Penerapan Metode Fuzzy Tsukamoto Dalam Menentukan Jumlah Produk Tapioka (Studi Kasus: PT.Hutahaean, Kab.Toba Samosir)

(1)

2.1. Permintaan

2.1.1 Pengertian Permintaan

Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu.

2.1.2 Teori Permintaan

Dapat dinyatakan :

“Perbandingan lurus antara permintaan terhadap harganya yaitu apabila permintaan naik, maka harga relatif akan naik, sebaliknya bila permintaan turun, maka harga relatif akan turun.”

2.1.3 Hukum Permintaan

Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan: “Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang tersebut dimana hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila harga turun jumlah barang meningkat.

2.1.4 Jenis Permintaan


(2)

1. Permintaan Bebas (Independent demand)

Permintaan bebas adalah permintaan terhadap suatu bahan atau barang yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh atau tidak ada hubungannya dengan permintaan terhadap bahan atau barang lain.

2. Permintaan Terikat (Dependent demand)

Permintaan terikat adalah permintaan terhadap satu jenis bahan atau barang yang dipengaruhi oleh atau bergantung kepada bahan atau barang lain.

3. Permintaan Terikat Membujur (Vertically dependent demand)

Permintaan Terikat Membujur terjadi apabila permintaan terhadap suatu barang timbul sebagai akibat adanya permintaan terhadap barang lain, tetapi hanya dalam bentuk pelengkap.

2.2. Produksi

Produksi (production) adalah seluruh kegiatan yang meliputi pemanfaatan berbagai jumlah dan jenis sumber daya untuk menghasilkan barang-barang dan/atau jasa-jasa. Proses produksi (manufacture) adalah kegiatan perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan melibatkan bahan-bahan pembantu, tenaga kerja dan mesin-mesin serta alat-alat perlengkapan sehingga memiliki nilai tambah yang lebih besar (added value) (Pardede, Pontas M, 2005).

Dalam memproduksi suatu barang, diperlukan suatu fungsi produksi yang akan memproses barang baku sehingga menjadi suatu produk, merencanakan produksi dan mengendalikan produksi. Fungsi Produksi merupakan aktifitas produksi sebagai suatu bagian dari fungsi organisasi perusahaan bertanggungjawab terhadap pengolahan bahan baku menjadi produksi jadi yang dapat dijual.


(3)

Ada 3 fungsi utama dari kegiatan-kegiatan produksi yaitu:

1. Proses produksi, yaitu metode dan teknik yang digunakan dalam mengolah bahan baku menjadi produk.

2. Perencanaan Produksi, merupakan tindakan antisipasi dimasa mendatang sesuai dengan periode waktu yang direncanakan.

3. Pengendalian Produksi, yaitu tindakan yang menjamin bahwa semua kegiatan yang dilaksanakan dalam perencanaan telah dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan (Nasution, Arman Hakim, 2008).

Pengaturan terhadap segala interaksi dari berbagai faktor produksi dapat meningkatkan efektifitas serta efisiensi dari proses produksi. Untuk kelancaran proses produksi maupun dalam proses pengambilan keputusan dibutuhkan managemen produksi.

Dalam proses pengambilan keputusan manajer produksi membutuhkan data dari aliran input ke output yang sering disebut informasi depan (Feed Forward Information) serta data atau laporan tentang output atau proses ke input

yang sering disebut informasi balik (Feed Back Information). Informasi-informasi tersebut akan dipakai sebagai alat untuk mengamati jalannya proses produksi.

2.3. Persediaan

2.3.1 Definisi Persediaan

Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang (Herjanto, 1999).

Persediaan (inventory), dalam konteks produksi, dapat diartikan sebagai sumber daya menganggur (idle resource). Sumber daya menganggur ini belum


(4)

digunakan karena menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut, berupa kegiatan produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran seperti dijumpai pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi seperti pada sistem rumah tangga.

Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk mengadakan persediaan, dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena itu, setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat dengan biaya yang serendah - rendahnya.

