Hubungan Sosial Budaya Terhadap Pemberian Asi Eksklusif pada Bayi di Kecamatan Medan Amplas Tahun 2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) atau menyusui bayi dilakukan di berbagai
lapisan masyarakat diseluruh dunia, karena banyak manfaat yang diperoleh dari
ASI Eksklusif dan praktik menyusui selama 2 tahun. Pemberian ASI Eksklusif
merupakan cara pemberian makanan yang sangat tepat dan kesempatan terbaik
bagi kelangsungan hidup bayi di usia 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI
sampai umur 2 tahun (Harnowo, 2012).
Pentingnya pemberian ASI Eksklusif terlihat dari peran dunia yaitu pada
tahun 2006 WHO (World Health Organization) mengeluarkan Standar
Pertumbuhan Anak yang kemudian diterapkan di seluruh dunia yang isinya adalah
menekankan pentingnya pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6
bulan. Setelah itu, barulah bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI sambil
tetap disusui hingga usianya mencapai 2 tahun. Sejalan dengan peraturan yang di
tetapkan oleh WHO. Di Indonesia juga menerapkan peraturan terkait pentingnya
ASI Eksklusif yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor
33/2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Peraturan ini menyatakan kewajiban
ibu untuk menyusui bayinya sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan.
Selain itu pentingnya ASI juga terlihat pada acara dunia yaitu Pekan ASI

sedunia Agustus 2008, The World Alliance For Breast Feeding Action (WABA)
memilih tema Mother Support: Going For the Gold . Makna tema tersebut adalah

Universitas Sumatera Utara

suatu gerakan untuk mengajak semua orang meningkatkan dukungan kepada ibu
untuk memberikan bayi-bayi mereka makanan yang berstandar emas yaitu ASI
yang diberikan eksklusif selama 6 bulan pertama dan melanjutkan ASI bersama
makanan pendamping ASI lainnya yang sesuai sampai bayi berusia 2 tahun atau
lebih (Depkes, 2010).
ASI Ekskusif merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi,
yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009). Khasiat ASI
begitu besar seperti ASI dapat menurunkan risiko bayi mengidap berbagai
penyakit. Apabila bayi sakit akan lebih cepat sembuh bila mendapatkan ASI. ASI
juga membantu pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Menurut
penelitian, anak – anak yang tidak diberi ASI mempunyai IQ ( Intellectual
Quotient) lebih rendah 7 – 8 poin dibandingkan dengan anak-anak yang diberi

ASI secara eksklusif. Karena didalam ASI terdapat nutrien yang diperlukan untuk

pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi,
antara lain: Taurin, Laktosa, DHA, AA, Omega-3, dan Omega-6 (Nurheti, 2010).
Meskipun menyusui dan ASI sangat bermanfaat, namun belum terlaksana
sepenuhnya, diperkirakan 85% ibu-ibu di dunia tidak memberikan ASI secara
optimal. Data mengenai pemberian ASI pada bayi di beberapa Negara pada tahun
2005-2006 diperoleh bahwa bayi di Amerika mendapatkan ASI eksklusif justru
meningkat 60-70%. Pada Tahun 2010 cakupan ASI Eksklusif di India saja sudah
mencapai 46%, di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24%
(Yuliarti 2010).

Universitas Sumatera Utara

Menyusui artinya memberikan makanan kepada bayi yang secara langsung
dari payudara ibu sendiri. Menyusui adalah proses alamiah, dimana berjuta-juta
ibu melahirkan diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca
buku tentang pemberian ASI. Walupun demikian dalam lingkungan kebudayaan
kita saat ini melakukan hal yang sifatnya alamiah tidaklah selalu mudah untuk
dilakukan oleh para ibu-ibu menyusui. Menyusui merupakan cara pemberian
makan yang diberikan secara langsung oleh ibu kepada anaknya, namun
seringkali ibu menyusui kurang memahami dan kurang mendapatkan informasi,

