Komunikasi Politik Calon Gubernur (Studi Analisis Framing Pemberitaan Komunikasi Politik Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Di Harian Analisa)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Pemilihan kepala daerah selalu menjadi peristiwa menarik terutama bagi masyarakat di
wilayah atau daerah pemilihan dilaksanakan. Peraturan pelaksanaan pemilihan kepala daerah
diatur pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005, dimana pemilihan
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/ kota
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk
memilih kepala daerah. Selanjutnya dijelaskan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah
adalah gubernur dan wakil gubernur untuk Provinsi, Bupati dan wakil bupati untuk Kabupaten,
serta Walikota dan Wakil Walikota untuk kota.
Peristiwa pemilihan gubernur (pilgub) salah satu yang menjadi perhatian khusus bagi
hampir setiap elemen masyarakat di suatu provinsi. Berbagai kepentingan membuat banyak
pihak menaruh harapan atas gubernur terpilih. Gubernur pada Orde Reformasi ini tidak lagi
ditentukan oleh elit politik di Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPR/DPRD) seperti pada Orde Baru, tapi sudah dipilih secara langsung oleh masyarakat.
Pemilihan yang bersifat langsung, membuat interaksi antara yang dipilih dengan yang memilih
menjadi hal yang menarik untuk diamati, khususnya tentang bagaimana komunikasi politik calon
gubernur (cagub) dalam meraih suara untuk terpilih sebagai gubernur.
Komunikasi politik adalah jalan bagi politikus atau komunikator politik, termasuk para

cagub dalam menyebarkan makna atau pesan yang bercirikan politik kepada semua kelompok

Universitas Sumatera Utara

atau warga, sebagai upaya untuk mencapai suatu pengaruh dalam rangka memperoleh
kekuasaan. Secara umum dari hasil pengamatan peneliti, terdapat dua cara yang dilakukan para
cagub dalam melakukan komunikasi politiknya, yaitu melalui kontak langsung dan kontak tidak
langsung.
Komunikasi politik cagub pada kontak langsung dilakukan dengan mendatangi dan
melakukan pertemuan dengan masyarakat pemilih untuk mensosialisasikan visi, misi dan
program yang diusungnya sebagai cagub sekaligus untuk lebih mendekatkan dirinya selaku calon
pemimpin kepada masyarakat yang akan dipimpinnya. Sementara komunikasi politik pada
kontak tidak langsung dilakukan cagub dengan menggunakan berbagai sarana tertentu guna
mengkomunikasikan maksudnya kepada para pemilih,. Baik lewat orang lain, tokoh masyarakat,
tokoh agama ataupun lewat sarana media massa.
Media massa menjadi saluran yang sering dimanfaatkan dalam menyampaikan informasi
politik, sebagaimana yang dilakukan para cagub di media massa saat berlangsungnya pilgub.
Cagub mencari pengaruh lewat komunikasi politiknya di media massa dengan memainkan peran
politik dalam suatu setting politik tertentu untuk memengaruhi warga dengan tujuan
mendapatkan simpati untuk dipilih menjadi gubernur. Komunikasi politik cagub dilakukan baik

melalui pemberitaan, rilis dan iklan politik, di satu atau beberapa media massa sekaligus.
Schacter pada Fisher (1986) dalam Rakhmat (1990) menuliskan bahwa komunikasi
adalah mekanisme untuk melaksanakan kekuasaan sehingga komunikasi politik berisi
pembicaraan mengenai politik. Pembicaraan politik menurut David VJ Bell dalam Arifin (2003),
adalah pembicaraan kekuasaan, pengaruh dan otoritas. Pembicaraan kekuasaan menyangkut
mempengaruhi orang dengan ancaman, janji, penyuapan dan pemerasan yang menekankan pada
sanksi. Pembicaraan pengaruh menyangkut menasehati, mendorong, membuat permintaan dan

Universitas Sumatera Utara

peringatan yang menekankan pada prestise, reputasi, kredibilitas dan kapabilitas. Pembicaraan
otoritas menyangkut pemberian perintah oleh yang berkuasa, dimana penguasa yang sah ialah
suatu otoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi. Hal ini menekankan pada daya tarik pribadi
penguasa, adat istiadat atau kedudukan resmi karena politik memiliki pusat perhatian pada
kekuasaan, legitimasi dan kewenangan.
Para cagub menyampaikan komunikasi politiknya melalui pembicaraan politik terkait
kekuasaan, pengaruh dan otoritas di media massa dengan harapan dapat memengaruhi dan
menumbuhkan simpati dari para pembaca media massa tersebut.
Suryadi (1993) menyatakan bahwa sistem komunikasi politik terdiri dari elit politik,
media massa dan khalayak. Posisi media massa dalam propaganda politik menjadi sangat

