Pengujian CBR (California Bearing Ratio) pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen Portland Tipe I dan Abu Vulkanik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Umum

2.1.1 Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut (Das,1991).
Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Jika tanah
dalam keadaan kering maka tanah tersebut terdiri dari dua fase yaitu partikel padat
dan pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri dari dua fase yaitu
partikel padat dan air pori. Sedangkan tanah dalam keadaan jenuh sebagian maka
terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori udara dan air pori (Fadilla,
2014). Fase-fase tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.


Gambar 2.1 (a) elemen tanah dalam keadaan asli; (b) tiga fase elemen tanah
(Hardiyatmo, 1992)

Universitas Sumatera Utara

Dari gambar tersebut diperoleh h persamaan hubungan antara volume-berat
dari tanah berikut:
(2.1)
(2.2)
Dimana :
: volume butiran padat (cm3)
:volume pori (cm3)
: volume air di dalam pori (cm3)
: volume udara di dalam pori (cm3)
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari
contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
(2.3)
Dimana:
: berat butiran padat (gr)
: berat air (gr)


2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah
2.1.2.1 Porositas (Porosity)
Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan
antara volume rongga ( ) dengan volume total ( ) dalam tanah, atau :

(2.4)

Dimana:
: porositas

Universitas Sumatera Utara

: volume rongga (cm3)
: volume total (cm3)

2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume rongga ( ) dengan volume butiran ( ) dalam tanah, atau :


(2.5)
Dimana:
: angka pori
: volume rongga (cm3)
: volume butiran (cm3)

2.1.2.3 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation )
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air (

) dengan volume total rongga pori tanah ( ).

Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka

= 1. Derajat kejenuhan suatu tanah ( )

dapat dinyatakan dalam persamaan:
(2.6)

Dimana:

: derajat kejenuhan
: berat volume air (cm3)
:volume total rongga pori tanah (cm3)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 1992)
Keadaan Tanah

Derajat Kejenuhan

Tanah kering

0

Tanah agak lembab

> 0 - 0,25

Tanah lembab


0,26 - 0,50

Tanah sangat lembab

0,51 - 0,75

Tanah basah

0,76 - 0,99

Tanah jenuh

1

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.4 Kadar Air (Moisture Water Content)
Kadar air atau water content (w) adalah persentase perbandingan berat air
(


) dengan berat butiran (

) dalam tanah, atau :
(2.7)

Dimana:

(gr)
(gr)

2.1.2.5 Berat Volume (Unit weight)
Berat volume (γ adalah berat tanah per satuan volume.
γ

(2.8)

Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume (unit weight) sebagai
berat volume basah (moist unit weight).


Universitas Sumatera Utara

Dimana:
: berat volume basah (gr/cm3)
: berat butiran tanah (gr)
: volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat volume kering (
(

adalah perbandingan antara berat butiran tanah

) dengan volume total tanah ( ). Berat volume tanah ( ) dapat dinyatakan

dalam persamaan :
(2.9)
Dimana:
: berat volume kering (gr/cm3)
: berat butiran tanah (gr)

: volume total tanah (cm3)

2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat ( ) adalah perbandingan antara berat butiran
tanah (

) dengan volume butiran tanah padat ( ). Berat volume butiran padat

( ) dapat dinyatakan dalam persamaan :
(2.10)
Dimana:
: berat volume padat (gr/cm3)
: berat butiran tanah (gr)
: volume total padat (cm3)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.8 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah
menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada

lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada
kadar air, yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), batas susut
(shrinkage limit), batas lengket (sticky limit) dan batas kohesi (cohesion limit).
Tetapi pada umumnya batas lengket dan batas kohesi tidak digunakan (Bowles,
1991). Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Soedarmo, 1997)
2.1.2.8.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas
cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan meletakkan
tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah
oleh grooving tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan
sampai mangkuk menyentuh dasar, dilakukan juga perhitungan ketukan sampai
tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa
cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan Grooving Tool (Hardiyatmo, 1992)

2.1.2.8.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (plastic limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah
dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk
mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung
tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan
menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami
retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah
batas plastis.

