Pertanggungjawaban Pidana Rumah Sakit Terkait Dengan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah Sakit

41

ditemukan norma hukumnya dan menerapkan guna menyelesaikan problemanya guna
menyelesaikan hukum yang dihadapinya.57

BAB II
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGURUS RUMAH SAKIT
TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP YANG
DILAKUKAN PEGAWAI RUMAH SAKIT

1.

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Rumah Sakit Terkai Dengan
Tindak Pidana Lingkuangan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah
Sakit Umum
Rumah sakit umum dibentuk untuk masyarakat guna melakukan pertolongan

atau melakukan pengobatan yang ditujukan kepada masyarakat yang terkena
penyakit.di rumah sakit umum sendiri memiliki struktur kepengurusan yang terdiri
dari kepala rumah sakit, komisaris, direksi, kepala bagian medis, non medis dan
pegawai.


57http://alfiprodr.blogspot.com /2014/02bidang-penelitian-hukum-html.Diakses pada
pukul 22.00 WIB.tanggal 04 Maret 2014.

42

Pengendalian internal merupakan proses yang dilakukan agar tujuan tercapai
yaitu: Proses tersebut dilakukan oleh direksi, manager, petugas dan pihak-pihak
tersebut memberi jaminan berupa efeksifitas dan efesiensi operasional, keandalan
laporan keuangan, kepatuhan pada aturan.58
Proses pengendalian internal yang dilakukan adalah sebagai berikut: 59
1. Rancangan Operasional, hal penting yang terkait adalah:
1.

Keaslian dokumen

2.
3.
4.


Proses dijalankan
Kewenangan dijalankan
Pembagian tugas
Dalam melaksanakan pengendalian internal secara keseluruhan.untuk
mengumpulkan bahan-bahan dapat dilakukan dengan:

1.
2.
3.
4.

Pembuatan kuessioner
Pemeriksaan dokumen
Observasi kegiatan
Membandingkan dengan standar, dengan demikian akan jelas bagaimana
pengendalian internal dijalankan.
2. Telaah Resiko

Telaah resiko ini akan mengetahui adanya resiko yang akan terjadi, kegiatan yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1.

Identifikasi tujuan, kejelasan tujuan pengendalian internal dijalankan

2.

Identifikasi pelaksaan, kejelasan bagaimana pengendalian internal dijalankan
sesuai dengan alur dan prosedur yang telah ditetapkan

58 Boy S. Sabarguna dan Syafril Nusyirwan, Pengendalian Internal Rumah Sakit
(Jakarta: Sagung Seto, 2008), hal. 18.
59Ibid, hal. 20.

43

3.

Identifikasi kesengajaan antara tujuan, aturan prosedur yang dirancang dengan
pelaksanaan yang telah berjalan.


4.

Identifikasi resiko, adanya resiko yang timbul pada perbedaan laporan,
efektifitas dan efesiensi pelaksanaan, kepatuhan melaksanakan aturan.
Dalam ruang lingkup asas pertanggungjawaban pidana, menurut Sudarto,

bahwa disamping kemampuan bertanggungjawab, kesalahan (schuld) dan melawan
hukum, (wederchtelijk) sebagai syarat untuk pengenaan pidana, ialah pembahaya
masyarakat oleh pembuat. Dengan demikian, konsepsi pertanggungjawaban pidana,
dalam arti pidananya pembuat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: ada
suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat (adanya perbuatan pidana), ada
pembuat yang mampu bertanggungjawab, ada unsur kesalahan berupa kesengajaan
atau kealpaan, tidak ada alasan pemaaf.60
1.

Elemen “Perbuatan Pidana”
Ada 5 (lima) elemen yang harus dipenuhi untuk menyatakan bahwa suatu
perbuatan dapat dikatakan perbuatan pidana, yaitu.
1.


Kelakuan dan akibat (perbuatan)
Setiap perbuatan pidana harus terdiri atas elemen-elemen yang lahir
dikarenakan perbuatan yang mengadung kelakuan dan akibat yang
ditimbulkan oleh perbuatan dimaksud. Maksudnya adalah kejadian
dalam alam lahir.

60 Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), hal. 127-130.

44

2.

Hal ikwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
Perbuatan pidana juga harus merupakan suatu hal ikhwal atau suatu
keadaan tertentu yang menyertai perbuatan. Hal ikhwal dapat dibagi
dua: pertama yang menyangkut diri orang yang melakukan perbuatan,
dan kedua yang menyangkut diri orang lain yang bukan pelaku
perbuatan, misalanya perilaku korban perbuatan pidana.


3.

Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
Eleman

ketiga

dari

perbuatan

pidana

adalah

keadaan

tambahan.Keadaan tambahan ini merupakan suatu peristiwa yang
terjadi setelah perbuatan pidana terjadi.Dengan demikian, keadaan
tambahan ini hanya dijadikan sebagai unsur yang memberatkan

pidana.
4.

Unsur melawan hukum yang objektif
Sifat perbuatan melawan hukumnya terletak pada keadaan objektif
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang.Jadi, suatu perbuatan
diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum apabila perbuatan
dimaksud merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku (hukum positif).

5.

Unsur melawan hukum yang subyektif
Unsur melawan hukumnya tidak saja terletak pada keadaan objektif
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang, tetapi juga sangat
bergantung pada keadaan subjektif pelakunya.

45

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa elemen “perbuatan pidana”

maksudnya semua perbutan yang dilarang oleh undang-undang dan perbuatan
pidana itu merupakan perbuatan jahat, yang apabila dilanggar akan
mendapatkan ganjaran berupa sanksi pidana sebagaimana diatur dalam hukum
pidana materil.
Dalam konteks hukum lingkungan, hal yang sama juga, tetapi elemen
perbuatan pidana harus berkaitan dengan suatu fakta apakah kejadian
pencemaran lingkungan hidup merupakan sesuatu yang dapat dicegah atau
tidak. Jika perbuatan itu dapat dicegah baik secara ekonomi maupun secara
teknologi, perbuatan tidak mencegah terjadinya pencemaran dapat dikatakan
perbuatan jahat. Oleh karena itu, perbuatan ini dapat dihukum.
6.

Elemen “Barang Siapa”
Maksudnya adalah siapa saja (individu) sebagai subyek hukum, sebagai
pendukung

hak

dan


kewajiban

dan

kepadanya

tidak

diberlakukan

pengecualian hukum seperti yang ditentukan Pasal 44, 48, 49, dan 50 KUHP.
Pengertian “barang siapa” termasuk ke dalamnya orang-orang yang
ditentukan oleh Pasal 55 dan 56 KUHP, yaitu orang yang melakukan (pleger),
orang menyuruh melakukan (doen pleger), orang yang turut melakukan
(medepleger) ,orang yang membujuk melakukan (uiloker) dan orang yang
membantu melakukan (medeplechget).
7.

