Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila Dalam Kontestasi Kehidupan Sosial Dan Politik) | Rachman | Jurnal Pemikiran Sosiologi 23438 45953 2 PB

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No.2 , November 2012

Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana
Pancasila dalam Kontestasi Kehidupan Sosial dan Politik)
Oleh
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo1

Abstrak
Pancasila sebagai dasar negara telah mendapat tempat di hati para pemimpin bangsa ini. Sebaliknya,
pancasila belum mendapat tempat dalam kehidupan bersosial dan berpolitik bangsa ini. Konflik sosial,
politik masih terjadi dibawah kepakan sayap Pancasila, masalah muncul ketika Pancasila dipahami
sebagai instrumen negara, tetapi belum menjadi paham negara. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai
ritualitas Pancasila yang belum menyentuh keyakinan berbangsa dan bernegara masyarakat. Oleh sebab
itu, diperlukan upaya menggeser pemahaman Pancasila dari bentuk instrumental dengan sekadar
menghafal sila Pancasila, menuju bentuk kontestasi dengan terlibat dalam arena Pancasila.
Kata Kunci : Pancasila, Ideologi, Kontestasi, Cultural Studies

Abstract
Pancasila as the foundation of state and nation has a special position in the heart of )ndonesia s leader. )n
contrast, Pancasila has not get a prestigious place in social and political life. Social and political conflict
still happens in the name of Pancasila. The problem arises when people only understand Pancasila as a

tool for the state. This is shown in Pancasila s rituality that has not touch the fundamental believe of the
nation. It is important to shift the meaning of Pancasila from instrumental into contestation in the field
of Pancasila.

Keywords: Pancasila, ideology, contestation, cultural studies.

A. Pendahuluan

bangsa

terus

berusaha

mencari

nilai-nilai

fondasional apa yang sekiranya berpotensi menjadi


Pada awal kemerdekaan, wacana ideologi atau

pengikat identitas sebuah bangsa. Kondisi obyektif

orientasi nilai dasar apa yang akan menjadi pilihan

Indonesia yang plural ditilik dari faktor keyakinan,

sebagai pedoman arah perjalanan berbangsa, terus

etnis, ras, dan kemudian orientasi politik yang

mewarnai perdebatan di kalangan elite politik

penuh varian, membuat semakin sulit merumuskan

negeri ini. Pada saat itu obsesi sebagai bangsa

basis ideologis yang sekiranya mampu mengikat


merdeka telah terwujud, kemudian para pendiri

1

Arief Rachman adalah mahasiswa program doktoral S3 di Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada. Irwan Abdullah adalah Guru Besar Antropologi Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Pengajar
pada Jurusan Antropologi, UGM. Djoko Suryo adalah Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah
Mada.

21

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

sebagai sebuah bangsa. Adalah Soekarno dan

Berkait dengan pilihan ideologi mana yang akan


beberapa tokoh lain yang kemudian mencoba

menjadi pilihan utama untuk panduan arah

menawarkan sebuah ideologi yang dipandang

kehidupan

mencakup dan sesuai dengan kondisi sosio-kultural

bernegara, pada era pemerintahan Soekarno hanya

serta politik bangsa Indonesia, yaitu yang dulu

diwarnai oleh tarik-menarik antara kekuatan Islam

hingga sekarang dikenal dengan Pancasila. Sejak

politik dan nasionalis. Isu ini berkait dengan pilihan


saat itu wacana (discourse) tentang Pancasila

ideologi apa yang akan menjadi dasar negara

sebagai ideologi negara mengalami pasang surut

Indonesia. Pada kubu Islam politik menuntut agar

mengikuti dinamika sistem politik yang berlaku di

Indonesia berdasarkan agama, yaitu Islam dengan

Indonesia.

pertimbangan

bermasyarakat,

mayoritas


berbangsa,

penduduk

dan

Indonesia

beragama Islam. Sementara kubu nasionalis dengan

Ketika Soekarno berkuasa, dunia internasional

pertimbangan kondisi obyektif Indonesia yang

diwarnai oleh tarik menarik ideologi yang sangat

plural, menawarkan Pancasila sebagai dasar negara.

kuat, yaitu antara liberalisme-kapitalisme di satu


Sebegitu jauh, setelah melalui perdebatan panjang,

pihak, dan sosialisme-komunisme di pihak lain.

terutama pada Sidang Konstituante, akhirnya

Situasi konfliktual itu juga mewarnai pertarungan

tawaran kubu nasionalis yang diterima, dan dengan

ideologis di Indonesia, yang kemudian dikenal

kekuatan politik di awal kemerdekaan terbagi ke

demikian Pancasila diterima sebagai dasar negara.

dalam beberapa aliran ideologis, yaitu golongan

Pancasila belum dianggap selesai dan terus


nasionalis, Islam politik, sosialis, dan komunis.

membuka perdebatan di antara kedua kubu

Varian ideologis ini kemudian mewujud dalam

tersebut. Oleh karena itu, bangsa Indonesia terus

kekuatan politik kepartaian, yaitu Partai Nasional

mengalami

Indonesia (PNI) yang berbasis nasionalisme, Partai

kesepakatan final tentang nilai dasar apa yang akan

Majelis Suro Indonesia (Masyumi) dan Nahdlatul

menjadi arah dan pedoman dalam kehidupan sosial


Ulama (NU) yang berbasis Islam, dan kemudian

politik dan kebudayaan. Kekuatan Islam politik

Partai Komunis Indonesia (PKI) serta Partai Sosialis

terus menggelindingkan wacana ideologi Islam

Indonesia (PSI) yang mengusung ideologi kiri.

sebagai dasar negara, dan spirit untuk mewujudkan

Melalui partai politik itu kemudian berbagai aliran

cita-cita negara Islam terus hidup laten. Meskipun

ideologis tersebut berkontestasi merebut kekuasaan

dalam perkembangan selanjutnya kekuatan Islam


melalui Pemilihan Umum pada tahun 1955 yang

politik terpecah-pecah, tetapi tetap gerakan yang

diikuti oleh puluhan partai politik. Pemilu pertama

menggelindingan wacana ideologi Islam terus

kali itu kemudian menghasilkan empat kekuatan

berkembang sebagai wacana alternatif ideologi

politik besar yang mencerminkan kekuatan politik

Pancasila.

sebagai era maraknya politik aliran. Secara politik

Akan tetapi, sebagai sebuah kesepakatan politik,


aliran, secara berturut-turut adalah PNI, Partai
Masyumi, NU, dan PKI.
22

disorientasi,

karena

belum

ada

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

Dalam situasi seperti itu, perpolitikan Indonesia

sebagai

memasuki babak baru yang kemudian dikenal

berbagai arena baik pada institusi pendidikan,

sebagai

jatuhnya

birokrasi, organisasi profesi, organisasi keormasan,

pemerintahan Soekarno. Melalui pergolakan politik

organisasi kepemudaan, dan bahkan organisasi

yang dramatik dan membawa korban jiwa jutaan

keagamaan. Melalui lembaga bentukan pemerintah

orang, terutama dari kubu pendukung ideologi

yang kemudian populer dengan sebutan BP7,

komunis, lahirlah kemudian sistem politik yang

wacana Pancasila terus menggelinding secara

sentralistik di bawah pimpinan Soeharto. Dengan

intensif dan masif ke berbagai bidang kehidupan.

