Perbedaan Kadar Serum Transferrin Reseptor (Stfr) Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Terkontrol Dan Tidak Terkontrol
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Metabolisme Besi Tubuh
Besi merupakan sebuah nutrien essensial yang diperlukan oleh sel
tubuh dan mempunyai peran yang penting dalam beberapa jalur
metabolik. Sebagian besar besi bersama dengan oksigen dibawa oleh sel
darah merah yaitu hemoglobin. Pergantian besi terjadi secara sintesis dan
pemecahan hemoglobin.
Besi tubuh ditemukan bersama heme, termasuk hemoglobin,
myoglobin dan sitokrom. Dalam jumlah kecil bergabung dengan enzim dan
digunakan sebagai transfer elektron termasuk peroksidase, katalase dan
ribonukleotida reduktase. Kebanyakan besi non heme (kira-kira 1g pada
dewasa laki-laki) disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam
makrofag dan hepatosit . Hanya fraksi kecil (0,1%) yang diangkut dalam
plasma, berikatan pada protein pembawa yaitu transferin. 11,25,26
Besi diangkut dan disimpan bukan sebagai kation bebas tapi dalam
bentuk Fe yang terikat. Besi tubuh manusia terbagi dalam tiga bagian
yaitu senyawa besi fungsional ( hemoglobin, mioglobin, dan berbagai jenis
enzim), besi cadangan (feritin dan hemosiderin) dan besi transport
(transferin).
Untuk
dapat
berfungsi
bagi
tubuh
manusia,
besi
membutuhkan protein transferin, reseptor dan ferritin yang berperan
sebagai penyedia dan penyimpan besi dalam tubuh dan iron regulatory
xxx
Universitas Sumatera Utara
proteins (IRPs) untuk mengatur suplai besi. Transferin merupakan protein
pembawa yang mengangkut besi plasma dan cairan ekstraseluler untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.27
Di bawah ini adalah kandungan besi bersama dengan protein yang
didistribusikan ke dalam tubuh.
Table 2.1 -- Distribution of iron in the body (70-kg man)
Protein
Location
Haemoglobin
Myoglobin
Cytochromes and iron
sulphur proteins
Red blood cells
Muscle
All tissues
Iron content
(mg)
3000
400
50
Tansferrin
Ferrtin and hamosiderin
Plasma and etravascular fluid
Liver, spleen, and bone
marow
Tabel 2.1 Komposisi Besi dalam Tubuh.26
5
100–1000
Gambar 2.1. Distribusi besi pada orang dewasa.28
xxxi
Universitas Sumatera Utara
2.2 Absorbsi Besi
Penyerapan besi diatur oleh usus dan penyerapan maksimum
terjadi di duodenum dan yeyenum bagian atas dengan pH optimum.
Jumlah besi yang diserap dari makanan sangat bervariasi tergantung dari
jumlah dan jenis zat besi yang dikonsumsi, keasaman lambung, aktivitas
sumsum tulang. Penyerapan besi
terjadi melalui dua membran yaitu
membran apikal yang akan membawa besi kedalam sel epitel dan
membran basolateral yang akan membawa besi dari doudenum ke dalam
sirkulasi darah.25,29,30
Langkah awal dalam absorbsi besi adalah merubah besi ferri
(Fe3+) menjadi bentuk ferro (Fe2+) oleh duodenal cytochrom b reductase
(DCYTB). Besi dalam bentuk ferro ini akan masuk kedalam enterosit
melalui divalent metal transporter 1 (DMT1). Kemudian besi yang masuk
kedalam enterosit sebagian akan disimpan dalan bentuk ferritin dan
sebagian lagi masuk kedalam sirkulasi melalui basolateral transporter
yang disebut ferroportin
(Fe2+). Kemudian ferroportin akan dioksidasi
oleh ferrooxidase (hepahestin) menjadi bentuk Fe3+ dan dibawa ke
sirkulasi. Fe3+ akan diikat oleh apotransferin dan dibawa ke sumsum
tulang dan digunakan untuk sintesis heme. 25,27
Ferroportin berada pada permukaan basolateral dari enterocytes
dan membran makrofag. Ferroportin merupakan protein yang permeable
untuk besi ferro (Fe2+) yang akan membawa besi ferro ke luar dari
enterocyte, dan dengan bantuan hepahestin besi fero akan teroksidasi
xxxii
Universitas Sumatera Utara
menjadi bentuk ferri (3+) yang kemudian akan diikat oleh transferin . Oleh
karena itu oksidasi besi ferro menjadi bentuk ferri oleh hepaestin sangat
penting.27,31,32
2.3 Transport Besi
Transport ekstraseluler zat besi di dalam tubuh diantarkan oleh
protein pembawa
yang spesifik disebut transferin. Transferin adalah
protein fase akut dan merupakan glikoprotein dengan berat molekul kirakira 80 kilodalton dengan
rantai
tunggal polipeptida. Gen transferin
berada pada kromosom 3q21 dekat dengan gen untuk laktoferin dan
ceruloplasmin. Transferin disintesa di hati oleh sel parenkim tetapi dalam
jumlah sedikit disintesa di jaringan termasuk di sistem saraf, ovarium,
testis dan T helper limposit. Apabila simpanan besi berkurang maka
transferin akan disintesa lebih banyak tetapi jika simpanan besi banyak
maka transferin akan berkurang. 10
Konsentrasi normal transferin didalam plasma adalah sekitar 2
sampai 3 g/L, dan 1 mg transferin berikatan dengan 1.4 µg besi. Secara
klinis transferin merupakan jumlah besi yang terikat dan disebut dengan
total iron binding capacity (TIBC). Dimana pada anemia defisiensi besi
nilai TIBC akan meningkat tetapi pada iron overload kadar TIBC akan
menurun.10,33
xxxiii
Universitas Sumatera Utara
2.4 Transferin Reseptor
Transferin reseptor seluler terdiri dari 760 asam amino glikoprotein
yang mempunyai dua rantai polipeptida yang bergabung melalui dua
ikatan disulfida. Tiap rantai polipeptida memiliki satu ikatan untuk mengikat
besi yang membawa protein transferin.