bahkan sering kali ibu-ibu mendapatkan suatu informasi yang salah tentang
manfaat ASI eksklusif itu sendiri, tentang bagaimana cara menyusui ataupun
langkah-langkah menyusui yang benar kepada bayinya, dan kurangnya informasi
yang diberikan tentang dampak apabila ASI eksklusif itu tidak diberikan dan apa
yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui secara eksklusif
kepada bayinya (Roesli, 2000).
Menurut Roesli (2000), bahwa fenomena kurangnya pemberian ASI
eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengetahuan ibu yang
kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik
tentang pemberian ASI eksklusif, serta kesibukan ibu dalam melakukan
pekerjaannya dan singkatnya pemberian cuti melahirkan yang diberikan oleh
pemerintah terhadap ibu yang bekerja, merupakan alasan-alasan yang sering
diungkapkan oleh ibu yang tidak berhasil menyusui secara eksklusif.
Menurut

pendapat

dari

(Perinasia,


2004),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi penggunaan ASI antara lain : Perubahan sosial budaya, faktor

Universitas Sumatera Utara

psikologis, faktor kurangnya penerangan tentang manfaat ASI oleh petugas
kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan
tentang manfaat pemberian ASI, Minimnya pengetahuan masyarakat tentang ASI
karena perubahan sosial budaya. Karena keinginan mengikuti modernitas, banyak
ibu-ibu yang meninggalkan ASI karena dinilai ketinggalan zaman. Permasalahan
utama dalam pemberian ASI eksklusif adalah sosial budaya antara lain kurangnya
kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan yang belum sepenuhnya
mendukung, gencarnya promosi susu formula, ibu bekerja dan dukungan
keluarga. Adapun kebiasaan ibu yang tidak mendukung pemberian ASI adalah

memberi makanan/minuman setelah bayi lahir seperti madu, air kelapa, nasi
papah, pisang dan memberi susu formula sejak dini, orang tua dan keluarga juga
masih menyediakan dan menganjurkan pemberian susu formula dan kepercayaan
seperti adanya kepercayaan kalau menyusui dapat merusak payudara dan adanya
kepercayaan memberikan madu/air manis merupakan suatu ajaran agama.
Keyakinan atau kercayaan dari ibu yang kuat merupakan faktor
determinan yang penting terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif
(Kurniawan, 2013). Kepercayaan atau keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap
perilaku tertentu, norma-norma subjektif dan kontrol perilaku (Robbins,1996).
Berbagai faktor sosial budaya yang melatar belakangi perilaku pemberian ASI
eksklusif adalah berkaitan dengan kebiasaan masyarakat dalam memberikan
makanan pada bayi yang baru lahir Penelitian yang dilakukan oleh Rayuni (2010)
mengungkapkan budaya yang mendukung dalam pemberian ASI eksklusif adalah
keterikatan keluarga dan sosial sebagai pemberi dukungan untuk memberikan ASI

Universitas Sumatera Utara

eksklusif. Sedangkan budaya yang tidak mendukung adalah adanya pantangan dan
mitos pada pemberian ASI eksklusif.
Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai suku dan

memiliki sosial budaya yang beraneka ragam, hal ini berpengaruh besar terhadap
pola perilaku masyarakatnya. Perilaku yang dilatar belakangi sosial budaya
tersebut ada yang positip dan ada yang negatif dipandang dari sudut kesehatan,
yang negatif tersebut merugikan program pembangunan kesehatan masyarakat.
Kebudayaan adalah suatu sistem kognitif yaitu sistem yang terdiri dari
pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota
individual masyarakat. Kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh
anggota-anggota masyarakat dipergunakan dalam proses-proses orientasi,
transaksi, pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku
sosial nyata dalam masyarakat. Sehubungan dengan penggunaan konsep budaya
dalam perilaku masyarakat terkait dengan prilaku kesehatan seseorang, sedikit
atau banyak, terkait dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam
lingkungan sosialnya berkenaan dengan etiologi, terapi pencegahan penyakit.
Dapat saja seseorang memperlihatkan perilaku psikologis disamping perilaku
budaya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) di wilayah kerja
puskesmas Munte Kabupaten Karo menyatakan bahwa variabel pekerjaan,
pengetahuan, bisa berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif sebesar 95,7%.
Hasil penelitian Ludin (2009) di Kecamatan Rumbai Pesisir kota Pekan Baru
didapati bahwa variabel keyakinan/kepercayaan, norma/nilai, pengetahuan


