ANALISIS KUANTITATIF SENYAWA BAHAN ALAM

ANALISIS KUANTITATIF SENYAWA BAHAN ALAM
(KADAR KAFEIN DALAM BIJI KOPI DAN DAUN TEH)
Rani Fitrianingsih (K1A015028)
PENDAHULUAN
Kopi dan Teh merupakan minuman yang banyak digemari masyarakat luas
dari berbagai kalangan. Salah satu senyawa metabolit sekunder yang terkandung
pada kopi dan teh yaitu “Kafein”. Kafein adalah senyawa alkaloid turunan xantine
(basa Purin) Kafein mempunyai nama kimia 1,3,7- trimetil xantin atau 1,3,7trimetil 2,6,dioksi purin. Rumus molekulnya C8H10N4O dengan berat molekul
194,19 dan mempunyai struktur seperti gambar 1.

Pada biji kopi, kafein yang terkandung berkisar1-2,5%. Pada satu cangkir
kopi dalam 100 ml mengandung 80-100 mg kafein, tergantung dari banyaknya
kopi yang digunakan (Tjay dan Rahardja, 2007). Sedangkan Jumlah kafein dalam
teh bervariasi tergantung pada proses pembuatan produk (tahap pengeringan),
tipe produk dan cara penyajiannya. Kopi memiliki banyak manfaat bagi kesehatan
jika digunakan dalam batas wajar, seperti mengurangi derita sakit kepala, aroma
kopi menghilangkan stress, kafein kopi mencegah gigi berlubang, melegakan
penderita asma, memperkaya antioksidan tubuh, melindungi kulit, mencegah
penyakit parkinson, merangsang kerja otak, dan lain-lain (Sofiana, 2011).
Sekalipun memiliki banyak manfaat, masalah utama dari menkonsumsi kopi
adalah kadar kafein yang terkandung di dalamnya. penggunaan kafein secara

berlebihan dapat menimbulkan debar jantung, gangguan lambung, tangan
gemetar, gelisah, ingatan berkurang, dan sukar tidur (Tjay dan Rahardja,
2007).Begitupula dengan kadar kafein yang terdapat dalam teh, kandungan
kafein yang tinggi pada daun teh kurang diinginkan karena sifat farmakologinya
dapat merangsang sistem syaraf sentral (Takeda, 1994 cited in Mitrowihardjo,
2012).
Untuk mencegah efek samping yang ditimbulkan oleh kafein, dapat
dilakukan dengan menkonsumsi kafein dalam batas normalnya, Kadar kafein
standar FDA (Food Drug Administration) yang diacu dalam Liska (2004), dosis
kafein yang diizinkan 100 -200mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006
batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan
50 mg/sajian. Dengan mengetahui kadar kafein yang diperbolehkan untuk
dikonsumsi, maka perlu dilakukan pengujian pada kopi bubuk dan produk teh di
pasaran, sehingga dapat memberikan informasi kepada konsumen mengenai
kadar kafein yang terkandung didalam bubuk kopi dan produk teh kemasan
tersebut.
MATERIAL DAN METODE PRAKTIKUM
Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Corong pisah 500 mL, gelas

arloji, kertas saring, pipet kapiler, corong, beaker glass 100 mL, beaker glass 250
mL, sudip, mikropipet, blue tip, yellow tip, cawan porselen, chamber glass, lampu
UV, dan plat KLT.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: Chloroform (CHCl3), methanol (CH3OH),
aquades (H20), Teh celup sariwangi, dan kopi bubuk hitam.
Penetapan kurva baku
Buatlah larutan induk (Li) dengan melarutkan 20 mg kafein dalam aquadest
100 mL (200 ppm), bila perlu panaskan dengan menggunakan waterbath. Buatlah
larutan standar (Ls) dengan konsentrasi 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, dan 250
ppm untuk kurva baku dengan pengenceran bertingkat menggunakan Li. Totolkan
Ls dengan volume 5 µL pada plat KLT dan di elusi dengan fase gerak CHCl 3:MeOH
(19 : 1). Foto hasil elusi disinar tampak, di bawah UV 254nm. Tetapkan Rf dari
kafein serta proses foto menggunakan ImageJ. Tetapkan persamaan regresi linier
dengan data kadar dan data yang diperoleh dari ImageJ sebagai AUC.
Penetapan Kadar Sampel
Sebanyak 2 gram sampel (serbuk kopi maupun teh) diekstraksi dengan 100
mL aquadest, didihkan selama 2 menit, saring filtrat. Lakukan replikasi 1 kali.
Gabungkan filtrat dan fraksinasi dengan 30 mL CHCl3 sebanyak 5 kali. Ambil fase
CHCl3 dan kentalkan. Dari hasil pengentalan tambahkan CHCl 3 sampai 10 mL,

