Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Hasil Samping Kelapa Sawit Fermentasi Probiotik Lokal dan Cairan Rumen Dalam Ransum Pada Domba

TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Domba Hair Sheep
Domba Sei Putih adalah bangsa domba yang diperoleh dari persilangan
yang dilakukan oleh Sub Balai Penelitian ternak (SBPT) Sungei Putih Galang,
Sumatera Utara bekerja sama dengan small Ruminant-Collaborative Research
Support Program (SR-CRSP) sejak tahun 1986. Komposisi darahnya adalah 50%
Barbados Blackbelly (Gatenby et al., 1995).
Berikut adalah tabel mengenai karateristik domba Sei Putih
Tabel 1. Penampilan bobot lahir, sapih (6 bulan dan 12 bulan) Domba Sei
Putih dan lokal Sumatera (Kg)
No
1

2

3

4

Karateristik
Bobot lahir (Kg)

a. Jantan
b. Betina
Bobot sapih: Umur 90 hari (Kg)
a. Jantan
b. Betina
Bobot umur 6 bulan (Kg)
a. Jantan
b. Betina
Bobot umur 12 bulan (Kg)
a. Jantan
b. Betina

Sei Putih

Sumatera

2,52
2,35

1,17

1,64

12,62
11,50

9,25
8,14

19,06
19,71

18,45
15,16

35,10
27,20

24,50
18,90


Sumber: Doloksaribu et al., 1996 : Subandriyo et al., 1996

Pertumbuhan Domba
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringanjaringan pembangunan, seperti urat daging, tulang otak, jantung dan semua
jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut
dikatakan pertumbuhan murni adalah pemanbahan berat dalam jumlah protein dan
zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau

penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni. Pada domba sampai dengan umur
2,5 bulan, pertambahan absolut akan berjalan lambat. Umur 2,5 bulan sampai
masa pubertas, terjadi kenaikan pertumbuhan yang sangat cepat dan saat domba
mencapai pubertas, terjadi kembali perlambatan pertumbuhan dan kurva akan
menjadi lebih landai pada saat mencapai titik belok atau inflection pubertal
(Anggorodi, 1979).
Dalam pertumbuhan hewan tidak sempurna sekedar meningkatkan berat
badannya, tetapi juga menyebabkan konformasi oleh perbedaan tingkat
pertumbuhan komponen tubuh, dalam hal ini urat daging yang akan dikonsumsi
manusia (Parakkasi, 1995).

Pakan Domba

Kebutuhan ternak akan dicerminkan oleh kebutuhan terhadap nutrisi,
jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase
(pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal atau sakit) dan
lingkungan hidupnya serta berat badannya. Jadi setiap ternak yang berbeda
kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Tomaszeweska et al., 1993).
Tabel 2. Kebutuhan Harian Zat-Zat Makanan Ternak Domba
BB
(Kg)
5
10
15
20
25
30

BK
(Kg)
0,14
0,25
0,36

0,51
0,62
0,81

% BB
2,5
2,4
2,6
2,5
2,7

Sumber : NRC (1985)

Energi
ME (Mcal)
0,6
1,01
1,37
1,8
1,91

2,44

TDN
(Kg)
0,61
1,28
0,38
0,5
0,53
0,67

Protein
total (g)
51
81
115
150
160
204


DD
41
68
92
120
128
163

Ca
(g)
1,91
2,3
2,8
3,4
4,1
4,8

P
(g)
1,4

1,6
1,9
2,3
2,8
2,3

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit
Pelepah Sawit
Kendala utama yang dihadapi dalam pemanfaatan pelepah kelapa sawit
sebagai pakan ternak adalah rendahnya protein kasar dan terikatnya serat kasar
pada lignin, sehingga penggunaannya maksimal 50% dalam pakan untuk ternak
domba. Menurut Purba et al., (1997) pelepah sawit diperoleh dari hasil
pemangkasan pada saat panen ataupun pemangkasan yang dilakukan rutin 6 bulan
sekali. Pelepah yang dihasilkan pada umumnya belum dimanfaatkan secara
optimal sementara menurut Sitompul (2003) pelepah sawit merupakan sumber
pakan bagi ternak untuk mensubsitusikan pakan hijauan. Selanjutnya menurut
Purba et al., (1997) mengacu pada kandungan gizi dan nilai kecernaan pelepah
sawit (48%), maka kontribusi energi pelepah sawit diperkirakan hanya mampu
memenuhi kebutuhan hidup pokok sehingga untuk pertumbuhan, bunting dan
laktasi diperlukan pakan tambahan sehingga kekurangan protein dan energi dapat

terpenuhi.
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Pelepah Sawit
Zat nutrisi
Berat Kering
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
TDN

Kandungan
86,5
5,8
5,8
48,6
29,8

Sumber: Ginting dan Elisabeth (2003)

Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pngolahan minyak

inti sawit. Pengolahan inti sawit menghasilkan sekitar 45% minyak inti sawit
sebagai hasil utama dan bungkil inti sawit sekitar 45% sebagai hasil sampingan.