2.1.2.8.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara
daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan
kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat

Universitas Sumatera Utara

dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun
dikeringkan secara terus menerus.
Percobaan batas susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm
dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi

dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume
ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan
dalam persamaan :
{

}

(2.12)

dengan :
= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
= berat tanah kering oven (gr)
= volume tanah basah dalam cawan (
= volume tanah kering oven (

)

)

= berat jenis air
2.1.2.8.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Indeks
plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.
Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika
tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut
disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air
daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.13 dapat digunakan
untuk menghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.2
menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.

Universitas Sumatera Utara

(2.13)
Dimana :
LL = batas cair
PL = batas plastis
Tabel 2.2 Indeks Plastisitas Tanah
PI

Sifat

Macam Tanah

Kohesi

0

Non-Plastis

Pasir

Non – Kohesif

17

Plastisitas Tinggi

Lempung

Kohesif

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.8.5 Indeks Cair (Liquidity Indeks)
Kadar air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat
didefinisikan oleh indeks cair (liquidity indeks) dan dinyatakan menurut
persamaan :
LI

=

wN  PL wN  PL

LL  PL
PI

Dengan :
LI

=

indeks cair (liquidity indeks)

Wn

=

Kadar air dilapangan

Jika Wn = LL, maka LI = 1, sedangkan jika Wn = PL, maka LI = 0.
Jadi untuk lapisan tanah asli yang didalam kedudukan plastis . nilai LL > Wn
> PL. Jika kadar air bertambah dari PL menuju LL, maka LI bertambah dari

Universitas Sumatera Utara

0 sampai 1. lapisan tanah asli dengan wN > LI, akan mempunyai LL > 1.
Tapi jika wN kurang dari PL, LI akan negatif.

2.1.2.9 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat volume butiran tanah ( ) dengan berat volume air (

)

dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah ( ) dapat
dinyatakan dalam persamaan:
(2.11)
Dimana:
: berat volume padat (gr/cm3)
: berat volume air(gr/cm3)
: berat jenis tanah
Batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah
Berat Jenis
Kerikil

2,65 - 2,68

Pasir

2,65 - 2,68

Lanau tak organik

2,62 - 2,68

Lempung organik

2,58 - 2,65

Lempung tak organik

2,68 - 2,75

Humus

1,37

Gambut

1,25 - 1,80

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.10 Klasifikasi Tanah
Sistem klasisfikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda - beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok kelompok dan subkelompok - subkelompok berdasarkan pemakaiannya
(Das,1991). Sistem klasisfikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang
diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian
tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan
mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan
menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah.
Beberapa sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian
tersebut yaitu :
1. Klasifikasi tanah sistem USCS
2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Casagrande (1942) sebagai
sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army
Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah

dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan
untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan
menjadi :
1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan
no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G

Universitas Sumatera Utara

atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah
untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50 % berat total contoh tanah lolos
ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf
awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan
O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk
tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang
tinggi.
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP,
GM, GC, SW, SP, SM dan SC. Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam
klasifikasi tanah ini adalah :
W : well graded (tanah dengan gradasi baik)
P : poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)
L : low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)
H : high plasticity (plastisitas tinggi) ( LL > 50)
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.
3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi
(gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200.
4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan
no.40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan no.200).
Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Klasifikasi Tanah Sistem USCS (Das, 1991)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State
Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public
Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami

beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road
of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan

tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang
diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau
kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah
A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.
200.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair, batas plastis dan IP yang dihitung.
3. Batas susut.
Khusus

untuk

diidentifikasikan

tanah-tanah

lebih

lanjut

yang

mengandung

dengan

indeks

bahan

butir

kelompoknya.

halus
Bagan

pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)

2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah
2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction )
Pemadatan tanah (compaction) adalah suatu proses dimana udara pada poripori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga partikelpartikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, pemadatan adalah densifikasi
tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan
volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal ini merupakan cara
yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan
dukung tanah.
Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain :
1. Mempertinggi kuat geser tanah
2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas)
3. Mengurangi permeabilitas

