POLA KONSELING SPIRITUAL DALAM MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HIDUP BAGI ABDHI DHALEM PONDOK PESANTREN MIFTAKHUL ULA DESA.NGLAWAK, KEC.KERTOSONO KAB.NGANJUK.

(1)

POLA KONSELING SPIRITUAL DALAM MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HIDUP BAGI ABDHI DHALEM PONDOK PESANTREN MIFTAKHUL ULA

DESA.NGLAWAK, KEC.KERTOSONO KAB.NGANJUK SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)

Oleh : lutfi maulana NIM.B03211018

PROGRAM STUDY BIMBINGAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vii

ABSTRAK

Lutfi Maulana (B03211018), “Pola Konseling Spiritual Dalam Meningkatkan Kebermaknaan Hidup Bagi Abdhi Dhalem Pondok Pesantren Miftakhul Ulla di

Desa Nglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk.

Fokus penelitian ini meliputi : 1) Bagaimana pola konseling spiritual dalam meningkatkan kebermaknaan hidup bagi abdhi dhalem pondok pesantren Miftakhul Ulla desa Nglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk. 2) Apa yang melatar belakangi santri sehingga mau menjadi Abdhi Dhalem di pondok pesantren Miftakhul Ulla desa Nglawak kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk .

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriftif komparatif. Sedangkan dalam pengumpulan data melalui observasi, wawancara.

Terkait erat antara hasil pelaksanaan pola konseling spiritual dalam meningkatkan kebermaknaa hidup bagi abdhi dhalem pondok pesantren miftakhul ulla desa nglawak kecamatan kertosono kabupaten ngajuk dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini dapat dibuktikan dengan selain adanya kesaksian lewat sesi wawancara dengan klien maupun adanya perubahan pada diri klien dan dengan melihat skala penilaian dan wawancara dengan klien (Abdhi Dhalem), Masyarakat desa Nglawak Kertosono Nganjuk, guru Pengajar ngaji di Pondok Pesantren Miftakhul ulla, kepala desa nglawak, Kh Abdul Qodir. Hasil akhir dari pelaksanaan pola konseling spiritual dalam penelitian ini cukup berhasil yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan perilaku pada sikap dan perilaku konseli yang kurang baik menjadi lebih baik dari tercapainya aspek-aspek kebermaknaan hidup yang diinginkan.


(7)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Konsep ... 9

F. Metode Penelitian ... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 16

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 17

3. Jenis dan Sumber Data ... 17

4. Tahap-tahap Penelitian ... 18

5. Tehnik Pengumpulan Data ... 20

6. Tehnik Analisiss Data ... 21

7. Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data... 22

G. Sistematika Pembahasan ... 25

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis ... 27

1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 27

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam ... 27

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ... 29

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam ... 31

d. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam ... 32

e. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam ... 34

2. Konseling Spiritual ... 38

a. Pengertian Konseling Spiritual ... 38

b. Tujuan Konseling Spiritual ... 41

c. Model-Model Konseling Spiritual ... 42

d. Methode Konseling Spiritual ... 43

3. Kebermaknaan Hidup ... 45

a. Pengertian Kebermaknaan Hidup ... 45

b. Aspek-Asprk Kebermaknaan Hidup ... 47

c. Faktor yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup ... 49

d. Hidup bermakna dalam pandangan Psikologi ... 51

e. Komponen Kebermaknaan Hidup ... 52


(8)

xii

4. Pondok Pesantren...54

a. Pengertian Pondok Pesantren...54

b. Unsur-Unsur Dalam Pondok Pesantren...56

c. Tipologi Pondok Pesantren...59

d. Fungsi Dan Peran Pondok Pesantren...61

5. Abdhi Dhalem. ... 66

a. Pengertian abdhi dhalem. ... 66

b. Macam-macam abdhi dhalem. ... 67

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 68

BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 71

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 71

2. Pondok Pesantren Miftakhul Ulla...76

3. Deskripsi Konselor ... 80

4. Deskripsi Klien ... 81

5. Deskripsi Masalah ... 96

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 98

1. Deskrips dan Gambaran Pelaksanaan Pola Konseling Spiritual Yang di Terapkan Bagi Para Abdhi Dhalem Pondok Pesantren Miftakhul Ulla Desa Nglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk. ... 98

2. Hasil Akhir Dari Penelitian, Pola Konseling Spiritual Bagi Kebermaknaan Hidup Abdhi Dhalem Pondok Pesantren Miftakhul Ulla Desa Nglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk. ... 103

BAB IV : ANALISIS DATA 1. Analisa Faktor- Faktor Peningkatan Kebermaknaan Hidup Bagi Para Abdhi Dhalem Pondok Pesantren Miftakhul Ulla Desa Nglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk. ... 108

2. Analisa Data Hasil Akhir dari Pola Konseling Spiritual Bagi Kebermaknaan Hidup Para Abdhi Dhalem Pondok Pesantren Miftakhul Ulla Desa Nglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk ... 112

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 117 DAFTAR PUSTAKA


(9)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 batas wilayah Kelurahan Nglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk.