gunakan sebagai sampel. Totolkan sampel pada plat KLT dengan volume 5 µL
sebanyak 3 totolan. Elusi plat KLT dengan fase gerak CHCl 3:MeOH (19 : 1). Foto
hasil elusi disinar tampak, di bawah UV 254nm. Tetapkan Rf dari kafein serta
proses foto menggunakan ImageJ. Hitunglah kadar kafein pada sampel.
PEMBAHASAN HASIL PRAKTIKUM
Hasil penetapan kurva baku/standar
Identifikasi kafein hasil ekstraksi dari kopi bubuk dilakukan dengan
membandingkan kafein baku standar dengan sampel yang diperoleh dengan
kromatografi lapis tipis (KLT). preparasi dan penetapan kurva baku/standar
dilakukan dengan membuat larutan induk (Li). dari pengenceran bertingkat Li,
dibuat larutan Standar dengan konsentrasi 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, dan
250 ppm. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh jarak spot
standar 7,39 cm dan jarak elusi 8 cm sehingga diperoleh nilai Rf standar
(Retardation Factor) sebesar 0,923. Selanjutnya, data kromatogram diolah
dengan menggunakan program/aplikasi ImageJ sehingga diperoleh luas area
kromatogram pada tiap konsentrasi yang telah ditentukan. hasil pengukuran area
absorbansi larutan standar kafein digunakan untuk mencari konsentrasi (ppm)
larutan standar kafein untuk mendapatkan kurva kalibrasi.
 Standar Kafein
Konsentrasi

Area
(ppm)

250
500
1000
2000

1221.962
2163.619
3743.326
8384.296

Kurva Standar Kafein
10000
Area

8000
6000
4000


f(x) = 4.09x + 40.6
R² = 0.99

2000
0
0

500

1000 1500 2000 2500

Konsentrasi (ppm)

Berdasaran hasil regresi standar kafein didapatkan persamaan regresi :
y = 4,093x + 40,60
R2 = 0,993
Nilai R2 merupakan nilai koefisien determinasi yang mengukur kebaikan suai.
R2 memiliki rentang 0-1. Artinya jika nilai R 2 semakin mendekati angka 1 maka
kesesuaian data semakin baik.

Perhitungan Standar
Jarak spot standar = 7,39 cm
Jarak elusi = 8 cm
Jarak spot
 Rf standar =
Jarak elusi
7,39
=
8
= 0,923
 HRf
= Rf x 100
= 0,92 x 100
= 92,3
Fraksinasi Sampel
Pemisahan kafein dari kopi bubuk dan teh dilakukan
dengan metode Fraksinasi. Langkah pertama dilakukan
penyeduhan 2 gram sampel dengan air sebanyak 100 ml
kemudian dididihkan, penggunaan air mendidih penting
dikarenakan kafein larut dalam 1,5 bagian air yang

mendidih (Wilson & Gisvold (1982) dalam Fitri, 2008) dan
diharapkan kafein yang terlarut dapat mencapai jumlah
optimum, Setelah mendidih diambil filtrate, diulang
perlakuan untuk mendapatkan filtrate yang kedua,
pengulangan ini dimaksudkan untuk memaksimalkan kafein yang didapatkan
dalam sampel,
kemudian kedua filtrate digabungkan dan di fraksinasi