Universitas Sumatera Utara

4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan
lainnya.
Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat
geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan
permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang
permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.
Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak
dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan daya
dukung yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis
kandungan mineralnya.
Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana
terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction, yaitu:
- Usaha pemadatan
- Jenis tanah
- Kadar air tanah
- Berat isi kering tanah (Bowles, 1991).
Hubungan berat volume kering (

) dengan berat volume basah ( ) dan

kadar air (% ) dinyatakan dalam persamaan :
(2.14)
Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder
mould dengan volume 9,34 x

, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg

dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian compaction tanah dipadatkan dalam

Universitas Sumatera Utara

3 lapisan (standart Proctor ) dan 5 lapisan (modified Proctor ) dengan pukulan
sebanyak 25 kali pukulan.
Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah
basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan
tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan
dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM
maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian
tersebut.
Kadar air yang memberikan berat unit kering yang maksimum disebut kadar
air optimum (OMC). Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume
dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva
pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang
menunjukkan suatu kadar air optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian
pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat
volume kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah
(Hardiyatmo, 1992)

Garis ZAV (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara berat isi kering
dengan kadar air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali

Universitas Sumatera Utara

tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu
menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan
biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva
pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka
hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan
mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan
pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan kadar air
optimum dan berat isi kering maksimum adalah percobaan pemadatan standar
(standard compaction test).

2.1.3.2 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)

California Bearing Ratio (CBR) adalah percobaan daya dukung tanah

yang dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip
pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam
benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang
dipergunakan untuk membuat perkerasan. Pengujian CBR adalah perbandingan
antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan
kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1
inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan
tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 03-1744-2012 diambil hasil terbesar.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi
standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Universitas Sumatera Utara

Nilai CBR = (PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)
terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)
Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )
Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar.
Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-2012.Nilai
kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi
setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.

a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)
Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit
karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR
laboratorium tanpa rendaman. Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR
rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)
Hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu
menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR
laboratorium rendaman.

2.2

Bahan-bahan Penelitian

2.2.1 Tanah Lempung (Clay)
Beberapa definisi tanah lempung antara lain:
1. Das (1991)

Universitas Sumatera Utara

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel
mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila
hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung
(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung
sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang.
Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak.
2. Terzaghi (1987)
Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran
mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan
unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam
keadaan kering dan permeabilitas lempung sangat rendah. Sehingga bersifat
plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi
tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
3. Bowles (1991)
Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel
berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah apabila
lebih dari 50 %.
4. Hardiyatmo (1992)
Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain
ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah,
kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut
yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

Universitas Sumatera Utara

Secara umum dalam klasifikasi tanah, partikel tanah lempung memiliki
diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS). Dibeberapa
kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan
sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Dari segi mineral tanah dapat juga
disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari
partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat
berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis). Partikelpartikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan
kristal berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah
lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah
satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan
karbondioksida.
2.2.1.1 Lempung dan Mineral Penyusun
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks.
Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silika
tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom
oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam
gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 1991).
Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat
plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung
akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada
keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar
sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas
merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa

Universitas Sumatera Utara

perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakanretakan atau terpecah-pecah.
Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah,
dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous
aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar. Mineral lempung

sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana ukuran mineralnya sangat
kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang
menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM) dan merupakan
partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop elektron.
Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung
adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :
 felspar ortoklas

 felspar plagioklas

 mika (muskovit)

Dimana semuanya itu dapat disebut silikat aluminium kompleks (complex
aluminium silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain

mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral
lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group,
serpentinite group). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika

tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu
membentuk struktur lembaran.
Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silica
sheet) dan unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran oktahedra

Universitas Sumatera Utara

(gibbsite sheet). Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra,
atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada
oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Gambar 2.7 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica
sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )

lembaran silika – gibbsite (Das, 1991).

