Analisis perbandingan desentralisasi fiskal

http://epserv.fe.unila.ac.id

ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN DERAJAT DESENTRALISASI FISKAL
KABUPATEN/KOTA HASIL PEMEKARAN (UU NO.12 TAHUN 1999)
DI PROPINSI LAMPUNG (TAHUN ANGGARAN 2001-2006)
Oleh
Riska Ayu Damayantie

Salah satu realisasi dalam pelaksanaan Otonomi Daerah adalah pembentukan
daerah atau lebih di kenal dengan pemekaran daerah. Daerah di bentuk
berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,
sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang
memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.
Pembentukan daerah harus bermanfaat bagi pembangunan nasional pada
umumnya dan pembangunan daerah pada khususnya dengan tujuan meningkatkan
pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat yang secara tidak langsung
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah.
Pembentukan suatu Daerah Otonom Baru, tidak boleh mengakibatkan Daerah
Induk tidak mampu lagi melaksanakan Otonomi Daerahnya. Dengan demikian

baik daerah yang dibentuk maupun Daerah yang dimekarkan atau Daerah Induk
secara sendiri-sendiri dapat melaksanakan Otonomi Daerahnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Untuk melihat keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dalam hal pelaksanaan
kebijakan pemekaran daerah yang terjadi pada Daerah Tingkat II Kabupaten
Lampung Timur, Kabupaten Way Kanan, dan Kota Metro dan induk dari daerah
pemekaran yaitu Kabuapaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Utara
dapat dilihat dari Derajat Desentralisasi fiskal masing-masing kabupaten/kota.
Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan selama tahun anggaran 2001-2006
Derajat Desentralisasi Fiskal 3 (Tiga) daerah pemekaran dan 2(dua) daerah induk
pasca pemekaran menunjukan peningkatan yang tidak signifikan dibandingkan
dengan periode sebelum pemekaran dan peningkatannya tersebut belum mampu
untuk menjadikan daerah-daerah ini sebagai daerah yang benar-benar mandiri, hal
ini dikarenakan peningkatannya masih sangat relatif kecil.

Kemandirian tertinggi diantara 3 (tiga) daerah pemekaran dan 2 (dua) kabupaten
induk dimiliki oleh Kota Metro tidak lebih dari 25 persen dari PAD dan Bagi
Hasil Pajak Daerahnya. Hal ini berarti ketergantungan terhadap pusat masih
sangat besar sekali sehingga keberhasilan kebijakan pemekaran daerah selama
enam tahun lamanya yang seperti diharapkan belum benar-benar terwujud.

Ketergantungan 3 (tiga) daerah pemekaran maupun 2 (dua) daerah induk terhadap
pusat masih cukup tinggi, hal ini dikarenakan baik daerah pemekaran maupun
daerah induk belum mampu mengoptimalkan potensi daerah dalam meningkatkan
PAD. Penyebab utama rendahnya PAD pada gilirannya menyebabkan
ketergantungan terhadap subsidi dari pusat. Pertama, kurang berperannya
perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. Kedua adalah tingginya
derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan. Penyebab ketiga adalah kendati
pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bias diandalkan sebagai
sumber penerimaan. Faktor penyebab ketergantungan fiskal yang ke empat adalah
faktor politis. Adanya kekhawatiran apabila daerah mempunyai sumber keuangan
yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme. Faktor
terakhir penyebab adanya ketergantungan tersebut adalah kelemahan dalam
pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Oleh karena itu, alternatif solusi yang perlu diupayakan adalah dengan
peningkatan PAD baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi, sehingga
peluang-peluang baru untuk penerimaan daerah dapat digali.