penting, didukung karakteristik media massa yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang
tersebar, heterogen, anonim dan pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat,
sehingga persuasi politik yang mencoba memanipulasi psikologis khalayak dapat dilakukan
melalui media massa.
Menurut Michael Rush & Phillip Althoff dalam Sartori (1993), objek material
komunikasi politik adalah dimensi-dimensi komunikasi dari fenomena politik dan dimensi politis
dari komunikasi sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gurevitch & Blumler (1977), yang
mengatakan empat komponen dalam aspek komunikasi politik, yaitu pertama lembaga-lembaga
politik dalam aspek komunikasinya, kedua institusi media dalam aspek politiknya, ketiga
orientasi khalayak terhadap komunikasi, dan ke empat aspek budaya politik yang relevan dengan
komunikasi.

Universitas Sumatera Utara

Ada adagium dalam komunikasi politik bahwa “politik adalah pembicaraan”.
Pembicaraan tersebut menggunakan lambang-lambang tertentu demi tujuan dan kepentingan
politik, baik lambang verbal maupun lambang nonverbal. Rogers, E. M. & Storey J. D. (1987)
dalam Communication Campaigns menjelaskan hubungan antara media dengan kampanye
dengan audiens yang tepat akan mempengaruhi hasilnya. Media massa dapat memainkan peran
penting dalam menciptakan kesadaran pengetahuan, dalam mendorong komunikasi interpersonal,

dan dalam merekrut individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan kampanye.
Menurut Abrar (1995), media massa sesuai fungsi dan perannya tentu saja tidak akan
melewatkan begitu saja peristiwa yang memenuhi prinsip nilai berita secara umum, yakni adanya
konflik, kemajuan, penting, kedekatan, aktual, unik, manusiawi dan berpengaruh. Peristiwa
pilgub termasuk komunikasi politik cagub memenuhi kriteria layak untuk diberitakan dan
relevan dengan fungsi media massa dalam memberikan informasi, mendidik dan memengaruhi.
Ibarat gayung bersambut antara cagub dan media massa saling bersinergi, apalagi secara khusus
UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 77 (1) pada Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 telah mengatur agar media massa harus memberikan
kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye.
Media massa ikut ambil bagian dalam membuat berbagai peliputan untuk
menggambarkan perkembangan situasi dan kondisi terkait pilgub tersebut kepada masyarakat
luas. Tujuannya secara umum untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
masyarakat tentang peristiwa tersebut agar masyarakat dapat mempertimbangkan siapa diantara
kandidat kepala daerah yang paling tepat mereka pilih untuk memimpin wilayah tersebut lima
tahun ke depan.

Universitas Sumatera Utara

Peran media massa, menurut Stuart Hall dalam Sudibyo (2001) sebagai sumber dari

kekuasaan hegemoni dimana kesadaran khalayak dikuasai dan sebagai sumber legitimasi,
dimana lewat media pihak yang berkuasa dapat memupuk kekuasaannya tampak absah dan benar
lewat pemberitaan dimana khalayak tanpa sadar terbentuk kesadaran tanpa paksa.
Hamad (2004) menuliskan bahwa media massa memiliki kemampuan memengaruhi
bahasa dan makna, mengembangkan kata-kata baru serta makna assosiatifnya, memperluas
makna dari istilah yang ada, mengganti makna lama sebuah istilah dengan makna baru,
memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa. Menurutnya, bahasa
sebagai unsur penting dalam mengkonstruksi realitas, baik bahasa verbal (lisan dan tulisan)
maupun nonverbal (gambar, foto, gerak-gerik, grafik, angka, tabel dan lain-lain). Bahasa juga
menentukan citra atau gambaran pada khalayak atas realitas pada media massa, karena bahasa
mengandung makna.
Media massa dalam melaksanakan perannya tidak terhindar dari pengaruh internal dan
eksternal. Pengaruh internal seperti kebijakan redaksional, kepentingan pengelola media dan
relasi media dengan kekuatan politik tertentu. Pengaruh eksternal mencakup tekanan pembaca,
sistem politik yang berlaku dan kekuatan lainnya. Pengaruh internal dan eksternal tersebut
diyakini membuat media massa tidak dapat objektif sepenuhnya karena tidak bebas nilai,
sehingga media massa tidak merefleksikan realitas namun mengkonstruksikan serangkaian fakta
di lapangan.
Hamad (2004) menjelaskan, dalam pembentukan opini publik, media massa umumnya
melakukan tiga kegiatan sekaligus, yaitu menggunakan simbol-simbol politik (language of

politics), melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing strategies) dan melakukan fungsi