Elemen “Kesengajaan atau Kealpaan”


46

Kesengajaan merupakan faktor yang signifikan yang harus dibuktikan di
pengadilan. Elemen ini akan menentukan berat ringannya hukuman. Kalau
perbuatannya dilakukan dengan suatu niat tentu hukumannya harus lebih berat
daripada perbuatan yang dilakukan karena suatu kelalaian. Menurut teori
Hukum Pidana, ada tiga corak atau bentuk kesengajaan, yaitu
1.

Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)
Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) merupakan suatu
tindakan untuk melakukan atau untuk tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan hukum, dimana akibat dari perbuatan itu diingini
atau diketahui oleh pelaku perbuatan.

2.

Kesengajaan sebagai keharusan (Opzet bij noodzakelijk heids)
Kesengajaan sebagai keharusan (Opzet bij noodzakelijk heids)
merupakan suatu tindakan untuk melakukan dan/atau untuk tidak

melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum,
dimana pelakunya mengisyafi bahwa perbuatan tersebut merupakan
suatu kepastian atau keharusan.

3.

Kesengajaan sebagai kemungkinan (Opzet bij mogelijk heids bewust zjin atau
dolus evantualis)
Kesengajaan sebagai kemungkinan (Opzet bij mogelijk heids bewust
zjin atau dolus evantualis) merupakan suatu tindakan untuk
melakukan dan/atau untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan yang

47

bertentangan dengan hukum, dimana pelakunya menginsafi bahwa
akibat perbuatan tersebut merupakan suatu kemungkinan.
1.

Elemen “Tidak adanya unsur pemaaf”
Berkaitan dengan suatu dimana pelaku sedang berada dalam suatu
tekanan.Jika pelaku berada dalam suatu tekanan majikan maka dia sebagai
operator

dapat

dibebaskan

pertanggungjawaban

pidananya

dari

tuntutan

dapat

hukuman

dikenakan

dan

terhadap

bahkan
terhadap

majikannya.
Salah satu bentuk pelanggaran prosedur pembuangan dan pengelolaan limbah
medis dan B3 terdapat pada salah satu rumah sakit yang berada di Medan yaitu
rumah sakit Martha Friska yang diduga mengakibatkan pencemaran terhadap sungai
deli yang disebabkan oleh limbah rumah sakit tersebut. Keadaan tersebut dapat
membahayakan kesehatan masyarakat medan yang berada di sekitar sungai deli,
karena masyarakat menggunakan sungai tersebut sebagai sumber air bersih atau
sumber air minum mereka yang apabila diminum akan berpotensi memicu berbagai
penyakit.61
Pada kasus ini bahwa rumah sakit sebagai penghasil limbah yang mencemari
sungai deli patut ditindak tegas karena telah mencemari dan merusak lingkungan
karena rumah sakit tidak melakukan pengawasan terhadap limbah medisnya dan tidak

61 DNA/syam. http://www.dnaberita.com/berita-46251-medan-belum-punya-perda-limbahb3-bebas-dibuang.html.diakses pada pukul 12.00WIB., Tanggal 12 Mei 2014.

48

memiliki izin pengolahan limbah medis.Rumah sakit dapat dituntut karena melanggar
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH.
Salah satu syarat pendirian rumah sakait adalah harus mempunyai AMDAL,
UKL-UPL dan IPAL.Dan juga harus memiliki istalasi pengelohan limbah yang di
atur dalam UU No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit.
Akan tetapi pihak rumah sakit mengelak dengan alasan belum adanya Perda
yang mengatur tentang limbah medis rumah sakit dan pihak managemen mengakui
telah melakukan pengelohan limbah rumah sakit tersebut dengan benar.
Karena terkait dengan AMDAL, UKL,UPL, usaha dan/atau kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup, izin lingkungan hidup juga harus memperhatikan
ketentuan Pasal 14, yakni beberapa instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan

lingkungan,

instrumen-instrumen

yang

dimaksud

adalah

Kajian

Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), tata ruang, baku mutu lingkungan hidup,
AMDAL, UKL,UPL, instrumen ekonomi lingkungan hidup, dan peraturan
perundang-undangan berbasis lingkungan hidup. Izin lingkungan hidup juga harus
berdasarkan pada rencana perizinan lingkungan hidup haruslah terpadu, karena
instrumen-instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
diatas sesungguhnya tidak terpisahkan.62
Dalam pertanggungjawaban didalam rumah sakit umum sendiri adalah
vicarious

responsibility

yaitu

bentuk

pertanggungjawaban

pengganti,

yang

62 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal.
167.

49

menyebutkan bahwa bila seorang melakukan kesalahan yang dalam lingkup
kewenangannya berdasarkan perintah atasan (adalah masih sebagai pengurus), yang
dalam hal ini bahwa pegawai tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban,
maka sesuai dengan penjelasan tersebut yang dapat dimintai pertanggungjawaban
adalah pengurus.
Vicarious responsibility adalah sebuah bentuk pertanggungjawaban pidana
dalam tradisi “common law” yang memungkinkan seorang majikan dihadapkan
sebagai terdakwa dan dihukum atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
karyawannya.63
Perumusan ketentuan pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
UUPPLH, mencantumkan unsur sengaja atau kealpaan/kelalaian. Dicantumkannya
unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban
pidana

dalam

UUPPLH

menganut

prinsip

liability

based

on

fault

(pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan) artinya, UUPPLH menganut asas
kesalahan atau culpabilitas. 64

2.

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Rumah Sakit Terkait Dengan
Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah
Sakit Khusus Atau Spesialis

63 Takdir Rahmad i, Hukum Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Surabaya:
Airlangga University Press, 2003), hal. 195.
64 Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan (Medan: Sofmedia,
2009) , hal 81.

50

Rumah sakit khusus atau spesialis berkembang dengan tujuan untuk
masyarakat yang ingin memperoleh pertolongan dan pengobatan sesuai dengan
spesifikasi dan jenis penyakit tertentu. Bentuk kepengurusan dalam rumah sakit
khusu atau spesialis in adalah yang terdiri-dari pemilik rumah sakit, kepala rumah
sakit, komisaris, direksi, wakil direksi, kepala bagian medis dan non medis. Untu
dapat memperoleh izin pendirian rumah sakit adalah dengan syarat memiliki izin
AMDAL, UKL-UPL dan IPAL.Untuk itu syarat tersebut harus di penuhi untuk
dikataka sebagai badan hukum.
Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, izin
merupakan intrumen pengendaliandalam perlindungan dan pengelolaan di Indonesia.
Sebagai instrumen pengendalian, izin lingkungan hidup menentukan berhasil
tidaknya pelestarian fungsi lingkungan hidup lingkungan untuk kelangsungan hidup
manusia dan ekosistem.65
Dalam UUPPLH terdapat dua konsep izin, yakni pertama, izin lingkungan
adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib Amdal atau UKL, UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha,
dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 35). Kedua, izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin
yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan (Pasal
1 angka 36).Kedua izin ini disebut sebagai izin lingkungan hidup.

