Stabilisasi Tanah Lempung dengan Menggunakan Semen Portland Tipe I dan Abu Vulkanik dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

TINJAUAN UMUM

2.1.1 Tanah
Tanah penyusun kerak bumi secara garis besar menjadi dua kategori yaitu
tanah (soil) dan batuan (rock). Batuan merupakan agregat mineral yang satu sama
lainnya diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen. Sedangkan tanah
didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral
padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahanbahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat
cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat
tersebut (Das,1991).
Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tanah
tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah yang tidak
mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir – butirnya seperti tanah
berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butirbutirnya, contohnya tanah lempung.
Tanah merupakan komposisi dari tiga fase yang berbeda. Jika tanah dalam
keadaan jenuh sebagian maka terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori

udara dan air pori. Fase-fase tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram
fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.

7
Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)

Gambar 2.1 (a) Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli; (b) Tiga Fase Elemen Tanah
(Lambe dan Whitman, 1969)

Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume - berat
dari tanah berikut:
(2.1)
(2.2)
Dimana :
: volume butiran padat (cm3)
: volume pori (cm3)

: volume air di dalam pori (cm3)
: volume udara di dalam pori (cm3)

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari
contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
(2.3)
Dimana:
: berat butiran padat (gr)
: berat air (gr)
8
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah
2.1.2.1 Angka Pori (Void Ratio )
Angka Pori atau Void Ratio (e) adalah perbandingan antara volume rongga
(

) dengan volume butiran ( ) dalam tanah. Angka Pori dinyatakan dalam

bentuk desimal. Berikut adalah rumus dari Angka Pori:

(2.4)
Dimana:
: angka pori
: volume rongga (cm3)
: volume butiran (cm3)

2.1.2.2 Porositas (Porosity)
Porositas atau Porosity (n) diartikan sebagai persentase perbandingan antara
volume rongga ( ) dengan volume total ( ) dalam tanah. Porositas biasanya
dikalikan dengan 100% dengan demikian Porositas dapat dinyatakan dalam
bentuk persen, atau :
(2.5)
Dimana:
: porositas (%)
: volume rongga (cm3)
: volume total (cm3)

9
Universitas Sumatera Utara


Hubungan antara Angka Pori dan Porositas adalah :
(2.6)
(2.7)

2.1.2.3 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation )
Derajat Kejenuhan atau Degree of Saturation (S) adalah perbandingan
antara volume air (

) dengan volume total rongga pori tanah ( ). S = 0 bila

tanah dalam keadaan kering dan sebaliknya bila tanah dalam keadaan jenuh, maka
= 100% atau 1. Derajat Kejenuhan suatu tanah ( ) dapat dinyatakan dalam
persamaan:
(2.8)
Dimana:
: derajat kejenuhan (%)
: berat volume air (cm3)
: volume total rongga pori tanah (cm3)

Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah

Keadaan Tanah
Derajat Kejenuhan
Tanah kering

0

Tanah agak lembab

> 0 - 0,25

Tanah lembab

0,26 - 0,50

Tanah sangat lembab

0,51 - 0,75

Tanah basah


0,76 - 0,99

Tanah jenuh

1

Sumber : Hardiyatmo, 1992

10
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.4 Kadar Air (Moisture Water Content)
Kadar Air atau Water Content (w) adalah persentase perbandingan berat air
(

) dengan berat butiran (

) dalam tanah, atau :
(2.9)


Dimana:
(%)
(gr)
(gr)

2.1.2.5 Berat Volume (Unit weight)
Berat Volume (γ adalah berat tanah per satuan volume.
γ

(2.10)

Para ahli tanah kadang-kadang menyebut Berat Volume (Unit Weight)
sebagai Berat Volume Basah (Moist Unit Weight).
Dimana:
: berat volume basah (gr/cm3)
: berat butiran tanah (gr)
: volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat Volume Kering (

(

adalah perbandingan antara berat butiran tanah

) dengan volume total tanah ( ). Berat Volume Kering (

dapat dinyatakan

dalam persamaan :