dukungan Amerika Serikat, Soeharto tampil sebagai

Penataran Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan

pemimpin kuat dan membawa Indonesia dalam

Pancasila atau populer dengan sebutan P4 terus

situasi

diselenggarakan

era

Orde

politik

Baru,

stabil,

menyusul

sehingga

pembangunan

ideologi

sangat

sebagai

mendominasi

proyek

dalam

ideologi

ekonomi yang lebih kapitalistik semakin terasa

pemerintah yang mengharuskan seluruh organisasi

signifikan. Berbagai krisis ekonomi dan keuangan

politik kemasyarakatan, birokrasi, dan lembaga

pasca pemerintahan Soekarno pelan tapi pasti

pendidikan mengikutinya. Pada periode ini, wacana

berhasil diatasi oleh Soeharto dengan dukungan

Pancasila benar-benar mendominasi kehidupan

kekuatan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga

kapitalisme

internasional.

Melalui

Pancasila begitu populer di semua kalangan.

kebijakan yang membuka bagi kekuatan kapitalisme
internasional, maka aliran modal asing dari negara-

Bersamaan dengan itu, wacana politik keagamaan

negara industri Barat dan pro Barat semakin deras.

sebagai sebuah alternatif mengelola kehidupan

Pertumbuhan ekonomi dan berbagai pembangunan

berbangsa dan bernegara praktis surut di tengah

infrastruktur berhasil dipacu dan berlangsung

pasangnya wacana ideologi Pancasila. Bahkan

dengan cepat.

melalui penyebaran wacana ekstrim kanan oleh

Obsesi untuk terus mempertahankan momentum

pemerintah, sebuah sebutan bagi kelompok Islam

pembangunan dengan titik berat sektor ekonomi,

politik yang ingin mendirikan negara Islam di

terus

Baru

Indonesia, menyebabkan wacana keagamaan dalam

tujuan

politik kenegaraan benar-benar berada pada titik

utamanya adalah stabilitas nasional. Untuk itu

terendah. Kekuatan politik Islam praktis mengalami

pemerintah Orde Baru menjadikan Pancasila

ketidakberdayaan, dan bahkan terus terpinggirkan

sebagai ideologi negara, dan sekaligus menjadi

dalam gegap-gempita politik pembangunan yang

instrumen kunci bagi jaminan stabilitas nasional,

dikontrol oleh kekuatan militer. Semua forum

yang pada saat itu menjadi legitimasi demi

komunikasi,

terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa. Tafsir

tradisional di perdesaan, digunakan secara efektif

paham

oleh pemerintah untuk menyebar-luaskan wacana

mendorong

menerapkan

pemerintah

kebijakan

negara

politik

integralistik

Orde
yang

dan

paradigma

termasuk

forum

komunikasi

Pancasila. Berbagai media massa juga diharuskan

konsensus sangat populer terhadap kandungan nilai

mengangkat wacana Pancasila sebagai ideologi

Pancasila. Bersamaan dengan itu, wacana Pancasila
23

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

negara, dan demikian pula buku, leaflet, brosur, dan

Negara tidak tampil begitu perkasa seperti pada era

sejenis terus diproduksi berisi wacana Pancasila.

Orde Baru, tetapi mengalami pelemahan terhadap
berbagai

Pancasila sebagai wacana dominan mengalami
puncak

intensitas

dan

perluasannya

dalam

pemerintahan, termasuk media massa, sehingga
kontrol negara sangat lemah dan bahkan tidak

kepartaian menggunakan Pancasila sebagai asasnya.

berdaya. Sebaliknya, kekuatan masyarakat semakin

Di sinilah kemudian ditetapkan Pancasila sebagai

menguat, baik melalui organisasi maupun kekuatan

asas tunggal bagi setiap organisasi, tidak peduli apa

sporadis yang terekspresi dalam berbagai bentuk

yang menjadi paham dasar organisasi tersebut.

aksi unjuk rasa. Tindakan anarkisme massa pun

Partai politik yang berpaham Islam pun, yaitu Partai
harus

berkembang

memiliki otonomi relatif terhadap kekuatan di luar

organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik

Pembangunan,

yang

masyarakat. Dengan kata lain, negara tidak lagi

ketika

pemerintah Orde Baru mengharuskan semua

Persatuan

kekuatan

sering terjadi, dan konflik antarsuku, antaragama,

berasaskan

dan antargolongan terjadi secara susul-menyusul.

Pancasila, dan bahkan ormas keagamaan seperti

Berbagai penjarahan terhadap aset negara seperti

Muhammadiyah dan NU juga diharuskan menerima

hutan dan sektor pertambangan oleh kekuatan

Pancasila sebagai asas tunggal.

sporadis massa sering terjadi. Simbol-simbol negara
Pancasila di masa Orde Baru merupakan ideologi

seperti kantor pemerintahan, kantor kepolisian, dan

yang sengaja didesain menjadi ideologi yang bersifat

kantor legislatif sering menjadi sasaran amuk massa.

state-centered theory yang diterapkan dalam
Uraian di atas menunjukkan bahwa saat ini terjadi

kerangka bagaimana agar masyarakat patuh dan

perubahan wacana dan paradigma mengenai

tunduk. Negara dengan berbagai cara melakukan

keberadaan Pancasila. Pancasila telah dijadikan

penaklukan tersebut yang berdampak pada tingkat

sebagai arena kontestasi di satu sisi, dan sebagai

kepatuhan yang sangat tinggi melalui apa yang

arena negosiasi di sisi lain. Bahkan, terdapat pula

disebut state apparatus.Terlepas dari Pancasila

upaya yang dengan berbagai cara meminggirkan

sebagai instrumen politik Orde Baru, tetapi pada

Pancasila

fase ini wacana Pancasila benar-benar mendominasi

sehingga

mengalami

perubahan-

perubahan yang mengancam keutuhan bangsa

atmosfir kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

sehingga ia pun terus dibawa pada perdebatan-

bernegara. Fase ini wacana Pancasila mengalami

perdebatan baik politis maupun akademis. Hal ini

pasang.