65 Helmi, Op.Cit., hal. 165.

51

Untuk mempertegas, perizinan merupakan salah satu instrumen pengendalian
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka ketentuan perizinan
dalam UUPPLH ditempatkan pada bab “pengendalian” bagian kedua, yakni
pencegahan. Pencegahan maksudnya agar tidak terjadi pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan.
Sebagai instrument pencegahan, izin lingkungan merupakan syarat untuk
mendapatkan izin usaha atau kegiatan pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian
untuk mendapatkan izin lingkungan, pelaku usaha atau kegiatan diwajibkan membuat
Amdal atau UKL,UPL. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau
kegiatan dibatalkan.Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
pengnanggungjawab

usaha

dan/atau

kegiatan

wajib

memperbaharui

izin

lingkungan.66
Dalam UUPPLH ditentukan, izin lingkungan dapat dibatalkan apabila (Pasal
37 ayat (2): 67
1.

Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum,
kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidak benaran dan/atau pemalsuan data,
dokumen, dan/atau informasi

2.

Penerbitannya tanpa memenuhi syarat bagaimana tercantum dalam keputusan
komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL;
atau

66Ibid, hal. 166.
67Ibid.

52

3.

Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal, UKL, UPL tidak
dilaksanakan oleh penggungjawab usaha dan/usaha kegiatan.
Pasal 38 menentukan, izin lingkungan juga dapat dibatalkan melalui

keputusan. Ketentuan yang juga penting mengenai perizinan bidang lingkungan hidup
adalah Pasal 123, yakni:
“Segala izin dibidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib diintegrasikan kedalam izin lingkungan paling lama 1 tahun sejak
peraturan ini ditetapkan”.68
Sisitem

perizinan

bidang

lingkungan

hidup

dalam

Undang-Undang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah izin lingkungan dan izin
usaha dan/atau kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.Kedua jenis izin tersebut
merupakan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dalam rangka pengendalain dan pengelolaan lingkungan hidup. AMDAL, UKL,UPL
merupakan persyaratan untuk memperoleh kedua izin tersebut. 69
Dalam hal terjadi kesalahan pada rumah sakit khusus atau spesialis yang
dilakukan oleh pegawai maka yang bertanggungjawab adalah petugas atau pegawai
yang bersangkutan.Terhadap tindak pidana lingkungan hidup mengenai pembuangan
atau pengelolaan limbah, menurut rumah sakit khusus atau spesialis pada umumnya
sudah dilakukan dengan benar.Apabila terjadi tindak pidana lingkungan hidup, maka

68Ibid.
69Ibid, hal. 167.

53

yang dapat dimintai pertanggungjawaban yaitu pengurus, rumah sakit, pengurus
dan/atau rumah sakit, berdasarkan Pasal 116 ayat 2 UUPPLH.
Berdasarkan doktrin strict responsibility dan vicarious responsibility, rumah
sakit dapat dimintai pertanggungjawaban yaitu kepada pihak manajemen rumah sakit,
dokter, perawat, tenaga medis dan non medis.Doktrin vivarious responsibility yaitu
pertanggungjawaban pengganti, apabila pegawai melakukan suatu kesalahan yang
masih dalam lingkup kewenangannya berdasarkan perintah dari atasan (pengurus
rumah sakit), maka yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah pengurus.
Perumusan ketentuan pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
UUPPLH, mencantumkan unsur sengaja atau kealpaan/kelalaian. Dicantumkannya
unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban
pidana

dalam

UUPPLH

menganut

prinsip

liability

based

on

fault

(pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan) artinya, UUPPLH menganut asas
kesalahan atau culpabilitas.70
4.

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Rumah Sakit Terkait Dengan
Tindak Pidana Lingkuangan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah
Sakit Pendidikan Penelitian
Rumah sakit pendidikan dan penelitian merupakan rumah sakit yang terkait

dengan kegiatan pendidikan dan penelitian di fakultas kedokteran pada suatu
universitas atau lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk
pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagain macam obat baru atau teknik
70 Alvi Syahrin, Loc.Cit.

54

pengobatan baru.Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas atau
perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyarakat.
Rumah sakit pendidikan adalah sebuah rumah sakit yang dengan SK Menkes
ditetapkan sebagai rumah sakit pusat pendidikan kedokteran dan kedokteran
gigi.Kerjasama semacam ini telah berlangsung sangat lama. Khususnya fakultas
kedokteran negeri, akan bekerja sama denga rumah sakit vertikal (pemerintah) dalam
hal ini pengelolanya adalah Departemen kesehatan pendididkan nasional, yang dalam
hal ini diwakili oleh fakultas kedokteran dimana rumah sakit tersebut berada. Akan
tetapi untuk fakultas kedokteran swasta, ada juga yang mempunyai rumah sakit
sendiri, sehingga tidak perlu bekerja sama dengan rumah sakit dengan rumah sakit
pemerintah. Sebagaimana diketahui bahwa rumah sakit juga dibedakan atas beberapa
tipe, yang ditentukan oleh adanya akreditas rumah sakit.Pembagian tipe rumah sakit
ini dilakukan dalam rangka membedakan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya,
dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik administrasi, maupun teknik medik,
yang dilakukan dalam kegiatan akreditas rumah sakitr tersebut.71
Rumah sakit pendidikan biasanya mengajarkan dan melakukan profesi
kesehatan lege artis.Hal ini amat mendukung dalam perlindungan hukum terhadap
profesi kesehatan. Diketahui bahwa dikenal doktrin dalam hukum kesehatan
internasional, yaitu (1) adeguate information and second opinion, (2) informed
consent, (3) medical secrecy, (4) medical record, (5) auditing medical committee, (6)

71Moch. Imron, Manajemen Logistik Rumah Sakit (Jakarta: Sagung Seto, 2010), hal.
8.

