Peran Teman Sebaya Terhadap Sikap Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Di Sma Harapan 3 Medan Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teman Sebaya
2.1.1. Pengertian Teman Sebaya
Dalam kamus besar bahasa indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan ,
sahabat atau orang yang sama – sama bekerja atau berbuat. Menurut Santrock, (2007)
Teman Sebaya adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang
lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman
sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia
yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.
Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau lebih yang
saling mendukung.
Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih
yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang
terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling
pengertian (Kawi, 2010). Dengan berteman, seseorang dapat merasa lebih aman
karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun
yang dapat membahayakan temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan
sebagai adanya hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling
memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai

(Santrock, 2007)

9

2.1.2. Karakteristik Berteman
Adapun karakteristik dari berteman (Parlee dalam Siregar, 2010) adalah
sebagai berikut :
1. Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman
2. Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka
3. Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan
kesenangan individu
4. Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik
5. Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga
melakukan hal yang demikian
6. Menceritakan rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat
pribadi kepada teman
7. Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik
seperti apa adanya individu
8. Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekat teman.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri berteman

terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman. Dalam pertemanan harus
dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling
membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta spontanitas.
2.1.3. Peran Teman Sebaya
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan
sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila

diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan
dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawankawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting.
Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman
sebaya adalah :
a. Sebagai sumber informasi dan kognitif mengenai dunia di luar keluarga dan
sumber untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan. Banyak tidaknya
informasi atau pengetahuan yang diterima seseorang atau sekelompok orang
mempengaruhi

perubahan

perilaku


(Lubis,2011).

Berdasarkan

teori

perkembangan Piaget, kemampuan kognitif remaja berada pada tahap formal
operational. Remaja harus mampu mempertimbangkan semua kemungkinan
untuk menyelesaikan masalah dan mempertanggung jawabkannya. Berkaitan
dengan perkembangan kognitif, umumnya remaja menampilkan tingkah laku
sebagai berikut:
1. Kritis
Segala sesuatu harus rasional dan jelas, sehingga remaja cenderung
mempertanyakan kembali aturan – aturan yang diterimanya.
2. Rasa ingin tahu yang kuat
Perkembangan intelektual pada remaja merangsang adanya kebutuhan/
kegelisahan akan sesuatu yang harus diketahui/ dipecahkan.

3. Jalan pikiran egosentris
Berkaitan dengan menentang pendapat yang berbeda. Cara berfikir kritis dan

egosentris, menyebabkan remaja cenderung sulit menerima pola pikir yang
berbeda dengan pola pikirnya
4. Imagery Audience
Remaja merasa selalu diperhatikan atau menjadi pusat perhatian orang lain
menyebabkan remaja sangat terpengaruh oleh penampilan fisiknya dan dapat
mempengaruhi konsep dirinya
5. Personal Fables
Remaja merasa dirinya sangat unik dan berbeda dengan orang lain.
(Kusmiran, 2012)
b. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.
Perubahan perilaku manusia juga dapat timbul akibat dari kondisi emosi
seseorang. James P. Chaplin (2007) mengatakan bahwa, konsep emosi sangat
bervariasi. Emosi adalah reaksi kompleks yang berhubungan dengan kegiatan atau
perubahan – perubahan secara mendalam dan hasil pengalaman dari rangsangan
eksternal dan keadaan fisiologis. Dengan emosi, individu terangsang terhadap
objek – objek atau perubahan – perubahan yang disadari sehingga memungkinkan
dia merubah sifat ataupun perilaku (Lubis, 2011).
2.1.4. Peran Kebudayaan dalam Hubungan Sebaya
Menurut E. B. Taylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan kompeks, yang didalamnya terkandung ilmu


pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota
masyarakat dan menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat mengatakan kebudayaan adalah
keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan
yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat (Widagdho, 2012).
Hubungan sebaya bisa dipengaruhi oleh konteks budaya tempat anak hidup
(Bergeron, 2005 & Parker, 2006). Di banyak sekolah, kelompok sebaya terbagi – bagi
secara jelas menurut status sosioekonomi dan etnis. Di sekolah dengan sejumlah
besar siswa dari status sosioekonomi menengah dan rendah, siswa dengan status
sosioekonomi menengah sering mengambil peran kepemimpinan dalam organisasi
formal. Kelompok sebaya bisa terbentuk untuk menentang kelompok mayoritas dan
memberikan dukungan adaptif yang mengurangi perasaan terisolasi.
Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah
lingkungan sosial. Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial budaya dan sosial
ekonomi. Menurut Mac Iver sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto (2001)
Kebudayaan adalah “ Ekspresi jiwa terwujud dalam cara – cara hidup dan berfikir,
pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi, dan hiburan (Sunaryo, 2004).
Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja
mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris. Bagi beberapa remaja,

pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan
bersikap bermusuhan. Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya
sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi

perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para
remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Piaget
dan Sullivan dalam Santrock, 2007).
Crikhtenmihalyi & Larson (1984) menjelaskan bahwa bagi remaja, waktu
dengan teman merupakan bagian terpenting bagi remaja dalam kesehariannya. Teman
bagi remaja tempat menghabiskan waktu, berbicara, berbagi kesenangan dan
kebebasan. Teman sebaya bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh
negatif dan positif terhadap anak remaja. Dikatakan bahwa relasi dengan teman
sebaya akan mengembangkan dari “self” seorang remaja ( Youniss & Smollar, 1985).
Defenisi remaja dengan relasinya dengan teman sebaya memberikan peranan dalam
membentuk keterkaitan antara remaja, keluarga dan teman sebaya sebagai pesaing,
pemberi kepuasan atau saling melengkapi.
Terdapat tiga model klasik dari hubungan antara keluarga, dan teman sebaya
pada remaja, yaitu:
1. Model Psikoanalisa
2. Model Sosialisasi

3. Model Kognitif
Peranan dari teman sebaya lebih menonjol pada masa remaja dibandingkan
pada awal – awal kehidupan.

1. Model Psikoanalisa
Model Psikoanalisa menjelaskan kematangan dalam tiga konsep, yaitu: konflik,
kebebasan, dan autonomy. Menurut freud (1966), masa remaja merupakan waktu
terjadinya konflik internal antara ketergantungan dan dorongan untuk autonomy.
2. Model Sosialisasi ( teman sebaya sebagai saingan bagi orang tua).
Pandangan yang lebih negatif dari pergaulan pada masa remaja menjadi jelas dari
hasil penelitian para sosiolog terhadap kelompok orang tua dan teman sebaya.
Sudut pandang ini melihat orang tua sebagai pengawas dan pemberi kritik yang
tajam pada perkembangan anaknya agar anak dapat memberikan kesinambungan
dalam menjalin norma – norma sosial, teman sebaya akan menjadi sumber dari
tekanan antara dua kekuatan set eksklusif dari nilai- nilai.
3. Model Kognitif
Teman sebaya merupakan kelompok yang unik dan saling melengkapi dengan
orang tua. Relasi dengan teman sebaya memberikan kontribusi yang unik bagi
perkembangan. Piaget (1932) menekankan secara khusus bahwa pengalaman anak
dengan teman sebaya dan orang tua tidak dilihat sebagai pesaing ataupun sebagai

pengganti, tapi lebih dilihat bahwa masing – masing memberikan penekanan
khusus yang berbeda (Agustiani, 2006)
2.1.5. Fungsi Kelompok Teman Sebaya
Menurut Gottman dan Parker dalam Santrock (2003), mengatakan bahwa ada enam
fungsi perteman yaitu :

1. Berteman (Companionship)
Berteman akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan
fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu
aktivitas.
2. Stimulasi Kompetensi (Stimulation Competition)
Pada

dasarnya,

berteman

akan

memberi


rangsangan

seseorang

untuk

mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi
sosial. Artinya melalui teman seseorang memperoleh informasi yang menarik,
penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik.
3. Dukungan Fisik (Physicial Support)
Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan menumbuhkan
perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu
masalah
4. Dukungan Ego
Dengan berteman akan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang,
apa yang dihadapi seseorang juga dirahasiakan, dipikirkan dan ditanggung oleh
orang lain (temannya).
5. Perbandingan Sosial (Social Comparison)
Berteman akan menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan

ekspresi, kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang.
6. Intimasi/Afeksi (Intimacy/Affection)

Tanda berteman adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban satu sama
lain. Masing-masing individu tidak ada maksud ataupun niat untuk menyakiti
orang lain karena mereka saling percaya, menghargai dan menghormati
keberadaan orang lain.
2.1.6. Perkembangan Sosial
Terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan perilaku dewasa
merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat
menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anakanak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasadi luar
lingkungan keluarga dan sekolah (Kusmiran, 2012)
2.1.7. Pengelompokan Sosial Baru pada Remaja
Menurut kusmiran (2012) Dalam pengelompokan sosial, akan muncul nilai –
nilai baru yang diadaptasi oleh remaja. Nilai - nilai tersebut antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Nilai baru dalam memilih teman. Pemilihan teman berdasarkan kesamaan
minat dan nilai – nilai yang sama, yang dapat mengerti dan memberi rasa
aman, serta yang dapat berbagi masalah dan membahas hal – hal yang tidak
dapat dibicarakan dengan orang dewasa.

2. Nilai baru dalam penerimaan sosial. Remaja menerima teman – teman yang
disenangi dan menolak yang tidak disenangi yaitu dimulai dengan
menggunakan standar yang sama dengan kelompoknya.