27
Ada dua tipe dari transferin yaitu transferin reseptor 1 dan transferin
reseptor 2 .Transferin reseptor 1 merupakan glikoprotein transmembran
yang mempunyai rantai polipeptida identik. Transferin reseptor 1
diekspresikan pada permukaan erytroblast di sumsum tulang, retikulosit
dan plasenta. Transferin reseptor 1 mempunyai kekuatan afinitas yang
tinggi pada transferin. Sedangkan transferin reseptor 2 diekpresikan oleh
hati dan mempunyai pengaruh dalam uptake besi oleh sel eritroid.
Mempunyai afinitas yang rendah terhadap transferin.27
2.5 Serum Transferin Reseptor
Merupakan hasil pemecahan dari reseptor glikoprotein seluler
dibawah pengaruh daripada serine protease. Kohgo et al dan Beguin et al
pertama kali mengukur kwantitas transferin pada serum manusia dan
tikus. Kemudian keduanya membuat radioimunoassay untuk mengukur
kenaikan daripada serum transferin reseptor. Namun Flowers et al juga
mendeteksi transferin reseptor dengan menggunakan metode elisa. Tidak
ada perbedaan serum transferin reseptor pada orang dewasa laki laki
yang sehat dan wanita dewasa yang sehat.16,34
xxxiv
Universitas Sumatera Utara
Adanya metode yang bervariasi yang dapat dipercayai untuk
menentukan tingkat kwantitas daripada sirkulasi serum transferin pada
manusia. Serum transferin reseptor dapat dievaluasi dengan mengukur
bentuk kompleks dengan transferin. Transferin reseptor yang terlarut
nilainya berubah selama ontogeni, dan meningkat selama kehidupan fetal
dari 20-42 minggu dan setelah lahir akan mencapai dua kali lebih tinggi
dari dewasa.35
Pada orang normal nilai serum transferin reseptor adalah 2,2 – 5,6
mg/L. Pada penelitian yang terakhir mengevaluasi tingkat yang bervariasi
pada serum transferin reseptor, dimana adanya variasi interindividual dan
intrainvidual yang beragam relatif besar. Perkiraan koefisien variasi
interindividual adalah 20,8% dan nilai intraindividual 13,6%. Yang paling
utama terpenting pada studi terakhir menunjukkan interval dari 7,6 – 37,7
nmol/L menurut kurva Gausian.Tidak ada hubungan antara umur (19 – 79
tahun), tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan. Konsentrasi serum
transferin-reseptor
pada
subjek
yang
berada
didaerah
tinggi
konsentrasinya 9% lebih tinggi dibanding dengan orang yang tinggal di
permukaan laut. 35
xxxv
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Siklus transferin. 28
2.6 Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia sebagai akibat dari kerusakan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik dari diabetes
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan, disfungsi organ dan gangguan
berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, hati dan pembuluh darah.
Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan metabolisme terhadap
karbohidrat, lemak maupun protein. 36,37,38
Kadang-kadang gejala dari diabetes melitus tidak menunjukkan
gejala-gejala yang spesifik, sehingga dapat menyebabkan keadaan
patologis dan perubahan fungsional terjadi yang cukup lama sebelum
diagnosis ditegakkan. 37
xxxvi
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Klasifikasi Diabetes
Berdasarkan American Diabetic Association tahun 2006, klasifikasi
diabetes dibagi atas empat kategori yaitu :39,40,41
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut)
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit Endokrin Pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat/zat kimia
f. Infeksi
g. Sebab imunologi yang jarang
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus
4. Diabetes Melitus Gestasional
Intoleransi glukosa dapat terjadi selama masa kehamilan. Insulin
resisten berhubungan dengan perubahan metabolik pada akhir
kehamilan dimana kebutuhan insulin meningkat dan menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Diabetes melitus gestasional terjadi 4%
xxxvii
Universitas Sumatera Utara
dari kehamilan di United States, dan setelah melahirkan kadar glukosa
akan kembali normal.
2.6.2 Kriteria Diagnosis Dari Diabetes
Untuk menegakkan diagnosis diabetes perlu dilakukan pengukuran
nilai dari pada glukosa plasma. Penentuan diagnosis diabetes dianjurkan
dilakukan pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan menggunakan
darah vena. Penentuan diagnosis klinis diabetes dengan keluhan klasik
perlu dipikirkan seperti poliuri, polifagia, penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya dan bisa juga keluhan lain seperti kesemutan,
mata kabur, gatal dan disfungsi ereksi pada pria dan gatal vulvae pada
wanita.36
Selain itu kriteria diagnostik untuk Diabetes Melitus menurut
Perkeni 2011 adalah sebagai berikut :36
1. Adanya gejala dari diabetes melitus (polifagia, polidipsi dan penurunan
berat badan tanpa sebab yang jelas) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200
mg/dL. atau
2. Gejala klasik diabetes melitus + Glukosa plasma puasa≥
126 mg/dL
setelah berpuasa pada malam hari ( sedikitnya 8 jam). Atau
3. Glukosa plasma 2 jam TTGO ≥ 200 mg/dL.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
diabetes maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
xxxviii
Universitas Sumatera Utara
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) tergantung
dari hasil yang diperoleh 36
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199
mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L).
Pada tahun 2009, Komite Ahli Internasional yang mencakup
perwakilan dari ADA, International Diabetes Federation (IDF), dan The
European
Association
for
the
Study
of
Diabetic
(EASD)
merekomendasikan penggunaan tes A1C untuk mendiagnosa diabetes,
dengan ambang batas ≥6,5%, dan ADA mengadopsi kriteria ini di 2010.