55

medical malpractice, (7) standart of profession and medicare, (8) medical riskand
responsibility dan, (9) financing health service.Doktrin-doktrin ini diajarkan dan
dilaksanakan secara lebih ketat di rumah sakit pendidikan yang juga merupakan salah
satu nilai tambah bagi rumah sakit pendidikan.72
Dalam perusahaan/organisasi secara umum termasuk rumah sakit pendidikan
sebagai institusi dikenal konsep corporate governance, yang meliputi transparansi,
akuntabilitas, keadilan (fairness), dan juga responsibilitas. Bacellc (2002) mengutip
forum for Corporate governance Indonesia(FGCI) menyampaikan bahwa corporate
governanceadalah seperangkat perturan yang menetapkan hubungan antara pemegang
saham, pengurus, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan. 73
Ketua AIPKI (Asosiasi Istitusi Pendidikan

Kedokteran Indonesia)

menyampaikan criteria rumah sakit pendidikan yang seyogianya memenuhi
persyaratan antara lain: 74
1.
2.
3.
4.
5.

Rumah sakit mungkinkan tujuan pendidikan dokter tercapai
Tersedianya berbagai bentuk pengalaman belajar yang diperlukan
Iklim dan lingkungan yang kondusif untuk komunikasi efektif dan belajar
Rasio staf dan pasien cukup
Staf rumah sakit mempunyai sikap positif terhadap semua profesi kesehtan
dan pendidikan, serta bersedia berperan dalam mengelola pengalaman belajar
yang diperlukan peserta didik.
72Tjandra Yoga Aditama, Op.Cit, hal. 216.
73Ibid.
74Ibid, hal. 212.

56

6.
7.
8.
9.

Rumah sakit bersedia dan dapat menerima pengembangan baru dan maju
Dimungkinkannya pelaksanaan penelitian medik baru dan maju
Staf profesional di rumah sakit dapat berperan sebagai fasilitator dalam proses
belajar mengajar dan dapat menjadi model peran (role model)
Rumah sakit harus mempunyai perpustakaan professional sesuai dengan
tingka perkembangan rumah sakit.
Ketua IRSPI ( Ikatan Rumah Sakit Pendidikan Indonesia) menyatakan bahwa

untuk menjadi rumah sakit pendidikan perlu beberapa persyaratan yang diperlukan,
antara lain:75
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sumber daya manusia yang professional
Organisasi
Sarana dan fasilitas medik maupun penunjang
Jumlah dan variasi teaching material
Budaya professional dan atmosfer akademik
Perpustakaan, serta
Komitmen segenap pihak yang terkait.
Ketua Komisi Disiplin Ilmu Kesehatan menyampaikan bahwa rumah sakit

pendidikan haruslah memenuhi beberapa persyaratan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Menajemen rumah sakit harus disesuaikan dengan rumah sakit pendidikan
Menpunyai staf untuk pelayanan dan pendidikan yang memadai
Mempunyai peralatan pendidikan yang baik
Mempunyai materi pendidikan yang cukup, baik jumlah maupun variasinya
Mempunyai ruang kuliah, belajar, dan diskusi
Mempunyai perpustakaan
Memilikin kamr tidur atau kamar jaga mahasiswa.
Secara global perbandingan antara rumah sakit non pendidikan dan rumah

sakit pendidikan dari berbagai faktor.76
No Uraian

75Ibid, hal. 213-214.
76 Imron, Op.Cit, hal. 9.

Rumah Sakit

57

Non Pendidikan

Pendidikan

1

Orientasi Tujuan

Pelayanan
Kesehatan
Penelitian

Pendidiakan dan Peneliti
dan an

2

Pengelola

Depkes

Depdiknas

3

Anggaran Operasional

Menyediakan

Tidak Menyediakan

4

Kontribusi

Seluruh
Daya

Sumber Hanya SDM

Elemen penting dari pendidikan klinik adalah pembelajaran pada tahap
klinik.Sistem pembelajaran tahap klinik pada umumnya dilakukan di rumah sakit
pendidikan dan menjadi tanggungjawab staf akademi.Residen dan staf luar biasa
dibawah pengawasan staf tetap.77
Ditengah tuntutan masyarakat yang semakin kritisakan mutu pelayanan,
tuntutan untuk mematuhi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan
tuntutan hukum, maka sistem menajemen rumah sakit yang dimiliki dokter
membutuhkan pemikiran kembali. Beberapa kasus menunjukan bahwa kemunduran
rumah sakit. Dengan demikian, timbul berbagai alternatif dimasa mendatang bahwa

77 Ova Emilia, Kompetensi Dokter dan Lingkungan Belajar Klinik di Rumah Sakit
(Jakarta: Gajah Mada University Press, 2008), hal. 1.

58

rumah sakit kecil milik para dokter ini mungkin akanmerger dengan sesamanya akan
dibeli oleh rumah sakit besar dan akan berfungsi sebagai satelit-satelitnya.78
Pada prinsinya rumah sakit kecil milik para dokter sulit berkembang menjadi
pusat pengembangan teknologi kedokteran. Dikhawatirkan apabila dosen senior
terlalu mementingkan praktik di rumah sakit pribadinya maka kemungkinan terjadi
stagnasi dalam pengembangan teknologi kedokteran di suatu wilayah, termasuk di
tempat yang ada rumah sakit pendidikan pemerintahnya, yang para dokter senior dan
profersor lebih banyak melakukan kegiatan di rumah sakitnya dari pada di rumah
sakit pendidikan. Hal ini tentu mengurangi laju perkembangan rumah sakit
pemerintah. Patut dicatat bahwa kegiatan rumah sakit pribadi pada umumnya adalah
kasus penyakit yang sederhana karena keterbatasan peralatan medik. 79
Konsep lingkungan belajar klinik dapat dipahami dengan menggunakan teori
organisasi dan pendidikan.Teori organisasi memaparkan interaksi antara mahasiswa
dengan lingkungan mereka (konteks klinik). Sedangkan teori pendidikan merupakan
dasar untuk memahami proses pembelajaran klinik. 80
Dari 11 penyebab kegagalan, kalau ditelusuri lebih lanjut, akan terlihat adanya
masalah organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung, mungkin dapat
dikatakan penyebab intinya adalah adanya permasalahan dalam organisasi. 81

78 Laksono Trisnantoro, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen
Rumah Sakit (Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 2006), hal. 20.
79Ibid.
80Ibid, hal. 37.
81 Boy S. Sabarguna, Knowledge Management untuk Rumah Sakit ( Jakarta: Sagung
Seto, 2007), hal. 4.

59

Masalah dalam organisasi yang nantinya akan merupakan cikal bakal
kegagalan diantaranya sebagai berikut:82
1.

Lemahnya rancangan struktur oraganisasi

2.

Tidak tepat sasaran, tidak tetap waktu, dan tidak nilai dalam sistem informasi
manajemen

3.