3. Nilai baru dalam memilih pemimpin. Remaja memilih pemimpin yang
berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati oleh orang lain dan
dapat menguntungkan mereka, bukan pada penilaian fisik melainkan pada
orang yang bersemangat, bergairah, penuh inisiatif, bertanggung jawab,
banyak ide, dan terbuka (Kusmiran, 2012).
2.1.8. Kuatnya Teman Sebaya
Keinginan menjadi mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu
bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orangtua
dan ketergantungan secara emosional pada orangtua. Berdasarkan ciri-ciri yang
dimiliki seperti menjadi egosentris, kebinggungan peran dan lain-lain, seseorang
menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama
dengan orangtuanya, sehingga wajar saja jika tingkah laku dan norma/aturan-aturan
yang dipegang banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Namun, tampaknya
remaja sangat bergantung pada teman sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap
ambivalen. Di satu sisi ingin membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri
dari orangtuanya, tetapi di sisi lain mereka masih tergantung kepada orangtuanya
(Kusmiran, 2012).
Remaja akan tetap meminta pertimbangan dari orangtuanya ketika
menghadapi masalah yang berat atau harus menentukan sesuatu yang berkaitan
dengan masa depannya yang berakibat jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk
ketergantungan remaja kepada orangtua. Ketergantungan pada teman sebaya lebih
mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan relasi sosial atau penerimaan

lingkungan (misalnya tingkah laku/kebiasaan sehari-hari, kesukaan, aktivitas
yangdipilih, gaya bahasa dan lainnya). Namun, perilaku mengikuti kelompok akan
semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya kematangan karena remaja semakin
ingin menjadi individu yang mandiri dan unik serta lebih selektif dalam memilih
sahabat (Kusmiran, 2012).
Menurut Kusmiran (2012) Tingkat konformitas remaja dengan kelompok
sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang terjadi dalam keluarga. Remaja
yang berasal dari keluargayang terlalu hangat, memberikan perlindungan dan
keamanan secara berlebihan, melibatkan emosi yang sangat kuat cenderung
memengaruhi remaja menjadimalas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau
mengalami kesulitan dalamberinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya
remaja ini lebih senang menyendiri atau bergaul dengan orang-orang tertentu saja,
ada juga yang menjadi minder dan sulit berinteraksi dengan sebayanya. Sementara
keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi kepada anak,
cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikatkan diri pada lingkungan
lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut
(tanpa membedakan mana tingkah laku yang salah atau benar)
Keluarga yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar
yangtidak berlebihan dan senantiasa memberikan dukungan positif dapat membantu
anak mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Ia mampu
menentukan kapan ia harus mengikuti kelompoknya dan kapan harus menolak ajakan

dari teman sebayanya sehingga remaja tersebut akan terbebas dari tekanan teman
sebaya untuk melakukan hal-hal negatif.
Perubahan dalam perilaku sosial ditunjukkan dengan :
a. Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar.
b. Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin.
c. Bertambahnya wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih baik
serta lebih bisa mengerti orang lain. Remaja juga mengembangkan
kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam
aktivitas sosial.
d. Berkurangnya

prasangka dan

diskriminasi, mereka cenderung tidak

mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya.
2.1.9 Aspek-aspek Kualitas Pertemanan
Menurut Mappiare dalam Handayani (2006) aspek-aspek kualitas pertemanan adalah
sebagai berikut :
a. Pengakuan dan Saling Menjaga
Yaitu remaja diakui teman, adanya perilaku saling menjaga, mendukung dan
saling memberi perhatian.
b. Terjadinya Konflik
Yaitu

munculnya

perbedaan

atau

perselisihan

membangkitkan kemarahan dan ketidakpercayaan.

faham

hal-hal

yang

c. Pertemanan dan Rekreasi
Yaitu menghabiskan waktu bersama-sama teman, baik di luar maupun
didalam lingkungan sekolah.
d. Membantu dan Memberi Petunjuk
Yaitu usaha seorang teman untuk membantu temannya yang lain dalam
menyelesaikan tugas rutin yang menantang.
e. Berbagi Pengalaman dan Perasaan
Yaitu adanya saling keterbukaan akan perasaan pribadi, berbagi pengalaman
diantara remaja dan temannya.
f. Pemecahan Konflik
Yaitu munculnya perdebatan atau perselisihan faham dan adanya jalan keluar
pemecahan masalah secara baik dan efisien.

2.2. Sikap
2.2.1. Definisi Sikap
Sikap, atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah suatu cara
bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap
sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang jika ia
terkena sesuatu rangsangan baik mengenai orang, benda – benda, ataupun situasi –
situasi yang mengenai dirinya (Purwanto, 2006).
Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi,
kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan siap mental, yang

dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya
pengaruh khusus atau reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek dan situasisituasi dengan siapa ia berhubungan (Winardi, 2004). Sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Sarwono,
1997 dalam buku Maulana (2009), sikap merupakan kecenderungan merespon (secara
positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu.
Sikap adalah perasaan , pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang
lebih bersifat permanen mengenai aspek – aspek tertentu dalam lingkunganya. Sikap
merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu stimulus atau objek yang
berdampak pada bagaimana seorang berhadapan dengan objek tersebut. Ini berarti
sikap menunjukan kesetujuan atau ketidak setujuan , suka atau tidak suka seseorang
terhadap sesuatu (Mubarak, 2012).
2.2.2. Tingkatan Sikap
Sikap terdiri atas empat tingkatan, mulai dari terendah sampai tertinggi, yakni
menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab.
a. Menerima (receiving), menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan/ objek.
b. Merespon (responding), memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan indikasi sikap. Terlepas dari
benar atau salah, hal ini berarti individu menerima ide tersebut.
c.