Keberadaan persediaan atau sumber daya menganggur ini dalam suatu sistem mempunyai suatu tujuan tertentu. Alasan utamanya adalah karena sumber daya tertentu tidak bisa didatangkan ketika sumber daya tersebut dibutuhkan. Sehingga, untuk menjamin tersedianya sumber daya tersebut perlu adanya persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan. Adanya persediaan menimbulkan konsekuensi berupa resiko-resiko tertentu yang harus ditanggung perusahaan akibat adanya persediaan tersebut. Persediaan yang disimpan perusahaan bisa saja rusak sebelum digunakan. Selain itu perusahaan juga harus menanggung biaya-biaya yang timbul akibat adanya persediaan tersebut.

2.3.2 Fungsi Persediaan

Berdasarkan fungsinya, persediaan dapat dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu: a. Stok Fluktuasi (Fluctuation Stock)

Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/ penyimpangan dari perkiraan penjualan, waktu produksi, atau waktu pengiriman barang.


(5)

b. Stok Antisipasi(Anticipation Stock)

Merupakan persediaan yang dibutuhkan untuk menghadapi permintaan yang diramalkan, misalnya pada saat jumlah permintaan besar, tetapi kapasitas produksi tidak mampu memenuhi permintaan tersebut. Jumlah permintaan yang besar ini diakibatkan oleh sifat musiman dari suatu produk. Persediaan ini juga menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku, agar proses produksi tidak berhenti.

c. Persediaan dalam Jumlah Besar (Lot Size Inventory)

Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan saat itu. Persediaan jenis ini dilakukan untuk mendapatkan potongan harga (discount) karena pembelian barang dalam jumlah besar. Persediaan jenis ini juga dapat menghemat biaya pengangkutan karena memperkecil frekuensi pengiriman barang dan biaya per unit pengangkutannya lebih murah.

d. Pipa Persediaan (Pipeline/ Transit Inventory)

Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat di mana barang itu akan digunakan. Persediaan ini timbul karena jarak dari tempat asal ke tempat tujuan cukup jauh dan bisa memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu (Herjanto, 1999).

2.3.3 Jenis – Jenis Persediaan

Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1993):

a. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)

Merupakan persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari pemasok (supplier)yang menghasilkan barang tersebut.


(6)

b. Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts)

Merupakan persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.

c. Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock)

Merupakan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu kelancaran produksi, tetapi tidak merupakan bagian dari barang jadi.

d. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work in Process)

Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi, akan tetapimasih diproses lebih lanjut sehingga menjadi barang jadi.

e. Persediaan Barang Jadi (Finished Good)

Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor, pengecer, atau langsung dijual ke pelanggan.

2.4. Logika Fuzzy

Logika fuzzy adalah himpunan yang setiap unsur – unsurnya mempunyai derajat keanggotaan atau kesesuaian dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan himpunan tersebut. Logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara ubtuk memetakan permasalahan dari input menuju ke output yang diharapkan. Logika fuzzy pertama sekali diperkenalkan oleh Lotfi. A. Zadeh pada tahun 1965. Dasar logika fuzzy

adalah teori himpunan fuzzy. Dalam teori himpunan dikenal fungsi karakteristik yaitu fungsi dari himpunan semesta X ke himpunan {0,1}.

Definisi : Himpunan A dalam semesta X dapat dinyatakan dengan fungsi karakteristik yang didefinikan dengan aturan :

{

Teori himpunan yang telah lama dikenal ini selanjutnya disebut sebagai himpunan tegas (crisp set). Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu


(7)

item x dalam suatu himpunan , yang sering ditulis dengan memiliki dua kemungkinan, yaitu:

1. Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan.

2. Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan.

Fuzzy set memperluas jangkauan fungsi karakteristik pada himpunan tegas

(crisp set) sehingga fungsi tersebut mencakup bilangan riil pada interval [0.1]. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan yang memetakan setiap unsur dalam himpunan semesta X ke suatu nilai pada interval [0,1] yang selanjutnya disebut derajat keanggotaan. Fungsi keanggotaan dari suatu himpunan kabur dalam semesta X adalah pemetaan . Nilai menyatakan derajat keanggotaan unsur dalam himpunan kabur .