11
Universitas Sumatera Utara

(2.11)
Dimana:
: berat volume kering (gr/cm3)
: berat butiran tanah (gr)
: volume total tanah (cm3)

2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat Volume Butiran Padat ( ) adalah perbandingan antara berat butiran
tanah (

) dengan volume butiran tanah padat ( ). Berat Volume Butiran Padat

( ) dapat dinyatakan dalam persamaan :
(2.12)
Dimana:
: berat volume padat (gr/cm3)
: berat butiran tanah (gr)
: volume total padat (cm3)

2.1.2.8 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat Jenis atau Specific Gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan
antara berat volume butiran tanah ( ) dengan berat volume air (
yang sama pada temperatur tertentu. Berat Jenis (

) dengan isi

) dapat dinyatakan dalam


persamaan:
(2.13)

12
Universitas Sumatera Utara

Dimana:
: berat volume padat (gr/cm3)
: berat volume air(gr/cm3)
: berat jenis tanah

Batas-batas besaran Berat Jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah
Berat Jenis
Kerikil

2,65 - 2,68


Pasir

2,65 - 2,68

Lanau tak organik

2,62 - 2,68

Lempung organik

2,58 - 2,65

Lempung tak organik

2,68 - 2,75

Humus

1,37

Gambut

1,25 - 1,80

Sumber : Hardiyatmo, 1992

Hasil-hasil penentuan Berat Jenis dari sebagian besar tanah menunjukan
bahwa nilai-nilai dari 2,6 sampai 2,75 merupakan nilai yang paling banyak
terdapat.
Nilai-nilai Porositas, Angka Pori dan Berat Volume pada keadaan asli di
alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi seperti terlihat pada
Tabel 2.3 berikut.

13
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Nilai n, e, w, d dan b Untuk Tanah Keadaan Asli Lapangan.
n
w
d
b
Macam Tanah
E
(%)
(%) (gr/cm3) (gr/cm3)
Pasir seragam, tidak padat
Pasir seragam, padat
Pasir berbutir campuran, tidak padat
Pasir berbutir campuran, padat
Lempung lunak sedikit organis
Lempung lunak sangat organis

46
34
40
30
66
75

0,85
0,51
0,67
0,43
1,90
3,0

32
19
25
16
70
110

1,43
1,75
1,59
1,86



1,89
2,09
1,99
2,16
1,58
1,43

Sumber : Das,1991

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah
menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada
lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada
kadar air, yaitu Batas Cair (Liquid Limit), Batas Plastis (Plastic Limit), Batas
Susut (Shrinkage Limit), Batas Lengket (Sticky Limit) dan Batas Kohesi
(Cohesion Limit). Tetapi pada umumnya Batas Lengket dan Batas Kohesi tidak
digunakan (Bowles, 1991). Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Soedarmo, 1997)

14
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.9.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (Liquid Limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas
Cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan meletakkan
tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah
oleh Grooving Tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan
sampai mangkuk menyentuh dasar, dilakukan juga perhitungan ketukan sampai
tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa
cawan Cassagrande dan Grooving Tool dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan Grooving Tool (Hardiyatmo, 1992)

15
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung (Soedarmo, 1997)
2.1.2.9.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah
dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk
mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung
tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan
menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami
retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah
Batas Plastis.

2.1.2.9.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara
daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan
kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat
dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun
dikeringkan secara terus menerus.

16
Universitas Sumatera Utara

Percobaan Batas Susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm
dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi
dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume
ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas Susut dapat dinyatakan
dalam persamaan :
}

{

(2.14)

dengan :
= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
= berat tanah kering oven (gr)
= volume tanah basah dalam cawan (
= volume tanah kering oven (

)

)

= berat jenis air

2.1.2.9.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas adalah selisih Batas Cair dan Batas Plastis. Indeks
Plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.
Indeks Plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika
tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut
disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air
daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.15 dapat digunakan
untuk menghitung besarnya nilai Indeks Plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.4
menunjukkan batasan nilai Indeks Plastisitas dari jenis-jenis tanah.
(2.15)