menjadikan posisi Pancasila yang ditempatkan pada
Ketika

berakhirnya

era

Orde

Baru,

terjadi

arena kontestasi dan negosiasi tidak hanya

perubahan sistem politik dari otoritarian ke sistem

merupakan sebuah fenomena kebangsaan yang

politik demokratik, Indonesia memasuki apa yang

harus

dikenal sebagai era reformasi. Fase ini terjadi
perubahan

signifikan

pemerintahan

yang

dalam
sangat

merupakan

penyelenggaraan
jauh

direspons

dengan

persoalan

bijak,

tetapi

akademik

juga
yang

membutuhkan kajian dan diskusi yang mendalam

berbeda

karakternya dari fase pemerintahan sebelumnya.
24

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

untuk menemukan sebuah jawaban terhadap

menjadi penting dan terbukti menjadi daya gerak

persoalan tersebut.

yang mengontrol tindakan orang baik secara
individu maupun kelompok. Adalah Karl Marx,

Beberapa permasalahan dapat diajukan antara lain:

orang yang cukup gelisah terhadap makin kuatnya

bagaimana pasang-surut wacana Pancasila dalam

pengaruh kapitalisme bagi proses produksi yang

kontestasi di kalangan kekuatan sosial politik pada
era

reformasi?;

bagaimana

dan

dianggapnya dehumanistik. Karena itu ia mulai

terjadinya

menganalisis tentang ideologi dalam kaitannya

pewacanaan Pancasila sebagai ideologi negara
mengalami

proses

ironisasi

dalam

dengan kapitalisme.

praksis

kehidupan sosial politik dan kebudayaan pada era

Perhatian Marx terhadap konsep ideologi berakar

reformasi? Dan bagaimana ideologi keagamaan

pada

beroperasi meminggirkan wacana Pancasila sebagai

ketidakmampuan

ideologi negara?

kaitannya dengan pertanyaan subjektivitas, makna

kegagalan

revolusi
materialisme

proletar

dan

historis

dalam

dan politik kultural. Sederhananya, perhatian untuk
membahas ideologi dimulai sebagai suatu eskplorasi
B. Teorisasi Pancasila

atas pertanyaan mengapa kapitalisme, yang diyakini

Sudah lama persoalan ideologi menjadi perhatian

sebagai suatu sistem eksploitatif dalam relasi sosial

utama dalam kajian ilmu sosial. Perhatian itu

dan ekonomi, tidak dapat diruntuhkan oleh revolusi

semakin besar ketika berbagai paham besar, seperti

kelas pekerja. Apakah kegagalan revolusi proletar

kapitalisme,

komunisme

serta-merta menjadi kegagalan kaum proletar dalam

mendominasi aktivitas dunia. Sejak munculnya era

memahami secara terpat dunia tempat mereka

pencerahan, yang merupakan respons kritis atas era

hidup? Apakah kelas pekerja menderita kesadaran

sebelumnya,

sosialisme,

yaitu

dan

dominasi

ideologi

palsu , yang merupakan suatu pandangan-dunia

agama,

peradaban manusia berkembang sangat cepat

berjuis yang salah yang mengabdi kepada kelas

dengan basis ilmu pengetahaun dan teknologi.

kapitalis? (Barker, 2000: 58).

Berbagai temuan mendasar saling susul menyusul,

Dalam

berkat perubahan paradigma berpikir seperti
positivisme

dan

empirisme.

Mulai

sistem-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi
berusaha menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi

grativasi bumi, energi uap, listrik, dan kemudian
peradaban

manusia

yang berada di pusat sistem kapitalis. Pada

berkembang

kebanyakan kasus, mereka melakukan hal ini

semakin kompleks. Moda produksi pun kemudian

dengan salah satu dari tiga cara berikut: (1)mereka

berubah dari yang tadinya feodalisme sebagaimana

menghadirkan suatu sistem ide,sistem agama,

ada dalam masyarakat agraris, kemudian berubah
menjadi

kapitalisme

menyusul

Marx

menggunakan istilah ideologi untuk merujuk kepada

dari

ditemukannya bahwa bumi ternyata bulat, hukum

relativisme,

kaitannya dengan materialisme,

filsafat,

munculnya

literature,

hukum

kontradiksi-kontradiksi

masyarakat industrial. Di sinilah kemudian ideologi

yang

menjadikan

tampak

koheran;

(2)mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman
25

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

kontradiksi-

Di mana letak ideologi itu? Menurut Althusser

kontradiksi, biasanya sebagai problem personal

ideologi ada dalam suatu apparatus dan praktik

atau keanehan-keanehan individual; atau (3)mereka

yang menyertainya; walhasil, dia terus menjadikan

menghadirkan kontradiksi kapitalis sebagai yang

seperangkat institusi, terutama keluarga, sistem

benar-benar menjadi suatu kontradiksi pada hakikat

pendidikan, gereja dan media massa, sebagai

manusia dan oleh karena itu satu hal yang tidak bisa

aparatus

tersebut

yang

mengungkapkan

ideologi

sebagai

di

sistem

gereja

pendidikan,

telah
yang

ideologi, katanya, merupakan sarana yang jauh lebih

yang menjadi inti pandangannya tentang ideologi: 1)

efeketif bagi peneguh kekuasaan kelas ketimbang

ideologi memiliki fungsi umum untuk membentuk

kekuatan fisik (dalam Barker, 2000: 63).

subyek; 2) ideologi sebagai pengalaman yang
ideologi

oleh

kapitalisme,

tenaga kerja dan relasi produksi secara sosial.

materi. Ada empat aspek dalam karya Althusser

3)

konteks

berimplikasi pada reproduksi ideologis (dan fisik)

praktik yang dijalani dan mentransformasikan dunia

palsu;

dalam

digantikan

(citra, mitos, gagasan atau konsep) dipahami sebagai

tidaklah

state

prakapitalis yang dominan, dia berpendapat bahwa

sistem

(dengan logika dan kaidahnya sendiri) representasi

dijalani

ideological

ISAs. Kendati dia memandang gereja sebagai ISA

Sementara itu Althusser, yang merupakan seorang
mengartikan

ideologis

apparatuses) atau yang populer dengan singkatan

dipenuhi oleh perusahaan sosial (Ritzer, 2004: 71).

Marxis,

negara

Pandangan

sebagai

Althusserian

ini

cukup

memiliki

pemahaman yang keliru tentang kondisi nyata

pengaruh dalam Cultural Studies, terutama dalam

eksistensi adalah palsu; dan 4) ideologi terlibat

perdebatan soal ideologi. Lebih jauh, pemikiran

dalam reproduksi formasi-formasi sosial dan relasi

Althusserian tentang formasi sosial sebagai suatu

mereka terhadap kekuasaan. Dalam esainya yang

struktur kompleks dari posisi-posisi yang saling

berjudul

State

terkait namun relatif otonom dapat dilihat dalam

Apparatuses, berpendapat bahwa ideologi memuji

karya Sturart Hall, Ernesto Laclau, dan Chantal

dan mempertanyakan individu sebagai suyek

Mouffe. Akan tetapi, Althusserian dalam Cultural

konkret. Ideologi berfungsi untuk membentuk

Studies tetap dilihat secara kritis dan dalam

individu konkret sebagai subyek. Argument ini

beberapa hal dianggap memiliki kekurangan,

adalah bagian dari antihumaniseme Althusser di

terutama menempatkan ISAs dalam posisi yang

mana subyeik dilihat bukan sebagai agen yang

begitu menentukan. Beroperasinya ISAs dianggap

membentuk dirinya sendiri, melainkan sebagai

terlalu fungsionalis, sehingga ideologi tampak

efek dari struktur. Dalam hal ini, hasil kerja

berfungsi di belakang punggung masyarakat atau

ideologilah yang mewujudkan subyek karena tidak

mengontrol tindakan, tanpa memberi peluang

ada praktik melainkan oleh dan di dalam ideologi.

adanya agen.

