hidrogen sulfida (H2S) 0-3

Dalam aplikasinya biogas digunakan sebagai gas alternatif untuk menghasilkan energi listrik. Biogas dengan volume 250 liter bertekanan 8 bar di dalam kompresor dapat digunakan untuk menghidupkan mesin sekaligus menggerakkan generator selama 30 menit dan menghasilkan listrik sebesar 500 Ampere. Energi listrik yang dihasilkan telah berhasil dicoba untuk menyalakan lampu (Irvan dkk., 2011).

2.3 Sedimentasi (Pengendapan)

Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk memisahkan/ mengendapkan zat-zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam air. Pengendapan


(6)

dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel-partikel mengendap maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang lebih cepat dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu sehingga padatan terpisah dari aliran air tersebut dan jatuh ke dalam bak pengendap. Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap (Garrido dkk, 2000).

Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Discrete (free settling). Partikel mengendap bebas secara individu dan tidak ada interaksi antar partikel. Sebagai contoh untuk pemisahan lumpur kasar pada bak prasedimentasi pengolahan air permukaan. Pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya disekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya

impelling.

2. Flocculent. Terjadi interaksi antar partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah. Selama dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulent bertambah besar sehingga kecepatannya juga meningkat.

3. Hindered/Zone settling. Pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, dimana antar partikel secara bersama-sama saling menahan


(7)

...(2.1)

...(2.2)

...(2.3) pengendapan partikel lain disekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Kompresi (pemanpatan) massa partikel mengakibatkan konsentrasi lumpur makin tinggi. Sebagai contoh pemisahan lumpur biomassa untuk recycle (Stanley M. Walas dkk., 2005).

2.3.1 Jenis-jenis Sedimentasi 2.3.1.1 Sedimentasi Kontinu

Pada proses sedimentasi kontinu waktu detensi (t) adalah sebesar volume basin (v) dibagi dengan laju alir (Q).

=

Overflow rate (Vo) menggambarkan besarnya kecepatan pengendapan adalah fungsi dari laju alir (Q) dibagi dengan luas permukaan basin (Ap).

=

Laju linier (V) mengambarkan besarnya kecepatan horizontal adalah fungsi dari laju alir (Q) dibagi dengan luas area tegak lurus aliran.

=

2 ℎ

Ketinggian tangki sedimentasi (H) adalah:

H = V0.t …....(2.4)


(8)

...(2.5) 2.3.1.2 Sedimentasi Batch

Besarnya nilai koefisien Drag (CD) bergantung pada pola aliran sekitar partikel, apakah laminar atau turbulen. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai CD sebagai fungsi dari nilai bilangan Reynolds (Nre).

=

Aliran laminar (Nre < 2.100), Aliran Transien (2.100 < Nre < 4.000) dan Aliran Turbulen (Nre > 4.000).

2.3.2 Model Pengendapan

Salah satu indikator yang berpengaruh dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah sludge level. Percobaan untuk pengendapan sederhana secara

bacth menunjukkan bahwa sludge level dapat menentukan kecepatan pengendapan. Dalam pengembangannya percobaan juga perlu dilakukan untuk menunjukkan analisa yang lebih detail untuk menunjukkan pengaruh sludge level pada pengendapan tipe hindered dan memperkirakan banyaknya supernatant yang terpisahkan dari padatannya pada sebuah gravity thickener (Gladman dkk, 2006).

2.4 Gravity Thickener

Gravity thickener adalah scale down dari clarifier. Prosesnya identik tetapi dalam perancangannya gravity thickener didesain untuk sludge yang lebih pekat dan


(9)

alirannya rendah (http://www.ragsdaleandassociates.com/, 2011). Gravity thickener,

clarifier dan classifier adalah alat-alat yang digunakan pada proses sedimentasi. Penentuan dalam pemilihan alat-alat sedimentasi ini tidak efektif sebelum dilakukan pengujiaan pada laboratorium dan pilot plant (Brian, 2006). Karakteristik performance dari beberapa alat sedimentasi ini disajikan pada Tabel 2.4.