Universitas Sumatera Utara

berperan dalam tindakan pemberian ASI eksklusif disebabkan jika bayi belum
mau menyusui, ibunya akan mengolesi madu pada puting susunya yang ditujukan
untuk menghilangkan rasa amis pada susu kuning ( colostrum). Sedangkan
penelitian yang sama juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, bahwa
madu, air matang dan susu formula diberikan kepada bayi yang baru lahir.
Alasan pemberian makanan /minuman ini adalah ASI belum keluar, agar bayi
tidak lapar, disarankan orang tua dan ibu belum kuat menyusui (Widodo, 2001).
Demikian pula kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan kepada
bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian makanan tambahan pada bayi yang
berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini karena ada anggapan bahwa ASI
tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat (Mutiaf, 1998).
Keterkaitan aspek sosial budaya dengan pemberian ASI dapat dilihat
dengan penelitian Susilawati (2005) tentang determinasi sosial budaya pada
pemberian ASI eksklusif diwilayah kerja puskesmas padang bulan dan Padang
Bulan Selayang II Kota Medan. Hasil penelitiannya menyimpulkan ada hubungan
bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif, serta ada
hubungan antara sosial budaya dengan pemberian ASI eksklusif, pada penelitian

ini ditemukan mayoritas sampel mendapat PASI dari Rumah Sakit maupun klinik
Bersalin, tidak pernah mendapat anjuran tentang ASI eksklusif, persiapan laktasi
dan payudara. Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif berfluktuasi dan
menunjukan kecendrungan menurun selama tiga tahun terakhir. Cakupan
pemberian ASI eksklusif pada 0-6 bulan turun 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2%
pada tahun 2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai

Universitas Sumatera Utara

6 bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Dari hasil penelitian United Nation Child’s Fund (UNICEF) dari tahun
2005 hingga 2011 didapati bayi Indonesia yang mendapat ASI Eksklusif selama 6
bulan pertama ialah sebanyak 32% dan didapati 50% anak diberikan ASI hingga
usia 23 bulan. Tetapi persentase ini masih rendah bila dibandingakan dengan
negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan asi
eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI hingga usia 23 bulan
(UNICEF, 2011).
Begitu pula yang terjadi di Indonesia, data dari Sentra laktasi Indonesia
mencatat bahwa berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia 20072010, hanya 48% ibu yang memberikan ASI eksklusif. Berdasarkan pusat data

dan informasi kementerian kesehatan RI dari laporan dinas kesehatan provinsi
tahun 2013, sebaran cakupan pemberian ASI ekslusif pada bayi 0-6 bulan sebesar
54,3 %. Wilayah sumatera utara mencakup 41,3 %. Di Indonesia, rata-rata ibu
memberikan ASI eksklusif hanya 2 bulan, sementara pemberian susu formula
meningkat 3 kali lipat. Dan berdasarkan data dari Bappenas tahun 2010
menyatakan bahwa hanya 31% bayi di Indonesia mendapatkan ASI Eksklusif
hingga usia 6 bulan. Terdapat beberapa penyebab rendahnya pemberian ASI
Eksklusif yaitu belum semua Rumah Sakit menerapkan 10 LMKM (Langkah
Menuju Keberhasilan Menyusui), belum semua bayi lahir mendapatkan IMD
(Inisiasi Menyusui Dini), Jumlah penyuluh ASI masih sedikit 2.921 penyuluh dari