17
Universitas Sumatera Utara

Dimana :
IP = Indeks Plastisitas (%)
LL = Batas Cair (%)
PL = Batas Plastis (%)

PI

Tabel 2.4 Indeks Plastisitas Tanah
Sifat
Macam Tanah

Kohesi

0

Non-Plastis

Pasir

Non – Kohesif

17

Plastisitas Tinggi

Lempung

Kohesif

Sumber : Hardiyatmo, 1992

2.1.2.9.5 Indeks Kecairan (Liquidity Index)
Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat
didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan
perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks
Plastisitasnya. Berikut persamaannya:
(2.16)
Dimana :
LI = Liquidity Index (%)
WN = kadar air asli (%)

18
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Hubungan Antara WP , WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL
(Bowles, 1991)

Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan
1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk
lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai
Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN >
LL akan mempunyai LI > 1.

2.1.2.10 Klasifikasi Tanah
Sistem Klasisfikasi Tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompokkelompok

dan

subkelompok-subkelompok

berdasarkan

pemakaiannya

(Das,1991). Sistem Klasisfikasi Tanah didasarkan atas ukuran partikel yang
diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian
tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan
mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan
menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah. Kebanyakan
Klasifikasi Tanah menggunakan indeks pengujian yang sangat sederhana untuk
memperoleh karakteristik tanahnya.

19
Universitas Sumatera Utara

Beberapa Sistem Klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian
tersebut terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Klasifikasi Tanah Sistem USCS
2. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Casagrande (1942) sebagai
sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army
Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah

dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan
untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and
Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan
menjadi:
1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan
no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G
atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah
untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah Berbutir Halus (Fine-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50 % berat total contoh tanah lolos
ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf
awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan

20
Universitas Sumatera Utara

O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk
tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.
3. Koefisien Keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi
(Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200.
4. Batas Cair (LL) dan Indeks Plastisitas (IP) bagian tanah yang lolos ayakan
no.40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan no.200).

Simbol

Tabel 2.5 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS
Nama Klasifikasi Tanah

G

Kerikil (gravel)

S

Pasir (sand)

C

Lempung (clay)

M

Lanau (silt)

O

Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)

Pt

Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay)

L

Plastisitas rendah (low plasticity), (LL < 50)

H

Plastisitas tinggi (high plasticity), ( LL > 50)

W

Bergradasi baik (well graded)

P

Bergradasi buruk (poor graded)

21
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem Unified (Das, 1991)

2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State
Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public
Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami

22
Universitas Sumatera Utara

beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road
of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan

tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang
diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau
kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah
A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.
200.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut :
1. Analisis Ukuran Butiran.
2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung.
3. Batas Susut.
Khusus

untuk

diidentifikasikan

tanah-tanah

lebih

lanjut

yang

mengandung

dengan

indeks

bahan

butir

kelompoknya.

halus
Bagan

pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.7.

23
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)

2.1.3 Sifat-Sifat Mekanis Tanah
2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction )
Pemadatan Tanah (Compaction) adalah suatu proses dimana udara pada
pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga
partikel-partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, Pemadatan adalah
densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan
udara, sedangkan volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal ini
merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan
kekuatan dukung tanah.
Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain :
1. Mempertinggi kuat geser tanah
2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas)
3. Mengurangi permeabilitas

24
Universitas Sumatera Utara

4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan
lainnya.
Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat
geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan
permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang
permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.
Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak
dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat
geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis
kandungan mineralnya.
Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana
terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu:
- Usaha pemadatan
- Jenis tanah
- Kadar Air tanah
- Berat Isi Kering tanah (Bowles, 1991).
Hubungan berat volume kering (

) dengan berat volume basah ( ) dan

kadar air (% ) dinyatakan dalam persamaan :
(2.17)
Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder
mould dengan volume 9,34 x

, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg

dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian Compaction tanah dipadatkan dalam