Gravity thickener digunakan untuk menangani campuran padatan cairan yang ukuran partikel padatannya sedang, clarifier untuk menangani campuran yang ukuran partikel padatannya halus sedangkan classifier digunakan untuk menangani campuran yang ukuran partikel padatannya kasar. Dalam aplikasinya gravity thickener biasanya digunakan untuk proses penanganan limbah cair, clarifier digunakan untuk proses pemurnian dan pengolahan air sedangkan classifier digunakan umumnya pada industri pertambangan. Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.4 bahwa dalam operasionalnya gravity thickener tidak begitu banyak membutuhkan biaya dan juga perawatan.

Tabel 2.4 Karakteristik Performance Alat-alat Sedimentasi (Stanley M. Walas dkk, 2005)

Product Parameter Feed conditions favouring use Solid in

liquid

Liquid in solid

Solid consentration

Solid dense

Partikel size Gravity

thickener Good Poor Medium Dense Medium

Clarifier Good Poor Low Medium

dense Fine

Classifier Poor Poor medium dense coars


(1)

perkebunan kelapa sawit karena mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah. Unsur-unsur tersebut adalah nitrogen, phosphor dan kalium. Jumlah nitrogen dan kalium dalam LCPKS sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.

LCPKS yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.500 mg/l sampai 5.000 mg/l karena pada kisaran ini komposisinya kaya akan hara (N, P dan K). LCPKS mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk anorganik dan dapat menurunkan biaya pengolahan limbah sekitar 50% hingga 60%. Sejauh ini telah dikenal dua sistem land application, yaitu long bed untuk lahan yang rata dan flat bed untuk lahan yang landai. Penggunaan land application ini harus disesuaikan dengan sifat tanah dan kondisi curah hujan dilokasi perkebunan. Tetapi pada kenyataannya di PKS, untuk mendapatkan baku mutu land application sesuai dengan baku mutu KepMen LH No. 23 Tahun 2003 sangatlah susah (Rahardjo, 2006).

2.2.2 Konversi LCPKS menjadi Biogas

Saat ini umumnya PKS menampung limbah cair tersebut di dalam kolam-kolam terbuka (lagoon) kemudian diolah dalam beberapa tahap sebelum digunakan untuk land application dan dibuang ke sungai/parit. Secara alami, limbah cair di dalam kolam akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan


(2)

seperti gas metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Penelitian pemaanfaatan LCPKS untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Selain sebagai sumber energi, teknologi biogas ini juga dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan (Litbang Deptan, 2006).

Lang dan Ling (2007) dalam penelitiannya menghasilkan metana sebesar 50-80% dan karbondioksida 20-50%. Tetapi secara umum rentang komposisi biogas dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Biogas (Hermawan dan Beni, 2007)

Komponen %

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2) 25-45 Hidrogen sulfida (H2S) 0-3

Dalam aplikasinya biogas digunakan sebagai gas alternatif untuk menghasilkan energi listrik. Biogas dengan volume 250 liter bertekanan 8 bar di dalam kompresor dapat digunakan untuk menghidupkan mesin sekaligus menggerakkan generator selama 30 menit dan menghasilkan listrik sebesar 500 Ampere. Energi listrik yang dihasilkan telah berhasil dicoba untuk menyalakan lampu (Irvan dkk., 2011).

2.3 Sedimentasi (Pengendapan)

Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk memisahkan/ mengendapkan zat-zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam air. Pengendapan


(3)

dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel-partikel mengendap maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang lebih cepat dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu sehingga padatan terpisah dari aliran air tersebut dan jatuh ke dalam bak pengendap. Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap (Garrido dkk, 2000).

Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Discrete (free settling). Partikel mengendap bebas secara individu dan tidak ada interaksi antar partikel. Sebagai contoh untuk pemisahan lumpur kasar pada bak prasedimentasi pengolahan air permukaan. Pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya disekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya

impelling.