Ideology and the

Ideological

Singkatnya, diskursus ideologi mengonstruksi posisi

Cara pandang Althusserian ini dapat digunakan

subyek atau tempat subyek berpijak ketika dia

untuk melihat bagaimana posisi Pancasila sebagai

memahami dunia (Barker, 2000: 60).

ideologi negara. Pada masa Orde Baru hingga
26

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

sekarang pun, masih banyak wacana dalam

penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan.

perdebatan dan pemahaman tentang Pancasila yang

Pancasila ditempatkan secara keseluruhan konteks

mengikuti formulasi ideologi Althusserian tersebut.

Pembukaan UUD 1945 menunjukkan adanya

Sebagai rumusan yang menempatkan Pancasila

interpretasi terhadap sejarah bangsa Indonesia di

sebagai ideologi negara yang harus menentukan

masa lalu serta bagaimana seharusnya sejarah itu

dalam setiap tindakan individu maupun kelompok.

terbentuk di masa depan. Kedua, setiap ideologi

Dalam bahasa Orde Baru Pancasila harus menjadi

memuat

faktor

bidang

preskripsi moral. Pancasila dengan jelas merupakan

dan

seperangkat nilai dan atas dasar nilai itu masyarakat

bernegara. Proyek ideologisasi Pancasila oleh

ingin ditata. Ideologi secara implisit memuat

negara, seperti melalui P4 merupakan contoh

penolakan terhadap sistem lainnya. Ketiga, ideologi

penting cara memahami ideologi seperti pandangan

memuat

Althusserian tersebut.

merupakan

menentukan

kehidupan

dalam

bermasyarakat,

berbagai
berbangsa,

bertujuan

warga-negara. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha

tindakan,

pedoman

suatu

ideologi

kegiatan

untuk

untuk

memberi

informasi

dan

menjelaskan, tetapi agar sesuatu dikerjakan, yaitu

Esa merupakan kategori baru yang mengatasi
agama

suatu

pada

atau

Pemahaman terhadap kenyataan tidak hanya

referensi bagi pembentukan identitas baru sebagai

berdasarkan

orientasi

nilai-nilai

mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.

Pancasila sebagai ideologi di sini berperan sebagai

batasan-batasan

seperangkat

mentransformasikan dunia. Oleh karena itu dapat

tertentu.

dikatakan ideologi memuat suatu interpretasi, etika

Kemanusiaan menunjuk pada nilai universal. Kedua,

dan retorika. Dikatakan ideologi sebagai retorika,

prinsip ini mencerminkan peralihan dari lingkup

karena merupakan pernyataan tentang sesuatu

yang partikularistik kepada yang universalistik,

kepada seseorang, sehingga ia tidak hanya berdiri

sebagai gejala modernisasi. Prinsip persatuan

yang baru dan ikatan yang baru. Sedangkan

dan

kerakyatan dan keadilan sosial merupakan prinsip

Tampak

yang dituntut dari status baru sebagai warganegara

menempatkan

yang sama.

menentukan. Bahkan gambaran sejarah masa depan

Indonesia menunjuk kepada referensi kelompok

seperangkat

gagasan

berorientasi

pada

atau

tindakan

yang

pada
bahwa

pemahaman
ideologi

sesuatu

seperti

adalah

itu

faktor

nilai lain yang muncul dalam perjalanan perubahan
sosial,

sebagai

pemikiran

jelas

berbuat

diyakininya benar, sehingga jika ada nilai baru atau

mengutip dari Thomson (1984), Sastrapratedja
ideologi

tetapi

sudah harus dikontrol oleh seperangkat nilai yang

memahami Pancasila sebagai ideologi. Dengan

mendefinisikan

saja,

(Sastraprateja, 1991: 142).

Pengaruh Althusserian itu juga tampak bagaimana

misalnya

diam

tidak

dimungkinkan

adanya.

Di

sini,

kemudian mengkondisikan adanya kekuatan daya

yang

gerak dari sebuah ideologi, dan tentu memiliki

diorganisir

penafsir yang berangkat dari prinsip universalistik.

menjadi suatu sistem yang teratur. Dalam ideologi

Partikularistik adalah ancaman, karena itu tidak bisa

terkandung beberapa unsur, pertama, adanya suatu
27

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

dibiarkan tumbuh atas tafsir lain yang berbeda dari

diperoleh melalui aneka ragam kehendak, yang

tafsir pihak yang umumnya sedang berkuasa. Oleh

tujuan

karena itu pula pada era Orde Baru Pancasila lebih

dimasukkan ke dalam suatu tujuan tunggal, sebagai

banyak tafsir dari kelompok penguasa, dan sebagai

basis suatu konsepsi tentang dunia yang adil dan

ideologi dalam bahasa Orde Baru harus dipahami

alamiah (Gramsci, 1971: 349).

secara utuh. Jadi tafsir model ISAs terhadap
Pancasila

merupakan sumber

utama

adalah apa yang populer sebagai hegemoni. Gramsci
mendefinisikan

tafsir. Karena itu, Pancasila dalam periode itu

proses

kelompok-kelompok dominan dan kepentingan
kelompok

Satu pemahaman yang relevan terhadap ideologi

subordinat,

keseimbangan

dimana

kepentingan kelompok dominan hadir, namun

dalam perspektif Cultural Studies, datang dari
Gramcian,

sebagai

keseimbangan yang tidak stabil antara kepentingan

1. Ideologi Gramscian versus Kontemporer

analisis

hegemoni

berkelanjutan pembentukan dan penggulingan

sesungguhnya menjadi ideologi yang tertutup.