menggunakan kloroform 30 ml dan diulangi sebanyak 4 kali. Fraksinasi dilakukan
bertujuan untuk pemisahan senyawa – senyawa berdasarkan tingkat
kepolarannya. pemilihan pelarut kloroform dikarena kafein mudah larut dalam
kloroform (Depkes, 1995). Menurut Djajanegara (2009) dinyatakan bahwa,
kloroform dapat melarutkan senyawa alkaloid. Kafein merupakan alkaloid, maka
dengan penambahan kloroform akan memudahkan pelarutan kafein. Pada saat
Fraksinasi, kloroform ditambahkan berulang Sebanyak 30 ml dimasukkan ke
dalam corong pisah, dikocok, pengocokan sebaiknya dilakukan secara perlahan
supaya tidak menimbulkan buih yang dapat mengganggu hasil fraksinasi
sehingga menjadi keruh. Setelah dikocok perlahan, akan terbentuk dua lapisan,
lapisan bawah yang merupakan lapisan kloroform yang mengandung kafein dan
akan dikeluarkan untuk ditampung. Setelah di lakukan pengulangan sebanyak 4

kali, kemudian dilakukan pengentalan dengan pemanasan. sampai didapat
kristal kafein. Kristal kafein yang diperoleh ditambahkan dengan 10 ml kloroform ,
selanjutnya sampel akan diujikan dengan menggunakan metode KLT. Penetapan
kadar kafein dalam beberapa produk minuman dan bukan minuman telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan berbagai metode, seperti penetapan
kadar kafein pada minuman bersoda jenis kola secara KCKT (Levita dkk, 2004),
menetapkan kadar kafein pada teh dan kopi instan bermerek dengan
menggunakan KLT, HPLC dan spektrofotometer UV-Vis (Tautua dkk., 2014),
penetapan kadar kafein pada kopi hitam dengan metode spektrofotometri UV-Vis
(Aptika dkk., 2013), serta menetapkan kadar kafein pada minuman ringan dan
penambah energi dengan metode spektrofotometri ultra violet. Dari beberapa
metode tersebut, pada praktikum ini akan dilakukan pengujian kadar konsumsi
kafein pada produk teh celup dan kopi bubuk dengan menggunakan metode KLT.
KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diam pada
kromatografi lapis tipis, berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat
plastik. Metode KLT ini dipilih karena metode ini membutuhkan waktu analisis
yang singkat. Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran

rata- rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka
semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Sebelum penotolan,
fase diam yang berukuran 10 cm digaris ujung bawah dan atas selebar 1 cm yang
berguna untuk mengetahui jarak eluen dan sampel yang terelusi, kemudian
diberikan garis vertical denganjarak 0,5 cm sebagai tempat penotolan sampel ,
dibuatnya jarak tersebut supaya sampel tidak saling menabrak saat terelusi.
Setelah penotolan sampel sebanyak masing- masing 5 µl , selanjutnya akan
dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak CHCl3:MeOH (19 : 1) yang telah
jenuh. untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan
kertas saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka
dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh.
Pada Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan
kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus
dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus

tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan
tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah
ditentukan. Setelah fase gerak mencapai batas elusi, kemudian diangkat dan
dikering anginkan , diFoto hasil elusi disinar tampak, di bawah UV 254nm. Hasil
tersebut akan dilakukan proses foto menggunakan ImageJ. Penggunaan imageJ