25
Universitas Sumatera Utara

3 lapisan (Standard Proctor ) dan 5 lapisan (Modified Proctor ) dengan pukulan
sebanyak 25 kali pukulan.
Perbedaan antara pengujian Pemadatan Standard Proctor dan pengujian
Pemadatan Modified Proctor dapat dilihat dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Pengujian Pemadatan Proctor
Standar (ASTM D698)

Modifikasi (ASTM D1557)

Palu

24,5 N (5,5 lb)

44,5 N (10 lb)

Tinggi jatuh palu

305 mm (12 in)

457 mm (18 in)

Jumlah lapisan

3

5

25

25

Volume cetakan

1/30 ft3

1/30 ft3

Tanah

Saringan no 4

Saringan no 4

Energi pemadatan

595 kJ/ m3 (12400 lb ft/ft3)

2698 kJ/ m3 (56250 lb ft/ft3)

Jumlah tumbukan per
lapisan

Sumber : Bowles, 1991
Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah
basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan
tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan
dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM
maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian
tersebut.
Kadar air yang memberikan berat unit kering yang maksimum disebut
Kadar Air Optimum (Optimum Moisture Content). Usaha pemadatan diukur dari
segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha
pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih
rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu kadar air optimum yang

26
Universitas Sumatera Utara

lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan
hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yamg ditunjukkan
Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah
(Hardiyatmo, 1992)

Garis ZAV (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering
dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali
tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu
menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan
biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva
pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka
hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan
mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan
pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air
Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar
(Standard Compaction Test).

27
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compression Test (UCT)
Nilai Kuat Geser Tanah perlu diketahui untuk mengukur kemampuan tanah
menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Seperti material lainnya, tanah
mengalami penyusutan volume jika mendapat tekanan merata di sekelilingnya.
Apabila menerima tegangan geser, tanah akan mengalami distorsi dan apabila
distorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu
sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam geser.
Hampir semua jenis tanah daya dukungnya terhadap tegangan tarik sangat
kecil atau bahkan tidak mampu sama sekali. Tanah tidak berkohesi, kekuatan
gesernya hanya terletak pada gesekan antara butir tanah saja (c = 0), sedangkan
pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka ø = 0 dan S = c. Parameter Kuat
Geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah (Bearing
Capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (Earth Preassure) dan

kestabilan lereng (Slope Stability).
Kuat Geser Tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir
tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah
mengalami pembebanan akan ditahan oleh :


Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi
tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya.



Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan
tegangan vertikal pada bidang gesernya.

Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus :
(2.18)
Dimana:

28
Universitas Sumatera Utara

: kekuatan geser tanah (kg/cm2)
c : kohesi tanah efektif (kg/cm2)
: tegangan normal total (kg/cm2)
u : tegangan air pori (kg/cm2)
: sudut perlawanan geser efektif (0)
Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain :
o Pengujian Geser Langsung (Direct Shear Test)
o Pengujian Triaksial (Triaxial Test)
o Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
o Pengujian Baling-Baling (Vane Shear Test)
Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah
adalah Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test).
Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) mengukur
kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah
terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat
tekanan tersebut. Pada Gambar 2.9 menunjukkan skema pengujian Unconfined
Compression Test.

Gambar 2.9 Skema Pengujian Tekan Bebas (Hardiyatmo, 1992)

29
Universitas Sumatera Utara

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur
ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya,
karena σ3 = 0, maka:
(2.19)
Dimana:
= Kuat geser (kg/cm2)
= Tegangan utama (kg/cm2)
= kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)
= kohesi (kg/cm2)
Pada Gambar 2.10 menunjukkan Lingkaran Mohr untuk pengujian
Unconfined Compression Test (UCT).

Gambar 2.10 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu di Atas
Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 1995)

Hubungan Konsistensi dengan Kuat Tekan Bebas tanah lempung
diperlihatkan dalam Tabel 2.7.