Dalam

secarabersama-sama

Salah satu konsep kunci yang ditawarkan Gramsci

wacana

tentang Pancasila yang tidak boleh ada perbedaan

Gramsci.

heterogennya

hanya pada batas-batas tertentu (Gramsci, 1968:

ideologi

182). Hegemoni dapat dipahami dalam konteks

dipahami sebagai ide, makna, dan praktik yang,

strategi dimana pandangan dunia dan kekuasaan

kendati mengklaim sebagai kebenaran universal,

kelompok sosial panutan (apakah mereka berupa

merupakan peta makna yang sebenarnya menopang

kelas, seks, etnik atau nasionalitas) dipelihara.

kekuasaan kelompok sosial tertentu. Di atas itu
semua, ideologi tidak dapat dipisahkan dari aktivitas

Selanjutnya Gramsci mendefinisikan hegemoni

praktis kehidupan, namun ia adalah fenomena

sebagai kepemimpinan budaya yang dijalankan oleh

material yang berakar pada kondisi sehari-hari.

kelas yang berkuasa. Ia mempertentangkan antara

Ideologi menyediakan aturan perilaku praktis dan

hegemoni dengan kursi yang dijalankan oleh

tuntutan moral yang sepadan dengan agama yang

kekuasaan legislatif atau eksekutif atau juga polisi.

secara

kesatuan

Jadi hegemoni lebih menunjukan pada proses

keyakinan antara konsepsi dunia dan norma

penundukan terhadap kelompok secara sistematis,

tindakan terkait (Gramsci, 1971: 349).

sehingga yang menjadi sasaran tersebut tidak sadar

sekuler

dipahami

sebagai

kalau dikuasai atau dikontrol. Di sini yang menjadi

Suatu blok hegemonic tidak pernah terdiri dari

sasaran kontrol adalah kesadarannya, karena itu

kategori sosio-ekonomi tunggal, namun dibentuk

yang dipengaruhi oleh sebuah ideologi misalnya,

melalui serangkaian aliansi di mana suatu kelompok

akan merayakan ketundukannya itu.

berposisi sebagai pemimpin. Ideologi memainkan
peran krusial dalam membiarkan aliasi kelomok ini

Adapun teori hegemoni yang dicetuskan Gramsci

(awalnya dikonsepsikan dalam terminology kelas)

adalah sebuah pandangan hidup dan cara berpikir

menanggalkan kepentingan sempit usaha-ekonomi

yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep

dan

mengutamakan

populer .

Jadi

satu

kepentingan
kesatuan

nasionalis-

sosio-kultural

tentang

kenyataan

disebarluaskan

dalam

masyarakat baik secara institusional maupun
28

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita

pada prinsipnya juga bersifat heterogen baik dari

rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan

segi jenis teks yang dihasilkan maupun makna yang

politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial,

bersaing di dalam teks.

khususnya dalam makna intelektual dan moral.

Begitulah,

Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat

kebudayaan

konsep ini menambahkan pertanyaan tentang
gender, etnisitas, umur, dan lain- lain ke dalam kelas.

terhadap kelompok masyarakat lainnya sampai

Argumen Giddens bahwa ideologi harus dipahami

kelompok yang didominasi tersebut secara sadar

dalam

mengikutinya. Kelompok yang didominasi oleh

bagaimana
untuk

struktur

mengesahkan

signifikasi
kepentingan

sepihak kelompok hegemonic (Giddens, 1979: 6)

merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi.
mekanisme

hal

dimobilisasi

kelompok lain (penguasa) tidak merasa ditindas dan

demikian

membatasi

dominan. Belakangan, versi yang diperluas dari

sekelompok

masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin

Dengan

ideologi

dengan, dan guna melanggengkan kekuasaan, kelas

kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan,
maupun

Marxis

pemakaiannya pada ide-ide yang diasosasikan

dijelaskan bahwa hegemoni merupakan suatu

norma,

versi

adalah

penguasaan

definisi

kontemporer

ideologi

yang

mengikuti pandangan ini. Dengan kata lain, ideologi

masyarakat dominan. Kelas dominan melakukan

mengacu pada bagaimana makna digunakan untuk

penguasaan kepada kelas bawah menggunakan

menjustifikasi kekuasaan kelompok berkuasa yang

ideologi. Masyarakat kelas dominan merekayasa

mencakup banyak kelas, juga kelompok sosial yang

kesadaran masyarakat kelas bawah sehingga tanpa

didasarkan atas ras, gender, umur, dan lain-lain.

disadari, mereka rela dan mendukung kekuasaan
Jadi, kalau versi Althusser dan Gramscian serta

kelas dominan.

lainnya melihat ideologi sebagai suatu yang
Pengaruh Gramscian ini cukup mewarnai dalam

menjustifikasi tindakan kelompok dominan, maka

Cultural Studies, terutama ketika menjelaskan tema-

versi Giddens tetap mengacu pada ide yang

tema dan topik keterpinggiran sebuah entitas

berkuasa, tetapi sesuatu yang menjustifikasi pada

budaya. Namun demikian konsepsi tentang ideologi

semua kelompok masyarakat. Dengan kata lain,

Marxian cukup mendapat kritik dari berbagai pihak

kelompok pinggiran dan kelompok subordinat pun

yang melihat bahwa dominasi kebudayaan tidaklah
mutlak.

Artinya,

neomarxian

jika

lainnya

kaum

Gramsian

memandang

memiliki ideologi dalam hal pengorganisasian dan

atau

justifikasi ide tentang diri mereka sendiri dan

bahwa

dunianya. Jadi di sini, mengandaikan adanya agen

kebudayaan memiliki pusat dominan baik dalam

yang meskipun tidak berdaya, tetap memiliki

produksi maupun pemaknaannya, maka muncul

potensi

kritik atas itu yang berpandangan sebaliknya.

untuk

beroperasinya

Collins (1989) misalnya, menolak istilah hegemoni

bersikap

ideologi

arus

aktif
utama.

terhadap
Sebuah

negosiasi, atau perlawanan tetap hidup laten pada

yang senantiasa mengandaikan adanya kelompok

setiap kelompok, sekalipun subordinat.

dominan, tetapi ia menekankan bahwa kebudayaan
29

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

Berbagai rumusan tentang ideologi yang lebih

dan mempertahankan pembagian kelas sosial di

dinamis itu misalnya tergambar dari perumusan

Kerajaan Inggris dan masyarakat kapitalis lainnya.

yang lebih kontemporer. Misalnya James Lull
mengatakan, dalam pengertiannya yang lebih
2. Pancasila sebagai Ideologi

umum, ideologi adalah pikiran yang terorganisir,
dan

Pancasila sebagai ideologi di sini berperan sebagai

perspektif

referensi bagi pembentukan identitas baru sebagai

ideasional yang diungkapkan melalui teknologi

warganegara. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha

media dan komunikasi interpersonal. Ideologi

Esa merupakan kategori baru yang mengatasi

kadang mungkin kadang tidak didasarkan pada

batasan-batasan

sejarah atau secara empirik merupakan fakta yang

Kemanusiaan menunjuk pada nilai universal. Kedua,

teruji. Mereka bisa menjadi terorganisir secara ketat

prinsip ini mencerminkan peralihan dari lingkup

tapi bisa juga bersifat longgar. Satu ideologi

yang partikularistik kepada yang universalistik,

adakalanya kompleks dan terintegrasi dengan baik;

sebagai gejala modernisasi. Prinsip persatuan

tetapi yang lain ada juga yang bersifat fragmentatif.