Misalkan diketahui data IPK mahasiswa pada interval [0,00, 4,00]. Akan dibuat himpunan mahasiswa pandai. Kata “pandai” menunjukkan seberapa besar seorang mahasiswa dikatakan pandai.

Dengan menggunakan crisp seorang mahasiswa dikatakan Pandai jika memiliki IPK diatas atau sama dengan 3,00 dengan derajat keanggotaan sebaliknya jika IPK dibawah 3,00 dikatakan Tidak Pandai dengan derajat keanggotaan . Hal ini tidaklah adil karena misalkan ada dua orang mahasiswa A dan B, Mahasiswa A memiliki IPK 3,01 maka akan dikatakan Pandai sedangkan mahasiswa B dengan IPK 2,99 akan dikatakan Tidak Pandai.

Sedangkan dengan menggunakan fuzzy set, suatu fungsi keanggotaan menjadi bersifat kontiniu. Seorang mahasiswa dengan IPK 2,5 dikatakan mendekati Pandai dengan dan mahasiswa dengan IPK 1,25 memang kurang Pandai dengan .

Pada fuzzy set, nilai menyatakan keanggotaan penuh dan nilai


(8)

(crisp set) dapat dipandang sebagai kejadian khusus dari himpunan kabur (fuzzy set) dengan fungsi keanggotaan hanya bernilai 0 atau 1 saja.

2.4.1 Atribut

Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004), yaitu:

a. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: Muda, Parobaya, Tua.

b. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 40, 25, 50, dsb.

2.4.2 Istilah-istilah dalam logika fuzzy

Ada beberapa istilah yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu: a. Variabel fuzzy

Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem

fuzzy. Contoh: Umur, Temperatur, Permintaan, Persediaan, Produksi, dan sebagainya (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004).

b. Himpunan fuzzy

Misalkan X semesta pembicaraan, terdapat A di dalam X sedemikian sehingga:

Suatu himpunan fuzzy A di dalam semesta pembicaraan X didefinisikan sebagai himpunan yang bercirikan suatu fungsi keanggotaan , dimana setiap dengan bilangan real di dalam interval [0,1], dengan nilai menyatakan derajat keanggotaan x di dalam A (Saelan Athia, 2009).

Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Misalkan X=Umur adalah variabel


(9)

fuzzy. Maka dapat didefinisikan himpunan “Muda”, “Parobaya”, dan “Tua” (Jang, 1997).

c. Semesta Pembicaraan

Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas atasnya. Contoh: semesta pembicaraan untuk variabel umur: [0,+∞). (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo,2004). Sehingga semesta pembicaraan dari variabel umur adalah 0 ≤ umur < +∞. Dalam hal ini, nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam variabel umur adalah lebih besar dari atau sama dengan 0, atau kurang dari positif tak hingga.

d. Domain

Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.

Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Contoh domain himpunan fuzzy: Muda = (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004). e. Himpunan Tegas (Crisp Set)

Himpunan tegas (Crisp Set) merupakan himpunan yang mewakili suatu derajat keanggotaan dari variabel fuzzy. Atau merupakan kejadian khusus dari himpunan kabur (fuzzy set) dengan fungsi keanggotaan hanya bernilai 0 atau 1 saja.


(10)

2.5. Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Ada beberapa fungsi yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan.

2.5.1. Representasi linear naik

Kenaikan nilai derajat keanggotaan ( ) fuzzy dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi.

Fungsi Keanggotaan:

{

Derajat keanggotaan

1

0 a b Gambar 2.1 Representasi Linier Naik (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)

2.5.2. Representasi linear turun

Nilai derajat keanggotaan dimulai dari nilai domain dengan keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak turun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.


(11)

Fungsi Keanggotaan:

{

Derajat keanggotaan:

1

0

a b

Gambar 2.2 Representasi Linier Turun (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)

2.5.3. Representasi Kurva Segitiga

Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear turun dan naik).