Tabel 1.2 jumlah penduduk Kelurahan Nglawak Kecamatan


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pilihan jalan hidup manusia amatlah beragam, sungguh manusia merupakan makhluk yang amat sangat diberikan keleluasaan oleh Allah SWT untuk memilih jalan hidupnya masing-masing terlepas apakah itu baik ataukah buruk. Pilihan-pilihan itu dapat kita identikkan sebagai cita-cita, pencapaian, harapan, keinginan, ketika hidup di dunia. Semisal saya maupun anda tentu memiliki cita-cita, taraf pencapaian, keinginan, harapan yang berbeda-beda. Ada yang bercita-cita menjadi pilot, menjadi presiden, ada pula yang ingin menjadi pengusaha muda yang sukses harta melimpah ruah tujuh turunan tak habis walaupun tumpah-tumpah, dan lain sebagainya.

Tentu saja, setiap pilihan – pilihan tersebut ada konsekuensi yang berupa peluang, tantangan, rintangan, hambatan, yang tidak mungkin terlepaskan dari setiap pilihan tadi. Terlepas dari nilai-nilai positiv maupun negatif, pilihan jalan hidup manusia amatlah beragam. Dan semua pilihan tersebut pastilah bersandar pada sebuah tujuan, atau pengharapan, atau cita-cita akan kehidupan yang diinginkan.

Pengharapan, pencapaian ataupun cita-cita ialah awal dari setiap kemungkinan hidup yang terjadi baik itu berupa keberhasilan ataupun tertundanya kemungkinan keberhasilan. Semua it terjadi atas segala


(11)

2

konsekuensi antara keinginan dan proses perealisasian keinginan tersebut. Maka tidak jarang pula seseorang mengalami problema dalam menjalani proses pendewasaan atau proses pencapaian harapan. Dari itu persoalan-persoalan seputar krisis kebermaknaan hidup sedikit demi sedikit mengganggu proses keseharian manusia tersebut. Yang dimaksud dengan krisis kebermaknaan hidup dalam konteks pembahasan penelitian ini iala suatu kondisi kurangnya kepercayaan diri dalam menghadapi kehidupan, kurang adanya semangat dalam menjalani kehidupan, ataupun mengalami krisis pandangan dalam menilai kehidupan yang hendak diinginkan.

Dalam kondisi krisis identitas ini“Self concept,1 Stuart dan

Sudeen, Self Consept adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan

pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain”. Kondisi krisis identitas seseorang dapat dimungkinkan sangat kacau, karena proses pencarian jati diri. Dalam prespektif Islam maupun konseling spiritual, seseorang yang dalam kondisi seperti itu hendaknya segera mengembalikan diri kepada khitah yang sebenarnya, dalam hal ini ialah manusia yang mengabdikan diri kepada Allah SWT. Taat, Berikhtiar, bertawakal istiqomah dan sikap tawadlu’ kepada Allah SWT. Lalu muncul pertanyaan, “Mengapa manusia harus menjadi pribadi yang demikian?”, inilah salah satu ayat yang akan menjadi salah satu jawaban dari pertanyaan tersebut :

1Sunaryo, Self Consept: “Psikologi untuk Keperawatan”. EGC 2004. : Jakarta


(12)

3

Artinya : … Sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri … ( QS. Ar-Ra’du 11 )

Dalam Al-Quran, ada banyak ayat yang berbicara mengenai tawakal ini, setidaknya, ada 70 ayat. Di antara ayat-ayat tersebut adalah QS. Ali ‘Imran/3 ayat 159, yang Artinya: Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Seseorang dalam menjalani kehidupannya mungkin saja hasrat untuk hidup secara bermakna tidak terpenuhi, hal ini antara lain karena kurang disadari bahwa dalam kehidupan dan dalam pengalaman masing-masing terkandung makna hidup potensial yang dapat ditemukan dan dikembangkan. Selain itu, mungkin pula pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan teknik-teknik menemukan makna hidup belum dipahaminya2.

Pencarian manusia mengenai makna merupakan kekuatan utama dalam hidupnya dan bukan suatu “rasionalisasi sekunder” (selalu membuat alasan-alasan yang mendorong perilaku irasional) dari bentuk-bentuk insting, makna tersebut adalah unik dan spesifik yang harus dan dapat disikan oleh dirinya sendiri, hanya dengan itu seseorang akan

2

Bastaman. (1996). Meraih hidup bermakna: Kisah pribadi dengan pengalaman tragis.

Jakarta: Paramadina


(13)

4

memperoleh sesuatu yang penting yang akan memuaskan keinginannya untuk memaknai3.

Bukhori menyatakan bahwa kebermaknaan hidup adalah kualitas penghayatan individu terhadap keberadaan dirinya, yang memuat hal-hal yang dianggap penting, dirasakan berharga, diyakini sebagai sesuatu yang dianggap benar dan dapat memberikan arti khusus yang menjadi tujuan hidup seseorang dan apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan hidup berarti dan berharga bagi dirinya sendiri dan sesama

serta menimbulkan kebahagiaan. Sedangkan Menurut Frankl4, makna

hidup adalah suatu keadaan di mana individu menghayati hidupnya sebagai kehidupan yang penuh arti dengan memahami bahwa dalam setiap peristiwa terdapat hal penting yang berharga dan berarti, sehingga individu menemukan alasan untuk tetap bertahan hidup.5

Bastaman menyatakan bahwa terdapat tiga sumber atau nilai yang dapat digali oleh seseorang dalam hidupnya untuk menemukan makna hidup serta hidup dengan lebih bermakna. Ketiga nilai itu adalah: Nilai karya; memberikan sesuatu yang berharga dan berguna pada kehidupan, Nilai pengalaman / penghayatan; apa yang kita ambil dari dunia, seperti misalnya mendengarkan musik, menikmati keindahan alam, dan menikmati hubungan dengan orang yang dikasihi, Nilai sikap; mengambil 3

Frankl. V. (2003). Logoterapi: terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi (Terj.Murtadlo). Yogyakarta: Kreasi Wacana.