Indonesia menunjuk kepada referensi kelompok

Suatu ideologi kadang ada yang berumur pendek,

yang baru dan ikatan yang baru. Sedangkan

tetapi ada juga yang berlaku terus-menerus. Ada

kerakyatan dan keadilan sosial merupakan prinsip

juga ideologi begitu diberlakukan langsung ditolak

yang dituntut dari status baru sebagai warganegara

oleh khalayak, tetapi ada juga yang begitu sukses

yang sama.

dianut dan dibela oleh penganutnya.

Kewarganegaraan

kelengkapan

nilai-nilai,

kecenderungan

yang

Ideologi

adalah

orientasi,

membentuk

ungkapan

yang

pas

kesamaan

untuk

berdasarkan

agama

(citizenship)

manusia

yang

tertentu.

mengandung
berasal

dari

menggambarkan nilai-nilai dan agenda publik dari

keanggotaannya dalam komunitas politik nasional

suatu bangsa, kelompok agama, calon politisi dan

dan diwujudkan dalam hak-hak yang sama yang

gerakan-gerakan sosial politik, organisasi bisnis,

dimiliki oleh semua warganegara. Warganegara

sekolah, kesatuan buruh, bahkan tim olahraga

berperan dalam masukan (partisipasi) dan keluaran

profesional dan group band musik rock. Tetapi

(distribusi)

istilah ideologi lebih sering merujuk pada hubungan

Pengutamaan dari yang universalistik terhadap

antara informasi dan kekuatan sosial dalam skala

yang partikularistik dalam hubungan pemerintahan

besar, yang berkaitan dengan konteks ekonomi-

dengan

politik. Raymond Williams menyebut ideologi

perwujudan hak-hak warganegara tersebut. Secara

sebagai

yuridis

seperangkat

ide

yang

berasal

dari

fungsi-fungsi

warga

ini

negara

pemerintahan.

sangat

dirumuskan

penting

sebagai

bagi

kesamaan

seperangkat kepentingan material, atau lebih luas,

warganegara di hadapan hukum (equality before the

dari kelompok atau kelas tertentu. Sedangkan Stuart

law). Demikian juga pengutamaan alokasi peranan

Hall berpendapat bahwa ideologi tidak hanya

politik dan birokrasi atas dasar prestasi dan bukan

merupakan otoritas ekonomi, tetapi membentuk

atas
30

dasar

norma-norma

tradisional

yang

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

diwariskan

(ascriptive)

mendukung

ikut menentukan terbentuknya nilai-nilai Pancasila

proses

kesamaan (Coleman, 1971: 77-78).

menjadi etos (Sastraprateja,1991: 150).

Dimensi budaya kedua dari politik adalah legitimasi

Dimensi

politik. sumber dari otoritas dan legitimitas politik

partisipasi. Ini terkait erat dengan dimensi pertama

dengan pembentukan Negara Kesatuan Republik

ialah identitas baru sebagai warganegara dan

Indonesia telah berubah. Kita dapat meminjam

dengan dimensi kedua, yaitu bahwa kekuasaan

istilah yang dipakai oleh L. Binder (1971), yaitu

berasal dari rakyat sendiri. Warganegara adalah

perubahan

manusia yang otonom, yang secara ideal, merupakan

sumber

legitimasi

politik

dari

budaya

ketiga

adalah

manifestasi

sakral kepada konsensus. Kekuasaan tidak lagi

persamaan seorang warga republik. Warganegara

berasal dari dunia sana , tetapi dari rakyat, ada di

adalah seorang manusia yang merdeka dan

tangan rakyat. Inilah yang dimaksud denan

mempunyai harga diri, yang mampu secara efektif

imanen . Kekuasaan bersumber dan berdasar atas

mengorganisir dan memprakarsai kebijakan politik.

mencerminkan

perubahan

dikatakan (untington

tersebut.
:

proses

pertama-tama

ialah

atau

Kekuatan dari legitimasi ini tergantung pada dua hal,

proses

itu

keluar

dari

kehendak

dipaksakan
Ketiga,

tidak

digolongkan

partisipasi

dalam

mengandaikan

adanya pilihan. Mobilisasi paksaan tidak dapat

pemahaman serta perasaan rakyat terhadap sistem

disebut partisipasi. Yang menjadi masalah dalam

legitimasi tersebut. Yang pertama menyangkut

setiap pembangunan politik ialah bagaimana

kemampuan mewujudkan prinsip dalam Pancasila

menciptakan

dan UUD 45. Tersebut dan kedua menyangkut

etos

yang

akan

mendorong

kemandirian individu dan membantu warganegara

proses sosialisasi dari Pancasila dan UUD 45. Salah

melihat dirinya sebagai partisipan politik. Dua hal

satu ciri kekuasaan tradisional ialah bahwa

dalam

kegiatan

partisipasi.

yaitu performance capacity dari pemerintah dan

Sebaliknya

adalah

warganegara. Tindakan-tindakan yang diwajibkan

dan UUD 1945 merupakan sistem legitimasi.

dipertanyakan.

intinya

hanya sikap atau perasaan subyektif. Aspek kedua,

manusia, bukan hasil alamiah atau Allah. Pancasila

dan

yang

adalah tindakan, termasuk tindakan verbal bukan

mengimplikasikan bahwa pemerintah adalah hasil

given

politik

tiga aspek dari partisipasi. Pertama, partisipasi

keagamaan, keluarga dan kesukuan. Perubahan ini

dipandang

dan

pengambilan keputusan. Myron Weiner menyebut

penggantian sebagian besar otorisasi tradisional,

itu

kebebasan

Partisipasi adalah keterlibatan warga-negara dalam

Seperti

modenrisasi politik mencakup rasionalitas otoritas,

kekuasaan

semangat

politik

transendental kepada imanen, dari sumber yang

konstitusi. Dengan lain perkataan prinsip demokrasi

dari

dari

paling sedikit perlu ditempuh, yaitu peningkatan

tidak

kemampuan dan penciptaan kesempatan. Yang

modernisasi

pertama menyangkut pendidikan umum

segala sesuatu dapat dipertanyakan dan harus

dan

pendidikan politik yang harus dijalankan dengan

diterangkan secara rasional. Maka keterbukaan dan

cara partisipatif juga. Cara pendidikan terbaik untuk

penjelasan yang rasional merupakan faktor yang

partisipasi adalah partisipasi itu sendiri. Yang kedua
31

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

ialah penciptaan kesempatan untuk berpartisipasi

Karya-karya dalam Cultural Studies terpusat pada

dengan

tiga macam pendekatan:

menciptakan

struktur-struktur

yang

membuka peluang. Salah satu yang penting adalah



akses kepada informasi. Masyarakat tak mungkin

Etnografi, yang sering kali dikaitkan dengan
pendekatan

berpartisipasi dalam politik kalau mereka tidak
memperoleh informasi. Dengan cara itu masyarakat



dimungkinkan untuk ikut serta mencari pemecahan

lebih

Beberapa macam pendekatan tekstual, yang
memanfaatkan

pascastrukturalisme

sejati, yang meningkatkan kesadaran partisipan

dan

menekankan pengalaman nyata .
cenderung

berbagai masalah yang dihadapi bangsa. Partisipasi

kulturalis

dan

semiotika,
dekonstruksi

Derridean;

akan nilai, masalah dan kemungkinan untuk



mengadakan pilihan-pilihan, yang mempengaruhi

Beberapa studi resepsi (reception studies),
yang akar teoritisnya bersifat eklektis

isi dan pembangunan, yang melahirkan cara baru

(Barker, 2000: 27).