Menghargai (valuing), pada tingkat ini individu mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible) merupakan sikap yang paling tinggi dengan
segala resiko bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih, meskipun
mendapat tantangan dari keluarga. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara
langsung (langsung ditanya) dan tidak langsung (Notoadmodjo, 2003).
2.2.3. Ciri – ciri Sikap
Seperti yang diungkap para ahli (Gerungan, 1996; Ahmadi, A.,1999;
Sarwono, SW.2000, dan Walgoto, B., 2001), sikap memiliki ciri – ciri sebagai
berikut:
1.

Sikap tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman,
latihan sepanjang perkembangan individu.

2.

Sikap dapat berubah – ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu
sehingga dapat dipelajari.

3.

Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.

4.

Sikap dapat tertuju pada satu atau banyak objek

5.

Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

6.

Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, hal ini yang membedakan
dengan pengetahuan.

2.2.4. Fungsi Sikap
Menurut Attkinson dkk, seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki 5
fungsi, yakni sebagai berikut.
1. Fungsi instrumental, yaitu sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau
manfaat dan menggambarkan keadaan keinginannya atau tujuan.

2. Fungsi pertahanan ego, yaitu sikap yang diambil untuk melindungi diri dari
kecemasan atau ancaman harga dirinya.
3. Fungsi nilai ekspresi, yaitu sikap yang menunjukan nilai yang ada pada dirinya.
Sistem nilai individu dapat dilihat dari sikap yang diambil individu bersangkutan
(misalnya, individu yang telah menghayati ajaran agama, sikapnya akan tercermin
dalam tutur kata, perilaku dan perbuatan yang dibenarkan ajaran agamanya).
4. Fungsi pengetahuan, setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin
mengerti, ingin banyak mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan, yang
diwujudkan dalam kehidupan sehari – hari.
5. Fungsi penyesuaian sosial, yaitu sikap yang diambil sebagai bentuk adaptasi
dengan lingkungannya. (Maulana,2009).
2.2.5. Komponen Sikap
Menurut Azwar (2000) di dalam Sunaryo (2004) Struktur sikap terdiri atas 3
komponen yang saling menunjang:
1. Komponen Kognitif : dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi
kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal – hal
bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat
dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi,
kebutuhan emosional , dan informasi dari orang lain.
2. Komponen Afektif (komponen emosional) : komponen ini menunjuk pada
dimensi emosional subjektif individu, terhadap objek sikap, baik yang positif
(rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak

dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap
objek tersebut.
3. Komponen Konatif : disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang
berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap
yang dihadapinya.

2.3. Remaja
2.3.1. Pengertian Remaja
Remaja ( adolescentia) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak –
kanak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan
psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara 12 – 21
tahun.Untuk menjadi orang dewasa mengutip pendapat erikson, maka remaja akan
melalui masa krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (search for
self- identity), sedangkan masa remaja tengah , individu sudah duduk disekolah
menengah atas (SMU). Kemudian mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya
sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja
(Dariyo, 2004).
Penggolongan remaja menurut Thornburg (1982) terbagi 3 tahap, yaitu remaja
awal 13 – 14 tahun, remaja tengah ( 15-17 tahun), remaja akhir (18-21 tahun). Masa
remaja awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan dibangku sekolah
menengah tingkat pertama (SLTP), Pendapat tentang rentang usia remaja bervariasi

antara beberapa ahli, organisasi, atau lembaga kesehatan. Usia remaja merupakan
periode transisi perkembangan dari masa anak ke masa dewasa, usia antara 10 – 24.
Secara etimiologi, remaja berarti ‘tumbuh menjadi dewasa. Defenisi remaja
(adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara
10 -19 stahun, sedangkan Perserikatan Bangsa –Bangsa (PBB) menyebut kaum muda
(youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health
Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia
remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi 3 tahap , yaitu remaja awal (11-14
tahun); remaja menengah(15-17 tahun);dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi ini
kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup
usia 10 -24 tahun.
Defenisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu :
1. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11 – 12 tahun
sampai 20 – 21 tahun.
2. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi
fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual.
3. Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu mengalami
perubahan – perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan moral, di antara
masa anak – anak menuju masa dewasa.
Gunarsa (1978) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa anak – anak ke masa dewasa, yang meliputi semua

perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Kusmiran,
2012).
2.3.2. Dinamika Masa Remaja
Menurut Lubis (2011) Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa
pubertas menuju masa dewasa. Selama periode ini, mereka akan banyak mengalami
perubahan baik secara fisik, psikologis ataupun sosial. Oleh sebab itu, untuk
memudahkan pembahasanya, maka kita membagikan masa remaja menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Remaja Awal
Adapun ciri – ciri dinamika perkembangan psikologi pada remaja awal terlihat
dari :
a. Mulai menerima kondisi dirinya
b. Berkembangnya cara berfikir.
c. Menyadari bahwa setiap manusia memiliki perbedaan potensi.
d. Bersikap over estimate, seperti meremehkan segala masalah, meremehkan
kemampuan orang lain, dan terkesan sombong.
e. Akibat sombong menjadikan dia gegabah dan kurang waspada.
f. Proporsi tubuh semakin proporsional.
g. Tindakan masih kanak – kanak, akibat ketidakstabilan emosi
h. Sikap dan moralitasnya masih bersifat egosentris
i. Banyak perubahan dalam kecerdasan dan kemampuan mental
j. Selalu merasa kebingungan dalam status