Tidak efektif dalam pengendalian pendapatan dan piutang

4.

Sedikit atau tidak ada sama sekali perencanaan jangka panjang

5.

Tidak realistiknya standar produktifitas pegawai

Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan, seperti dibawah ini:83
1.

Struktur Organisasi
Merupakan pengelompokan fungsi agar dapat bekerja sama dan menjelaskan
hubungan antara masing-masing group.

2.

Pendelegasian Wewenang
Wewenang dan pertanggungjawaban serta kekuatan harus didelegasikan dengan
jelas.

3.

Pemilihan Petugas

Selain itu tergantung pula kemampuan untuk:
1. Menyediakan pelayanan yang dibutuhkan

82Ibid.
83Ibid, hal. 5.

60

2. Menyediakan pelayanan dengan biaya minimum tanpa mengorbankan
kualitas.
3. Mengembangkan petugas yang berkualitas
Masih ada hal yang lain dalam organisasi yang ikut berperan dalam mencapai
keberhasilan diantaranya:
1.

Identifikasi yang jelas pusat pertanggungjawaban

2.

Span of control yang realistik

3.

Kesatuan perintah yang jelas

Dapat diperpanjang berbagai hal yang dapat menilai efektifitas, baik proses
maupun hasil yang jelas harus kita ingat mana yang pokok dan penting
dipertimbangkanPada dasarnya rumah sakit merupakan suatu organisasi yang
kompleks, karena adanya sumber kekuasaan dan otonomi seperti yang ada di bawah
ini:84

1.

Pemerintah

Menyakut kepentingan masyarakat yang asasi, maka pemerintah mengendalikan
secara cukup besar..
2.

Pemilik rumah sakit

Pemilik rumah sakit mempunyai misi yang mulia, sehinngga penerapannya akan
sangat berhati-hati dan menjaga nama baik itu.
84Ibid, hal. 7.

61

3.

Profesional

Secara faktual historis, professional seperti dokter, mempunyai otonomi dan cara
pandang terhadap kesehatan yang mengutamakan kesehatan dan keselamatan
penderita.
4.

Direksi Rumah Sakit

Tuntutan situasi yang menuju pada profesionalisme dan efesiensi, membutuhkan pola
menajemen yang lebih rasional.
5.

Masyarakat

Baik secara perorangan atau melalui organisasi kemasyarakatan, sekarang ini secara
lebih jelas menuntut pelayanan yang memuaskan dan memenuhi standar kewajaran.
6.

Dunia Bisnis

Dunia bisnis alat kesehatan, obat, alat kantor dan lain-lain, secara pasti mendorong
penggunaan barang modal yang harus dikelola secara hati-hati dan dihitung untung
ruginya.
Karena kompleksitas rumah sakit, dan otonomi yang besar dari para dokter,
apalagi di rumah sakit swasta kebanyakan dokter tamu, maka jenis matriks perlu
dikembangkan walaupun secara terbatas.Pada organisasi matriks fungsi manajerial
dan fungsi pelayanan dibedakan denga jelas, dan pertanggungjawaban dipisahkan
dengan jelas pula, tetapi pada saat melaksankan kegiatan masing-masing saling
tergantung dan bekerjasama.85

85Ibid, hal. 9.

62

Komponen organisasi rumah sakit yang penting adalah sebagai berikut ini:86
1.

Yayasan
Merupakan pemilik rumah sakit yang berperan sebagai pengarah

2.

Direksi
Sebagai pelaksana operasional medis, yang mengatur fungsi pelayana medis
dan mutu pelayanan medis. Anggotanya dipilih secara bergiliran setahun
sekali

3.

Dewan medis
Sebagai pelaksana operasional, beserta jajarannya, yang melakukan kegiatan
pelayanan di rumah sakit.

4.

Dewan penasehat merupakan gabungan dari:
1. Pengawas harian dari yayasan
2. Wakil dari pemerintah (Dinas kesehatan)
3. Waki organisasi kemasyarakatan
4. Tokoh masyarakat, memberi nasehat tentang situasi lingkungan rumah sakit,
agar bisa mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang berkembang.
5. Konsultan Manajemen
Merupakan komponen yang akan membimbing secara manajerial agar
rumah sakit bisa berkembang secara terus menerus.
1. Jajaran direksi

86Ibid, hal. 12.

63

Dengan pola yang lebih desentralisasi dan denganm pola matrik, akan
memberikan kesempatanyang lebih luas untuk berkembang.
Rumah sakit pendidikan dan penelitian didirikan dengan tujuan untuk
masyarakat guna melakukan pertolongan maupun pengobatan kepada masyarakat
yang terkena penyakit. Dalam rumah sakit umum struktur kepengurusan dalam rumah
sakit umum terdiri dari kepala rumah sakit; komisaris; direksi; wakil direksi; kepala
bagian medis dan non medis, pegawai.
Tugas pokok dari direksi rumah sakit adalah bertanggungjawab penuh kepada
pemilik rumah sakit atas kepengurusan rumah sakit untuk kepentingan rumah sakit
sesuai dengan maksud dan tujuan rumah sakit untuk kepentingan rumah sakit, dan
wakil direksi bertanggungjawab kepada direksi.Komisaris bertugas untuk melakukan
pengawasan secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasehat kepada direksi.Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya.Rumah sakit harus memenuhi syarat perizinan
pendirian, yang di dalamnya juga terdapat izin lingkungan yang terdiri dari, AMDAL,
UKL-UKL, IPAL.Apabila rumah sakit tidak memenuhi syarat perizinan pendirian
maka rumah sakit tidak dapat dikatakan sebagai badan hukum.
Pelanggaran yang sering terjadi dalam rumah sakit pendidikan dan penelitian
adalah terkait dengan tindakan malpraktek dan kesalahan identitas pasien.Sedangkan
untuk tindak pidana lingkungan hidup yang dalam hal ini terkait dengan pembuangan
atau pengelolaan limbah, pada umumnya rumah sakit sudah melakukan pembuangan
atau pengelolaan limbah rumah sakit secara benar.Terhadap kasus lingkungan hidup

64

berdasarkan

Pasal

116ayat

(2)

UUPPLH,

pihak

yang

dapat

dimintai

pertanggungjawaban adalah pengurus, rumah sakit, pengurus dan/atau rumah
sakit.Sebagaimana sifat yang terdapat dalam pertanggungjawaban pidana korporasi,
yakni :87
1.

Pengurus yang berbuat pengurus yang bertanggungjawab;

2.

Korporasi yang berbuat korporasi yang bertanggungjawab;

3.