untuk bekerja, dan juga yang menjamin hak
partisipan akan bagian yang adil dalam hasil-hasil
pembangunan, merupakan aspirasi yang elusive.

Peneliti menyakini bahwa etnografi sebagai sebuah

Tetapi perubahan aspirasi ini menjadi kenyataan

pendekatan

pada akhirnya akan terbukti sebagai prasyarat

menjelaskan berbagai fakta dan makna kultural

utama

yang

yang berkaitan dengan isu ideologi Pancasila dalam

menciptakan

dinamika politik pada era reformasi. Etnografi

kesejahteraan dalam jangka panjang (Wolfe, 1980:

adalah pendekatan empiris dan teretis yang diwarisi

17).

dari antroplogi yang berusaha membuat deskripsi

bagi

suatu

memungkinkan

gaya

pembangunan

masyarakat

dalam

upaya

mengungkap

dan

terinci dan analisis kebudayaan yang didasarkan
pada kerja lapangan yang intensif. Dalam konsep
C. Kebudayaan dan Etnografi
Penelitian

ini

yang

kehiduapan masyarakat selama kurun waktu yang

dengan

relatif lama, memerhatikan apa yang terjadi,

memposisikan informan dan atau responden

mendengarkan apa yang dikatakan dan mengajukan

sebagai pihak yang aktif dalam menafsirkan dunia

pertanyaan

menggunakan

sekitarnya.

merupakan

klasik, seorang Etnograf berpartisipasi dalam

pendekatan

Secara

lebih

penelitian
kualitatif,

spesifik

pendekatan

(ammersley dan Atikinson,

: .

Tujuannya adalah menghasilkan apa yang dalam
istilah Geertz

kualitatif ini akan memilih etnografi sebagai pilihan

dikenal sebagai deskripsi-

mendalam dari multiplisitas struktur konseptual

metode. Metode ini meskipun lazim dipakai dalam

yang kompleks , termasuk berbagai asumsi yang

antropologi, tetapi juga sering dipakai dalam
penelitian kajian budaya.

dituturkan dan diterima apa adanya tentang

Secara keseluruhan, Cultural Studies lebih memilih

kehiduapan kultural. Etnografi berkonsentrasi pada

metode kualitatif dengan fokus makna kultural.

detail kehidupan lokal dan pada saat yang sama
32

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

mengaitkan mereka dengan proses-proses sosial

hingga Poso Sulawesi, produksi wacana Pancasila

yang lebih luas (Barker, 2000: 28).

sebagai dasar kehidupan kerukunan umat beragama
mengalami pasang. Berbagai pemberitaan yang
bersumber

D. Mewacanakan Pancasila

dari

kegiatan

akademik

maupun

kegiatan nyata bermunculan di media massa. Para

Ideologi Pancasila merupakan kesepakatan politik,

narasumber

kultural, dan moral bangsa Indonesia yang plural

pentingnya

penuh keberagaman. Dalam sejarahnya hingga

kehidupan sehari-hari. Segenap tokoh masyarakat

mencapai kesepakatan itu harus melalui pergulatan

pun ikut memproduksi wacana Pancasila agar tetap

panjang mengikuti dinamika politik, dan bahkan

menjadi rujukan untuk saling menghormati. Para

diwarnai konflik yang memakan korban jiwa. Di

tokoh lintas agama melakukan pertemuan sebagai

antara

bagian dari produksi wacana yang disebarluaskan

kelompok-kelompok

politik

yang

menyebarkan
Pancasila

wacana

tentang

diaktualisasikan

dalam

berkontestasi dalam panggung politik Indonesia

oleh

kontemporer, terus memproduksi wacana yang

mengingatkan

mempersoalkan ideologi bangsa. Meskipun nuansa

pemandu kehidupan berbangsa. Pluralisme dan

itu tidak selalu manifest, tetapi secara kontinyu

multikulturalisme adalah paham yang imperatif, dan

terus hidup laten mengiringi perjalanan bangsa

kesadaran akan pentingnya saling berkomunikasi

mencari identitas. Karena itu wacana ideologi

dan menghargai adalah penting. Wacana Pancasila

negara terus mengalami pasang-surut mengikuti isu

yang sarat nilai pluralisme dan multikulturalisme

dan dinamika permasalahan dalam berbangsa.

menguat dalam media massa maupun dalam praksis

Pada era reformasi situasi pasang-surut wacana

bermasyarakat.

Pancasila sebagai ideologi negara juga terus

Sementara itu jika terjadi konflik-konflik antaretnis

mewarnai dinamika tarik-menarik kekuatan politik

juga berbanding lurus dengan peningkatan produksi

dalam menghadapi permasalahan yang timbul.

wacana Pancasila. Ketika terjadi konflik antar etnis

Setidaknya ada dua faktor penting yang membuat

di beberapa titik konflik di Kalimantan pada awal

wacana Pancasila pada era reformasi mengalami

milinium 2000, antara suku Dayak dan Madura,

pasang-surut, yaitu pertama munculnya peristiwa

wacana yang diproduksi oleh segenap tokoh juga

intoleransi baik berbasis perbedaan agama maupun

meningkat. Isu persatuan dan kesatuan sebagai

etnis, dan kedua menguatnya gaya hidup modern

bangsa Indonesia terangkat kembali, dan diskusi

yang dieksploitasi konsumsi.

tentang NKRI pun menyebar di berbagai forum dan

Ketika kehidupan berbangsa sedang dihadapkan

pemberitaan media massa. Negara yang terasa

pada munculnya berbagai tindak intoleransi yang

lemah,

bersumber pada keyakinan agama, maka wacana

permasalahan konflik etnis pun diingatkan agar

Pancasila menguat. Pada saat terjadi konflik antar

menggunakan

agama di Ambon Maluku, dan kemudian meluas

pemersatu. Pada situasi semacam itu, wacana
33

media

dan

massa.