4

Frankl. V. Logoterapi: terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi

Terj.Murtadlo.(Yogyakarta: Kreasi Wacana 2003), hal 43.

5

Bukhori, B. Kesehatan mental mahasiswa ditinjau dari religiusitas dan kebermaknaan hidup. Psikologika, Vol. 11, Nomor 22, juli 2006, hal. 93-105.


(14)

5

sikap positif tentang pengalaman tragis yang tidak bisa diubah, dalam hal ini yang dapat diubah adalah sikap bukan peristiwa tragisnya6.

Menurut Bastaman, setiap manusia selalu mendambakan kehidupan yang bermakna, sehingga selalu berusaha mencari dan menemukannya. Makna hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti, mereka yang berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasakan kebahagiaan. Oleh sebab itu setiap seseorang menginginkan dirinya menjadi orang yang berguna dan berharga bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Seseorang mempunyai cita-cita dan tujuan hidup yang diperjuangkan dengan penuh semangat dan menjadi arahan bagi segala aktivitasnya. Seseorang juga mendambakan dirinya menjadi orang yang selalu bertanggung jawab, paling tidak bagi dirinya sendiri, serta menjadi orang yang mampu menentukan sendiri apa yang dilakukannya dan apa yang paling baik bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. Begitu pula dengan yang diinginkan oleh para Khadam atau Abdi dhalem Pondok Pesantren, yang menginginkan hidupnya bermakna.7

Adapun dalam penelitian ini salah satu proses pencapaian kebermaknaan hidup yang dipilih oleh beberapa orang yang dalam

6

Bastaman, H.D. Meraih hidup bermakna: Kisah pribadi dengan pengalaman tragis. (Jakarta: Paramadinan 1996), hal 77-83

7

Bastaman, H.D. Meraih hidup bermakna: Kisah pribadi dengan pengalaman tragis.(Jakarta: Paramadina 1996), hal 60-71


(15)

6

penelitian ini orang-orang tersebut ialah para Abdhi dhalem, yang dalam hal ini adalah orang yang belajar ilmu agama atau Mondok yang kemudian juga melaksanakan tugas pengabdhian diri kepada pondok pesantren. Pada konteks penelitian ini peneliti mengkategorikan bahwa kegiatan pengabdian tersebut merupakan salah satu bagian dari suatu pola konseling spiritual yang di laksanakan di pondok pesantren Miftakhul Ulla. Pengartian pondok pesantren merupakan tempat terlaksananya pendidikan, penempaan mental dan spiritual. Pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan dan penyiaran islam yang terdiri dari berbagai unsur baik unsur fisik maupun non fisik, unsur fisik terdiri dari 1. Memiliki beberapa bangunan yang terdiri dari rumah atau kediaman pengasuh (di daerah jawa di sebut Kyai, sedang di sunda disebut Ajengan, di daerah madura disebut Nun atau Bendhara), Sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran diberikan. (Madrasah), dan tempat tinggal bagi para siswa pesantren.8 2. Santri (siswa) 3. Kyai (Pengasuh) 4. Kitab (Buku Pelajaran). Dan unsur non fisik yaitu: 1. Hubungan santri dan pengasuh 2. Sistem pengajaran 3. Hubungan anggota pesantren dengan masyarakat sekitar. Abdurrahman Wahid menyebut pesantren sebagai subkultur, sebab pesantren memiliki keunikan tersendiri dalam tiga aspek berikut: cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti, dan hierarki kekuasaan intern yang ditaati sepenuhnya. Keunikan ini berakar dari prinsip pendidikan pesantren adalah mengedepankan pembelajaran

8

M. Dhawam Raharjo dalam “Pergulatan Dunia Pesantren, membangun diri dari bawah”

M.Dawam Raharjo, (Jakarta, P3M, 1985)hlm.77


(16)

7

agama yang diimplementasikan secara langsung. Segala macam aspek kehidupan santri di pesantren didasarkan pada nilai agama yang ditransformasikan dalam interaksi para penghuni pesantren. Pendidikan pesantren menekankan bahwa segala macam aspek kehidupan bisa bernilai ibadah bila dilandasi niat yang tepat dan ikhlas. Konsep seperti ini tentu mendukung pembentukan karakter individu.9 Dari serangkaian kegiatan pembelajaran dan pengabdian di pondok pesantren demikianlah yang akhirnya menjadi tempat bagi para Abdhi Dhalem dalam mendedikasikan diri dan mencari jalan menuju kebermaknaan hidup yang di cari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka peneliti memfokuskan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola konseling spiritual dalam meningkatkan

kebermaknaan hidup bagi abdhi dhalem Pondok Pesantren Miftakhul Ulla Desa Nglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk?

2. Apa makna yang di dapat oleh para abdhi dhalem setelah

melaksanakan pengabdhian diri kepada pondok pesantren dalam hal ini pengabdian merupakan salah satu bagian dari proses konseling spiritual?