30
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7 Hubungan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Dengan Konsistensinya

Konsistensi

qu (kg/cm2)

Lempung keras

>4,00

Lempung sangat kaku

2,00 – 4,00

Lempung kaku

1,00 – 2,00

Lempung sedang

0,50 – 1,00

Lempung lunak

0,25 – 0,50

Lempung sangat lunak

< 0,25

Sumber : Hardiyatmo, 1992

2.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb
Teori keruntuhan berguna untuk menguji hubungan antara Tegangan
Normal dengan Tegangan Geser Tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah
ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Sekitar
tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi antara
tegangan normal dan tegangan geser.
( 2.20)
dimana : c = kohesi (kg/cm2)
Ø = sudut geser internal (0)

Gambar 2.11 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser
(Das, 1995)

31
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.4 Sensitivitas Tanah Lempung
Pengujian Kuat Tekan Bebas dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed)
dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada Uji Tekan Bebas yang diukur
adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap Kuat Tekan Bebas, sehingga
didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang
diperoleh maka akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai Sensitivitas adalah
ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

Gambar 2.12 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)

Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung
yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang
kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa
adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.

32
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.13 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah
disebut Sensitivitas (Sensitivity). Tingkat Sensitivitas adalah rasio (perbandingan)
antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah
terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara
tekanan tak tersekap. Jadi, Sensitivitas dinyatakan dalam persamaan:
(2.21)
Umumnya, nilai Rasio Sensitivitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai
8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai
tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai Sensitivitas berkisar antara 10 sampai
80.
Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan
yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang
berhubungan dengan nilai Sensitivitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada
Tabel 2.8.

33
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.8 Sensitivitas Lempung
Tidak Sensitif
St < 2
Agak Sensitif

2 < St < 4

Sensitif

4 < St < 8

Sangat Sensitif

8 < St < 16

Cepat

St > 16

Sumber : Bowles, 1991
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan:
1. Penekanan
Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% per menit
2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :
a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.
b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.
c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu
maksimum runtuh = 20 menit.
Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :
(2.22)
Dimana :
ε

= Regangan axial (%)

∆L

= Perubahan panjang (cm)

Lo

= Panjang mula-mula (cm)

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :
(2.23)

34
Universitas Sumatera Utara

Dimana :
A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2)
Ao = Luas mula-mula (cm2)

Besarnya tegangan normal :
(2.24)
Dimana :
σ = Tegangan (kg/cm2)
P = Beban (kg)
k = Faktor kalibrasi proving ring
N = Pembacaan proving ring (div)

Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :

(2.25)
Dimana :
St = Nilai sensitivitas tanah
σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2)
σ„ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)

2.2

BAHAN-BAHAN PENELITIAN

2.2.1 Tanah Lempung (Clay)
Beberapa definisi tanah lempung antara lain:
1. Terzaghi (1987)

35
Universitas Sumatera Utara

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran
mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan
unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam
keadaan kering dan permeabilitas lempung sangat rendah. Sehingga bersifat
plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi
tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
2. Das (1991)
Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel
mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila
hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung
(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung
sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang.
Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak.
3. Bowles (1991)
Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel
berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah apabila
lebih dari 50 %.
4. Hardiyatmo (1992)
Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain
ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah,
kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut
yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

36
Universitas Sumatera Utara

Secara umum dalam klasifikasi tanah, partikel tanah lempung memiliki
diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (AASHTO, USCS). Dibeberapa kasus
partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai
partikel lempung (ASTM-D-653). Dari segi mineral tanah dapat juga disebut
sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikelpartikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran
sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis). Partikel-partikel dari
mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal
berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah lempung
merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah satu
penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan
karbondioksida.

2.2.1.1 Lempung dan Mineral Penyusun
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks.
Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silika
tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom
oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam
gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 1991).
Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat
plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung
akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada
keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar
sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas

37
Universitas Sumatera Utara

merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa
perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakanretakan atau terpecah-pecah.
Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah,
dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa
Hydrous Aluminium dan Magnesium Silikat dalam jumlah yang besar. Mineral

lempung sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana ukuran mineralnya
sangat kecil yakni kurang dari 2 µm

(1µm = 0,000001m), meskipun ada

klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM)
dan merupakan partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat
dengan mikroskop elektron.
Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung
adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :
 Felspar Ortoklas

 Felspar Plagioklas

 Mika (Muskovit)

Dimana semuanya itu dapat disebut Silikat Aluminium Kompleks (Complex
Aluminium Silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain

mineral lempung (Kaolinite, Montmorillonite dan Illite) dan mineral-mineral lain
yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (Mika Group,
Serpentinite Group). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silika

Tetrahedron dan Aluminium Oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu
membentuk struktur lembaran.