Universitas Sumatera Utara

a. Kaolinite
Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari
nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung
kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles,
1991). Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang
mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna
putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.
Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral
yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran
silika dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1:1 dengan
tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti
lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan
ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa
± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia:
(OH)8Al4Si4O10
Keluarga mineral kaolinite 1:1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite
memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite
sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus
kimia sebagai berikut.
(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O
Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.8.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 Struktur Kaolinite (Das, 1991)

b. Illite
Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.

Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illite mempunyai
hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1991). Mineral illite memiliki rumus
kimia sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan
kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite.
Perbedaannya ada pada :
 Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai
penyeimbang muatan.
 Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng
tetrahedral.
 Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.
Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi
kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Bila sebuah anion
dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi
oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium

Universitas Sumatera Utara

disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi
kation, maka mineral tersebut disebut brucite. Struktur mineral illite dapat
dilihat dalam Gambar 2.9

Gambar 2.9 Struktur Illite (Das, 1991)

c. Montmorillonite
Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus
kimia:
(OH)4Si8Al4O20 . nH2O
Dimana nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral
montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan

susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral
mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.
Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng
SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan
mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation
lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.16. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit

Universitas Sumatera Utara

sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu
lapisan air (nH2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan
memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan
antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa montmorillonite sangat besar dan
dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga mudah mengalami proses
pengembangan. Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat di dalam
Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Struktur Montmorillonite (Das, 1991)

2.2.1.2 Sifat Umum Tanah Lempung
Bowles (1991) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung adalah:
1. Hidrasi
Partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, hal ini disebabkan
karena lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi
oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi
(adsorbed water ). Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul.
Sehingga disebut sebagai lapisan difusi (diffuse layer) lapisan difusi
ganda atau lapisan ganda.

Universitas Sumatera Utara

2. Aktivitas
Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas
(IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan
dalam persamaan:
(2.23)
Dimana persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm
untuknilaiA (Aktivitas),
A > 1,25

: tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif

1,25 7.
Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan
yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan
alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan
air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja terflokulasi

Universitas Sumatera Utara

dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan
menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih
kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telahdidiamkan
beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang
menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari
lamanya waktu.
2 . Pengaruh Zat Cair
Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air
merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun
simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.12a). Hal ini berarti
bahwa satu .molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan
positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (Gambar
2.11b).

Gambar 2.11 Sifat dipolar molekul air (Hardiyatmo, 1992)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan
negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung
secara elektrik. Terdapat 3 mekanismenya, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung
dengan ujung positif dari dipolar.
2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif
dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel
lempung yang bermuatan negatif.
3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan
hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen
dalam molekul-molekul air (hydr ogen bonding) .

Mekanisme 1

Mekanisme 2

Mekanisme 3

Gambar 2.12 Molekul air dipolar dalam lapisan ganda (Das,1991)

Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang
berbeda untuk menarik exchangeablecation. Exchangeable cation adalah keadaan
dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama
dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik
exchangeable cation yang lebih besar daripada kaolinite. Kalsium dan magnesium
merupakan exchangeable cation yang paling dominan pada tanah, sedangkan
potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada beberapa

Universitas Sumatera Utara

faktor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya
ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat
dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al+3> Ca+2> Mg+2> NH+4> K+> H+> Na+> Li+
Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)
Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara
elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan
semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada
tanah lempung. Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk
dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain
lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan
mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah
lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls
serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi
gaya antar partikel.
Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung
akan sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe,
konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi
muatannya.
Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah
pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung
kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering.
Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion
mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.13).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.13 Kation dan anion pada partikel (Das,1991)

Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation yang
terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan semen yang dicampurkan
dengan abu vulkanik dengan variasi yang berbeda-beda.
2.2.2 Semen
2.2.2.1 Umum
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun kohesif, yaitu
bahan pengikat. Semen juga merupakan perekat hidrolis dimana senyawasenyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan
membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen
mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu:
1. Semen hidrolik
Semen hidrolik adalah semen yang akan mengeras bila bereaksi dengan air,
tahan terhadap air (water resistance) dan stabil di dalam air setelah
mengeras. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen

Universitas Sumatera Utara

pozzolan, semen alumina, semen portland-pozzolan, semen terak, semen
alam dan lain-lain.
2. Semen non-hidrolik.
Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk
mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara.
Contoh dari semen non hidrolik adalah kapur.