Kandungan zat nutrisi BIS bervariasi, terutama kandungan serat kasarnya bekisar
14,49% tetapi proteinnya cukup tinggi, sedangkan menurut Lubis (1980) serat
kasarnya 24%. Variasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan umur tanaman,
teknik ekstraksi, daerah asal atau jenis kelapa sawit (Aritonang, 1984).
Tabel 4. Nilai Nutrisi Bungkil Inti Sawit
Zat Nutrisi
Berat Kering
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
TDN

Kandungn (%)
91,8
15,3
12,0
17,0

45,0

Sumber : Ginting dan Elisabeth (2003)

Lumpur sawit
Lumpur sawit merupakan hasil dari perasan minyak sawit yang
menghasilkan minyak kasar atau crude palm oil (CPO). Solid dapat mengganti
seepenuhnya dedak padi dalam konsentrat, dan memberi pengaruh yang positif
terhadap konsumsi ransum, kadar lemak susu dan efisiensi penggunaan energi dan
protein (Widyati et al., 1992). Pada kambing dan domba penggunaan solid
sebanyak 1% bobot badan mampu menghasilkan pertambahan bobot badan harian
sebesar 50-60 g dengan nilai konversi pakan 17 (Handayni et al., 1987).
Tabel 5. Nilai Nutrisi Lumpur Sawit
Zat Nutrisi
Bahan Kering
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat kasar
TDN
Sumber : Ginting dan Elisabeth (2003)

Kandungan (%)
91,1
11,1
12,0
17,0
65,4

Pencernaan Domba
Proses pencernaan pada ruminansia sangat komplek dan beberapa faktor
saling mempengaruhi, sehingga mekanisme pencernaan terutama yang terjadi
dalam rumen perlu diketahui untuk mengoptimalkan penggunaan nutrien. Sistem
pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang
dilengkapi dengan beberapaorgan yang bertanggung jawab atas pengambilan,
penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalanannya menuju tubuh
(saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut smpai ke anus. Disamping itu
sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran (ekskresi) dari
bahan-bahan pakan yang tidak terserap atau tidak diserap kembali oleh tubuh
(Parakkasi, 1985).

Konsumsi Pakan
Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang
berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan
kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan
pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya,
konsumsi pakannya pun akan meningkat pula. Menurut Prihatma (2000) tinggi
rendahnya konsumsi pakan padda ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh
faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri)

Kecernaan Bahan Pakan
Faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan antara lain pakan,
ternak, dan lingkungan. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses diasumsikan
sebagai nilai yang dicerna dan diserap, McDonald et al., (2002) menyatakan

bahwa kecernaan suatu pakan didefenisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak
di ekskresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut terserap oleh ternak.
Menurut Anggorodi (1994) umur ternak, kemampuan mikroba rumen
mencapai pakan, jenis ternak, serta kondisi lingkungan seperti derajat keasaman
(pH), suhu dan udara juga dapat menentukan nilai kecernaan dari suatu bahan
pakan. Menurut Tillman et al., (1991) beberapa hal yang mempengaruhi daya
cerna adalah konsumsi pakan. Pakan dengan kandungan nutrisi ydng lengkap
dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan itu sendiri.
Serat kasar suatu bahan pakan merupakan komponen kimia yang besar
pengaruhnya terhadap pencernaan. Kecernaan setiap pakan atau ransum
dipengaruhi adanya spesies hewan, bentuk fisik pakan, komposisi bahan pakan,
tingkat pemberian pakan, temperatur lingkungan (Tillman et al., 1984).

Kecernaan Bahan Kering
Pada kondisi normal, konsumsi bahan kering dijadikan ukuran konsumsi
ternak. Konsumsi bahan kering bergantung pada banyak faktor, diantaranya
adalah kecernaan bahan kering pakan, kandungan energi metabois dan kandungan
serat kasar. Bahan kering yang dikonsumsi dikurangi jumlah yang diekskresikan
merupakan jumlah yang dapat dicerna. Kualitas dan kuantitas bahan kering harus
diketahui

untuk

meningkatkan

kecernaan

bahan

makanan

yang

akan

mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Konsumsi bahan kering merupakan
faktor penting untuk mnunjang asupan nutrien yang akan digunakan untuk hidup
pokok dan produksi (Parakkasi, 1999).

Kecernaan Bahan Organik
Bahan organik merupakan bahan organik yang telah dikurangi abu,
komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan
asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Kecernaan bahan
organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan
berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin.
Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak
larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-zat tersebut
menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan
organik adalah kandungan serat kasar dan kandungan mineral dari bahan pakan,
karena sebagian dari . Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan
bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik.
Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik
menurun atau sebaliknya (Parakkasi, 1999).