dilakukan karena pengamatan yang dilakukan terhadap hasil pemisahan dengan
KLT ini masih bersifat subjektif sehingga perlu dilakukan pengembangan metode
pengolahan hasil KLT yang dapat menghasilkan data yang lebih kuantitatif.
Pengembangan metode ini antara lain dilakukan dengan kombinasi perangkat
digital. Metode yang digunakan adalah metode DETLC. Pada metode ini
digunakan peranti lunak imageJ yang dapat mengubah citra dari bentuk pita pada
pelat KLT menjadi terkuantifikasi dengan baik yang dikombinasikan dengan teknik
pengenalan pola sehingga dapat mendiferensiasikan berdasarkan nilai area under
curve (AUC) yang dihasilkan dari interpretasi gambar pita KLT (Fitrianti, 2011).
Metode imageJ digunakan karena dapat mengubah citra dari bentuk pita pada
pelat KLT menjadi terkuantifikasi dengan baik yang dikombinasikan dengan teknik
pengenalan pola sehingga dapat mendiferensiasikan berdasarkan nilai area under
curve (AUC) yang dihasilkan dari interpretasi gambar pita KLT (Fitrianti, 2011),
nilai AUC tersebut yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kurva baku
serta persamaan regresi, dan penentuan kadar kafein.
Hasil Penetapan Kadar Sampel
Setelah ditetapkannya kurva baku, selanjutnya dilakukan penetapan kadar
sampel, dengan terlebih dahulu melakukan perhitungan Rf, HRf, HRx, dan Rstd
(perhitungan dilampirkan). Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh nilai Rf yang
berbeda-beda. RF(Retardation factor)

merupakan jarak relatif komponen
terhadap jarak pelarut. Nilai Rf untuk sampel teh sebagai berikut: Rf1 untuk
sampel sebesar 0,887, Rf2 dan Rf3 sebesar 0,875, sehingga dapat dirata-ratakan
Rf teh sebesar 0,879. Sedangkan untuk sampel kopi nilai Rf 1, 2 dan 3 berturutturut yaitu 0,875, 0,8375, dan 0,8625, dengan rata-rata sebesar 0,858. Nilai Rf
yang didapatkan berbeda namun perbedaannya tidak signifikan dari nilai Rf
standar yaitu 0,923. Karena nilai Rf sampel berbeda dari nilai Rf standar, dapat
disimpulkan bahwa tidak adanya senyawa kafein dalam sampel atau jumlahnya
yang sangat sedikit. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
adanya senyawa kafein dalam kopi dan teh. Tidak terdeteksinya kafein pada
sampel dapat disebabkan karena pada saat melakukan fraksinasi sampel,
pengocokan terlalu keras sehingga percobaan pertama dan kedua gagal (tidak
mendapatkan ekstrak bening), sehingga fase kloroform yang keruh dibuang dan
hanya mengambil fase kloroform pada saat pengulangan ke 3 sampai 5 ,
sehingga dapat diprediksi kafein pada saat gagal yang telah terbuang, dapat
mempengaruhi kadar kafein total pada sampel.
Setelah dilakukan perhitungan Rf, selanjutnya dilakukan perhitungan HRf.
Nilai hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100, menghasilkan nilai berjangka 0 –
100. Jika angka HRf lebih tinggi dari HRf yang dinyatakan(standar), kepolaran
pelarut harus dikurangi, jika HRf lebih rendah maka komponen polar pelarut harus
dinaikkan (Stahl 1985). Nilai rata – rata HRf untuk sampel teh yaitu 87,9. Dan

untuk sampel kopi rata- rata nilai HRf sebesar 85, 83. Nilai HRf dari kedua sampel
tersebut berbeda atau lebih rendah dari nilai HRf standar yaitu sebesar 92,3,
sehingga komponen polar pelarut harus dinaikkan. Kemudian dicari pula nilai
Rstd, nilai Rstd merupakan angka banding jarak tempuh dua bercak tersebut
dalam waktu pengembangan yang sama, jadi nilai Rf sampel dibagi dengan nilai
Rf standar. Didapatkan nilai Rstd untuk sampel teh berturut-turut sebesar 0,960;
0,947;0,947 dan untuk sampel kopi sebesar 0,948;0,907;0,934. Nilai Rstd yang
baik adalah nilai Rstd paling kecil, karena nilai Rstd yang besar menandakan
adanya senyawa lain yang bergerak di fase diam. Dari nilai Rstd tersebut dapat
ditentukan nilai HRx adalah angka Rstd dikalikan faktor 100, menghasilkan nilai
berjangka 0 – 100, diperoleh nilai HRx rata-rata teh sebesar 94,6 dan nilai HRx
rata-rata kopi sebesar 92,96. Untuk melakukan perhitungan kadar, gambar hasil
pengamatan pada UV 254 nm perlu dianalisis dengan software ImageJ. Dengan
software ini plot-plot KLT dapat dianalisis sehingga dapat ditentukan Area dari
masing-masing spot yang digunakan dalam perhitungan kadar kafein secara
kuantitatif pada sampel.
 Table AUC sampel Teh
Spot ke1
2
3