2.2.2.2 Semen Portland
Semen portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan
klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat yang bersifat hidrolis
dengan gips sebagai bahan tambahan.
Unsur penting dalam semen portland yaitu:
a. Dikalsium silikat (2CaO. SiO2) atau C2S
b. Trikalsium silikat (3CaO.SiO2) atau C3S
c. Kalsium sulfat dihidrat (gypsum) (CaSO4.2H2O)
d. Trikalsium aluminat (3CaO.Al2O3) atau C3A
e. Tetrakalsium aluminoferit (4CaO.Al2O3. Fe2O3) atau C4AF

2.2.2.2.1 Hidrasi Semen
Ketika air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawi yang
disebut hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia dalam semen akan bereaksi
dengan air dan membentuk komponen baru. Proses kimia untuk reaksi hidrasi dari
unsur C2S dan C3S dapat ditulis sebagai berikut:
2 C3S + 6 H2O C3S2H3 + 3 Ca (OH)2
2 C2S + 4 H2O C3S2H3 + Ca (OH)2

Universitas Sumatera Utara

Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat
dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang
diperlukan untuk proses hidrasi sekitar 20 % dari berat semen (Nugraha, 2007).

2.2.2.2.2 Jenis-jenis Semen Portland
Sesuai

dengan

kebutuhan

pemakaian

semen

saat

ini,

dalam

perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland antara lain:
1. Semen portland biasa
Semen portland ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum
jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat,
panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM
mengklasifikasikan semen portland ini sebagai tipe I.
2. Semen portland dengan ketahanan sedang terhadap sulfat
Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat
dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air tanah
dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta PH tidak kurang
dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.
3. Semen portland dengan kekuatan awal tinggi
Semen portland ini mengandung tricalsium silikat (C3S) lebih banyak
dibanding semen portland biasa. Semen jenis ini memiliki kekuatan awal
yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi
dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini
sebagai tipe III.
4. Semen portland dengan panas hidrasi rendah

Universitas Sumatera Utara

Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium
aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang
lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :
a. Panas hidrasi rendah
b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama
dengan semen Portland biasa
c. Susut akibat proses pengeringan rendah
d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat
ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV.
5. Semen portland dengan ketahanan tinggi terhadap sulfat
Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini
diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada
konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu
kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah
atau konstruksi dibawah permukaan air.
Persyaratan komposisi kimia semen portland menurut ASTM Designation C15092, seperti terlihat pada Tabel. 2.5.

Universitas Sumatera Utara

Tabel. 2.5. Komposisi kimia semen Portland

Sumber : ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixure 1992.

2.2.3 Abu Vulkanik Gunug (AVG)
Gunung Sinabung adalah gunung api di daratan Tinggi Karo, Kabupaten
Karo, Sumatera Utara. Gunung ini mendadak aktif kembali dengan meletus pada
tahun 2010. Letusan terakhir gunung ini terjadi sejak September 2013 dan
berlangsung hingga sekarang. Material vulkanik terdiri dari batuan yang
berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh
disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang berukuran halus sampai
ratusan bahkan ribuan km dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin.
Material yang paling sering menyebabkan bahaya dari peristiwa gunung meletus
adalah seperti lahar, lava, abu vulkanik dan material batu.
Abu vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di
dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang

Universitas Sumatera Utara

disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu vulkanik tidak larut dalam
air, sangat kasar dan agak korosif.
Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa,
sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan
pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina.
Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian, pozolan alam
(natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa , abu vulkanis,
tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal di Indonesia.
Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam
padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash).
Abu vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu
vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi
kesuburan tanah seperti magnesium, seng, mangan, zat besi dan selenium.
Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan
senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu vulkanik yaitu:
- Dapat menyuburkan tanah, abu vulkanik yang keluar dari gunung berapi
mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang
bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini
dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu
subur.
- Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, abu
vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar
pegunungan. Bahan-bahan ini sering diambil untuk menjadi bahan bangunan.