Fungsi keanggotaan:

{

Derajat keanggotaan:

1

0 a b c Gambar 2.3 Representasi Kurva Segitiga (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)


(12)

2.5.4. Representasi Kurva Trapesium

Pada fungsi keanggotaan trapesium mempunyai empat buat parameter, yaitu a,b,c,d ℝ dengan < < <�. Pada dasarnya kurva trapesium sama dengan kurva segitiga, namun ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1

Fungsi keanggotaan:

{

� �

Derajat Keanggotaan:

1

0 a b c d

Gambar 2.4 Representasi Kurva Trapesium (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)

2.5.5. Representasi Kurva Bentuk Bahu

Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang dipresentasikan dalam kurva segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun (misalkan: dingin bergerak ke sejuk bergerak ke hangat bergerak ke panas). Tetapi terkadang salah satu sisi tidak mengalami perubahan. Contoh, apabila telah mencapai keadaan panas, kenaikan suhu akan tetap berada pada keadaan panas. Himpunan fuzzy


(13)

dingin sejuk normal hangat panas 1

0 28 40

Gambar 2.5 Representasi Kurva Bentuk Bahu pada Variabel Temperatur (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)

2.6. Operator pada Operasi Himpunan Fuzzy

Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan dikenal dengan nama fire strength atau α-prediket. Ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy, yaitu (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004)

2.6.1. Operator and

Operator ini berhubungan dengan operasi interseksi pada himpunan. α-prediket sebagai hasil operasi dengan operator and diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terkecil antarelemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.

2.6.2. Operator or

Operator ini berhubungan dengan operasi union pada himpunan. α-prediket sebagai hasil operasi dengan operator or diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antarelemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.


(14)

2.6.3. Operator not

Operator ini berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan. α-prediket sebagai hasil operasi dengan operator not diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1.

2.7. Fungsi Implikasi

Tiap – tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah:

Dengan x dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan wajib. Proposisi yang mengikuti IF disebut sebagai anteseden, sedangkan proposisi yang mengikuti THEN disebut sebagai konsekuen. Proposisi dapat diperluas dengan menggunakan operator fuzzy, seperti:

IF(x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o ... o (xNis AN) THEN y is B

dengan o adalah operator (misal: OR atau AND).

Secara umum, ada dua fungsi implikasi yang dapat digunakan, yaitu: a. Min (minimum). Fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy. Gambar

menunjukkan salah satu contoh penggunanan fungsi Min.

TINGGI SEDANG NORMAL

Gambar 2.6 Fungsi Implikasi MIN (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002) Aplikasi

Operator

Aplikasi fungsi implikasi Min


(15)

b. Dot (Product). Fungsi ini akan menskala output himpunan fuzzy. Gambar menunjukkan salah satu contoh penggunaan fungsi Dot.

TINGGI SEDANG NORMAL

Gambar 2.7 Fungsi Implikasi DOT (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)

2.8. Penalaran Monoton

Metode penalaran secara monoton digunakan sebagai dasar untuk teknik implikasi

fuzzy. Meskipun penalaran ini sudah jarang sekali digunakan, namun terkadang masih digunakan untuk penskalaan fuzzy. Jika 2 daerah fuzzy direlasikan dengan implikasi sederhana sebagai berikut:

Transfer fungsi:

Maka sistem fuzzy dapat berjalan tanpa harus melalui komposisi dan dekomposisi

fuzzy. Nilai output dapat diestimasi secara langsung dari derajat keanggotaan yang berhubungan dengan antesedennya.

2.9. Metode Tsukamoto

Metode Tsukamoto merupakan perluasan dari penalaran monoton. Pada metode Tsukamoto,setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk If-Then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan

Aplikasi Operator AND

Aplikasi fungsi implikasi Dot (Product)


(16)

secara tegas (crisp) berdasarkan -predikat. Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot (Sri Kusumadewi & Hari Purnomo, 2010).