38
Universitas Sumatera Utara

Unit-unit Silika Tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran Silika
(Silica Sheet) dan unit-unit Oktahedra berkombinasi membentuk lembaran
Oktahedra (Gibbsite Sheet). Bila lembaran Silika itu ditumpuk di atas lembaran
Oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil
pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

Gambar 2.14 Struktur Atom Mineral Lempung (a) dan (b) Silica Tetrahedra ;
(c) Aluminium Oktahedra ; (d) Magnesium Oktahedra ; (e) Silika ; (f) Gibbsite ;
(g) Brucite (Lambe dan Whitman, 1969).

39
Universitas Sumatera Utara

a. Kaolinite
Istilah “Kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari
nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung
kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles,
1991). Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang
mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna
putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.
Struktur unit Kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran Silika Tetrahedral
yang digabung dengan lembaran Alumina Oktahedran (Gibbsite). Lembaran
Silika dan Gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1:1 dengan
tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral Kaolinite berwujud seperti
lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan
ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa
± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia:
(OH)8Al4Si4O10
Keluarga mineral Kaolinite 1:1 yang lainnya adalah Halloysite.
Halloysite memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan
Kaolinite sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite

memiliki rumus kimia sebagai berikut.
(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O
Gambar dari struktur Kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.15.

40
Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)
Gambar 2.15 Struktur Kaolinite. (a) Struktur Atom ; (b) Simbol Struktur
(Lambe dan Whitman, 1969)

b. Illite
Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.

Mineral Illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena Illite mempunyai
hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1991). Mineral Illite memiliki rumus
kimia sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan
kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan Montmorillonite.
Perbedaannya ada pada :
 Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai
penyeimbang muatan.
 Terdapat ± 20% pergantian Silikon (Si) oleh Aluminium (Al) pada lempeng
Tetrahedral.

41
Universitas Sumatera Utara

 Struktur mineral Illite tidak mengembang sebagaimana Montmorillonite.
Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi
kation-kation yang berbeda pada lembaran Oktahedral. Bila sebuah anion
dari lembaran Oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi
oleh aluminium maka mineral tersebut disebut Gibbsite dan bila magnesium
disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi
kation, maka mineral tersebut disebut Brucite. Struktur mineral Illite dapat
dilihat dalam Gambar 2.16.

(a)

(b)
Gambar 2.16 Struktur Illite. (a) Struktur Atom ; (b) Simbol Struktur
(Lambe dan Whitman, 1969)

42
Universitas Sumatera Utara

c. Montmorillonite
Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus
kimia:
(OH)4Si8Al4O20 . nH2O
Dimana nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral
Montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan

susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng Silika Tetrahedral
mengapit satu lempeng Alumina Oktahedral ditengahnya.
Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng
SiO2. Inilah yang menyebabkan Montmorillonite dapat mengembang dan
mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation
lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm). Gaya Van Der Walls
mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran
silika, oleh karena itu lapisan air (nH2O) dengan kation dapat dengan mudah
menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga
menyebabkan antar lapisan terpisah. Gambar dari struktur Montmorillonite
dapat dilihat di dalam Gambar 2.17.

43
Universitas Sumatera Utara

(a)

(b)
Gambar 2.17 Struktur Montmorillonite. (a) Struktur Atom ; (b) Simbol
Struktur (Lambe dan Whitman, 1969)

2.2.1.2 Sifat Umum Tanah Lempung
Bowles (1991) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung adalah:
1. Hidrasi
Partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, hal ini disebabkan
karena lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi
oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi
(adsorbed water ). Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul.
Sehingga disebut sebagai lapisan difusi ( d i f f u s e l a y e r ) , lapisan
difusi ganda atau lapisan ganda.