Universitas Sumatera Utara

target 9.323 penyuluh, dan promosi susu Formula yang tergolong gencar
(Bappenas, 2011).
Data terakhir dari Puskesmas Kecamatan Medan Amplas 15 Desember
2014 menunjukkan bahwa di Puskesmas Kecamatan Medan Amplas, cakupan ASI
Ekslusif pada daerah tersebut di tahun 2014 hingga bulan agustus hanya mencapai
15,22 % yaitu 199 bayi dari jumlah seluruh bayi yang ada di kecamatan Medan
Amplas yaitu 1307 bayi. Dari 1307 bayi tersebut terdapat 542 bayi yang tidak

diketahui antara menyusui ASI Ekslusif dan tidak ASI Ekslusif dengan kata lain
jumlah tersebut tidak terlapor ke puskesmas setempat. Cakupan ini diketahui jauh
lebih rendah dari target yang seharusnya dicapai, yang mana cakupan rata-rata
Sumatera Utara adalah 41,3 % telah tercapai menurut pusdatin 2014.
Kecamatan Medan Amplas merupakan Kecamatan yang ada di Kota
Medan yang memiliki bermacam-macam suku, 40% suku Batak Toba, 25% suku
Jawa dan 30% suku Batak Mandailing dan 5% adalah suku lainnya. Di
Kecamatan Medan Amplas sejak dahulu secara turun temurun mengenal adanya
kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat setiap kali ada bayi yang baru
lahir sampai bayi tersebut dapat berjalan. Salah satu kebiasaan yang sering
dilakukan oleh anggota keluarga adalah dengan mengoleskan madu ke bibir bayi
yang baru lahir agar bayi tersebut tidak lapar.
Sehubungan dengan hal tersebut hasil penelitian (Mutiaf, 1998) juga
mengungkapkan bahwa jika bayi belum mau menyusui, ibunya akan mengolesi
madu pada puting susunya yang ditujukan untuk menghilangkan rasa amis pada
susu kuning (colostrum). Sedangkan penelitian yang sama juga mengungkapkan

Universitas Sumatera Utara

hal yang tidak jauh berbeda, bahwa madu, air madu air matang dan susu

formula

diberikan kepada

bayi

yang

baru

lahir.

Alasan

pemberian

makanan/minuman ini adalah ASI belum keluar, agar bayi tidak lapar,
disarankan orang tua dan ibu belum kuat menyusui (Widodo,2001).
Kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan kepada bayi
sebelum usia enam bulan. Pemberian makanan tambahan pada bayi yang
berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini karena ada anggapan bahwa ASI
tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat (Mutiaf, 1998).
Fenomena lainnya yang terjadi di Kecamatan Medan Amplas pada
sebagian besar ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
terkait dengan kebiasaan ibu-ibu dengan pantangan makanan-makanan tertentu,
yaitu kepercayaan tentang makanan yang apabila dikosumsi oleh ibu akan
menyebabkan bayinya sakit, diyakini oleh para ibu-ibu menyusui ini terdapat
kuman pada susunya, makanan yang dimaksud contohnya seperti sayur terong,
udang, cumi-cumi, ikan tongkol, makanan- makanan ini dianggap pantang untuk
dikosumsi oleh ibu-ibu yang sedang menyusui, bahkan ada sebagian ibu-ibu yang
sedang hamil sudah melakukan pantangan makanan-makananan yang dimaksud
karna takut terulang akan mengalami hal yang sama dengan bayinya kelak, dan
ada yang melakukannya karna perintah dari orang tua.
Kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Medan
Amplas yang tergolong unik yaitu kebiasaan memberikan bayi gula apabila ada
anggota masyarakat yang datang berkunjung melihat bayi yang baru lahir atau
pada saat bayi tersebut mendatangi rumah tetangga atau sanak famili untuk

