BAB V MAPEL SEJARAH PLPG 2016(1)

BAB V
JAWA MASA CULTUURSTELSEL DAN
ETISCHE POLITIK

• KI : menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan
yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

• KD : menguasai materi Sejarah secara luas dan mendalam
• KKD :
 Menganalisis program penanaman komoditi pertanian di masa
Tanam Paksa

 Menganalisis dampak politik ethis terhadap perkembangan
sosio-ekonomi di Hindia-Belanda

 Menerangkan dampak politik pintu terbuka terhadap
perkembangan sosio-ekonomi di Hindia-Belanda

• Cultuurstelsel

MATERI


Era cultuurstelsel (tanam paksa) adalah masa penjajahan
yang sebenarnya, dalam arti Negara Belanda sebagai
Negara induk melakukan kebijakan kolonisasi terhadap
Hindia Belanda. Belanda memiliki hak dan kuasa
mengeksploitasi Hindia Belanda dengan legal tanpa
tantangan dari negara lain maupun kekuatan dalam
negeri.
Pendapat ini diajukan oleh Van den Bosch (1829) sebagai
usulan untuk mengganti kerugian yang dialami oleh
Belanda karena Perang Jawa.

Wilayah Pelaksanaan Cultuur
Stelsel

Komoditi pada pelaksanaan
Cultuur StelselPadi
Tebu

Jawa merupakan daerah andalan sebagai “ladang” emas akibat

kesuburan tanah dan ketersediaan tenaga kerja yang melimpah.
Perang ini tentu membutuhkan biaya yang sangat besar dan harus
tersedia dalam waktu relative singkat. Belanda berusaha untuk
menaklukkan Belgia pada 1831-1832, namun gagal. Dengan
terpaksa Belanda mengakui kemerdekaan Belgia pada 1839.
Perang Jawa meskipun terjadi lebih dahulu dari kasus Belgia,
perang ini berhasil menguras hampir seluruh keuntungan yang
diperoleh Belanda di tanah jajahan.
Ciri khas cultuurstelsel adalah kewajiban bagi rakyat Jawa untuk
membayar pajak dalam bentuk Natura berupa hasil pertanian yang
tertuang dalam Staatblad (Lembaran Negara) tahun 1834 no.22

Penyimpangan dalam praktek
Cultuurstelsel
• 1. sepertiga lahan (sawah) rakyat akan dipergunakan
untuk tanaman komersil. Pelaksanaannya, lahan yang
diperuntukkan bagi rakyat hanya sepertiga, sedangkan
duapertiganya untuk tanaman komersil.

• 2. kegagalan panen dikarenakan faktor alam dan hama,

sepenuhnya akan ditanggung oleh pemerintah colonial.
Pelaksanaannya, semua kegagalan panen ternyata
ditanggung oleh petani.

Dampak pelaksanaan
Cultuurstelsel
• Keadaan Sosial
Dalam pelaksanaannya, sistem tanam paksa (cultuurstelsel) memberikan
dampak pada perubahan sosial seperti :

1. Tuntutas administrative memaksa pejabat colonial Belanda harus berada di
lapangan untuk menjamin keterlaksanaan program, hal ini membuat pejabat
Jawa harus mendampingi. Suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

2. Pada budaya Jawa pedesaan, hanya pejabat desa yang dapat berinteraksi
langsung dengan rakyat/petani, pejabat diatas kepala desa/lurah hanya
mengeluarkan perintah yang akan dikerjakannya. Namun adanya
cultuurstelsel mengubah tradisi tersebut.

• Keadaan Ekonomi

Adapun perubahan yang terjadi akibat pelaksanaan cultuurstelsel dari segi
ekonomi dibagi atas 2 yaitu:

1. Bagi Belanda
Keuangan Belanda menjadi sangat stabil.
Perekonomian Belanda tumbuh dengan signifikan, sehingga Belanda tidak
lagi menjadi negara terbelakang dan miskin di Eropa.
2. Bagi Indonesia

Penderitaan rakyat Jawa terutama pada wilayah perkebunan tebu segera
tampak.

Terjadi kekurangan beras sebagai akibat real penanaman padi yang tidak
terawatt dan kurangnya areal tanaman padi. Kelangkaan padi membuat
harga jual padi menjadi mahal. Tahun 1844 terjadi gagal panen akibat hama
dan kemudian memunculkan bencana kelaparan di daerah Jawa.

Douwes Dekker yang pernah menjadi Resident Lebak dan
Probolinggo melalui karyanya Multatuli mengungkapkan
kesaksiannya atas penderitaan pribumi Jawa.