1.
2.
3.
4.
A1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium
mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan
sesuai standar pemeriksaan DCCT.*
Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa
didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8
jam.*
Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan
OGTT. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO,
menggunakan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhydrous yang dilarutkan dalam air.
Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau
krisishiperglikemik, glukosa plasma random ≥200 mg/dl (11.1
mmol/l).
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus 42
*Jika tidak ada hiperglikemi yg tegas, criteria 1-3 harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan ulang.
xxxix
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Tipe 1 Diabetes Mellitus
Diabetes melitus tipe 1 digambarkan sebagai adanya kerusakan
daripada sel beta pankreas. Diabetes melitus tipe 1 dibagi dalam dua tipe
yaitu tipe 1A dengan immune-mediated diabetes dan tipe 1B idiophatic
(non-immune related) diabetes. Di United States dan Eropah, kira-kira
90%-95% penderitanya adalah tipe 1 diabetes mellitus tipe 1A immune
mediated diabetes. Kerusakan sel beta berbeda-beda pada individu,
kerusakan ini cepat pada bayi dan anak-anak, dan lambat pada orang
dewasa. Kerusakan sel beta pankreas dan kekurangan insulin absolut
pada tipe 1 diabetes menyebabkan penderita mudah terkena ketoasidosis.
Salah satu fungsi insulin adalah menghambat lipolisis (pemecahan lemak)
dan melepaskan asam lemak bebas (FFA) dari sel lemak. Bila insulin tidak
ada, akan terjadi ketosis ketika asam lemak ini dilepaskan dari sel lemak
dan diubah menjadi keton di hati.43,44,45
Tipe 1A immune-mediated diabetes sering disebut juvenille
diabetes, sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda umur dibawah
18 tahun. Diabetes tipe 1A merupakan penyakit autoimmune dan
diturunkan secara genetik, dan adanya hal-hal yang berhubungan dengan
reaksi hipesensitivitas T-lymphocyte-mediated yang melawan beberapa
antigen sel beta. Adanya bukti yang ditujukan pada gen major
histocompatibility complex (MHC) yang diturunkan pada kromosom 6 yang
mengkode HLA-DQ dan HLD-DR, khususnya DR-3 dan DR-4.43,44,45
xl
Universitas Sumatera Utara
Diabetes tipe 1B idiopathic digambarkan dengan gangguan
kerusakan pada sel beta pankreas tanpa adanya autoimmune . Diabetes
tipe 1B ini sangat jarang dan diturunkan secara genetik.43,44,45
2.6.4 Tipe 2 Diabetes Mellitus
Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes yang paling banyak
dan merupakan sebagai akibat dari adanya kerusakan pada sekresi
insulin dan sering disertai dengan insulin resisten. Disebut juga sebagai
non-insulin dependent diabetes, diabetes tipe II, atau diabetes onset
dewasa, meliputi individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya
menderita defisiensi insulin relatif (bukan absolut)
sepanjang masa
hidupnya. Pada orang yang menderita diabetes tipe 2 ini tidak
memerlukan pengobatan insulin untuk bertahan hidup. Pada umunya
pasien dengan
diabetes tipe 2 mengalami obesitas, dan obesitas itu
sendiri menyebabkan beberapa derajat resistensi insulin.44
2.6.5 Patofisiologi Diabetes Melitus
Diabetes melitus ditandai dengan adanya 3 kelainan patofisiologik
yaitu: gangguan sekresi insulin, insulin resisten dan produksi glukosa hati
yang berlebihan yang menyebabkan peningkatan glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Pengaturan glukosa setelah makan tergantung dari
perangsangan sekresi insulin dengan penekanan glukoneogenesis dan
glukogenolisis oleh hati. Pelepasan insulin kemudian akan menyebabkan
xli
Universitas Sumatera Utara
penyerapan glukosa pada otot dan jaringan perifer. Insulin berpengaruh
pada penekanan produksi glukosa hati ndan penyerapan glukosa otot dan
hal ini sangat penting pada pengaruh terjadinya hiperglikemia.
Setelah makan peningkatan kadar glukosa merangsang pelepasan
insulin dari sel β. Insulin yang dilepaskan ini berikatan pada sel reseptor
permukaan. Didalam reseptor, dua subunit ekstraseluler α berikatan pada
insulin, mengantarkan sinyal kepada dua subunit β yang identik melalui
membran sel. Pasien dengan diabetes tipe 2 mempunyai kemampuan
yang normal atau berkurang untuk berikatan dengan insulin reseptor.
Setelah berikatan, sub unit β akan terfosforilasi, meningkatkan aktivitas
tirosin kinase dan meningkatkan fosforilasi berbagai substrat protein
endogen.
Pasien dengan diabetes tipe 2 menunjukkan adanya produksi
glukosa hati yang berlebihan dan peningkatan insulin yang signifikan.
Peningkatan glukosa hati dan hiperinsulinemia menggambarkan insulin
resisten. Gangguan pada penyerapan glukosa otot akan menurunkan
pembuangan glukosa dan mengakibatkan gangguan sintesa glukosa dan
penyerapan glukosa dijaringan.
Protein GLUT 4 merupakan glukosa transporter yang sensitif
terhadap insulin. Transporter ini konsentrasinya tinggi pada sel adiposa,
otot dan otot jantung dan bertanggungjawab untuk penyerapan gukosa.
Protein GLUT 4 ini berada pada intraseluler dan jika insulin terangsang
maka protein ini akan berpindah ke sel permukaan dan akan menyisip
xlii
Universitas Sumatera Utara
masuk kedalam membran plasma. Dan ini menyebabkan glukosa masuk
kedalam sel. Pasien dengan diabetes tipe 2 biasanya mempunyai kadar
GLUT 4 yang normal tetapi transpor glukosanya terganggu. Kerusakan
pada insulin yang dipengaruhi oleh translokasi GLUT 4 pada permukaan
sel
dan
kerusakan
signaling
pathway
antara
reseptor
dengan
perangsangan transport menyebabkan insulin resisten pada pasien
diabetes tipe 2.42,43
Gambar 2.3 Insulin –dependent glucose transporter(GLUT-4).3
Interaksi antara glukosa dengan metabolisme besi :
1. Insulin berpengaruh dalam metabolisme besi
Insulin merupakan hormon anabolik yang dapat merangsang
penyerapan seluler berbagai macam nutrien ternasuk heksosa, asam
amino, kation dan anion. Penyerapan besi non heme di usus diatur
secara ketat sesuai dengan kebutuhan tubuh, dan penyerapan zat besi
minimal terjadi jika simpanan besi tubuh dalam keadaan normal.
Penyerapan besi heme tidak tergantung pada kandungan besi tubuh.
xliii
Universitas Sumatera Utara
Dalam keadaan normal, besi bersirkulasi berikatan dengan transferin
dan dibawa dari darah dan berikatan dengan protein yang spesifik yaitu
transferin
reseptor.
endositosis
Kompleks
dilepaskan
kedalam
besi-transferin
reseptor
bagian nonacidic
secara
seluler yang
digunakan untuk sintesa utama pada sel.
Insulin diketahui menyebabkan stimulasi yang cepat dan nyata
terhadap ambilan besi oleh sel-sel lemak dan distribusi daripada
reseptor transferin dari intrasel ke permukaan sel. Insulin juga dapat
menyebabkan peningkatan sintesa feritin pada sel glioma tikus yang
dikultur. Selain itu, pada membran adiposit yang dikultur menunjukkan
bahwa
adanya
transferin
reseptor
bersamaan
dengan
insulin
responsive glucose transporter dan insulin like growth factor II receptor,
hal ini menunjukkan bahwa pengaturan
penyerapan zat besi oleh
insulin terjadi secara paralel dengan efeknya pada transport glukosa.
2. Besi berpengaruh dalam metabolisme glukosa
Keterlibatan besi dengan insulin adalah dengan menghambat
produksi glukosa dihati. Metabolisme insulin akan terhambat bila terjadi
peningkatan
simpanan
besi
dihati.
Sehingga
menyebabkan
hiperinsulinemia perifer. Hal ini jelas terlihat pada iron overload yang
menyebabkan insulin resisten dihati. Insulin juga dapat membawa besi
dan menyimpannya didalam sel hepatosit.
3. Stres oksidatif juga mempengaruhi glukosa dan metabolisme besi.
xliv
Universitas Sumatera Utara
Besi sangat berhubungan erat dengan stres oksidatif. Besi dalam
bentuk bebas dapat menyebabkan radikal bebas seperti
hidroksida
dan anion superoxide. Besi dalam bentuk bebas ini dapat menghambat
perubahan bentuk Fe3+ menjadi Fe2+. Hal ini dapat mengurangi
kemampuan transferin untuk berikatan dengan besi ferro dan dapat
menyebabkan adanya besi bebas dan merangsang sintesa feritin.19,46
Adanya penelitian menunjukan bahwa peningkatan kadar serum
feritin ditemukan pada pasien dengan diabetes tipe 2 dan sejalan
dengan adanya penurunan sTfR. Peningkatan feritin pada diabetes tipe
2 disebabkan karena adanya mekanisme inflamasi yang lebih banyak
dibandingkan penyimpanan besi.47
Catalytic iron
Insulin
resistance
β-cell oxidative
stress
Hepatyc
dysfunction
β-cell apoptosis
Insulin deficiency
Diabetes
Gambar 2.4 Besi menginduksi diabetes.46
xlv
Universitas Sumatera Utara
2.6.6 Pemantauan Kadar Hemoglobin Terglikosilasi (HbA1c) Pada
Diabetes
Untuk saat ini, pengukuran hemoglobin A1c (A1C) masih diterima
secara luas untuk mengevaluasi kontrol glikemik pada individu dengan
diabetes. Pengukuran HbA1C menunjukkan kadar glukosa darah rata-rata
pasien selama masa 2-3 bulan yang lalu sesuai dengan umur eritrosit
yaitu 120 hari. Pengukuran HbA1C dianggap menjadi ukuran yang paling
objektif dan dapat diandalkan dalam kontrol diabtes jangka panjang. The
Diabetes
Control
dan
Complications
Trial
menetapkan
bahwa
mempertahankan kadar HbA1C sedekat mungkin dengan hasil normal
adalah upaya dalam mengurangi komplikasi jangka panjang. Dengan
demikian, HbA1C dapat dipakai sebagai "gold standart" sebagai kontrol
diabetes. Berdasarkan PERKENI tahun 2015, penderita diabetes yang
tidak terkontrol nilai HbA1C nya adalah
≥ 6,5% .
Pemeriksaan glukosa
puasa dan 2 jam post prandial, bersama-sama dengan HbA1c akan
membantu penderita diabetes untuk meningkatkan kedisiplinan dan
memberikan gambaran yang jelas tentang mutu. pengelolaan, sehingga
komplikasi diabetes melitus baik yang akut maupun yang kronis dapat
dihindari.7
xlvi
Universitas Sumatera Utara
Kerangka Konsep
DM tipe 2
Terkontrol
Fe
- Ferritin
- Serum iron
- Saturasi
transferrin
- TIBC
- Serum
Transferrin
Reseptor
insulin
Tidak
terkontrol
Resistensi
insulin
Fe
- Ferritin
- Serum iron
- Saturasi
transferrin
- TIBC
- Serum
Transferrin
Reseptor
xlvii
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Metabolisme Besi Tubuh
Besi merupakan sebuah nutrien essensial yang diperlukan oleh sel
tubuh dan mempunyai peran yang penting dalam beberapa jalur
metabolik. Sebagian besar besi bersama dengan oksigen dibawa oleh sel
darah merah yaitu hemoglobin. Pergantian besi terjadi secara sintesis dan
pemecahan hemoglobin.
Besi tubuh ditemukan bersama heme, termasuk hemoglobin,
myoglobin dan sitokrom. Dalam jumlah kecil bergabung dengan enzim dan
digunakan sebagai transfer elektron termasuk peroksidase, katalase dan
ribonukleotida reduktase. Kebanyakan besi non heme (kira-kira 1g pada
dewasa laki-laki) disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam
makrofag dan hepatosit . Hanya fraksi kecil (0,1%) yang diangkut dalam
plasma, berikatan pada protein pembawa yaitu transferin. 11,25,26
Besi diangkut dan disimpan bukan sebagai kation bebas tapi dalam
bentuk Fe yang terikat. Besi tubuh manusia terbagi dalam tiga bagian
yaitu senyawa besi fungsional ( hemoglobin, mioglobin, dan berbagai jenis
enzim), besi cadangan (feritin dan hemosiderin) dan besi transport
(transferin).
Untuk
dapat
berfungsi
bagi
tubuh
manusia,
besi
membutuhkan protein transferin, reseptor dan ferritin yang berperan
sebagai penyedia dan penyimpan besi dalam tubuh dan iron regulatory
xxx
Universitas Sumatera Utara
proteins (IRPs) untuk mengatur suplai besi. Transferin merupakan protein
pembawa yang mengangkut besi plasma dan cairan ekstraseluler untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.27
Di bawah ini adalah kandungan besi bersama dengan protein yang
didistribusikan ke dalam tubuh.
Table 2.1 -- Distribution of iron in the body (70-kg man)
Protein
Location
Haemoglobin
Myoglobin
Cytochromes and iron
sulphur proteins
Red blood cells
Muscle
All tissues
Iron content
(mg)
3000
400
50
Tansferrin
Ferrtin and hamosiderin
Plasma and etravascular fluid
Liver, spleen, and bone
marow
Tabel 2.1 Komposisi Besi dalam Tubuh.26
5
100–1000
Gambar 2.1. Distribusi besi pada orang dewasa.28
xxxi
Universitas Sumatera Utara
2.2 Absorbsi Besi
Penyerapan besi diatur oleh usus dan penyerapan maksimum
terjadi di duodenum dan yeyenum bagian atas dengan pH optimum.
Jumlah besi yang diserap dari makanan sangat bervariasi tergantung dari
jumlah dan jenis zat besi yang dikonsumsi, keasaman lambung, aktivitas
sumsum tulang. Penyerapan besi
terjadi melalui dua membran yaitu
membran apikal yang akan membawa besi kedalam sel epitel dan
membran basolateral yang akan membawa besi dari doudenum ke dalam
sirkulasi darah.25,29,30
Langkah awal dalam absorbsi besi adalah merubah besi ferri
(Fe3+) menjadi bentuk ferro (Fe2+) oleh duodenal cytochrom b reductase
(DCYTB). Besi dalam bentuk ferro ini akan masuk kedalam enterosit
melalui divalent metal transporter 1 (DMT1). Kemudian besi yang masuk
kedalam enterosit sebagian akan disimpan dalan bentuk ferritin dan
sebagian lagi masuk kedalam sirkulasi melalui basolateral transporter
yang disebut ferroportin
(Fe2+). Kemudian ferroportin akan dioksidasi
oleh ferrooxidase (hepahestin) menjadi bentuk Fe3+ dan dibawa ke
sirkulasi. Fe3+ akan diikat oleh apotransferin dan dibawa ke sumsum
tulang dan digunakan untuk sintesis heme. 25,27
Ferroportin berada pada permukaan basolateral dari enterocytes
dan membran makrofag. Ferroportin merupakan protein yang permeable
untuk besi ferro (Fe2+) yang akan membawa besi ferro ke luar dari
enterocyte, dan dengan bantuan hepahestin besi fero akan teroksidasi
xxxii
Universitas Sumatera Utara
menjadi bentuk ferri (3+) yang kemudian akan diikat oleh transferin . Oleh
karena itu oksidasi besi ferro menjadi bentuk ferri oleh hepaestin sangat
penting.27,31,32
2.3 Transport Besi
Transport ekstraseluler zat besi di dalam tubuh diantarkan oleh
protein pembawa
yang spesifik disebut transferin. Transferin adalah
protein fase akut dan merupakan glikoprotein dengan berat molekul kirakira 80 kilodalton dengan
rantai
tunggal polipeptida. Gen transferin
berada pada kromosom 3q21 dekat dengan gen untuk laktoferin dan
ceruloplasmin. Transferin disintesa di hati oleh sel parenkim tetapi dalam
jumlah sedikit disintesa di jaringan termasuk di sistem saraf, ovarium,
testis dan T helper limposit. Apabila simpanan besi berkurang maka
transferin akan disintesa lebih banyak tetapi jika simpanan besi banyak
maka transferin akan berkurang. 10
Konsentrasi normal transferin didalam plasma adalah sekitar 2
sampai 3 g/L, dan 1 mg transferin berikatan dengan 1.4 µg besi. Secara
klinis transferin merupakan jumlah besi yang terikat dan disebut dengan
total iron binding capacity (TIBC). Dimana pada anemia defisiensi besi
nilai TIBC akan meningkat tetapi pada iron overload kadar TIBC akan
menurun.10,33
xxxiii
Universitas Sumatera Utara
2.4 Transferin Reseptor
Transferin reseptor seluler terdiri dari 760 asam amino glikoprotein
yang mempunyai dua rantai polipeptida yang bergabung melalui dua
ikatan disulfida. Tiap rantai polipeptida memiliki satu ikatan untuk mengikat
besi yang membawa protein transferin.
27
Ada dua tipe dari transferin yaitu transferin reseptor 1 dan transferin
reseptor 2 .Transferin reseptor 1 merupakan glikoprotein transmembran
yang mempunyai rantai polipeptida identik. Transferin reseptor 1
diekspresikan pada permukaan erytroblast di sumsum tulang, retikulosit
dan plasenta. Transferin reseptor 1 mempunyai kekuatan afinitas yang
tinggi pada transferin. Sedangkan transferin reseptor 2 diekpresikan oleh
hati dan mempunyai pengaruh dalam uptake besi oleh sel eritroid.
Mempunyai afinitas yang rendah terhadap transferin.27
2.5 Serum Transferin Reseptor
Merupakan hasil pemecahan dari reseptor glikoprotein seluler
dibawah pengaruh daripada serine protease. Kohgo et al dan Beguin et al
pertama kali mengukur kwantitas transferin pada serum manusia dan
tikus. Kemudian keduanya membuat radioimunoassay untuk mengukur
kenaikan daripada serum transferin reseptor. Namun Flowers et al juga
mendeteksi transferin reseptor dengan menggunakan metode elisa. Tidak
ada perbedaan serum transferin reseptor pada orang dewasa laki laki
yang sehat dan wanita dewasa yang sehat.16,34
xxxiv
Universitas Sumatera Utara
Adanya metode yang bervariasi yang dapat dipercayai untuk
menentukan tingkat kwantitas daripada sirkulasi serum transferin pada
manusia. Serum transferin reseptor dapat dievaluasi dengan mengukur
bentuk kompleks dengan transferin. Transferin reseptor yang terlarut
nilainya berubah selama ontogeni, dan meningkat selama kehidupan fetal
dari 20-42 minggu dan setelah lahir akan mencapai dua kali lebih tinggi
dari dewasa.35
Pada orang normal nilai serum transferin reseptor adalah 2,2 – 5,6
mg/L. Pada penelitian yang terakhir mengevaluasi tingkat yang bervariasi
pada serum transferin reseptor, dimana adanya variasi interindividual dan
intrainvidual yang beragam relatif besar. Perkiraan koefisien variasi
interindividual adalah 20,8% dan nilai intraindividual 13,6%. Yang paling
utama terpenting pada studi terakhir menunjukkan interval dari 7,6 – 37,7
nmol/L menurut kurva Gausian.Tidak ada hubungan antara umur (19 – 79
tahun), tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan. Konsentrasi serum
transferin-reseptor
pada
subjek
yang
berada
didaerah
tinggi
konsentrasinya 9% lebih tinggi dibanding dengan orang yang tinggal di
permukaan laut. 35
xxxv
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Siklus transferin. 28
2.6 Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia sebagai akibat dari kerusakan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik dari diabetes
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan, disfungsi organ dan gangguan
berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, hati dan pembuluh darah.
Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan metabolisme terhadap
karbohidrat, lemak maupun protein. 36,37,38
Kadang-kadang gejala dari diabetes melitus tidak menunjukkan
gejala-gejala yang spesifik, sehingga dapat menyebabkan keadaan
patologis dan perubahan fungsional terjadi yang cukup lama sebelum
diagnosis ditegakkan. 37
xxxvi
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Klasifikasi Diabetes
Berdasarkan American Diabetic Association tahun 2006, klasifikasi
diabetes dibagi atas empat kategori yaitu :39,40,41
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut)
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit Endokrin Pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat/zat kimia
f. Infeksi
g. Sebab imunologi yang jarang
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus
4. Diabetes Melitus Gestasional
Intoleransi glukosa dapat terjadi selama masa kehamilan. Insulin
resisten berhubungan dengan perubahan metabolik pada akhir
kehamilan dimana kebutuhan insulin meningkat dan menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Diabetes melitus gestasional terjadi 4%
xxxvii
Universitas Sumatera Utara
dari kehamilan di United States, dan setelah melahirkan kadar glukosa
akan kembali normal.
2.6.2 Kriteria Diagnosis Dari Diabetes
Untuk menegakkan diagnosis diabetes perlu dilakukan pengukuran
nilai dari pada glukosa plasma. Penentuan diagnosis diabetes dianjurkan
dilakukan pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan menggunakan
darah vena. Penentuan diagnosis klinis diabetes dengan keluhan klasik
perlu dipikirkan seperti poliuri, polifagia, penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya dan bisa juga keluhan lain seperti kesemutan,
mata kabur, gatal dan disfungsi ereksi pada pria dan gatal vulvae pada
wanita.36
Selain itu kriteria diagnostik untuk Diabetes Melitus menurut
Perkeni 2011 adalah sebagai berikut :36
1. Adanya gejala dari diabetes melitus (polifagia, polidipsi dan penurunan
berat badan tanpa sebab yang jelas) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200
mg/dL. atau
2. Gejala klasik diabetes melitus + Glukosa plasma puasa≥
126 mg/dL
setelah berpuasa pada malam hari ( sedikitnya 8 jam). Atau
3. Glukosa plasma 2 jam TTGO ≥ 200 mg/dL.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
diabetes maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
xxxviii
Universitas Sumatera Utara
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) tergantung
dari hasil yang diperoleh 36
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199
mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L).
Pada tahun 2009, Komite Ahli Internasional yang mencakup
perwakilan dari ADA, International Diabetes Federation (IDF), dan The
European
Association
for
the
Study
of
Diabetic
(EASD)
merekomendasikan penggunaan tes A1C untuk mendiagnosa diabetes,
dengan ambang batas ≥6,5%, dan ADA mengadopsi kriteria ini di 2010.
1.
2.
3.
4.
A1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium
mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan
sesuai standar pemeriksaan DCCT.*
Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa
didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8
jam.*
Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan
OGTT. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO,
menggunakan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhydrous yang dilarutkan dalam air.
Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau
krisishiperglikemik, glukosa plasma random ≥200 mg/dl (11.1
mmol/l).
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus 42
*Jika tidak ada hiperglikemi yg tegas, criteria 1-3 harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan ulang.
xxxix
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Tipe 1 Diabetes Mellitus
Diabetes melitus tipe 1 digambarkan sebagai adanya kerusakan
daripada sel beta pankreas. Diabetes melitus tipe 1 dibagi dalam dua tipe
yaitu tipe 1A dengan immune-mediated diabetes dan tipe 1B idiophatic
(non-immune related) diabetes. Di United States dan Eropah, kira-kira
90%-95% penderitanya adalah tipe 1 diabetes mellitus tipe 1A immune
mediated diabetes. Kerusakan sel beta berbeda-beda pada individu,
kerusakan ini cepat pada bayi dan anak-anak, dan lambat pada orang
dewasa. Kerusakan sel beta pankreas dan kekurangan insulin absolut
pada tipe 1 diabetes menyebabkan penderita mudah terkena ketoasidosis.
Salah satu fungsi insulin adalah menghambat lipolisis (pemecahan lemak)
dan melepaskan asam lemak bebas (FFA) dari sel lemak. Bila insulin tidak
ada, akan terjadi ketosis ketika asam lemak ini dilepaskan dari sel lemak
dan diubah menjadi keton di hati.43,44,45
Tipe 1A immune-mediated diabetes sering disebut juvenille
diabetes, sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda umur dibawah
18 tahun. Diabetes tipe 1A merupakan penyakit autoimmune dan
diturunkan secara genetik, dan adanya hal-hal yang berhubungan dengan
reaksi hipesensitivitas T-lymphocyte-mediated yang melawan beberapa
antigen sel beta. Adanya bukti yang ditujukan pada gen major
histocompatibility complex (MHC) yang diturunkan pada kromosom 6 yang
mengkode HLA-DQ dan HLD-DR, khususnya DR-3 dan DR-4.43,44,45
xl
Universitas Sumatera Utara
Diabetes tipe 1B idiopathic digambarkan dengan gangguan
kerusakan pada sel beta pankreas tanpa adanya autoimmune . Diabetes
tipe 1B ini sangat jarang dan diturunkan secara genetik.43,44,45
2.6.4 Tipe 2 Diabetes Mellitus
Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes yang paling banyak
dan merupakan sebagai akibat dari adanya kerusakan pada sekresi
insulin dan sering disertai dengan insulin resisten. Disebut juga sebagai
non-insulin dependent diabetes, diabetes tipe II, atau diabetes onset
dewasa, meliputi individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya
menderita defisiensi insulin relatif (bukan absolut)
sepanjang masa
hidupnya. Pada orang yang menderita diabetes tipe 2 ini tidak
memerlukan pengobatan insulin untuk bertahan hidup. Pada umunya
pasien dengan
diabetes tipe 2 mengalami obesitas, dan obesitas itu
sendiri menyebabkan beberapa derajat resistensi insulin.44
2.6.5 Patofisiologi Diabetes Melitus
Diabetes melitus ditandai dengan adanya 3 kelainan patofisiologik
yaitu: gangguan sekresi insulin, insulin resisten dan produksi glukosa hati
yang berlebihan yang menyebabkan peningkatan glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Pengaturan glukosa setelah makan tergantung dari
perangsangan sekresi insulin dengan penekanan glukoneogenesis dan
glukogenolisis oleh hati. Pelepasan insulin kemudian akan menyebabkan
xli
Universitas Sumatera Utara
penyerapan glukosa pada otot dan jaringan perifer. Insulin berpengaruh
pada penekanan produksi glukosa hati ndan penyerapan glukosa otot dan
hal ini sangat penting pada pengaruh terjadinya hiperglikemia.
Setelah makan peningkatan kadar glukosa merangsang pelepasan
insulin dari sel β. Insulin yang dilepaskan ini berikatan pada sel reseptor
permukaan. Didalam reseptor, dua subunit ekstraseluler α berikatan pada
insulin, mengantarkan sinyal kepada dua subunit β yang identik melalui
membran sel. Pasien dengan diabetes tipe 2 mempunyai kemampuan
yang normal atau berkurang untuk berikatan dengan insulin reseptor.
Setelah berikatan, sub unit β akan terfosforilasi, meningkatkan aktivitas
tirosin kinase dan meningkatkan fosforilasi berbagai substrat protein
endogen.
Pasien dengan diabetes tipe 2 menunjukkan adanya produksi
glukosa hati yang berlebihan dan peningkatan insulin yang signifikan.
Peningkatan glukosa hati dan hiperinsulinemia menggambarkan insulin
resisten. Gangguan pada penyerapan glukosa otot akan menurunkan
pembuangan glukosa dan mengakibatkan gangguan sintesa glukosa dan
penyerapan glukosa dijaringan.
Protein GLUT 4 merupakan glukosa transporter yang sensitif
terhadap insulin. Transporter ini konsentrasinya tinggi pada sel adiposa,
otot dan otot jantung dan bertanggungjawab untuk penyerapan gukosa.
Protein GLUT 4 ini berada pada intraseluler dan jika insulin terangsang
maka protein ini akan berpindah ke sel permukaan dan akan menyisip
xlii
Universitas Sumatera Utara
masuk kedalam membran plasma. Dan ini menyebabkan glukosa masuk
kedalam sel. Pasien dengan diabetes tipe 2 biasanya mempunyai kadar
GLUT 4 yang normal tetapi transpor glukosanya terganggu. Kerusakan
pada insulin yang dipengaruhi oleh translokasi GLUT 4 pada permukaan
sel
dan
kerusakan
signaling
pathway
antara
reseptor
dengan
perangsangan transport menyebabkan insulin resisten pada pasien
diabetes tipe 2.42,43
Gambar 2.3 Insulin –dependent glucose transporter(GLUT-4).3
Interaksi antara glukosa dengan metabolisme besi :
1. Insulin berpengaruh dalam metabolisme besi
Insulin merupakan hormon anabolik yang dapat merangsang
penyerapan seluler berbagai macam nutrien ternasuk heksosa, asam
amino, kation dan anion. Penyerapan besi non heme di usus diatur
secara ketat sesuai dengan kebutuhan tubuh, dan penyerapan zat besi
minimal terjadi jika simpanan besi tubuh dalam keadaan normal.
Penyerapan besi heme tidak tergantung pada kandungan besi tubuh.
xliii
Universitas Sumatera Utara
Dalam keadaan normal, besi bersirkulasi berikatan dengan transferin
dan dibawa dari darah dan berikatan dengan protein yang spesifik yaitu
transferin
reseptor.
endositosis
Kompleks
dilepaskan
kedalam
besi-transferin
reseptor
bagian nonacidic
secara
seluler yang
digunakan untuk sintesa utama pada sel.
Insulin diketahui menyebabkan stimulasi yang cepat dan nyata
terhadap ambilan besi oleh sel-sel lemak dan distribusi daripada
reseptor transferin dari intrasel ke permukaan sel. Insulin juga dapat
menyebabkan peningkatan sintesa feritin pada sel glioma tikus yang
dikultur. Selain itu, pada membran adiposit yang dikultur menunjukkan
bahwa
adanya
transferin
reseptor
bersamaan
dengan
insulin
responsive glucose transporter dan insulin like growth factor II receptor,
hal ini menunjukkan bahwa pengaturan
penyerapan zat besi oleh
insulin terjadi secara paralel dengan efeknya pada transport glukosa.
2. Besi berpengaruh dalam metabolisme glukosa
Keterlibatan besi dengan insulin adalah dengan menghambat
produksi glukosa dihati. Metabolisme insulin akan terhambat bila terjadi
peningkatan
simpanan
besi
dihati.
Sehingga
menyebabkan
hiperinsulinemia perifer. Hal ini jelas terlihat pada iron overload yang
menyebabkan insulin resisten dihati. Insulin juga dapat membawa besi
dan menyimpannya didalam sel hepatosit.
3. Stres oksidatif juga mempengaruhi glukosa dan metabolisme besi.
xliv
Universitas Sumatera Utara
Besi sangat berhubungan erat dengan stres oksidatif. Besi dalam
bentuk bebas dapat menyebabkan radikal bebas seperti
hidroksida
dan anion superoxide. Besi dalam bentuk bebas ini dapat menghambat
perubahan bentuk Fe3+ menjadi Fe2+. Hal ini dapat mengurangi
kemampuan transferin untuk berikatan dengan besi ferro dan dapat
menyebabkan adanya besi bebas dan merangsang sintesa feritin.19,46
Adanya penelitian menunjukan bahwa peningkatan kadar serum
feritin ditemukan pada pasien dengan diabetes tipe 2 dan sejalan
dengan adanya penurunan sTfR. Peningkatan feritin pada diabetes tipe
2 disebabkan karena adanya mekanisme inflamasi yang lebih banyak
dibandingkan penyimpanan besi.47
Catalytic iron
Insulin
resistance
β-cell oxidative
stress
Hepatyc
dysfunction
β-cell apoptosis
Insulin deficiency
Diabetes
Gambar 2.4 Besi menginduksi diabetes.46
xlv
Universitas Sumatera Utara
2.6.6 Pemantauan Kadar Hemoglobin Terglikosilasi (HbA1c) Pada
Diabetes
Untuk saat ini, pengukuran hemoglobin A1c (A1C) masih diterima
secara luas untuk mengevaluasi kontrol glikemik pada individu dengan
diabetes. Pengukuran HbA1C menunjukkan kadar glukosa darah rata-rata
pasien selama masa 2-3 bulan yang lalu sesuai dengan umur eritrosit
yaitu 120 hari. Pengukuran HbA1C dianggap menjadi ukuran yang paling
objektif dan dapat diandalkan dalam kontrol diabtes jangka panjang. The
Diabetes
Control
dan
Complications
Trial
menetapkan
bahwa
mempertahankan kadar HbA1C sedekat mungkin dengan hasil normal
adalah upaya dalam mengurangi komplikasi jangka panjang. Dengan
demikian, HbA1C dapat dipakai sebagai "gold standart" sebagai kontrol
diabetes. Berdasarkan PERKENI tahun 2015, penderita diabetes yang
tidak terkontrol nilai HbA1C nya adalah
≥ 6,5% .
Pemeriksaan glukosa
puasa dan 2 jam post prandial, bersama-sama dengan HbA1c akan
membantu penderita diabetes untuk meningkatkan kedisiplinan dan
memberikan gambaran yang jelas tentang mutu. pengelolaan, sehingga
komplikasi diabetes melitus baik yang akut maupun yang kronis dapat
dihindari.7
xlvi
Universitas Sumatera Utara
Kerangka Konsep
DM tipe 2
Terkontrol
Fe
- Ferritin
- Serum iron
- Saturasi
transferrin
- TIBC
- Serum
Transferrin
Reseptor
insulin
Tidak
terkontrol
Resistensi
insulin
Fe
- Ferritin
- Serum iron
- Saturasi
transferrin
- TIBC
- Serum
Transferrin
Reseptor
xlvii
Universitas Sumatera Utara