Korporasi yang berbuat korporasi yang bertanggungjawab.
Berdasarkan doktrin strict responsibility dan vicarious responsibility, rumah

sakit

dapat

dimintai

pertanggungjawaban.Pihak

yang

dapat

dimintai

pertanggungjawaban di dalam rumah sakit yaitu pihak manajemen rumah sakit,
dokter, perawat, tenaga medis dan non medis.Rumah sakit mempunyai 4 jenis
pertangungjawaban

yaitu

pertanggungjawaban

terhadap

personalia,

pertanggungjawaban professional terhadap mutu pelayanan, pertanggungjawaban
terhadap sarana dan prasarana, dan pertanggungjawaban terhadap keamanan
bangunan.88
Berdasarkan jenis pertanggungjawab rumah sakit diatas terlihat bahwa rumah
sakit dapat di mintai pertanggungjawaban. Akan tetapi Pasal 45 ayat 2 UndangUndang 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit tidak
dapat di tuntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan manusia.
Dalam bukunya yang berjudul hukum kedokteran, Danny wiradharma menyebutkan

87 Alvi Syahrin, Op.Cit., hal. 31.
88 J. Guwandi, Loc.Cit.

65

bahwa doktrin vicarious responsibility dapat diterapkan dalam hubungan rumah sakit
dengan karyawannya, yang dalam hal ini berarti karyawan sebagai organ yang
menggerakkan rumah sakit tidak dapat dimintai pertanggungjawaban apabila mereka
melakukan kesalahan dimana mereka bertindak untuk dan atas nama rumah sakit.89
Doktrin

vicarious

responsibility

berarti

terdapat

pertanggungjawaban

pengganti, apabila pegawai melakukan suatu kesalahan akan tetapi masih dalam
lingkup kewenangannya yang berdasarkan perintah dari atasan (yang dalam hal ini
adalah pengurus), maka pegawai tidak dapat dimintai pertanggungjawaban sehingga
pihak yang seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban adalah pengurus.
Apabila pengurus bertindak untuk dan atas nama rumah sakit, dan hal tersebut
merupakan kewenangan yang diberikan dan diperintahkan oleh rumah sakit
berdasarkan anggaran dasar maupun peraturan internal rumah sakit, maka jika rumah
sakit mendapat keuntungan atas perbuatan tersebut maka rumah sakit dapat dimintai
pertanggungjawaban berdasarkan doktrin vicarious responsibility.
Dengan adanya Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang tentang Rumah Sakit, rumah
sakit dapat bersembunyi dibalik pasal tersebut karena pasal tersebut menyatakan
bahwa rumah sakit tidak dapat dituntut, akan tetapi Pasal 116 ayat (2) UUPPLH
dengan tegas menyatakan bahwa badan usaha dapat dimintai pertanggungjawaban
terkait tindak pidana lingkungan hidup. 90

89 Danny Wiradharma, Loc.Cit.
90Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 45 ayat 2.Lihat
juga Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 116 ayat 2.

66

Perumusan ketentuan pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
UUPPLH, mencantumkan unsur sengaja atau kealpaan/kelalaian. Dicantumkannya
unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban
pidana

dalam

UUPPLH

menganut

prinsip

liability

based

on

fault

(pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan) artinya, UUPPLH menganut asas
kesalahan atau culpabilitas.91

4.

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Rumah Sakit Terkai Dengan
Tindak Pidana Lingkuangan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah
Sakit Lembaga Atau Perusahaan
Rumah sakit lembaga atau perusahaan adalah rumah sakit yang didirikan oleh

suatu lembaga atau perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan
anggota lembaga tersebut.Biasanya rumah sakit ini hanya diperuntukkan untuk
karyawan perusahaan tertentu.Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan
dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya Rumah Sakit Militer), bentuk jaminan
sosial atau kerjasama asuransi, atau karena lokasi perusahaan yang jauh dari rumah
sakit umum.Adapula rumah sakit lembaga atau perusahaan Indonesia yang menerima
pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.Hal ini
dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Sejarah menunjukan bahwa sebagian rumah sakit di Indonesia berasal dari
program pelayanan kesehatan milik militer dimasa colonial Belanda.Contoh rumah
91 Alvi Syahrin, Loc.Cit.

67

sakit paling besar adalah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto
di Jakarta.Pada tahun 1995, di Indonesia terdapat 112 rumah sakit militer yang
berinduk pada Angkatan Darat (62).92
Beberapa rumah sakit militer seperti RSPAD Gatot Subroto Jakarta atau
Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut (RSPAL) di Surabaya merupakan ujung tombak
kemajuan pelayanan kesehatan militer.Peralatan dan SDM dapat mengungguli Rumah
Sakit Umum (RSU).Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto
bahkan mempunyai visi untuk menjadi pusat berbagai subspesialis Indonesia dengan
mengirimkan sumber daya medisnya untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri dan
bekerjasama dengan negara maju. 93
Rumah sakit militer ini memiliki potensi yang luar biasa sehingga dapat di
manfaatkan posisinya untuk berkembang. Rumah sakit militer dikota besar ada yang
mengalami keadaan yang sulit berkembang. misal rumah sakit militer yang ada di
kota Yogyakarta, rumah sakit ini menghadapi kendala pengembangan yang cukup
berat. Secara keseluruhan rumah sakit militer saat ini sudah menerima pembayaran
langsung dari masyarakat dan berkompetisi dengan rumah sakit lainnya.Rumah sakit
militer menunjukan dapat mengembangkan suatu sistem manajemen yang
berorientasi pada kompetisi. 94

92 Laksono, Op.Cit., hal 13.
93Ibid.
94Ibid, hal. 14.

68

Ada 4 jenis struktur organisasi yang sekarang ada dan berkembang, yaitu
sebagai berikut:95
1.

Teori Organisasi Klasik
Mempunyai ciri:
1.
2.
3.
4.

5.

Kesatuan Komando
Wewenang sekaligus berarti pertanggungjawaban
Span of control terbatas
Organisasi garis dan staf

Teori “contingency”
Organisasi yang efektif tergantung keadaan lingkungan, maka tidak ada satu
cara terbaik untuk organisasi, tetapi tergantung dari keadaan lingkungan,
misalnya: jenis tugas, teknologi, masyarakat pemakai jasa dan lain-lain.

6.

Organisasi proyek
Organisasi dibentuk untuk sementara sesuai dengan kebutuhan dan berbagai
bidang yang terkait.Pelaksanaannya terkait oleh jenis proyek dan waktu yang
ditentukan.

7.

Organisasi Matriks
Merupakan bentuk organisasi yang mengintergrasikan anatar peran fungsional
dan peran proyek.
Hal penting yang serta hubungannya dengan organisasi adalah seperti yang di

bawah ini:96
1.