44
Universitas Sumatera Utara

2. Aktivitas
Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas
(IP ) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan
dalam persamaan:
(2.26)
Dimana persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm
untuk nilai A (Aktivitas),
A > 1,25

: tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif

1,25 < A < 0,75 : tanah digolongkan normal
A < 0,75

: tanah digolongkan tidak aktif.

Nilai- nilai khas dari Aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Aktivitas Tanah Lempung
Nilai Aktivitas
Minerologi Tanah Lempung
Kaolinite

0,4 – 0,5

Illite

0,5 – 1,0

Montmorillonite

1,0 – 7,0

Sumber : Bowles, 1991

3 . Flokulasi dan Dispersi
Pengertian Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di
dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7.
Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan
yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan
alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan
air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja terflokulasi
45
Universitas Sumatera Utara

dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan
menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih
kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telah didiamkan
beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang
menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari
lamanya waktu.
4 . Pengaruh Zat Cair
Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air
merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun
simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.18a). Hal ini berarti
bahwa satu molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan
positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dobel kutub)
(Gambar 2.18b).

Gambar 2.18 Sifat Dipolar Molekul Air (Hardiyatmo, 1992)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan
negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung
secara elektrik. Terdapat 3 mekanismenya, yaitu:
1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung

46
Universitas Sumatera Utara

dengan ujung positif dari dipolar.
2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif
dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel
lempung yang bermuatan negatif.
3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan
hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen
dalam molekul-molekul air (hydr ogen bonding) .

Mekanisme 1

Mekanisme 2

Mekanisme 3
Gambar 2.19 Molekul Air Dipolar Dalam Lapisan Ganda (Das,1991)

Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang
berbeda untuk menarik Exchangeable Cation. Exchangeable Cation adalah
keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang
bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya
tarik Exchangeable Cation yang lebih besar daripada Kaolinite. Kalsium dan
magnesium merupakan Exchangeable Cation yang paling dominan pada tanah,
sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi Exchangeable Cation, yaitu valensi kation,

47
Universitas Sumatera Utara

besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation
dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al+3> Ca+2> Mg+2> NH+4> K+> H+> Na+> Li+
Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008).
Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara
elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan
semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada
tanah lempung. Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk
dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain
lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan
mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah
lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls
serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi
gaya antar partikel.
Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung
akan sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe,
konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi
muatannya.
Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah
pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung
kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering.
Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion
mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.20).

48
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.20 Kation dan Anion Pada Partikel (Das,1991)

Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation yang
terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan semen yang dicampurkan
dengan abu vulkanik dengan variasi yang berbeda-beda.

2.2.2 Semen
2.2.2.1 Umum
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun kohesif, yaitu
bahan pengikat. Semen juga merupakan perekat hidrolis dimana senyawasenyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan
membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen
mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu:
1. Semen hidrolik
Semen hidrolik adalah semen yang akan mengeras bila bereaksi dengan air,
tahan terhadap air (water resistance) dan stabil di dalam air setelah
mengeras. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen

49
Universitas Sumatera Utara

pozzolan, semen alumina, semen portland-pozzolan, semen terak, semen
alam dan lain-lain.
2. Semen non-hidrolik.
Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk
mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara.
Contoh dari semen non hidrolik adalah kapur.

2.2.2.2 Semen Portland
Semen Portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan
klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat yang bersifat hidrolis
dengan gips sebagai bahan tambahan.
Unsur penting dalam semen portland yaitu:
a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) atau C3S
b. Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2) atau C2S
c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) atau C3A
d. Tetrakalsium Aluminoferit (4CaO.Al2O3. Fe2O3) atau C4AF
e. Kalsium Sulfat Dihidrat (Gypsum) (CaSO4.2H2O)

2.2.2.2.1 Hidrasi Semen
Ketika air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawi yang
disebut hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia dalam semen akan bereaksi
dengan air dan membentuk komponen baru. Proses kimia untuk reaksi hidrasi dari
unsur C2S dan C3S dapat ditulis sebagai berikut:
2 C3S + 6 H2O C3S2H3 + 3 Ca (OH)2

50
Universitas Sumatera Utara

2 C2S + 4 H2O C3S2H3 + Ca (OH)2
Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat
dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang
diperlukan untuk proses hidrasi sekitar 20 % dari berat semen (Nugraha, 2007).