9

Abdurrahman Wahid dalam “Bunga Rampai Pesantren Kumpulan Tulisan dan Karangan Abdurrahman Wahid, Pesantren Tebu Ireng, Jombang”(CV.Dharma Bhakti) hlm. 19


(17)

8

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mejelaskan pola konseling spiritual dalam perannya meningktkan

Kebermaknaan Hidup bagi Abdhi Dhalem Pondok Pesatren Miftakhul Ula Desa Nglawak, Kec kertosono Kab nganjuk.

2. Mengetahui makna apa yang di dapat oleh para abdhi dhalem setelah melaksanakan pengabdhian diri kepada pondok pesantren dalam hal ini pengabdian merupakan salah satu bagian dari proses konseling spiritual.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap akan munculnya pemanfaatan hasil penelitian ini secara teoritis dan praktis bagi para pembacanya. Diantara manfaat penelitian ini baik secara teoritis dan praktis dapat peneliti uraikan sebagai berikut

1. Segi teoritis:

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam bidang Bimbingan dan Konseling Islam dalam hal ini Konseling Spiritual tentang nilai-nilai dan kebermaknaan hidup bagi diri seorang Abdhi Dhalem Pondok Pesantren Miftakhul Ula.

b. Untuk memperkuat teori-teori bahwa bimbingan dan konseling

Islam dalam konteksnya Konseling Spiritual mempunyai peranan pada setiap kehidupan manusia dalam keterkatitanya dengan proses peningkatan kebermaknaan hidup.


(18)

9

2. Segi praktis:

a. Penelitian ini diharapkan dapat memproyeksikan

gambaran-gambaran proses dalam peningkatan kebermaknaan hidup seorang Abdhi Dhalem.

b. Bagi konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu khasanah untuk terus di kaji tentang proses peningkatan kebermaknaan hidup.

E. Definisi Konsep

Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap judul, serta memudahkan pembaca memahaminya, maka penulis perlu menjelaskan penegasan dalam judul tersebut. Adapun judul skripsi ini adalah konseling spiritual dalam meningkatkan kebermaknaan hidup bagi abdhi dhalem pondok pesantren miftakhul ula desa nglawak kecamatan kertosono kabupaten nganjuk. . Adapun rincian definisinya adalah:

1. Konseling Spiritual

Istilah konseling diambil dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang bearti “dengan” atau “bersama” atau dapat diartikan “menerima” atau “memahami”. Konseling dapat diartikan dengan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami


(19)

10

sesuatu masalah (klien) yang bermuara atas teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.10

Dalam bahasa arab kata konseling disebut al-Irsyad atau Al-Itisyarah. Secara etimologi kata al-irsyad berarti alhuda yang artinya petunjuk sedangkan al istisyarah berarti talaba minh al-masyurah/an-nashihah yang berarti meminta nasihat atau konsultasi.11

Spiritual adalah hubungan antara manusia dengan tuhannya atau dapat disebut dengan jiwa religi seseorang. Jadi konseling spiritual adalah konseling yang mengarahkan konseli kepada Tuhan dengan asumsi dasar bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan. Manusia mengalami putus hubungan dengan Tuhan akibat dosa. Akibat lanjutan dari dosa adalah manusia mengalami luka batin yang perlu disembuhkan melalui relasi konseling (Witoha). Proses penyembuhan dicapai melalui strategi konseling yang merupakan rencana dasar intervensi guna mencapai tujuan konseling, yaitu penyembuhan luka batin. Strategi yang dibangun atas dasar asumsi manusia sebagai citra Allah itu terdiri atas berbagai teknik konseling.12

10

Prayitno dan Erman Amti; Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling ; PT Rineka Cipta; Jakarta; 2004: hl.99

11

Boning Sinta;http: // boningsinta.blogspot.com/ 2012 / 12 / makalah.html/ diakses 2 februari 2016

12

Oxygendistro;http://oxygendistro.blogspot.com/2011/05/makalah-pendekatan-konseling-spritual.html// diakses3maret2016


(20)

11

2. Kebermaknaan Hidup (Meaning Of Life)

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang selalu berusaha untuk memaknai hidupnya. Pada beberapa orang, pencarian makna hidup bisa berakhir dengan keputusasaan. Keputusasaan dan kehilangan makna hidup ini merupakan neurosis, dan Frankl menyebut kondisi ini noogenic neurosis. Sebutan itu bermakna bahwa neurosis ini berbeda dengan yang disebabkan oleh konfliks psikologis dalam individu. Noogenic neurosis menggambarkan perasaan tidak bermakna, hampa, tanpa tujuan dan seterusnya.Orang-orang seperti ini berada dalam kekosongan eksistensial (existential vacuum). Tetapi Frankl mengatakan bahwa kondisi tersebut lumrah terjadi di zaman modern ini. Frankl menganggap bahwa makna hidup itu bersifat unik, spesisfik, personal sehingga masing-masing orang mempunyai makna hidupnya yang khas dan cara penghayatan yang berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lainnya. Frankl menandai adanya dua tahapan pada sindroma ketidak bermaknaan tersebut.13

Tahap awal dari sindroma ketidak bermaknaan adalah frustasi eksistensial (exsistential frustration) atau sering disebut kehampaan eksistensial (exsistetial vacuum) yaitu fenomena umum yang berkaitan

13

Frankl.V. (2004). Logoterapi: terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi (Terj.Murtadlo). Yogyakarta: Kreasi Wacana.