Pada metode Tsukamoto, implikasi setiap aturan berbentuk implikasi “Sebab-Akibat”/Implikasi “Input-Output” dimana antara anteseden dan

konsekuen harus ada hubungannya. Setiap aturan direpresentasikan menggunakan himpunan-himpunan fuzzy, dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Kemudian untuk menentukan hasil tegas (Crisp Solution) digunakan rumus penegasan (defuzifikasi) yang disebut “Metode rata-rata terpusat” atau “Metode defuzifikasi rata-rata terpusat (Center Average Deffuzzyfier) (Setiadji,2009). Untuk mendapatkan output (keluaran), maka terdapat 4 langkah / tahapan sebagai berikut:

1. Pembentukan himpunan fuzzy

2. Aplikasi fungsi implikasi

Menyusun basis aturan, yaitu aturan-aturan berupa implikasi implikasi fuzzy

yang menyatakan relasi antara variabel input dengan variabel output. Bentuk umumnya adalah sebagai berikut : � � ℎ � � � ℎ

, � � ℎ� = ,

Dengan a, b, dan c adalah predikat fuzzy yang merupakan variabel linguistik, dan himpunan fuzzy ke-i untuk a dan b, sedangkan f(a,b)

adalah fungsi matematik. Banyaknya aturan ditentukan oleh banyaknya nilai linguistik untuk masing-masing variabel input.

3. Komposisi aturan

Apabila sistem terdiri dari beberapa aturan, maka inferensi diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan. Metode yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu :

Metode Min (Minimum)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai minimum aturan, kemudian menggunakan nilai tersebut untuk memodifikasi daerah fuzzy dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator or (gabungan). Jika semua proporsi telah dievaluasi,


(17)

maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap proporsi. Secara umum dapat dituliskan :

Di mana:

= nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i 4. Penegasan

Masukan dari proses penegasan adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan real yang tegas. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka dapat diambil suatu nilai tegas tertentu sebagai output. Apabila komposisi aturan menggunakan metode Tsukamoto maka defuzzifikasi (�∗) dilakukan dengan cara mencari nilai rata-rata terpusatnya.

�∗ � � �

Dengan adalah nilai keluaran pada aturan ke-i dan � adalah derajat keanggotaan nilai keluaran pada aturan ke-i.


(1)

2.5.4. Representasi Kurva Trapesium

Pada fungsi keanggotaan trapesium mempunyai empat buat parameter, yaitu a,b,c,d ℝ dengan < < <�. Pada dasarnya kurva trapesium sama dengan kurva segitiga, namun ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1

Fungsi keanggotaan:

{

� �

Derajat Keanggotaan:

1

0 a b c d

Gambar 2.4 Representasi Kurva Trapesium (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)

2.5.5. Representasi Kurva Bentuk Bahu

Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang dipresentasikan dalam kurva segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun (misalkan: dingin bergerak ke sejuk bergerak ke hangat bergerak ke panas). Tetapi terkadang salah satu sisi tidak mengalami perubahan. Contoh, apabila telah mencapai keadaan panas, kenaikan suhu akan tetap berada pada keadaan panas. Himpunan fuzzy


(2)

dingin sejuk normal hangat panas 1

0 28 40

Gambar 2.5 Representasi Kurva Bentuk Bahu pada Variabel Temperatur (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)

2.6. Operator pada Operasi Himpunan Fuzzy

Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan dikenal dengan nama fire strength atau α-prediket. Ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy, yaitu (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004)

2.6.1. Operator and

Operator ini berhubungan dengan operasi interseksi pada himpunan. α-prediket sebagai hasil operasi dengan operator and diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terkecil antarelemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.

2.6.2. Operator or

Operator ini berhubungan dengan operasi union pada himpunan. α-prediket sebagai hasil operasi dengan operator or diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antarelemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.


(3)

2.6.3. Operator not

Operator ini berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan. α-prediket

sebagai hasil operasi dengan operator not diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1.

2.7. Fungsi Implikasi

Tiap – tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah:

Dengan x dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan wajib. Proposisi yang mengikuti IF disebut sebagai anteseden, sedangkan proposisi yang mengikuti THEN disebut sebagai konsekuen. Proposisi dapat diperluas dengan menggunakan operator fuzzy, seperti:

IF(x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o ... o (xN is AN) THEN y is B dengan o adalah operator (misal: OR atau AND).