Rancangan strutur organisasi yang salah
95 Boy, Knowledge Management untuk Rumah Sakit, Op.Cit., hal. 6.
96Ibid, hal. 8.

69

2.
3.
4.

Tidak tepat sasaran, tidak tepat waktu, dan tidak dapat dipercaya dari sistem
informasi manajemen.
Sedikit atau tidak ada rencana jangka panjang
Tidak realistik dan tidak ada standar produksi. Rancangan organisasi sangat
diperlukan dalam rangka mengadopsi kebutuhan yang ada.

Ciri-Ciri Organisasi yang efektif diantarnya:97
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Struktur organisasi yang secara jelas dapat mengembangkan hubungan antar
bagian.
Kejelasan pendelegasian wewenang
Pemilihan orang yang tepat pada jabatan yang tepat
Menyediakan pelayanan sesuai kebutuhan
Menjalankan pelayanan yang murah dengan mutu ynag terjamin
Pengembangan petugas yang potensial.
Ada 4 komponen penting dalam organisasi rumah sakit yang berperan

penting, yaitu sebagai berikut:98
1.

Governing board atau dewan penyantun

Merupakan perwakilan pemilik rumah sakit beserta lainnya yang terkait dan menjadi
wali rumah sakit.
2.

CEO (chiefexecutive officer) atau direksi

Merupakan pelaksana manajemen operasional.
3.

Staf medis

Merupakan pelaksana pelayanan medis
4.

Pegawai rumah sakit

Melaksanakan kegiatan rumah sakit lainnya di luar pelayanan medis. Keempat
organisasi ini saling terkait satu sama lain.

97Ibid.
98Ibid, hal. 9.

70

Pertanggungjawaban rumah sakit dalam rangka mencapai kinerja yang baik
perlu menjalakan hal-hal sebagai berikut:99
1.

Memperjelas tujuan dan sasaran dengan prioritas yang tepat

2.

Alokasi sumber daya yang minimum dalam mencapai tujuan dan sasaran

3.

Analisis yang jelas tentang biaya dan manfaat pelayanan yang bisa dicapai

4.

Evaluasi terhadap hasil yang dicapai

5.

Melaporkan hasil evaluasi kepada yang berkepentingan.

Kemudian ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1.

Spesifikasi Pekerjaan

Makin besar organisasi, maka spesifikasi akan makin besar.
2.

Pembagian Kekuasaan
Dalam rangka pembagian kekuasaan, maka perlu diperjelas pola yang ada apa
sentralisasi yaitu kekuasaan dan kewenangan ada pada manajer puncak atau
desentralisasi yaitu kekuasaan dan kewenangan ada pada manajer menengah
dan bawah.Hal ini tergantung pada :
1.

Situasi lingkungan

2.

Sejarah organisasi yang bersangkutan

3.

Pola pengambilan keputusan

4.

Kemampuan manajer tingkat bawah.

Penulisan disusun atas dasar:
1.

Acuan teoritis yang ada
99Ibid, hal. 10.

71

2.

Pertimbangan keadaaan kekuatan yang berperan di rumah sakit, yang harus di
tata

3.

Rumah sakit harus berorientasi pada pengembangan yang terus menerus.
Rumah sakit harus memenuhi syarat perizinan pendirian, yang di dalamnya

juga terdapat izin lingkungan yang terdiri dari, AMDAL, UKL-UPL, IPAL.Apabila
rumah sakit tidak memenuhi syarat perizinan pendirian maka rumah sakit tidak dapat
dikatakan sebagai badan hukum.
Pelanggaran yang sering terjadi dalam rumah sakit pendidikan dan
penelitianadalah terkait dengan kesalahan identitas pasien.Sedangkan untuk tindak
pidana lingkungan hidup yang dalam hal ini terkait dengan pembuangan atau
pengelolaan limbah, pada umumnya rumah sakit sudah melakukan pembuangan atau
pengelolaan limbah rumah sakit secara benar.Terhadap kasus lingkungan hidup
berdasarkan

Pasal

116

ayat

(2)

UUPPLH,

pihak

yang

dapat

dimintai

pertanggungjawaban adalah pengurus, rumah sakit, pengurus dan/atau rumah sakit.
Sebagaimana konsep yang terdapat dalam pertanggungjawaban pidana korporasi,
yakni :100

1.

Pengurus yang berbuat pengurus yang bertanggungjawab;

2.

Korporasi yang berbuat korporasi yang bertanggungjawab;

3.

Korporasi yang berbuat korporasi yang bertanggungjawab.

100 Alvi Syahrin, Loc.Cit.

72

Berdasarkan doktrin strict responsibility dan vicarious responsibility, rumah
sakit dapat dimintai pertanggungjawaban, misal perihal perizinanpendidirian rumah
sakit yang tidak lengkap.Pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban di dalam
rumah sakit yaitu pihak manajemen rumah sakit, dokter, perawat, tenaga medis dan
non

medis.Rumah

sakit

mempunyai

4

jenis

pertangungjawaban

yaitu

pertanggungjawaban terhadap personalia, pertanggungjawaban professional terhadap
mutu pelayanan, pertanggungjawaban terhadap sarana dan prasarana, dan
pertanggungjawaban terhadap keamanan bangunan.
Berdasarkan jenis pertanggungjawab rumah sakit diatas terlihat bahwa rumah
sakit dapat di mintai pertanggungjawaban. Akan tetapi Pasal 45 ayat 2 UndangUndang 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit tidak
dapat di tuntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan manusia.
Dalam bukunya yang berjudul hukum kedokteran, Danny wiradharma menyebutkan
bahwa doktrin vicarious responsibility dapat diterapkan dalam hubungan rumah sakit
dengan karyawannya, yang dalam hal ini berarti karyawan sebagai organ yang
menggerakkan rumah sakit tidak dapat dimintai pertanggungjawaban apabila mereka
melakukan kesalahan dimana mereka bertindak untuk dan atas nama rumah sakit.101
Doktrin

vicarious

responsibility

berarti

terdapat

pertanggungjawaban

pengganti, apabila pegawai melakukan suatu kesalahan akan tetapi masih dalam
lingkup kewenangannya yang berdasarkan perintah dari atasan (yang dalam hal ini

101 Danny Wiradharma, Loc.Cit.

73

adalah pengurus), maka pegawai tidak dapat dimintai pertanggungjawaban sehingga
pihak yang seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban adalah pengurus.
Apabila pengurus bertindak untuk dan atas nama rumah sakit, dan hal tersebut
merupakan kewenangan yang diberikan dan diperintahkan oleh rumah sakit
berdasarkan anggaran dasar maupun peraturan internal rumah sakit, maka jika rumah
sakit mendapat keuntungan atas perbuatan tersebut maka rumah sakit dapat dimintai
pertanggungjawaban berdasarkan doktrin vicarious responsibility.
RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham
untuk mengambil keputusan penting yanhg berkaitan dengan modal yang ditanam
dalam perusahaan, dengan memerhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan.Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan kepada
kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang
saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang Dewan
Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi weweng RUPS untuk menjalankan
haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, termasuk
untuk melakukan pengantian atau pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan atau
direksi.102
Dewan komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengawas atas pengelolaan perusahaan oleh direksi.Laporan

102 Muladi dan Diah Sulistyani RS., Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
(Corporate Criminal Responsibilty) (Bandung: Alumni, 2013), hal 121.