2.2.2.2.2 Jenis-Jenis Semen Portland
Sesuai

dengan

kebutuhan

pemakaian

semen

saat

ini,

dalam

perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland antara lain:
1. Semen Portland Biasa
Semen ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum jika tidak
diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi
rendah,

kekuatan

awal

yang

tinggi

dan

sebagainya.

ASTM

mengklasifikasikan semen ini sebagai Tipe I.
2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat
Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat
dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air tanah
dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta PH tidak kurang
dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai Tipe II.
3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi
Semen portland ini mengandung Trikalsium Silikat (C3S) lebih banyak
dibanding Semen Portland biasa. Semen jenis ini memiliki kekuatan awal
yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi
dibanding Semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini
sebagai Tipe III.

51
Universitas Sumatera Utara

4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah
Semen jenis ini memiliki kandungan Trikalsium Silikat (C3S) dan
Trikalsium Aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan
C3S yang lebih banyak dibanding Semen Portland biasa dan memiliki sifatsifat :
a. Panas hidrasi rendah
b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama
dengan Semen Portland biasa
c. Susut akibat proses pengeringan rendah
d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat
ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai Tipe IV.
5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat
Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini
diklasifikasikan sebagai Tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan
pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat,
yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing
0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah
limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.
Persyaratan komposisi kimia semen portland menurut ASTM Designation C
150-92, seperti terlihat pada Tabel 2.10.

52
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.10 Persyaratan Standar Komposisi Kimia Portland Cement

Sumber : ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixure, 1992

2.2.3 Abu Gunung Vulkanik (AGV)
Ketika gunung meletus maka semua material akan keluar. Material vulkanik
terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran
besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang
berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah disebabkan
oleh adanya hembusan angin. Material yang paling sering menyebabkan bahaya
dari peristiwa gunung meletus adalah seperti lahar, lava, abu vulkanik dan
material batu.
Abu vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di
dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang

53
Universitas Sumatera Utara

disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu vulkanik tidak larut dalam
air, sangat kasar dan agak korosif.
Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa,
sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan
pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina.
Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian, pozolan alam
(natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa , abu vulkanis,
tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal di Indonesia.
Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam
padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash).
Abu vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu
vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi
kesuburan tanah seperti magnesium, seng, mangan, zat besi dan selenium.
Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan
senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu vulkanik yaitu:
- Dapat menyuburkan tanah, abu vulkanik yang keluar dari gunung berapi
mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang
bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini
dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu
subur.
- Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, abu
vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar
pegunungan. Bahan-bahan ini sering diambil untuk menjadi bahan bangunan.

54
Universitas Sumatera Utara

Bahkan di beberapa daerah abu vulkanik sering dijadikan bahan campuran
untuk membuat semen dan material beton.
Pada penelitian ini sebelum abu vulkanik digunakan untuk membuat benda
uji, maka abu vulkanik tersebut perlu dilakukan pengujian komposisi kimianya.
Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan terhadap abu vulkanik yang digunakan, diperoleh hasil seperti
yang terlihat pada Tabel 2.11.

No.

Tabel 2.11 Komposisi Kimia Abu Vulkanik
Parameter
Hasil
Metode

1.

SiO2

84,0797 %

Gravimetri

2.

Fe2O3

0,0027 %

Spektrofotometri

3.

Al2O3

9,9338 %

Gravimetri

4.

CaO

0,1364 %

Titrimetri

Sumber : Hasil Percobaan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU
Dari data di atas terlihat unsur Silika adalah unsur yang paling dominan
(terbanyak). Seperti kita ketahui bahwa silika adalah