Secara umum, ada dua fungsi implikasi yang dapat digunakan, yaitu: a. Min (minimum). Fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy. Gambar

menunjukkan salah satu contoh penggunanan fungsi Min.

TINGGI SEDANG NORMAL

Gambar 2.6 Fungsi Implikasi MIN (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002) Aplikasi

Operator

Aplikasi fungsi implikasi Min


(4)

b. Dot (Product). Fungsi ini akan menskala output himpunan fuzzy. Gambar menunjukkan salah satu contoh penggunaan fungsi Dot.

TINGGI SEDANG NORMAL

Gambar 2.7 Fungsi Implikasi DOT (Sumber: Kusumadewi Sri, 2002)

2.8. Penalaran Monoton

Metode penalaran secara monoton digunakan sebagai dasar untuk teknik implikasi fuzzy. Meskipun penalaran ini sudah jarang sekali digunakan, namun terkadang masih digunakan untuk penskalaan fuzzy. Jika 2 daerah fuzzy direlasikan dengan implikasi sederhana sebagai berikut:

Transfer fungsi:

Maka sistem fuzzy dapat berjalan tanpa harus melalui komposisi dan dekomposisi fuzzy. Nilai output dapat diestimasi secara langsung dari derajat keanggotaan yang berhubungan dengan antesedennya.

2.9. Metode Tsukamoto

Metode Tsukamoto merupakan perluasan dari penalaran monoton. Pada metode Tsukamoto,setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk If-Then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan

Aplikasi Operator AND

Aplikasi fungsi implikasi Dot (Product)


(5)

secara tegas (crisp) berdasarkan -predikat. Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot (Sri Kusumadewi & Hari Purnomo, 2010).

Pada metode Tsukamoto, implikasi setiap aturan berbentuk implikasi

“Sebab-Akibat”/Implikasi “Input-Output” dimana antara anteseden dan

konsekuen harus ada hubungannya. Setiap aturan direpresentasikan menggunakan himpunan-himpunan fuzzy, dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Kemudian untuk menentukan hasil tegas (Crisp Solution) digunakan rumus penegasan

(defuzifikasi) yang disebut “Metode rata-rata terpusat” atau “Metode defuzifikasi rata-rata terpusat (Center Average Deffuzzyfier) (Setiadji,2009). Untuk mendapatkan output (keluaran), maka terdapat 4 langkah / tahapan sebagai berikut:

1. Pembentukan himpunan fuzzy 2. Aplikasi fungsi implikasi

Menyusun basis aturan, yaitu aturan-aturan berupa implikasi implikasi fuzzy yang menyatakan relasi antara variabel input dengan variabel output. Bentuk umumnya adalah sebagai berikut : � � ℎ � � � ℎ

, � � ℎ� = ,

Dengan a, b, dan c adalah predikat fuzzy yang merupakan variabel linguistik, dan himpunan fuzzy ke-i untuk a dan b, sedangkan f(a,b) adalah fungsi matematik. Banyaknya aturan ditentukan oleh banyaknya nilai linguistik untuk masing-masing variabel input.

3. Komposisi aturan

Apabila sistem terdiri dari beberapa aturan, maka inferensi diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan. Metode yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu :

Metode Min (Minimum)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai minimum aturan, kemudian menggunakan nilai tersebut untuk memodifikasi daerah fuzzy dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator or (gabungan). Jika semua proporsi telah dievaluasi,


(6)

maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap proporsi. Secara umum dapat dituliskan :

Di mana:

= nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i 4. Penegasan

Masukan dari proses penegasan adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan real yang tegas. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka dapat diambil suatu nilai tegas tertentu sebagai output. Apabila komposisi aturan menggunakan metode Tsukamoto maka defuzzifikasi (�∗) dilakukan dengan cara mencari nilai rata-rata terpusatnya.

�∗ � � �

Dengan adalah nilai keluaran pada aturan ke-i dan � adalah derajat keanggotaan nilai keluaran pada aturan ke-i.