2. Flocculent. Terjadi interaksi antar partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah. Selama dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulent bertambah besar sehingga kecepatannya juga meningkat.

3. Hindered/Zone settling. Pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, dimana antar partikel secara bersama-sama saling menahan


(4)

...(2.1)

...(2.2)

...(2.3) pengendapan partikel lain disekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Kompresi (pemanpatan) massa partikel mengakibatkan konsentrasi lumpur makin tinggi. Sebagai contoh pemisahan lumpur biomassa untuk recycle (Stanley M. Walas dkk., 2005).

2.3.1 Jenis-jenis Sedimentasi 2.3.1.1 Sedimentasi Kontinu

Pada proses sedimentasi kontinu waktu detensi (t) adalah sebesar volume basin (v) dibagi dengan laju alir (Q).

=

Overflow rate (Vo) menggambarkan besarnya kecepatan pengendapan adalah fungsi dari laju alir (Q) dibagi dengan luas permukaan basin (Ap).

=

Laju linier (V) mengambarkan besarnya kecepatan horizontal adalah fungsi dari laju alir (Q) dibagi dengan luas area tegak lurus aliran.

= 2 ℎ Ketinggian tangki sedimentasi (H) adalah:

H = V .t …....(2.4)


(5)

...(2.5) 2.3.1.2 Sedimentasi Batch

Besarnya nilai koefisien Drag (CD) bergantung pada pola aliran sekitar partikel, apakah laminar atau turbulen. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai CD sebagai fungsi dari nilai bilangan Reynolds (Nre).

=

Aliran laminar (Nre < 2.100), Aliran Transien (2.100 < Nre < 4.000) dan Aliran Turbulen (Nre > 4.000).

2.3.2 Model Pengendapan

Salah satu indikator yang berpengaruh dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah sludge level. Percobaan untuk pengendapan sederhana secara

bacth menunjukkan bahwa sludge level dapat menentukan kecepatan pengendapan. Dalam pengembangannya percobaan juga perlu dilakukan untuk menunjukkan analisa yang lebih detail untuk menunjukkan pengaruh sludge level pada pengendapan tipe hindered dan memperkirakan banyaknya supernatant yang terpisahkan dari padatannya pada sebuah gravity thickener (Gladman dkk, 2006).

2.4 Gravity Thickener

Gravity thickener adalah scale down dari clarifier. Prosesnya identik tetapi dalam perancangannya gravity thickener didesain untuk sludge yang lebih pekat dan


(6)

alirannya rendah (http://www.ragsdaleandassociates.com/, 2011). Gravity thickener,

clarifier dan classifier adalah alat-alat yang digunakan pada proses sedimentasi. Penentuan dalam pemilihan alat-alat sedimentasi ini tidak efektif sebelum dilakukan pengujiaan pada laboratorium dan pilot plant (Brian, 2006). Karakteristik performance dari beberapa alat sedimentasi ini disajikan pada Tabel 2.4.

Gravity thickener digunakan untuk menangani campuran padatan cairan yang ukuran partikel padatannya sedang, clarifier untuk menangani campuran yang ukuran partikel padatannya halus sedangkan classifier digunakan untuk menangani campuran yang ukuran partikel padatannya kasar. Dalam aplikasinya gravity thickener biasanya digunakan untuk proses penanganan limbah cair, clarifier digunakan untuk proses pemurnian dan pengolahan air sedangkan classifier digunakan umumnya pada industri pertambangan. Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.4 bahwa dalam operasionalnya gravity thickener tidak begitu banyak membutuhkan biaya dan juga perawatan.

Tabel 2.4 Karakteristik Performance Alat-alat Sedimentasi (Stanley M. Walas dkk, 2005)

Product Parameter Feed conditions favouring use Solid in

liquid

Liquid in solid

Solid consentration

Solid dense

Partikel size Gravity

thickener Good Poor Medium Dense Medium

Clarifier Good Poor Low Medium

dense Fine

Classifier Poor Poor medium dense coars