Secara berturut-turut penghapusan cultuurstelsel
diberlakukan sebagai berikut :
Tanaman lada (1862), Cengkeh dan Pala (1864), Nila, teh,
dan kayu manis (1865), Tembakau (1866). Kopi dan tebu
adalah komoditi terakhir yang dihapus karena sangat
menguntungkan.

2. Politik Pintu Terbuka
• Gerakan politik Pintu Terbuka di negeri Belanda dipelopori oleh para
pengusaha swasta. Oleh karena itu, kebebasan yang mereka
perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di
negeri Belanda berpendapat, bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut
campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar
kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta. Sedangkan pemerintah
bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana,
menegakkan hukum, dan menjamin keamanan serta ketertiban

• Sejak tahun 1850, kaum liberal berpengaruh besar dalam pemerintahan
di negeri Belanda. Bahkan kemudian dapat memegang pemerintahan.


Latar Belakang Politik Pintu
Terbuka
• Politik ekonomi liberal kolonial dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi
memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Hindia Belanda.
2. Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya (Indonesia). Hal itu dimaksudkan
agar para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan
modalnya di Indonesia. Periode Liberal adalah periode peningkatan eksploitasi Hindia
Belanda secara besar-besaran (Ricklef, 2001:269-270).
3. Adanya Traktat Sumatera pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda
untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat
mananamkan modalnya di Indonesia.

Pelaksanaan Politik Pintu
Terbuka

1). Reglement op het belied der regeriag in Nederlandsch-Indie (RR) (1854)


Berisi tentang tatacara pemerintahan di Indonesia. Perundangan baru ini menunjukkan kekuatan
kaum liberal-borjuis terus berkembang. Pada tahun 1926, RR diganti dengan Wet op de
Staatsinrichting van Nederlandsch Indie yang biasa disingkat IS.
2). Indische Comptaviliteit Wet (1867)
Berisi tentang perbendaharaan negara Hindia-Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan
anggaran belanja Hindia-Belanda harus ditetapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh
Parlement Belanda.
3). Suiker Wet
Undang-undang gula yang ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas
kepada para pengusaha swasta dalam perkebunan gula. Dalam undang-undang ini,ditetapkan sebagai
berikut :

a. Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap.
b. Pada tahun 1891 semua perusaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.

4). Agrarische Wet ( Undang-undang Agraria 1870)
Merupakan undang-undang agraria yang berlaku di Indonesia dari tahun 1870 sampai 1960 yang lahir akibat desakan dari
pemodal besar swastadi negeri Belanda. Agrarische Wet tercantum dalam pasal 51 dari Indische Staatsregeling (IS) yang
merupakan UUD Pemerintah Hindia-Belanda. Isi pokok dari Agrarische Wet adalah sebagai berikut


a.

Tanah di Indonesia dibedakan menjadi tanah rakyat dan tanah pemerintah

b.

Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa yang bersifat tidak bebas. Tanah tidak bebas
adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.

c.

Tanah rakyat tidak dapat dijual kepada orang lain

d.

Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta sampai jangka waktu 75tahun.

e.

Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai ada pembelian tanah yang melanggar hak-hak rakyat Indonesia asli


5). Agrarische Besluit (1870)
Jika Agrarische Wet ditetapkan dengan persetujuan parlemen, Agrarische Besluit ditetapkan oleh raja Belanda. Agrarische
Wet hanya mampu mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang agraria, sedangkan Agrarische Besluit mengatur hal-hal yang
lebih rinci, khususnya tentang hak-hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.

Perkembangan Perdagangan Politik Pintu Terbuka
• Keberadaan perkebunan besar mendorong munculnya usaha sector
jasa yaitu ekspor dan impor. Industri ekspor meruoaka penggerak
perekonomian Hindia Belanda dan berpengaruh pada sector
ekonomi lainnya.

• Komoditi primadona yang terus mengalami peningkatan permintaan
adalah gula, kopi, tembakau, karet, dan barang-barang tambang
seperti timah, bauxite dan lain-lain

• Pada tahun 1870 luas areal perkebunan mengalami peningkatan
yaitu tebu dari 54.760 bau menjadi 128.301 bau pada 1900. luas
areal gula semula 2.440.000 pikul pada 1870 meningkat menjadi
12.050.544 pikul pada tahun 1900. hal serupa terjadi pada teh dan

tembakau yang pada saat itu memiliki harga yang sangat bagus.