Universitas Sumatera Utara

Bahkan di beberapa daerah abu vulkanik sering dijadikan bahan campuran
untuk membuat semen dan material beton.
Pada penelitian ini sebelum abu vulkanik digunakan untuk membuat benda
uji, maka abu vulkanik tersebut perlu dilakukan pengujian komposisi kimianya.
Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera utara. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan terhadap abu vulkanik yang digunakan, diperoleh hasil seperti yang
terlihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Hasil Pengujian Analisis Kimia Abu Vulkanik Gunung Sinabung
No.
Parameter
Hasil
Metode
1.

SiO2

84,08 %

Gravimetri

2.

Fe2O3

0,03 %

Spektrofotometri

3.

Al2O3

9,94 %

Gravimetri

4.

CaO

0,14 %

Titrimetri

Sumber : Hasil Percobaan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU.

2.3

Stabilisasi Tanah
Ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan

atau pun memiliki indeks konsestensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup
tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak
sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut
perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah.
Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering dilakukan
proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif tanah lempung
disaat basah. Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena

Universitas Sumatera Utara

pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka
waktu yang relatif cepat. Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan
bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula,
stabilisasi tanah adalah suatu usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat
teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu.
Bowles (1991) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Meningkatkan kepadatan tanah.
2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau
kekuatan geser dari tanah.
3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan
secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.
4. Merendahkan permukaan air tanah.
5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut.
Proses stabilisasi tanah ada 3 cara yaitu :
1. Mekanis
Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan yang dilakukan
dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti: mesin gilas
(roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur,

pembekuan, pemanasan dan sebagainya.
2. Fisis
Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan
menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna
mencapai gradasi yang rapat.

Universitas Sumatera Utara

3. Kimiawi (Modification by Admixture)
Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara

menambahkan bahan

kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat
berupa Portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen
aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan bahanbahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti abu
sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.

2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen
Stabilisasi tanah dengan semen adalah pencampuran antara tanah yang telah
dihancurkan, semen dan air, kemudian dipadatkan dan menghasilkan suatu
material baru yaitu tanah – semen dimana karakteristik deformasi, kekuatan, daya
tahan terhadap air, cuaca dan sebagainya dapat disesuikan dengan kebutuhan.
Pada penelitian ini digunakan semen dengan jenis Portland Cement tipe-I
dan abu vulkanik. Kelebihan penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi tanah
adalah:
a. Meningkatkan kekuatan dan kekakuan (stiffness)
b. Stabilitas volume yang lebih baik
c. Meningkatkan durabilitas

2.3.2 Proses Kimia Pada Stabilisasi Tanah dengan Semen
Suardi (2005) mengatakan tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah
menggunakan semen adalah sebagai berikut:
a. Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion;

Universitas Sumatera Utara

Jika semen portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++ dilepaskan
melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan
partikel-partikel lempung, Butiran lempung dalam kandungan tanah
berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+),
ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta air yang berpolarisasi. Sehingga
membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan
kekuatan tanah meningkat. Reaksi pozolan; semuanya melekat pada
permukaan butiran lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung
menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.
b. Reaksi pembentukan kalsium silikat dan kalsium aluminat;
Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut:
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2
Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) halus yang terkandung
dalam tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat
bereaksi dengan kapur dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium
silikat

hidrat

seperti:

tobermorit,

kalsium

aluminat

hidrat

4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak
larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan
menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Jadi
semen yang umum digunakan untuk stabilisai tanah dengan bahan semen
adalah ordinary portland cement atau dikenal sebagai semen tipe I.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Stabilisasi Tanah dengan Abu Vulkanik
Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan
negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium
(K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran
lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah
dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang
berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran
lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya
(repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat
kekuatan konsistensi tanah tersebut akan bertambah.

Universitas Sumatera Utara