Tokoh

pentingnya

kurang

Pancasila

lintas

Pancasila

berdaya

sebagai

agama
sebagai

menghadapi

instrumen

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

Pancasila menguat, dan orang pun ingat bahwa

yang

bangsa

yang

menjadikannya sebagai ideologi negara, tetapi tidak

menekankan pentingnya persatuan sebagaimana

pernah menempatkannya sebagai rujukan utama

tercantum pada sila tiga yaitu Persatuan Indonesia.

dalam penyelesaian kesejahteraan buruh. Jadi di

Indonesia

memiliki

Pancasila

menghadapi

persoalan di seputar isu kesejahteraan, tidak diikuti

dan

permasalahan

kesejahteraan,

dengan nilai-nilai populis.

tidak mengaitkannya dengan nilai keadilan sosial
sila

keadilan,

negara yang berdasarkan Pancasila yang sarat

dihadapkan pada masalah kemiskinan misalnya,

dalam

nilai

kemiskinan, dan eksploitasi buruh. Sebuah ironi di

oleh menguatkan produksi wacana Pancasila. Ketika

tercantum

dengan

sini, wacana Pancasila kurang berkembang ketika

Namun demikian, ketika Indonesia menghadapi

sebagaimana

sarat

kedua

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila kelima

Wacana Pancasila dan Agama

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pada era reformasi, wacana Pancasila benar-benar

Berbagai wacana yang berkaitan dengan masalah

mengalami surut, sementara wacana keagamaan

kemiskinan lebih banyak menyalahkan pemerintah,

semakin

dan merujuk pada penjelasan yang bersumber dari

Jarang

sekali

kemiskinan

yang

bersumber

dari

wacana

menawarkan
nilai-nilai

Pancasila.

bahkan

cenderung

discourse tentang Pancasila suara dan getarannya

penanggulangan
konsep

dan

mendominasi. Di kalangan instansi pemerintah pun

teori-teori sosial yang konteksnya masyarakat
Barat.

menguat

sangat lemah. Tidak ada lagi forum-forum diskusi

yang

yang mengangkat tema-tema dan topik-topik

Konsep

Pancasila sebagai ideologi negara. Bahkan tidak

ekonomi Pancasila sebagaimana yang digagas oleh

sedikit aparat birokrasi, terutama di kalangan muda,

Mubyarto misalnya, tidak menjadi wacana dominan

yang tidak hapal Pancasila. Beberapa produk

dalam pembahasan konseptual.

perundangan yang menjadi payung hukum program
Ketika terjadi ekspoloatasi atas buruh dalam

pembangunan daerah seperti Perda misalnya,

masyarakat industri, atau ketika menghadapi

jarang sekali yang menjadikan Pancasila sebagai

masalah perjuangan buruh, juga tidak mengangkat

konsideran. Popularitas Pancasila dalam jajaran

wacana hubungan produksi Pancasila sebagaimana

instansi pemerintah justru mengalami penurunan

yang digagas oleh pemikir era Orde Baru, yang

secara signifikan. Ini sebuah ironi dalam negara

dikenal dengan hubungan industrial Pancasila.

berdasarkan Pancasila.

Perdebatannya lebih mengarah pada lemahnya
Situasi yang sama juga terjadi dalam lembaga

negara yang kurang peduli terhadap nasib buruh.

pendidikan yang antara lain berfungsi sebagai

Atau hanya berkisar pada perdebatan bagaimana

sosialisasi nilai. Sejak era reformasi, pelajaran

meningkatkan upah buruh, tidak pernah mencari
akar

persoalannya

pada

ranah

Pancasila dihapus dan hanya masuk dalam sub

sistem

pokok bahasan pelajaran Pendidikan Kewargaan.

ketatanegaraan yang berideologi Pancasila. Terasa

Bahkan

ironis, justru suatu negara yang memiliki Pancasila
34

Undang-undang

Sistem

Pendidikan

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 2, 2012
Wacana Pancasila Dalam Era Reformasi (Studi Kebudayaan Terhadap Pasang Surut Wacana Pancasila dalam Kontestasi
Kehidupan Sosial dan Politik)
Arief Rachman, Irwan Abdullah, Djoko Surjo

Nasional, tidak menyebut sama sekali Pancasila.

Demikian pula, globalisasi dengan demokratisasi,

Akibatnya, popularitas Pancasila di kalangan murid

HAM, pasar bebas dan lingkungan hidup serta

dan mahasiswa menjadi hilang kalah dengan wacana

dampak

keagamaan. Survey Gerakan Nasionalis 2006/GMPI

sekularisme, dan komunisme) mengambil peran

(Kompas 4 Maret 2008) tentang way of life

dalam proses penolakkan Pancasila. Pancasila

mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di

melalui penjabaran sila-silanya yang agamis banyak

Indonesia (UI, IPB, UNPAD, UGM, UNAIR, UNIBRAW,

bertentangan dengan ideologi Barat yang cenderung

ITB,

UNSIAH)

memisahkan dan bahkan mengabaikan agama

ditunjukkan kecenderungan mahasiswa menjadikan

seperti komunisme. Hal ini oleh D.E. Smith (1970:

syariah sebagai way of life mereka. Data yang

10) disebut sebagai upaya memutus peran politik

diperoleh menunjukkan, 80% memilih syariah, 15 %

agama

nasionalis, dan hanya 5 % memilih Pancasila sebagai

sekularisasi politik.

UNHAS,

UNAND,

UNSRI,

dan

way of life mereka. Sedangkan, menurut Survey

di

Jakarta

membuka

ruang

pada

Pancasila. Di era Reformasi misalnya, muncul

menunjukkan

wacana yang menempatkan Pancasila sebagai

kecenderungan yang hampir sama dimana sebanyak
% memilih syariah,

dan

kapitalisme,

untuk menghangatkan kembali debat mengenai

terhadap siswa dan guru agama Islam pada Sekolah
Atas

(Islam)

(liberalisme,

Dalam perkembangannya, muncul berbagai wacana

Pusat Kajian Islam dan Perdamaian yang dilakukan

Menengah

bawaannya

sesuatu sudah final dan karena itu tidak terbuka

% memilih fungky s, dan

untuk pernafsiran baru. Selain itu muncul wacana

Hal yang berbeda terjadi di era Reformasi yaitu

kontrak sosial, dan karena itu ia tidak lagi dianggap

Pancasila mengalami pergeseran dari state-center

sebagai

menjadi people-center yang telah terjadinya banyak

Onghokham, Armahedy Mahzar dan Garin Nugroho

perubahan dan pergeseran mengenai posisi dan

(Abdullah, 2010: 23). Dengan kata lain, Pancasila

peran Pancasila itu sendiri. Lembaga-lembaga pada

disamakan kedudukannya dengan Magna Charta di

masa Orde Baru yang bertujuan untuk menguatkan

Inggris atau Bill of Rights di Amerika