Universitas Sumatera Utara

bertamu. Masyarakat di Kecamatan Medan Amplas sendiri tidak tahu sejak kapan
tradisi ini ada dan disebut dengan nama apa. Namun masyarakat tersebut
menganggap kebiasaan ini baik dilakukan agar kelak bayi yang di berikan makanmakanan yang manis seperti gula akan baik tutur bahasanya dan disenangi banyak
orang dan orang yang memberikan gula kepada bayi tersebut untuk dimakan akan
diberikan kelancaran rezeki. Kebiasaan ini jelas membuat pemberiana ASI
Eksklusif tidak sempurna sehingga membuat ibu berfikir untuk tidak melanjutkan
pemberian ASI saja sampai usia bayi 6 bulan dan memberikan bayi susu formula.
Di tambah lagi karena para ibu bekerja yang menitipkan bayi nya kepada
pengasuh, sehingga tidak memiliki pilihan lain selain susu formula.
Ibu menyusui di Kecamatan Medan Amplas juga memiliki pantangan
makanan yang tidak boleh dikonsumsi selama menyusui seperti makanan laut
yaitu ikan tongkol, ikan gembung, cumi dan udang serta jenis sayuran seperti
terong yang tidak boleh dikonsumsi karena dianggap dapat menyebabkan ASI
menjadi amis dan dapat menimbulkan alergi pada kulit bayi yang meminum ASI
ibu tersebut, namun sebagian ibu menyatakan tidak mengikuti pantangan makanan
tersebut karena merasa sangat ingin makan yang enak namun setelah
mengkonsumsi ibu merasa bersalah karena takut ASInya menjadi amis dan
berbahaya untuk bayi yang meminumnya. Saat ibu merasa ASInya sudah tidak
baik ibu tidak memberikan ASInya kepada bayinya melainkan memerah ASInya
dan dibuang. Saat bayi merasa lapar dan haus ibu memberikan madu kepada bayi
sebagai pengganti ASI.

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan Medan Amplas memiliki 7 kelurahan yang menjadi wilayah
kerja Puskesmas Amplas. Rata-rata cakupan ASI per kelurahan dapat dinyatakan
2,17 % saja. Pemberian ASI dipengaruhi oleh pengetahuan ibu, petugas
kesehatan, budaya dan ekonomi (Suharjo,1992). Pengetahuan ibu dalam hal ini
dapat dilihat dari pendidikan sang ibu. Sosio budaya keluarga dari sang ibu juga
dinilai dapat menggagalkan pemberian ASI secara Ekslusif pada bayi pula, dalam
lingkungan yang ada dalam kecamatan Medan Amplas terdapat kebiasaan dimana
bayi yang baru datang mengunjungi rumah sanak saudara akan diberikan gula
kepada bayi tersebut, padahal bayi itu masih dibawah umur 6 bulan. ASI Ekslusif
adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa pemberian makanan tambahan
lainnya.
Berdasarkan survei pendahuluan di atas, peneliti ingin mengetahui
hubungan sosio budaya ibu menyuusi terhadap pemberian ASI Ekslusif pada bayi
di Kecamatan Medan Amplas tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas. Maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana hubungan sosioal budaya ibu menyusui terhadap
pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor
sosial budaya ibu (pengetahuan, nilai/ norma, keyakinan/kepercayaan,
pekerjaan, pendapatan dan sikap) dalam pemberian ASI Ekslusif pada bayi di

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan Medan Amplas tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum diatas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai
pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.

Untuk mengetahui pola pemberian ASI eksklusif pada bayi di Kecamatan
Medan Amplas.

b.

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI
Ekslusif pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

c.

Untuk mengetahui hubungan nilai/ norma ibu dengan pemberian ASI Ekslusif
pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

d.

Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif
pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

e.

Untuk mengetahui hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif
pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

f.

Untuk mengetahui hubungan pendapatan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif
pada bayi di Kecamatan Medan Amplas.

g.

Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada
bayi di Kecamatan Medan Amplas.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Sosio Budaya
Ibu Menyusui terhadap Pemberian ASI Ekslusif pada Bayi di Kecamatan Medan
Amplas adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Bagi ibu hamil dan ibu nifas, perlunya sosialisasi/KIE (Komunikasi, Informasi
dan Edukasi) tentang bagaimana penting dan manfaat pemberian ASI Ekslusif
agar dapat memberikan ASI eksklusif pada bayi
2. Bagi kepala puskesmas, sebagai informasi/ masukan bagi puskesmas sesuai
dengan target dalam upaya peningkatan pencapaian ASI Eksklusif dengan
sosialisasi dan advokasi pemberian ASI eksklusif terhadap ibu hamil dan ibu
menyusui
3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi peneliti sejenis dan
berkelanjutan yang dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pengetahuan
dan tindakan dalam cakupan ASI eksklusif.

Universitas Sumatera Utara