74

pengwasan Dewan Komisaris merupakan bagian dari laporan tahunan yang
disampaikan kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan.103
Dengan diberikannya persetujuan atas laporan keuangan, berarti RUPS telah
memberikan pemebebesan pelunasan tanggungjawab kepada masing-masing anggota
Dewan Komisaris sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan
tidak mengurangi tanggungjawab masing-masing anggota Dewan Komisaris dal;am
hal terjadi tindak pidana atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga
yang dapat dipenuhi dengan asset perusahaan. Pertanggungjawaban Dewan
Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawas atas
pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas GCG. 104
Direksi harus menyusun pertanggungjawab dalam bentuk laporan tahunan
yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan perusahaan, dan
laportan pelaksanaan GCG. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RPUS,
dan khusus untuk laporan keuangan harus memperoleh pengesahaan RUPS. Laporan
tahunan telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku untuk memungkinkan pemegang saham melakukan penilaian.
Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahaan atas
laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan
tanggungjawab maasing-masing anggota Direksi dalam hal terjadi tindak pidana atau
kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang

103Ibid.
104Ibid, hal. 129.

75

tidak dapat dipenuhi dengan asset perusahaan. Pertanggungjawaban Direksi kepada
RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka
pelaksanaan asas GCG.105
Perusahaan harus menggunakan kemampuan bekerja dan kriteria yang terkait
dengan sifat pekerjaan secara taat asas dalam mengambil keputusan mengenai
penerimaan karyawan.Penetapan besarnya gaji, keikutsertaan dalam pelatihan,
penetapan jenjang karir dan penetuan persyratan kerja lainnya harus dilakukan secara
obyektif, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik
seseorang, atau keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan perundangundangan.Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas
pola rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan. 106
Perusahaan harus menjamin terciptanya lingkungan kerja yang kondusif,
termasuk kesehatan dan keselamatan kerja agar setiap karyawan dapat bekerja secara
kreatif dan produktif.Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu
diketahui oleh karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat
waktu. Perusahaan harus memastikan agar karyawan tidak menggunakan nam,
fasilitas, atau hubungan baik perusahaan dengan pihak eksternal untuk kepentingan
pribadi.Untuk itu, perusahaan harus mempunyai sistem yang dapat menjaga agar
setiap karyawan menjujung tinggi standar etika dan nilai-nilai perusahaan serta
mematuhi kebijakan, peraturan dan prosedur internal yang berlaku.

105Ibid, hal. 134.
106Ibid.

76

Karyawan serta serikat pekerja yang ada di perusahaan berhak untuk
menyampaikan pendapat dan usul mengenai lingkungan kerja dan kesejahteraan
karyawan.Karyawan berhak melaporkan pelanggaran atas etika bisnis dan pedoman
perilaku, serta peraturan perundang-undangan yang trekait dengan perusahaan.107
Mengetahuinya secara nyata,prasyarat pemidanaan terhadap pengurus, berarti
telah mempersempit upaya pembelaan diri pengurus dalam hal terjadinya tindak
pencemaran atau perusakan lingkungan oleh badan hukum atau korporasi, Karena
pengurus tidak dapat dengan mudah menggunakan ketidaktahuannya sebagai alasan
pembelaan diri. Selanjutnya untuk memenuhi kriteria “memimpin secara nyata atau
pemberi perintah”, tidak disyaratkan bahwa hanya orang yang bersangkutanlah
dengan mengecualikan orang-orang lain yang mempunyai kekuasaan ditangannya
sendiri.Meskipun didalam perusahaan terdapat pembidangan tugas kepemimpinan,
pimpinan sebuah perusahaan secara bersama-sama dapat dipidana tanpa harus
menggunakan konstruksi hukum penyertaan. 108
Perumusan ketentuan pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
UUPPLH, mencantumkan unsur sengaja atau kealpaan/kelalaian. Dicantumkannya
unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban
pidana

dalam

UUPPLH

menganut

107Ibid, hal. 149.
108 Takdir, Op.Cit., hal. 194.

prinsip

liability

based

on

fault

77

(pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan) artinya, UUPPLH menganut asas
kesalahan atau culpabilitas.109

4.

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Klinik Terkai Dengan Tindak
Pidana Lingkuangan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Klinik
Klinik merupakan tempat pelayanan kesehatan yang hampir sama dengan

rumah sakit tetapi fasilitas medisnya lebih sederhana. Terdapat klinik pratama yang
dipimpin dokter umum atau dokter gigi umum dan berwenang melakukan layanan
medis dasar.Tingkat yang lebih tinggi disebut klinik utama, yang dipimpin seorang
dokter spesialis atau seorang dokter gigi spesialis.Di klinik utama pelayanan medis
spesialistik bisa dilakukan atau khusus untuk melayani keluhan tertentu.Biasanya
klinik tersebut dijalankan oleh dokter-dokter yang menjalankan praktek pribadi secara
berkelompok.Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan.Namun, klinik utama
dapat pula dilengkapi dengan fasilitas rawat inap dengan memenuhi persyaratan yang
lebih lengkap (disebut klinik rawat inap).Klinik dapat dioperasikan, dikelola dan
didanai secara pribadi atau publik, dan meliputi perawatan kesehatan dasar maupun
spesialistik dan bisa dilengkapi dengan fasilitas home care.
Sesuai dengan PERMENKES klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan

109 Alvi Syahrin, Loc.Cit.

78

media dasar dan/atau spesisialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga
kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.110
Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi klinik Pratama dan
klinik Utama.Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik dasar.Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. 111
Klinik Pratama atau klinik Utama dapat mengkhususkan pelayanan pada satu
bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit
tertentu.Klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
masyarakat.Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan,
prasarana, peralatan, dan ketenagaan. 112
Prasarana klinik meliputi: instalasi air, instalasi listrik, instalasi sirkulasi
udara,sarana pengolahan limba