k. Periode yang sulit dan kritis
2. Remaja Tengah
Ciri – ciri dinamika perkembangan psikologi pada remaja tengah yaitu
a. Bentuk fisik makin sempurna dan mirip dengan orang dewasa
b. Perkembangan sosial dan intelektual lebih sempurna
c. Semakin berkembang keinginan untuk mendapatkan status.
d. Ingin mendapatkan kebebasan sikap, pendapat dan minat
e. Keinginan untuk menolong dan ditolong orang lain
f. Pergaulan sudah mengarah pada heteroseksual
g. Belajar bertanggung jawab
h. Apatis akibat selalu ditentang sehingga malas mengulanginya
i. Perilaku agresif akibat diperlakukan seperti kanak – kanak.
3. Remaja Akhir
Ciri –ciri dinamika perkembangan psikologis pada remaja akhir yaitu:
a. Disebut sebagai dewasa muda dan meninggalkan dunia kanak – kanak
b. Berlatih mandiri dalam membuat keputusan
c. Kematangan emosional dan belajar mengendalikan emosi
d. Dapat berfikir objektif sehingga mampu bersikap sesuai situasi dan kondisi
e. Belajar menyesuaikan diri dengan norma – norma yang berlaku
f. Membina hubungan sosial secara heteroseksual.

2.3.3. Masa Transisi Remaja
Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi
tersebut menurut Gunarsa (1978) dalam disertasi PKBI (2000) adalah sebagai berikut:
1. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh
Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak –anak, tetapi belum sepenuhnya
menampilkan bentuk tubuh orang dewasa.
2. Transisi dalam kehidupan emosi
Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan
kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi.
3. Transisi dalam kehidupan sosial
Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana
lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting.
4. Transisi dalam nilai – nilai moral
Remaja mulai meninggalkan nilai – nilai yang dianutnya dan menuju nilai – nilai
yang dianut orang dewasa.
5. Transisi dalam pemahaman
Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai
mengembangkan kemampuan berfikir abstrak ( Kusmiran, 2012).
2.3.4. Karakteristik Perkembangan Remaja
Karakteristik perkembangan remaja, meliputi perkembangan fisik, kognitif,
emosi, sosial, moral, kepribadian, dan kesadaran beragama.

1. Perkembangan fisik. Perkembangan fisik ditandai dengan pertumbuahn fisik yang
sangat pesat. Perkembangan seksualitas berupa munculnya tanda – tanda seksual
primer dan sekunder.
a. Tanda tanda seks primer. Ini menunjukan matangnya organ seksal. Pada pria,
ini ditandai dengan mimpi basah ( noctural emission), sedangkan pada wanita
dengan menarke ( haid pertama)
b. Tanda – tanda seks sekunder. Tanda – tanda tersebut adalah sebagai berikut :
Perempuan:








Tumbuhnya rambut pubis (pubis hair) dan bulu ketiak (axillary hair)
Payudara membesar
Ukuran pinggul bertambah besar.
Kelenjar sebasea

semakin aktif sehingga menyebabkan munculnya

jerawat
Laki – laki










Tumbuhnya rambut pubis dan bulu ketiak
Terjadi perubahan suara.
Tumbuhnya kumis dan jakun
Kelenjar sebasea semakin aktif
Otot tubuh, kaki, dan tangan membesar.

2. Perkembangan kognitif. Remaja mampu berfikir logis tentang berbagai gagasan
yang abstrak. Pada remaja, sistem keadilan merupakan suatu aspek kepedulian
terhadap hak – hak warga masyarakat.
3. Perkembangan

emosi.

Puncak

emosionalitas

remaja

berpengaruh

pada

perkembangan organ seksualnya. Remaja cenderung sensitif dan reaktif,
emosinya negatif, dan tempramental (misalnya, mudah tersinggung, marah atau
sedih).
4. Perkembangan sosial. Remaja mulai memiliki sosial cognition, yaitu kemampuan
untuk mengenal orang lain serta conformity, yaitu kecenderungan untuk
mengikuti opini, pendapat, nilai dan hobi orang lain (teman sebaya).
5. Perkembangan

moral.Perkembangan

moral

remaja

sudah

lebih

matang

dibandingkan anak –anak. Remaja sudah lebih mengenal nilai moral/konsep –
konsep moralitas (misalnya, kejujuran ,keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan)
6. Perkembangan kepribadian. Secara bertahap, remaja mulai menemukan identitas
atau jati dirinya. Hal ini dipengaruhi oleh iklim keluarga, tokoh idola, dan
peluang untuk mengembangkan diri
7. Perkembangan kesadaran beragama. Pandangan terhadap tuhan atau agama sangat
dipengaruhi oleh perkembangan pikiran ( Herlina,2011).
2.3.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Remaja
Sejak dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh menjadi anak,
remaja atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada setiap individu.
Aspek – aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif

maupun psikososialnya (Papalia, dkk.1998), Santrock, 1999, Turne dan Helm, 1995).
Menurut pandangan Gunarsa (1991) bahwa secara umum ada 2 faktor yang
mempengaruhi perkembangan individu ( bersifat dichotomi), yakni endogen dan
exogen.
1. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan –
perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat
herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya. Misalnya : postur tubuh (tinggi
badan), bakat –minat , kecerdasan, kepribadian dan sebagainya
2. Faktor exogen (nurture). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan
dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang berasal
dari luar individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan
fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya.Sedangkan lingkungan
sosial adalah lingkungan dimana seorang mengadakan relasi/interaksi dengan
individu atau kelompok individu didalamnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa:
keluarga, tetangga, teman lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan
sebagainya.
3. Interaksi antara endogen dan exogen. Dalam kenyataanya, masing – masing
faktor tersebut tak dapat dipisahkan. Kedua faktor itu saling berpengaruh,
sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang
mempengaruhi perkembangan individu. Dengan demikian, sebenarnya faktor
yang ketiga ialah kombinasi dari kedua faktor itu. Para ahli perkembangan

sekarang (Berk,1993; Gunarsa, 1991; Papalia, Olds dan Fielman, 2001 dan
Santroc, 1999) meyakini bahwa kedua faktor internal (endogen) maupun eksternal
(exogen) tersebut mempunyai peran yang sama besarnya, bagi perkembangan dan
pertumbuhan individu (Dariyo, 2004).
2.3.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja
1. Perubahan Biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal
dapat menimbulkan perilaku seksual.
2. Kurangnya pengaruh orang tua melalui komunikasi antara orang tua dan remaja
seputar masalah seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku
seksual (Oom.1981)
3. Pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku
seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya
4. Remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi yang rendah cenderung lebih
sering memunculkan aktifitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang
baik disekolah
5. Perspektif sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan keputusan yang
menyediakan pemahaman perilaku seksual kalangan remaja ( Kusmiran, 2012).

2.4. Kesehatan Reproduksi
2.4.1. Teori dan Konsep Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik
secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata – mata terbebas dari penyakit atau

kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi
serta prosesnya. (WHO, 1992 : Familly and Reproductive Health). Kesehatan
reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dan bukan hanya tidak
adanya penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsi serta prosesnya. ( ICPD Kairo, 1994 ).
Reproduksi sehat adalah kondisi di mana wanita dan pria sebagai pasangan
suami istri dapat berhubungan seksual secara aman, dengan atau tanpa tujuan
terjadinya kehamilan , dan bila kehamilan diinginkan wanita hamil pada umur yang
tepat dan dengan jarak kelahiran yang cukup sehingga dimungkinkan menjalani
kehamilan dengan aman. Perkembangan dan perubahan alat reproduksi adalah
pertumbuhan alat reproduksi pria dan wanita dari masa kanak – kanak sehingga
remaja. Masa pertumbuhan ini khususnya di awal reproduksi, yaitu pada masa remaja
menyebabkan perubahan jasmani dan rohani ( BKKBN, 2009).
Kesehatan reproduksi meliputi bidang yang sangat luas sehingga batasanya
sulit ditentukan. Kesehatan reproduksi sangat penting artinya karena:
1.

Merupakan masalah vital dalam kesehatan, untuk kedua gender.

2.

Kesehatan reproduksi merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan karena
alat reproduksi ini langsung berhubungan dengan dunia luar sehingga mudah
terjadi masalah yang akan mempengaruhi funginya dalam kehidupan utama
manusia.

3.

Masalah kesehatan reproduksi sebagian besar berkaitan dengan ilmu kebidanan
dan penyakit kandungan dalam arti sempit.

4.

Memelihara kesehatan reproduksi memerlukan kerjasama multidisiplin, sehingga
fungsinya dapat dipertahankan (Manuaba, 2011).

2.4.2. Hak – hak Kesehatan Reproduksi
Hak – hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh
informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga berencana yang
pernah mereka pilih, aman, efektif, terjangkau , serta metode – metode pengendalian
kelahiran lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hukum serta
perundang – undangan yang berlaku.
Hak – hak kesehatan reproduksi meliputi hal – hal berikut ini.
1. Hak untuk hidup.
2. Hak atas kebebasan dan keamanan.
3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi.
4. Hak atas kerahasiaan pribadi.
5. Hak untuk bebas berfikir.
6. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan.
7. Hak memilih bentuk keluarga, dan hak untuk membangun dan merencanakan
keluarga.
8. Hak untuk memutuskan kapankah dan akankah mempunyai anak.
Hak mendapatkan pelayanan dan perlidungan kesehatan.
9. Hak mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan.
10. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisispasi dalam politik.
11. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk (BKKBN, 2009).