Dampak Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka
1. Harga gula dan kopi jatuh setelah tahun 1855 sehingga keuntungan yang
diperoleh juga menurun secara significal. Menyusul harga tembakau tahun
1891 yang jatuh di pasar internasional. Penurunan harga tembakau ini
cukup serius sehingga membahayakan kelangsungan hidup perkebunan
tembakau di deli.

2. Penurunana keuntungan komoditi berimbas pada jasa keuangan atau
perbankan yang hidup dari perkebunan. Kredit macet menjadi ancaman
yang menjatuhkan lembaga keuangan hindia belanda.

3. Perkembangan usaha perkebunan yang pesat dan sangat menguntungkan
tersebut ternyata hanya dinikmati oleh para pengusaha dan pemerintah
Belanda. Rakyat pribumi tetap masih dalam kemiskinan.

4. Ketersediaan produksi pangan mengalami sedikit penurunan dari
pertumbuhan penduduk.


Politik Etis
• Politik Etis yang diprakarsai van de Venter, awalnya disambut
baik oleh seluruh masyarakat karena kebijakan-kebijakannya
dianggap mulai menunjukan sisi kemanusiawian. Politik etis
dilaksanakan dengan pemberian bantuan sebesar f.40 juta
gulden

• Politik etis membawa perubahan cara pandang terhadap Hindia
Belanda. Politik yang dimulai dengan politik kesejahteraan
adalah akibat berbagai pemberitaan tentang kemerosotan
hidup rakyat.

Edukasi
1. Di bidang pendidikan terjadi peningkatan jumlah sekolah
dengan signifikan. Meskipun tujuan pendirian sekolah
adalah untuk mendapatkan tenaga kerja terdidik dan murah
, namun berhasil menjadi sarana pemunculan kesadaran
akan hak dan persamaan hak.
2. Pada akhir abad ke-19, terdapat 721 sekolah rendah,
dengan jumlah murid 131.000. Tahun 1907 Sekolah Kelas 2
(sekolah ongko loro) diperluas dengan didirikannya sekolah
kelas 1. Pada tahun 1912, sekolah kelas 1 diubah menajdi
HIS (Holland Indische School) dengan Bahasa pengantar
Bahasa belanda pada anak sekolah dasar.
3. Perluasan pendidikan di kalangan pribumi meningkatkan
jumlah pribumi terdidik yang secara tidak langsung
meningkatkan kesadaran identitas.

Politik etis dalam segi pendidikan

Migrasi

• Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerahdaerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik
Belanda. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri,
pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu
peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan
diri akan dicari dan ditangkap polisi , kemudian dikembalikan
kepada mandor/pengawasnya.

• Demi memudahkan penguasaan etnis maka wilayah kota
dibagi-bagi dalam berbagai sub area hunian, dapat dilihat di
Jakarta antara lain adanya kampung Melayu, kampung Bali,
kampung Jawa, dan lain-lainnya. Khusus untuk etnis Ambon
mendapatkan area hunian yang terpisah dengan etnis lainya.
Pemisahan ini disebabkan oleh orang Ambon banyak yang
menjadi Belanda untuk menyebarkan agama Kristen sama
halnya
etnis
Batak
dan
Manado.(Mansur,
Ahmad,

Politik Etis dari segi Migrasi

Irigasi
• Sejak

tahun 1883-1898 telah dibuat bangunan-bangunan produktif
sepertijalan kereta api sebesar f. 231 juta, pelabuhan f. 61 juta dan pengairan
f. 49 juta. Sebagian besar dari pembiayaan dapat ditutup dengan pajak-pajak
terutama dari perusahaan dan perkebunan dandengan pinjaman-pinjaman
baru.

• Pihak pemerintah telah dibangun secara besar-besaran sejak tahun 1885
bangunan-bangunan irigasi di Brantas dan Demak seluas 96.000, pada tahun
1902 menjadi 173.000 bau. Menurut rencana tahun 1890 akan dibangun
irigasi seluas 427.000 bau selama 10 tahun, akan tetapi pada tahun 1914
hanya terlaksana 93.000 bau.

• Pembangunan irigasi, baik sarana dan prasarananya sebagai instrumen
kebijakan publik diperkenalkan pertama kali oleh pemerintah Hindia Belanda
pada akhir abad 19. Terdapat beberapa alasan pemerintah Hindia Belanda
menjadikan Irigasi sebagai instrumen dasar kebijakan. Pertama, irigasi
dianggap efektif dalam memecahkan persoalan kelaparan yang terjadi hampir
sepanjang tahun akibat gagal panen di beberapa wilayah, terutama di Jawa
Tengah. Kedua, irigasi sebagai instrumen kebijakan publik berkaitan dengan

Politik Etis dari segi
Irigasi