Universitas Sumatera Utara

agenda media (agenda setting function). Ketiga tindakan tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor internal seperti kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik,
kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu
dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistim politik yang berlaku dan
kekuatan-kekuatan lainnya.
Pandangan positivisme hanya melihat apakah suatu berita sudah disampaikan secara
benar menurut kaidah sintaksis dan semantik, berbeda dengan paradigma konstruktivis yang
memandang berita merupakan hasil konstruksi sosial pekerja-pekerja media.
Pekerja media menceritakan peristiwa dengan mengkonstruksikan berbagai realitas yang
ada. Isi media merupakan realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang
bermakna. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Pandangan konstruksionis
memandang khalayak bukanlah subjek yang pasif. Ia adalah subjek yang aktif dalam
menafsirkan apa yang dibaca. Setiap media massa mempunyai konstruksi dan pembingkaian
yang berbeda-beda atas suatu realitas atau peristiwa.
Althusser & Gramsci dalam Sobur (2004) menyebutkan media massa bukanlah sesuatu
yang bebas (independen), tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial dimana ada berbagai

kepentingan yang bermain dalam media massa seperti kebijakan redaksi, kepentingan
kapitalisme pemilik modal, kepentingan politik bahkan ideologi wartawan yang menulis berita.
Suatu realitas dapat saja ditonjolkan ataupun disamarkan dan bahkan dihilangkan dalam suatu
berita yang telah dikonstruksikan.
Peneliti, dengan berbagai latar belakang di atas, tertarik untuk melakukan penelitian atas
komunikasi politik cagub khususnya komunikasi politik cagub Sumatera Utara (cagubsu) pada

Universitas Sumatera Utara

berita kampanye perdana yang diterbitkan pada rubrik “Pentas Pilkada Sumut 2013” di Harian
Analisa dengan menggunakan Analisis Framing Pan dan Kosciki.
Komunikasi politik cagubsu yang menjadi objek penelitian peneliti adalah komunikasi
politik cagubsu H Gus Irawan Pasaribu, Drs Effendi MS Simbolon, Dr H Chairuman Harahap,
Drs H Amri Tambunan dan H Gatot Pujo Nugroho pada berita kampanye perdana di Harian
Analisa. Kampanye perdana merupakan kampanye resmi pertama yang waktunya ditentukan
serentak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara pada tanggal 20 Pebruari 2013.
Pilihan atas media ini didasarkan pada alasan bahwa Harian Analisa merupakan media umum
yang juga menerbitkan berita-berita politik dan merupakan media cetak dengan oplah terbesar di
Sumatera Utara dan memiliki rubrik khusus bernama “Pentas Pilkada Sumut 2013”, yang
berisikan berita terkait pilgubsu, termasuk komunikasi politik cagubsu pada saat kampanye

perdana.
Secara teknis sangat tidak mungkin seorang jurnalis memframing seluruh bagian berita,
atau dalam kata lain hanya berita yang terpenting yang akan menjadi objek framing jurnalis.
Menurut Abrar (2005) terdapat empat teknik yang bisa dipakai untuk memframing berita yaitu
defining problem, diagnosing causes, making moral judgement dan suggesting remedies. Teknik
defining problem digunakan hanya untuk memetakan dan mendefinisikan masalah berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang berlaku secara umum, mulai dari nilai material, sosial hingga
kultural. Teknik diagnosing causes, mendiagnosis akar permasalahan dengan mengidentifikasi
kekuatan-kekuatan yang terlibat dalam menciptakan permasalahan. Teknik making moral
judgement, memberikan penilaian moral terhadap permasalahan dan efek yang akan muncul.
Sedangkan teknik suggesting remedies, dimana media menawarkan solusi dengan menunjukkan
apa yang harus dilakukan disertai dengan efek yang mungkin terjadi.

Universitas Sumatera Utara

Peneliti memilih menggunakan analisis framing Pan & Kosciki untuk mengetahui
bagaimana pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya
dengan ide penulis dalam membuat berita. Pendekatan dengan struktur sintaksis dapat diamati
melalui bagan berita. Pendekatan dengan struktur skrip melihat bagaimana strategi bertutur atau
bercerita wartawan dalam mengemas berita. Pendekatan dengan struktur tematik yaitu

bagaimana seorang wartawan mengungkapkan suatu peristiwa dalam proposisi, kalimat atau
hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Pendekatan pada struktur
retoris adalah bagaimana seorang wartawan menekankan arti tertentu atau dalam kata lain
penggunaan kata, idiom, gambar dan grafik yang digunakan untuk memberi penekanan arti
tertentu.
Peneliti menyadari, nilai, etika dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral
dalam penelitian. Salah satu sifat dasar dari penelitian yang bertipe konstruksionis adalah
pandangan yang menyatakan peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai. Pilihan, etika, moral atau
keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses penelitian. Peneliti
adalah entitas dengan berbagai nilai dan keberpihakan yang berbeda-beda. Karenanya, bisa jadi
objek penelitian yang sama akan menghasilkan temuan yang berbeda di tangan peneliti yang
berbeda. Peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan menghasilkan temuan yang berbeda
pula.
1.2. Fokus Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana framing pemberitaan
komunikasi politik cagubsu pada berita kampanye perdana pilgubsu 2013 di rubrik “Pentas
Pilkada Sumatera Utara 2013” di Harian Analisa menurut Pan & Kosicki, meliputi :