2.4.3. Perkembangan dan Perubahan Organ Reproduksi
Perkembangan dan pertumbuhan organ reproduksi mengalami masa
pertumbuhan mulai dari anak – anak hingga remaja. Masa pertumbuhan ini,
khususnya diawal masa reproduksi, yaitu pada masa remaja menyebabkan perubahan
jasmani dan rohani baik bagi pria maupun wanita (BKKBN, 2009).
Tabel 2.1. Ciri – ciri Perubahan Jasmani pada Awal Reproduksi





PRIA
Volume suara membesar
Membesarnya kelenjar gondok
Tumbuh bulu atau rambut pada
tempat – tempat tertentu
Tumbuh jerawat diwajah








WANITA
Buah dada mulai membesar
Mendapat haid atau menstruasi
setiap bulan
Tumbuh bulu atau rambut pada
tempat – tempat tertentu
Tumbuh jerawat di wajah

Tabel 2.2. Ciri – ciri Perubahan Rohani Memasuki Masa Reproduksi
PRIA
• Sering bermimpi tentang hal – hal yang
ada hubunganya dengan birahi atau
seks, sehingga mengeluarkan air mani
(mimpi basah )
• Bertingkah laku yang menarik perhatian
wanita
• Menaruh perhatian pada wanita




WANITA
Bertingkah
laku
yang
menarik perhatian pria
Menaruh perhatian pada pria

Tabel 2.3. Alat Reproduksi
PRIA
Bagian Luar
• Zakar
• Kantong zakar (scrotum)
Bagian Dalam
• Buah Zakar (testis) jumlahnya
sepasang
• Epididimis (menghasilkan
sperma)
• Saluran mani (Vas Deverens)
• Saluran kantung air mani
(Vesikular siminalis)
• Kelenjar prostat
• Kelenjar Cowperi (grandula
cowperi)
• Saluran kencing(uretra)

WANITA
Bagian Luar
• Bibir besar ( labia mayor)
• Bibir kecil ( labia minor )
• Klentit ( Klitoris)
• Liang Senggama ( Introitus
Vaginae)
Bagian Dalam
• Liang Senggama /kemaluan
• Mulut rahim
• Rahim ( uterus)
• Saluran telur (Tuba Fallopi)
• Indung Telur ( ovarium )

Produk Kelamin Pria
• Air mani (semen)
• Sel maani (spermatozoa)
2.4.4. Anatomi Organ Reproduksi
Organ reproduksi wanita bagian luar terdiri dari:
1. Bibir luar (labia mayora)
2. Bibir dalam (labia minora)
3. Klitoris adalah bagian yang penuh dengan ujung – ujung saraf sehingga sangat
peka terhadap rangsangan sentuhan .
4. Uretra ( lubang saluran kencing ) yang dihubungkan dengan kandung kencing.
5. Liang senggama atau lubang kemaluan ( vagina ) pada gadis – gadis yang belum
menikah biasanya tertutup oleh selaput dara (hymen). Adakalanya hymen robek

pada saat senggama yang pertama kali sehingga terjadi perdarahan, akan tetapi
ada wanita yang tidak mengalami perdarahan seperti itu, penyebabnya antara lain:
hymen yang elastis (bersifat mulur): hymen yang robek sebelum senggama,
misalnya karena olah raga, terjatuh, dan sebagainya.
Bagian Dalam terdiri dari :
1. Liang senggama (vagina), mempunyai 3 fungsi:
a. Jalan keluarnya haid
b. Jalan masuk penis dalam senggama
c. Jalan keluarnya bayi waktu melahirkan
2. Mulut rahim (serviks) yang menghubungkan vagina dan rahim
3. Rahim (uterus). Jaringan sebesar telur ayam. Pada dinding rahim ini, dibesarkan
sel telur yang sudah dibuahi sehingga menjadi bayi dan siap untuk dilahirkan
4. Indung telur (ovarium) yang menghasilkan hormon estrogen dan progesteron
serta sel – sel telur. Sel – sel telur biasanya dilepas satu persatu pada waktu
tertentu (biasanya 23 hari sekali)
Organ reproduksi pria terdiri dari :
1. Testis, menghasilkan :
a. Hormon – hormon testosteron dan androgen
b. Spermatozoa yang berjumlah ratusan juta
2. Saluran Vas deferens yang menghubungkan testis dengan kelenjar prostat
3. Kelenjar prostat, tempat penyimpanan spermatozoa untuk sementara

4. Uretra:
a. Tempat keluarnya air mani
b. Tempat kelurnya air seni
5. Kandung kencing (Bahiyatun, 2011).
2.4.5. Upaya untuk Mempertahankan Kesehatan Reproduksi
1. Upaya promotif Kesehatan Reproduksi
a. Pemberian Asuhan Antenatal (nutrisi ibu hamil : empat sehat lima sempurna)
b. Perawatan dan pelayanan kesehatan bayi dan anak.
c. Penatalaksanaan kesehatan remaja (KB remaja, pelayanan aborsi yang bersih
dan aman)
2. Upaya Preventif Kesehatan Reproduksi
a.