Area
25393.359
11193.731
10963.681

Table AUC sampel Kopi

Spot ke- Area
1
26665,995
2
38840,442
3
18946,602
Masing-masing luas area tersebut baik sampel kopi maupun teh disubstitusi
ke nilai y yang berada di persamaan regresi linear yang didapat dari kurva
standar. dihitung konsentrasi sampel dan kadar kafein(perhitungan
dilampirkan).
Diperoleh kadar kafein sebesar 0.7724 mg kafein dalam 2 gram teh bubuk,
dengan nilai SD =2.019 x 10−3 dan CV= 52.278 %. Sedangkan untuk sampel
kopi diperoleh kadar kafein 1.3736 mg kafein dalam 2 gram kopi bubuk,
dengan SD =2,450 x 10−3 dan CV= 35,672 %
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, kadar kafein yang didapatkan dari
hasil analisis melalui KLT dan ImageJ, berbeda antara teh sariwangi dan kopi
bubuk. Kadar Kafein yang diperoleh sebesar 0.7724 mg kafein dalam 2 gram teh
dan 1.3736 mg kafein dalam 2 gram kopi bubuk, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kadar kafein dalam kopi lebih tinggi dibandingkan dengan teh.
Daftar Pustaka

Aptika, N.M.D., Tunas, I.K dan Sutema,I.A.M.P. 2015. Analisis Kadar Kafein pada
Kopi
Hitam
diBukianGianyarMenggunakanSpektrofotometerUVVis.Chemistry
Laboratory, Vol. 2 No. 1 : 30-37.
Departemen Kesehatan, Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia (Edisi IV).
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Djajanegara, I. 2009. Pemakaian Sel HeLa dalam Uji Sitotoksisitas Fraksi
Kloroform dan Etanol Ekstrak Daun Annona squamosal. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, 7(1), 7-11.
Fitrianti, Suci Auliana. 2011. Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle
Berdasarkan Interpretasi Kromatografi Lapis Tipis Menggunakan ImageJ.
Bogor : IPB.
Fitri, N. S. 2008. Pengaruh Berat dan Waktu Penyeduhan terhadap Kadar Kafein
dari Bubuk Teh. Skripsi. Universitas Sumatera Utara (tidak dipublikasikan).
Levita,
J.,
Mutakin,
Hasanah,
U.
2004.
Identifikasi Kadar Kafein dalam Beberapa Produk Minuman Ringan Bersoda
Jenis Kola Kemasan Kaleng yang Beredar di Jatinangor dengan Metode
Kromatografi Cair Kerja Tinggi (KCKT).Majalah Ilmiah Farmasi Farmaka, Vol.
2 : 53-57.
Liska, K. 2004. Drugs and The Body with Implication for Society. Edisi ke-7.
New 1Jersey: Pearson.
Mitrowihardjo,
S.
2012.
Kandungan
katekin
dan
hasil
pucuk
beberapaklonteh(Camelliasinensis (L.) O. Kuntze) unggulan pada ketinggian
yang berbeda di kebun Pagilaran. (Disertasi Program Studi Pemuliaan
Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta).
Sofiana, N. 2011. 1001 Fakta TentangKopi.Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Stahl,
Egon.,
1985.,
Analisis
Obat
secaraKromatografidanMikroskopi.Bandung : ITB.
Tautua, A., Martin, W.B. dan Diepreye, E.R.E.2014.Ultra-violet Spectrophotometric
Determination of Caffeine in SoftandEnergyDrinks Available in Yenagoa,
Nigeria, Advance Journal of Food Science and Technology, 6(2): 155-158.
Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2007. Obat-obat penting, khasiat, penggunaan, dan
efek-efek sampingnya (edisi IV). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.