Universitas Sumatera Utara


a. Bagaimana Struktur Sintaksis berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa
yang diamati dari bagan berita?
b. Bagaimana Struktur skrip berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa,
termasuk strategi bertutur atau bercerita yang digunakan wartawan dalam mengemas
berita?
c. Bagaimana Struktur tematik berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa, yang
digunakan wartawan dalam mengungkapkan suatu peristiwa dalam proposisi, kalimat
atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan?
d. Bagaimana Struktur retoris berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa,
dimana wartawan menekankan arti tertentu atau dalam kata lain penggunaan kata,
idiom, gambar dan grafik yang digunakan untuk memberi penekanan arti tertentu?

1.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana framing pemberitaan
komunikasi politik cagubsu pada berita kampanye perdana pilgubsu 2013 di rubrik “Pentas
Pilkada Sumatera Utara 2013” di Harian Analisa menurut Pan & Kosicki, mencakup :
a. Melihat struktur sintaksis dari bagan berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa.
b. Melihat struktur skrip, termasuk strategi bertutur atau bercerita yang digunakan wartawan
dalam mengemas berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa.


Universitas Sumatera Utara

c. Melihat struktur tematik yang digunakan wartawan dalam mengungkapkan suatu
peristiwa dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks
secara keseluruhan pada berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa.
d. Melihat struktur retoris, dimana wartawan menekankan arti tertentu atau dalam kata lain
penggunaan kata, idiom, gambar dan grafik yang digunakan untuk memberi penekanan
arti tertentu pada berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa.

1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini mencakup :
a. Aspek teoritis, yakni mengkaji atau memberikan penjelasan teoritik tentang konstruksi
media terhadap realitas dalam konteks komunikasi politik cagub yang berlaga dalam
pilgub khususnya pilgubsu tahun 2013 melalui paradigma konstruktivis dan analisis
Framing Pan & Kosciki dengan empat dimensi struktur teks meliputi struktur sintaksis,
skrip, tematik dan retoris.
b. Aspek praktis, yakni memberikan informasi kepada khalayak tentang kepentingan media
massa dalam kegiatan mengkonstruksikan realitas yang ada di lapangan dan memberikan
pengetahuan kepada masyarakat luas tentang sifat media yang tidak bebas nilai.
Termasuk kepentingan politik dan ekonomi yang akan berpengaruh terhadap isi produk
media.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARA CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH JAWA BARAT TAHUN 2013-2018.

0 6 35

HUBUNGAN TERPAAN PEMBERITAAN CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA BARAT 2013-2018 DI METRO TV DENGAN PERILAKU POLITIK MAHASISWA.

0 0 2

Komunikasi Politik Calon Gubernur (Studi Analisis Framing Pemberitaan Komunikasi Politik Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Di Harian Analisa)

0 2 13

Komunikasi Politik Calon Gubernur (Studi Analisis Framing Pemberitaan Komunikasi Politik Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Di Harian Analisa)

0 0 2

Komunikasi Politik Calon Gubernur (Studi Analisis Framing Pemberitaan Komunikasi Politik Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Di Harian Analisa)

0 0 35

Komunikasi Politik Calon Gubernur (Studi Analisis Framing Pemberitaan Komunikasi Politik Calon Gubernur Sumatera Utara 2013 Di Harian Analisa)

0 0 4

Pengaruh kampanye Politik Calon Gubernur Sumatera Utara terhadap Perilaku Memilih Masyarakat Kecamatan Medan Kota Kota Medan (Studi pada Pemilukada Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013)

0 0 12

Pengaruh kampanye Politik Calon Gubernur Sumatera Utara terhadap Perilaku Memilih Masyarakat Kecamatan Medan Kota Kota Medan (Studi pada Pemilukada Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013)

0 0 2

Pengaruh kampanye Politik Calon Gubernur Sumatera Utara terhadap Perilaku Memilih Masyarakat Kecamatan Medan Kota Kota Medan (Studi pada Pemilukada Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013)

0 0 7

Opini Mahasiswa Kota Medan Terhadap Iklan Politik Calon Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2018

0 0 10