Pencegahan penyakit menular seksual

b.

Pencegahan penyakit HIV dan AIDS

c.

Pelayanan Aborsi yang bersih dan aman

d.

Pelayanan persalinan, nifas, dan menyusui yang bersih dan aman

e.

Pelayanan KB yang prima sehingga kesuburan dapat kembali dengan aman
dan bersih

f.

Penggalangan suasana kerja aman dan bersih sehingga kesehatan reproduksi
dapat berfungsi dengan baik tanpa menimbulkan cacat bagi generasinya.

3. Upaya kuratif Kesehatan Reproduksi
a.

Pemberian terapi adekuat untuk mengatasi infeksi reproduksi sehingga
fungsinya berjalan baik

b.

Pelayanan terhadap pasangan infertilitas.

c.

Pelayanan terhadap keganasan reproduksi sehingga fungsinya sebagian masih
dapat dipertahankan.

4. Upaya Rehabilitatif Kesehatan Reproduksi:
a.

Melayani kesehatan psikologis, sehingga dapat memahami dampak terapi
yang telah diberikan

b.

Pelayanan terapi fisik, sehingga alat reproduksinya mampu berfungsi dengan
baik
Agar kesehatan reproduksi optimal diperlukan kerjasama multidisiplin,

sehingga

tujuan

untuk

mempertahankan

kesehatan

reproduksi

tercapai

(Manuaba,2011).
2.4.6. Tujuan dan Sasaran Kesehatan Reproduksi
1. Tujuan Umum
Mewujudkan

keluarga

berkualitas

tahun

2015

melalui

peningkatan

pengetahuan, kesadaran sikap dan perilaku remaja dan orang tua agar peduli dan
bertanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga, serta memberikan pelayanan
kepada remaja yang memiliki permasalahan khusus (BKKBN, 2002). Sasaran
program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah agar seluruh remaja dan
keluarganya memiliki pengetahuan, kesadaran sikap dan perilaku keehatan reproduksi
sehingga menjadikan remaja siap sebagai keluarga berkualitas pada tahun 2015
(BKKBN, 2002).

2. Tujuan Khusus
Mengutip buku Materi Program KB dan Kesehatan Reproduksi Remaja
adalah sebagai berikut:
a. Seluruh lapisan masyarakat mendapatkan informasi tentang KRR. Sasaranya ialah
meningkatnya cakupan penyebaran informasi KRR melalui media massa.
b. Seluruh remaja di sekolah mendapatkan informasi tentang KRR. Sasaranya ialah
meningkatnya cakupan penyebaran informasi KRR disekolah umum, SLTP, dan
SMU, Pesantren dll.
c. Seluruh remaja dan keluarga yang menjadi anggota kelompok masyarakat
mendapat informasi tentang KRR seperti karang taruna, remaja mesjid,
perusahaan , remaja gereja, PKK, pramuka, pengajian dan arisan
d. Seluruh remaja di perusahaan tempat kerja mendapatkan informasi tentang KRR
e. Seluruh remaja yang membutuhkan konseling serta pelayanan khusus dapat
dilayani.
f. Seluruh masyarakat mengerti dan mendukung pelaksanaan program KRR.
Sasaranya ialah meningkatnya komitmen bagi politisi, toga, toma, serta LSM
dalam pelaksanaan KRR (Purnamaningrum, 2009).

2.5. Landasan Teori
MenurutSantrock, (2007) teman sebaya memiliki peran yang sangat penting
bagi perkembangan remaja baik secara emosional maupun secara sosial. Peranan
yang terpenting dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia
di luar keluarga.Teman sebaya sebagai sumber kognitif, untuk pemecahan masalah
dan perolehan pengetahuan. Dengan sebaya, remaja belajar memformulasikan dan
menyatakan pendapat mereka, menghargai sudut pandang sebaya, menegosiasikan
solusi atas perselisihan secara kooperatif. Kemampuan remaja untuk memantau
kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya
kematangan dan kompetensi sosial mereka. Remaja menerima umpan balik tentang
kemampuan mereka dari group sebaya mereka. Mereka mengevaluasi apa yang
mereka lakukan dengan ukuran apakah hal tersebut baik , sama baiknya atau lebih
buruk. Teman sebaya sebagai sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan
identitas diri. Interaksi teman sebaya memenuhi kebutuhan sosioemosional.
Hubungan sebaya yang baik diperlukan untuk perkembangan sosioemosional yang
normal. Hubungan sebaya bisa dipengaruhi oleh konteks budaya tempat remaja
hidup, didalam lingkungan sosial remaja terbagi – bagi secara jelas menurut status
sosioekonomi yang dapat mempengaruhi pertemanan.

2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, maka dapat diketahui
kerangka konsep penelitian ini adalah :
Variabel Independen

Variabel Dependen

Peran Teman Sebaya
-

Sumber Informasi dan
Kognitif
Sumber Emosional
Kebudayaan
(Sosial dan Ekonomi)

Sikap Remaja tentang
Kesehatan Reproduksi

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian