Studi Tutupan Karang di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara

5

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Pulau Kecil
Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000
km2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Sumberdaya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;
sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumberdaya hayati meliputi ikan,
terumbu karang,padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumberdaya
nonhayati meliputi pasir, air laut, mineraldasar laut; sumberdaya buatan meliputi
infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan danperikanan, dan jasa-jasa
lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempatinstalasi bawah
air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang
terdapat di Wilayah Pesisir (UU No. 27 Tahun 2007).
Morfologi pulau didefinisikan merupakan perubahan bentuk fisik
pulauyang disebabkan oleh beberapa faktor baik alami maupun buatan.Berbicara
tentang morfologi pulau, perkembangan pantai merupakansalah satu aspek yang
memungkinkan terjadinya perubahan morfologi pulau.Seperti halnya dengan
bentuk lahan lainnya, pantaipun dapat mengalamiperubahan. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan romanpermukaan bumi di daerah

pantai adalah sebagai berikut:
1.

Gelombang, arus dan pasang surut yang berlaku sebagai faktor pengikis,
pengangkut dan pengendapan.

Universitas Sumatera Utara

6

2.

Sifat bagian daratan yang mendapat pengaruh proses-proses marin. Jadi
apakah berupa daratan rendah, curam, landai dan bagaimana sifat batuannya
(Sunarto, 1992).
Menurut Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, karakteristik Pulau-Pulau Kecil adalah
sebagai berikut :
1.


Terpisah dari pulau besar.

2.

Sangat rentan terhadap perubahan yang disebabkan alam dan/atau
disebabkan manusia.

3.

Memiliki keterbatasan daya dukung pulau.

4.

Apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya
yang khas.

5.

Ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau,

baik pulau induk maupun kontinen.

Karakteristik Pulau Janggi
Kota Sibolga terletak di Pantai Barat Pulau Sumatera Bagian Utara yaitu
di Teluk Tapian Nauli, ± 350 km Selatan Kota Medan.Secara Geografis wilayah
Sibolga terletak antara 10 42’ 10 46’ Lintang Utara dan 980 44’ – 980 48’ Bujur
Timur.Kota Sibolga secara administratif terdiri dari 4 Kecamatan dan 17
Kelurahan dan Luas 2.778 Ha atau 27.78 km2. Dengan batas-batas wilayah :
sebelah timur, selatan, utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, dan
sebelah barat dengan Samudera Hindia. Sementara sungai-sungai yang dimiliki
yakni Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon dan Aek Horsik.Kota

Universitas Sumatera Utara

7

Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai, lereng, dan
pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 – 150 meter dari atas
permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2
% sampai lebih dari 40 % .Pulau Jonggi secara geografis terletak pada titik

koordinat 010 38’ 31” LU dan 980 36’ 09”Pulau ini secara administratif terletak di
Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah. Topografi pulau ini
secara umum berupa pulau berbentuk tebing terjal dan didominasi vegetasi
tanaman tingkat tinggi. Pulau ini merupakan pulau tidak berpenduduk (Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, 2012).

Terumbu Karang
Terumbu adalah struktur kerangka kapur khas perairan dangkal laut
tropis, yang dibentuk terutama oleh hewan karang, alga atau organisme laut lain
yang berfotosintesis. Fondasi struktur terumbu ini dibentuk oleh beberapa
lapisan batu karang.Hewan-hewan karang hidup di permukaan terumbu yang
mendapat curahan sinar matahari. Selama hewan karang mendapatkan sinar
matahari, mereka akan tumbuh dan menghasilkan batu-batu kapur yang akan
membentuk terumbu. Karang adalah hewan laut yang umumnya hidup berkoloni
dan mempunyai kerangka kapur di bagian luar tubuhnya.Hewan karang
berkerabat dengan ubur-ubur.Hewan karang seumpama ubur-ubur yang terbalik
dengat sungut-sungut (tentakel) menghadap ke atas dan tumbuh menempel di
dasar laut. Hewan karang yang menghasilkan batu-batu kapur disebut karang
keras (hard coral), sedangkan yang tidak menghasilkan batu disebut karang
lunak (soft coral) (Estradivari, dkk., 2007).


Universitas Sumatera Utara

8

Gambar 2. Morfologi Terumbu Karang (Dean dan Kleine, 2011)
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem di laut yang sangat
penting.Perairan terumbu karang banyak dimanfaatkan oleh organisme penghuni
terumbu karang sebagai daerah penyedia makanan, daerah perkembangan,
daerah asuhan, dan daerah perlindungan.Terumbu karang yang telah rusak
memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula.
Kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh badai dan topan memerlukan
waktu 25-30 tahun untuk pulih (Dhahiyat, dkk., 2003).

Tipe Formasi Terumbu Karang
Nybakken (1988) mengelompokkan formasi terumbu karang (seperti
terlihat pada gambar) menjadi tiga katagori sebagai berikut:
a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang
terdapat disepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.
Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan kearah laut terbuka (Gambar 3a).

b. Terumbu karang penghalang (Barrier Reef), berada jauh dari pantai yang
dipisahkan oeh goban (lagoon) dengan kedalaman 40-70 meter.

Universitas Sumatera Utara

9

Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai (Gambar
3b).
c. Atol, merupakan karang bentuk melingkar seperti cincin yang mucul dari
perairan dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki
terumbu gobah (Gambar 3c).

a

b
(a) Fringing Reef

(b) Barrier Reef


c
(c) Atol
Gambar 3. Tipe Formasi Terumbu Karang a. Fringing Reef, b. Barrier Reef
c. Atol (Veron, 1986).

Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang
Pertumbuhan terumbu karang di perairan dibatasi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah suhu, salinitas, cahaya dan kecerahan suatu perairan
(intensitas cahaya), serta kondisi arus perairan dan substratnya.Suhu
optimumuntuk terumbu adalah 250C - 300C.Perubahan salinitas yang
menyimpang hingga 32 - 350/00 berpengaruh terhadap karang hermatipik yang
sangat sensitif, walaupun umumnya hewan karang hidup subur pada salinitas air
laut 340/00 – 360/00, yaitu laut dalam yang jarang atau hampir tidak pernah

Universitas Sumatera Utara

10

mengalami perubahan salinitas cukup besar. Cahayadiperlukan oleh alga
simbiotik zooxanthellae dalam proses fotosintesis guna memenuhi kebutuhan

oksigen biota terumbu karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan
berkurang dan kemampuan karang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk
terumbu akan berkurang pula.Pengaruh sedimentasi terhadap hewan karang
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Sedimen akan mematikan
secara langsung karang bila ukuran sedimen cukup besar atau banyak sehingga
menutup polip karang. Pengaruh tidak langsung adalah menurunnya penetrasi
cahaya

matahari

yang

penting

untuk

proses

fotosintesis


zooxanthellae(Mellawati, 2012).

Kerusakan Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem sangat rapuh, dan
umumnya ditemukan di perairan dangkal laut tropis dengan perairan yang jernih
dan hangat.Salah satu daerah penyebaran terumbu karang adalah disepanjang
bagian barat pesisir Pulau Sumatera.Pada akhir-akhir ini, ekosistem yang
terkenal dengan keanekaragaman dan kesuburannya yang sangat tinggi ini
semakin terancam dengan perubahan berbagai faktor lingkungan (Thamrin,
2009).
Pemutihan karang (yaitu menjadi pudar atau berwarna putih salju) terjadi
akibat berbagai macam tekanan, baik secara alami maupun karena manusia, yang
menyebabkan degenerasi atau hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan
karang.Dalam keadaan normal, jumlah zooxanthellae berubah sesuai dengan
musim sebagaimana penyesuaian karang terhadap lingkungannya.Pemutihan

Universitas Sumatera Utara

11


dapat menjadi sesuatu hal yang biasa dibeberapa daerah.Selama peristiwa
pemutihan, karang kehilangan 60–90% dari jumlah zooxanthellaenya dan
zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50–80% dari pigmen
fotosintesinya.Ketika penyebab masalah itu disingkirkan, karang yang terinfeksi
dapat pulih kembali, tetapi jumlah zooxanthellae kembali normal, tetapi hal ini
tergantung dari durasi dan tingkat gangguan lingkungan. Gangguan yang
panjang dapat membuat kematian sebagian atau keseluruhan tidak hanya kepada
individu koloni tetapi juga terumbu karang secara luas (Westmacott, dkk., 2000).

Fungsi Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu Karang merupakan ekosistem ke-2 yang paling beragam di
muka bumi. Ekosistem ini memberikan banyak sekali manfaat penting bagi
kehidupan manusia diantaranya; menyediakan substansi material obat-obatan,
sebagai pelindung fisik pantai dari hantaman gelombang dan arus yang kuat,
tempat melakukan berbagai aktifitas wisata bahari, sebagai sumber penghidupan
dan pensuplai makanan bagi sebagian nelayan dan tempat dihasilkannya
berbagai organisme laut yang dapat diambil oleh nelayan untuk dijual sebagai
komoditi ekspor (Marine Aquarium Council dan YayasanAlam Indonesia
Lestari, 2008)
Terumbu karang mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi biologi

(tempat bersarang, mencari makan, memijah dan tempat pembesaran bagi
berbagai biota laut), fungsi kimia (pendaur ulang unsur hara yang paling efektif
dan efisien), fungsi fisik (pelindung daerah pantai, utamanya dari proses abrasi
akibat adanya hantaman gelombang) (Mellawati, 2012).

Universitas Sumatera Utara

12

Monitoring Karang
Dalam monitoring karang yang dilakukan oleh dinas kelautan dan
perikanan Prov. Sumatera Utara diperairan laut Pulau Jonggi pada tahun 2014
dilakukan monitoring karang di sisi bagian selatan tepatnya di koordinat -00
09’06.86” LU dan 98026’12.82” BT, vegetasi pantai terdiri dari pohon kelapa
dan tumbuhan pantai. Pengamatan karang dilakukan sekitar 1.000 m ke arah
laut. Substrat atau dasar perairan terdiri dari karang mati yang ditumbuhi alga,
pasir dan pecahan karang (rubble). Dari hasil LIT diperoleh persentase tutupan
karang hidup yang rendah yaitu sebesar 48.63 %. Kondisi karang hidup seperti
ini dapat dikategorikan ”cukup”. Hasil persentase dari masing-masing bentuk
pertumbuhan adalah Acropora sebesar 8.93 %, Non Acropora sebesar 39.70 %,
Dead coral sebesar 27.50 %, Deadcoral algae sebesar 3.03 %, Algae sebesar
0.47 %, Rubble sebesar 6.10 %dan Sand 14,27 % (Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siringo-ringo dan Hadi pada tahun
2013 di Pulau Bangka, pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode
LIT (Line Intercept Transect), Belt Transect dan pengamatan bebas. Metode LIT
digunakan, karena merupakan metode yang memiliki kelebihan akurasi data
dapat diperoleh dengan baik, penyajian struktur komunitas berupa persentase
tutupan karang hidup dan mati, bentuk substrat, dan keberadaan biota lain.
Transek dilakukan dengan menarik pita berskala sepanjang 70 meter sejajar garis
pantai pada kedalaman 5-7 meter.LIT dilakukan sepanjang 10 meter dengan tiga
ulangan dan tiap ulangan memiliki interval 20 meter.Hasil pengukuran dapat
dihitung nilai persentase tutupan karang hidup (Siringoringo dan Hadi, 2013).

Universitas Sumatera Utara

13

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marsuki, dkk (2013) mengenai
kondisi terumbu karang dan kelimpahan kima di perairan pulau Indo penentuan
titik-titik stasiun pengamatan dilakukan dengan metode purposive dengan cara
snorkling, yaitu peneliti melakukan pengamatan singkat terhadap kondisi
terumbu karang dan kelimpahan kima sejajar mengikuti garis pantai. Penentuan
stasiun pengamatan dan titik-titik pengambilan sampel dipilih berdasarkan aspek
keterwakilan kelimpahan kima dan terumbu karang di perairan tersebut.Jumlah
stasiun pengamatan ditentukan sebanyak 4 titik stasiun, berdasarkan empat penjuru arah mata angin, yaitu Utara, Selatan, Timur, dan Barat.Masing-masing
stasiun dicatat posisi geografisnya denganGlobal Positioning System (GPS).

Universitas Sumatera Utara