(21)

12

dengan keterhambatan atau kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna.14

Frustasi eksistensial sejauh tidak disertai simptom-simptom klinis tertentu, bukanlah suatu penyakit dalam pengertian klinis, melainkan suatu penderitaan batin yang berkaitan dengan ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri dan mengatasi masalah-masalah persoalanya secara efisien.15

Tahapan kedua adalah neurosis noogenik (noogenic neuroses), yaitu suatu manifestasi khusus dari frustasi eksistensial yang ditandai dengan simptomatologi neurotik klinis tertentu yang tampak.16

Frankl menggunakan istilah neurosis noogenik untuk membedakan degan keadaan neurosis. somatogenik, yaitu neurosis yang berakar pada kondisi fisiologis tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis yang bersumber pada konflik - konflik psikologis.

Aspek-aspek kebermaknaan hidup Menurut James Crumbaugh

& Leonard Maholick,17 kebermaknaan hidup individu dapat

diidentifikasi melalui enam aspek dasar, yaitu :

14

Koeswara, E. (1992). Logoterappi. Yogyakarta: Kanisius.

15

Frankl.V.Logoterapi: terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi

(Terj.Murtadlo,(Yogyakarta: Kreasi Wacana 2003),hal73-79.

16

Koeswara,E. Logoterappi. (Yogyakarta: Kanisius 1992),hal87-89.

17

Koeswara, E. Logoterappi. (Yogyakarta: Kanisius 1992),hal92-95.


(22)

13

a. Arti hidup; makna hidup adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan berharga bagi kehidupan individu, memberi nilai yang spesifik, serta dapat dijadikan sebagai tujuan hidup bagi individu tersebut.

b. Kepuasan hidup; Kepuasan hidup adalah penilaian seseorang

terhadap hidup yang dijalaninya, sejauh mana ia mampu menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup dan segala aktivitas yang telah dilakukannya.

c. Kebebasan; kebebasan adalah bagaimana individu merasa mampu untuk mengendalikan kebebasan hidupnya secara bertanggung jawab.

d. Sikap terhadap kematian; sikap terhadap kematian adalah persepsi tentang kesiapan individu terhadap kematian yang pasti akan dihadapi oleh setiap manusia.

e. Pikiran tentang bunuh diri; pikiran tentang bunuh diri adalah persepsi tentang jalan keluar dalam menghadapi masalah hidup bahwa bunuh diri bukan merupakan solusi.

f. Kepantasan untuk hidup; kepantasan untuk hidup adalah evaluasi individu terhadap hidupnya sendiri, sejauh mana ia merasa bahwa apa yang telah ia lalui dalam hidupnya merupakan sesuatu yang wajar, sekaligus menjadi tolok ukur baginya tentang mengapa hidup itu layak untuk diperjuangkan.


(23)

14

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup Frankl berpendapat bahwa secara hakiki manusia mampu menemukan kebermaknaan hidup melalui trandensi diri. Salah satunya dengan mengambil ajaran-ajaran agama yang diterapkan pada sebuah kehidupan. Namun Di Muzio berpendapat untuk menemukan makna hidup tidak selalu berkaitan dengan persoalan agama , melainkan bisa dan sering kali merupakan filsafat hidup yang sifatnya sekuler, bahkan manusia dapat menemukan makna tanpa kehadirantuhan. Manusia dapat menemukan makna melalui realisasi nilai-nilai manusiawi yang meliputi18;

 Nilai-nilai kreatif

Menurut Frankl nilai-nilai kreatif adalah apa yang diberikan individu pada kehidupan. Nilai nilai ini diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif dan produktif, biasanya berkenaan dengan suatu pekerjaan. Namun nilai-nilai ini dapat diungkap dalam semua bidang kehidupan. Makna diberikan kepada kehidupan melalui tindakan yang menciptakan suatu hasil yang kelihatan atau suatu ide yang tidak kelihatan, atau dengan melayani orang lain.

 Nilai-nilai pengalaman

Nilai-nilai pengalaman menurut Frankl adalah apa yang diterima olehindividu dari kehidupan.Misalnya menemukan 18

Frankl.V.Logoterapi: terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi (Terj.Murtadlo, (Yogyakarta: Kreasi Wacana 2003),hal80-83


(24)

15

kebenaran, keindahan dan cinta.Nilai-nilai pengalaman dapat memberikan makna sebanyak nilai-nilai daya cipta.

Ada kemugnkinan individu untuk memenuhi arti kehidupan dengan mengalami berbagai segi kehidupan secara intensif meskipun individu tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan yang produktif.

 Nilai-nilai sikap

Nilai-nilai sikap adalah sikap yang diberikan individu terhadap kodratkodrat yang tidak dapat diubah, seperti penyakit, penderitaan atau kamatian. Situasi-situasi buruk yang dapat memberikan keputusasaan dan tanpa harapan dapat memberikan kesempatan yang sangat besar bagi individu untuk menemukan makna hidupnya. Nilai-nilai sikap ini menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dihilangkan seperti kematian, bencana, sakit yang tidak dapat disembuhkan dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal.

3. Abdhi Dhalem

Menurut bahasa kata abdhi sendiri berarti pelayan, bawahan atau hambah, sedangkan istilah abdhi dhalem lebih condong pada seseorang yang mengabdikan diri kepada keraton atau raja dengan


(25)

16

segala aturan yang ada. Namun kalau di tinjau dari segi bahasa kata dhalem sendiri berarti internal jadi dapat di simpulkan bahwa abdhi dhalem tidak hanya mengapdikan diri pada keraton atau raja saja.19

Menurut penulis sendiri kata Abdhi dhalem di sini lebih condong pada orang yang mengabdikan diri pada kiai atau pondok pesantren, dimana orang tersebut selain belajar ilmu agama di pondok pesantren mereka juga mengabdikan diri pada pondok pesantren tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif etnografi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, perspesi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.20 Jadi pendekatan yang penulis gunakan pada penelitian ini digunakan untuk memahami fenomena yang dihadapi oleh konseli secara menyeluruh yang di

19

Meity taqdir qodratilah, Kamus bahasa indonesia untuk pelajar, (Jakarta: DEPDIKBUD, 2011), h, 14

20

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hal. 9


(26)

17

deskripsikan melalui kata-kata, bahasa, konsep, teori dan definisi secara umum.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini terdapat tiga subyek yang menjadi sasaran oleh peneliti, antara lain:

a. Beberapa Santri yang berstatus khusus “Abdhi Dhalem Pondok Pesantren Miftakhul Ula desa Nglawak kec Kertosono kab Nganjuk”.

b. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua, guru wali kelas, saudara-saudara, tetangga dan teman-teman konseli.

Lokasi penelitian ini bertempat di DesaNglawak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk..

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata verbal (diskripsi) bukan dalam bentuk angka. Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah:

1) Data primer yaitu data yang langsung diambil dari sumber pertama di lapangan. Dalam data primer ini dapat diperoleh keterangan kegiatan keseharian, tingkah laku, latar belakang dan prose keseharian pengabdian diri, sebagai proses pencarian ataupun peningkatan kebermaknaan hidup.


(27)

18

2) Data sekunder yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber guna melengkapi data primer.21 Di peroleh dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan konseli, riwayat pendidikan konseli, dan perilaku keseharian konseli.

b. Sumber data

Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.

1) Sumber Data Primer yaitu sumber data yang langsung

diperoleh penulis di lapangan yaitu informasi dari klien. 2) Sumber Data Sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari

orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data primer.22 Sumber ini bisa diperoleh dari Konselor atau Kiai dalam pesantren Miftakhul Ulla, Klien yaitu Para santri Abdhi Dhalem Pondok pesantren Teman santri, guru pondok pesantren, warga sekitar pondok pesantren.

4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga tahapan dalam penelitian, sebagaimana yang ditulis oleh Lexy J. Moleong dalam

21

Burhan Bungin, metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif (Surabaya: Universitas Airlangga, 2001), hal. 128

22

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hal. 129.


(28)

19

bukunya “Metode Penelitian Kualitatuf”. Tiga tahapan tersebut antara lain:

a. Tahap Pra Lapangan

Tahapan ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian , mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan perlengkapan dan persoalan lapangan, semua itu digunakan peneliti untuk memperoleh deskripsi secara global tentang obyek penelitian, yang akhirnya menghasilkan rencana penelitian bagi peneliti selanjutnya.

b. Tahap Persiapan Lapangan

Pada tahap ini peneliti memahami penelitian, persiapan diri memasuki lapangan dan perperan serta sambil mengumpulkan data yang ada di lapangan. Di sini peneliti menindaklanjuti serta memperdalam pokok permasalahan yang diteliti dengan cara mengumpulkan data-data hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan.

c. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini, peneliti menganalisa data yang telah didapatkan dari lapangan, yakni dengan menggambarkan dan menguraikan masalah yang ada sesuai kenyataan.23

23

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hal. 127-148.


(29)

20

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

a. Observasi (pengamatan)

Observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Karena mensyaratkan perilaku yang tampak, potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk kognisi, afeksi, atau intensi atau kecenderungan tertentu. Pengamatan yang tanpa tujuan bukan merupakan observasi. Pada dasarnya, tujuan dari observasi adalah untuk mendiskripsikan lingkungan (site) yang diamati, aktifitas-aktifitas yang berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam lingkungan tersebut beserta aktifitas dan perilaku yang dimunculkan, serta makna kejadian berdasarkan perspektif individu yang terlibat tersebut.24

24

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika 2011), hal. 131-132


(30)

21

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.25 Yakni satu santri yang bernama Sholihul Abidin yang bersetatus sebagai abdhi dhalem di Pondok Pesantren Miftakhul Ula Nglawak Kertosono.

6. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan dengan langkah abstraksi-abstraksi teoritis terhadap informasi lapangan, dengan mempertimbngkan menghasilkan pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal. Gambaran dan informasi tentang peristiwa atas obyek yang dikaji tetap mempertimbangkan derajat koherensi internal, masuk akal, dan berhubungan dengan peristiwa factual dan realistic. Dengan cara melakukan komparasi hasil temuan hasil dan pendalaman makna,

25

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 186


(31)

22

maka diperoleh suatu analisis data yang terus menerus secara simultan sepanjang proses penelitian.26

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menemukannya pola, dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.27

Teknik analisis data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data yang telah diperoleh. Penelitian ini bersifat studi kasus, untuk itu, analisis data yang digunakan adalah deskriptif-komparatif yaitu setelah terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. analisa yang dilakukan untuk mengetahui tentang proses yaitu dengan membandingkan proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas secara teoritik dan bimbingan konseling Islam dengan terapi relitas di lapangan.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Agar data ini benar-benar bisa dipertanggung jawabkan maka dalam penelitian kualitatif dibutuhkan teknik pengecekan keabsahan data, sehingga memperoleh tingkat keabsahan data. Teknik untuk memeriksa keabsahan data antara lain:

26

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001), hal. 106

27

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2009), hal. 248.


(32)

23

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Peneliti dengan perpanjangan keikutsertaannya akan banyak mempelajari kebudayaan dapat menguji ketidakbenaran informasi yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan subyek. Dengan demikian, penting sekali arti perpanjangan keikutsertaan peneliti guna berorientasi dengan situasi, juga guna memastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati.28

b. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekutan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.

c. Trianggulasi 28

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 327-328


(33)

24

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dibedakan menjadi empat macam, yakni:

1) Trianggulasi data (data trianggulation) atau trianggulasi sumber adalah penelitian dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sejenis.

2) Trianggulasi peneliti (investigator trianggulation) adalah hasil peneliti baik data maupun simpulan menngenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti.

3) Trianggulasi metodologis (methodological trianggulation) jenis trianggulasi bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.

4) Trianggulasi teoritis (theoretical trianggulation) trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

Dalam trianggulasi data atau sumber, peneliti menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulakan data dengan permasalahan yang sama. Artinya bahwa data yang ada dilapangan diambil dari


(34)

25

beberapa sumber penelitian yang berbeda-beda dan dapat dilakukan dengan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum

dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang

situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan dan orang berada.

e. Membandingkan hasil awal wawancara dengan isi suatu

dokumen yang berkaitan.29

G. Sistematika Pembahasan

Agar penulisan skripsi ini dapat dipahami secara utuh dan berkesinambungan, maka perlu adanya penyusunan sistematika pembahasan, yaitu sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penilitan yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Kemudian definisi konsep yang membahas definisi bimbingan

29

SugiyoMetode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 269.


(35)

26

dan konseling Islam. Selanjutnya metode penelitian yang didalamnya membahas tentang pendekatan dan jenis penelitian, sasaran dan lokasi penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik pemeriksaan keabsahan data dan yang terakhir dalam pembahasan bab I adalah sistematika pembahasan.

BAB II :TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan kajian pustaka sebagai landasan teori dalam penelitian dan penulisan skripsi. Pada bab ini berisi pembahasan yang berkaitan dengan bimbingan konseling Islam, konseling spritual, terapi, tehnik-tehnik terapi realitas, kemudian juga dibahas tentang pengertian Kecemasan, sebab-sebab terjadinya kecemasan, gejala dan ciri-ciri kecemasan, macam-macam kecemasan, dan cara-cara mengatasi kecemasan. Dan juga peneliti meneliti penelitian terdahulu yang relevan.

BAB III : PENYAJIAN DATA

Bab ini berisi pembahasan tentang deskripsi umum objek penelitian yang berisi deskripsi lokasi penelitian, deskripsi obyek penelitian yang meliputi: deskripsi konselor, deskripsi klien dan deskripsi masalah. Selanjutnya pembahasan tentang deskripsi hasil penelitian yang berisi: tentang kiat-kiat dalam peningkatan kebermaknaan hidup, serta deskripsi hasil wawancara dan pemaparan hasil data dari klien.


(36)

27

Bab ini berisi laporan hasil penelitian yang berupa analisis data dari proses wawancara dan sebagainya. Memilahnya kemudian memetakan gambaran kebermkanaan hidup.

BAB V : PENUTUP


(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Secara etimologis, Bimbingan dan Konseling terdiri atas dua kata yaitu “bimbingan” (terjemahan dari kata guidance) dan “konseling” (diambil dari kata counseling). Secara harfiah istilah “guidance” dari akar kata “guide” berarti mengarahkan (to direct), membantu (to pilot), mengelola (to manage), dan menyetir (to steer).1

Dari segi pengertian bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, agar individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.2

Sedangkan pengertian konseling adalah Konseling, dalam bahasa Inggris, Counseling dikaitkan dengan kata Counsel yang diartikan sebagai berikut : nasehat (to abtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel). Dengan demikian

31

Syamsu Yusuf, LN, Landasan Bimbingan dan Konseling, cetakan ke-3 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 5.

2

Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah III (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hal. 4.


(38)

28

counseling dapat diartikan sebagai pemberian nasehat, pemberian anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.3 Konseling merupakan pelayanan terpenting dalam program bimbingan. Layanan ini memfasilitasi untuk memperoleh bantuan pribadi secara langsung untuk mengatasi masalah yang timbul pada siswa.4

Di samping itu, Islam dalam wacana studi Islam berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdhar yang secara harfiyah berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata kerja salima diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan demikian arti pokok Islam secara kebahasaan adalah ketundukan, keselamatan, dan kedamaian.5

Bimbingan dan Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan kepada klien yang berupa informasi yang bersifat preventif sehingga klien dapat memahami dirinya dan dapat mengenali lingkungannya.6 Menurut Komarudin, konseling Islam adalah proses pemberian bantuan yang berdasarkan Qur’an dan hadits, unuk menjadi penerang bagi bagi seluruh umat

3

W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), hal. 70.

4

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling, cetakan ke- 3 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 21.

5

H. Asyari, Ahm dkk, Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2004), hal. 2.

6

Sofyan S Willis, Konseling Individual, Teori dan Praktek (Bandung: CV Alfabeta, 2010), hal. 6.


(39)

29

manusia. Guna mengantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir batin dunia dan akhirat.7

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits.

b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam

1) Manusia dibekali dengan potensi akal, pendengaran,

penglihatan dan hati sebagai petunjuk ilahiyah, sehingga seharusnya melaksanakan tugas-tugas keagamaan yang diberikan Allah SWT kepada dirinya, sebagai kholifah yaitu orang yang melaksanakan apa yang telah dilaksanakan generasi sebelumnya, sekaligus sebagai abdullah yaitu penyembah Allah SWT.

2) Membentuk pribadi sehat menurut Islam yang diukur

berdasarkan berfungsinya iman sebagai penentu kognitif, afektif dan psikomotorik manusia.

7

Komaruddin, dkk, Dakwah dan Konseling Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2008), hal. 54-55.


(40)

30

3) Menjaga dari pribadi yang tidak sehat yaitu tidak berfungsinya iman. Hal ini berarti manusia tidak memanfaatkan potensi yang diberikan Allah SWT, melupakan Allah SWT, syirik, munafiq, selalu mengikuti hawa nafsu dan selau berbuat kerusakan.

4) Pemberdayakan iman yaitu beragama tauhid dan penerima

kebenaran, terikat perjanjian dengan Allah SWT dan mengakui bahwa Allah SWT itu tuhannya, dibekali dengan potensi akal, pendengaran, penglihatan, hati dan petunjuk ilahiyah sebagai kholifah abdullah, bertanggung jawab atas perbuatannya, serta diberi kebebasan menurut jalan hidupnya sesuai dengan fitrahnya.8

Sedangkan dalam bukunya Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam, Aunur Rahim Faqih membagi tujuan Bimbingan dan Konseling Islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus:

1) Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan

dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.

2) Tujuan khususnya adalah:

a) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah

b) Membantu individu untuk mengatasi masalah yang

dihadapinya

8

Komaruddin,dkk, Dakwah dan Konseling Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2008) Hal 62-63.


(41)

31

c) Membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.9

c. Fungsi dan Peran Bimbingan Konseling Islam

1) Pemahaman

Yaitu membantu klien agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya.

2) Preventif

Yaitu upaya konselor untuk mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak terjadi pada diri klien. Melalui fungsi ini konselor memberikan bimbingan pada klien tentang cara pencegahan diri dari perbuatan yang merugikan.

3) Pengembangan

Yaitu konselor berupaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Konselor membimbing klien pada proses pengembangan potensi dirinya.

4) Perbaikan (kuratif)

Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat penyembuhan. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan

9

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Jakarta: UII press, 2001), hal. 35-36.


(42)

32

kepada klien yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, keluarga maupun karir.

5) Penyesuaian

Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap kehidupan sosialnya.10

Peran Bimbingan dan Konseling Islam adalah untuk membantu klien menyadari kekuatan-kekuatan mereka sendiri, menemukan hal-hal yang merintangi penggunaan kekuatan itu, dan memperjelas tentang pribadi seperti apa yang diinginkan klien11.

d. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam 1) Konselor

Konselor atau pembimbing merupakan seseorang yang mempunyai wewenang untuk memberikan bimbingan kepada orang lain yang sedang menghadapi kesulitan atau masalah yang tidak bisa diatasi tanpa bantuan orang lain. Persyaratan menjadi konselor antara lain:

 Kemampuan profesional

 Sifat kepribadian yang baik s

 Kemampuan kemasyarakatan (Ukhuwah Islamiyah)

10

Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2005)hal. 16- 17.

11

Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hal. 197.


(43)

33

 Ketakwaan kepada Allah.12 2) Klien

Individu yang diberi bantuan oleh seorang konselor atas permintaan sendiri atau atas permintaan orang lain dinamakan klien. Disamping itu klien adalah orang yang perlu memperoleh perhatian sehubungan dengan masalah yang dihadapinya dan membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk memecahkannya, namun demikian keberhasilan dalam mengatasi masalahnya itu sebenarnya sangat ditentukan oleh pribadi klien itu sendiri.13

3) Masalah

Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Hal yang semacam itu perlu untuk ditangani atau dipecahkan oleh konselor bersama klien.

Menurut WS. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan konseling di sekolah menengah”, masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi, mempersulit dalam mencapai usaha untuk mencapai tujuan.14

Dalam kamus psikologi, diakatakan bahwa masalah atau problem adalah situasi yang tidak pasti, meragukan dan sukar

12

Thohari Musnamar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, hal.42 13

Imam Sayuti Farid, Pokok-pokok Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah

(Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hal. 14. 14

Ws. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah (Jakarta: Gramadia, 1989), hal. 12.


(44)

34

dipahami, masalah atau pernyataan yang memerlukan pemecahan.15

Adapun macam-macam masalah yang dihadapi manusia sangatlah kompleks, diantaranya sebagai berikut :

 Problem dalam bidang pernikahan dan keluarga  Problem dalam bidang pendidikan

 Problem dalam bidang sosial (kemasyarakatan)  Problem dalam bidang pekerjaan (jabatan)

 Problem dalam bidang keagamaan.

Jadi kesimpulannya masalah adalah penyimpangan dari keadaan normal atau tidak adanya kesesuaian antara keinginan yang diidamkan dengan keadaan yang ada sehingga dapat menghambat, merintangi dan mempersulit dalam usaha mencapai tujuan.

e. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam

Adapun asas-asas dalam bimbingan dan konseling Islam adalah:

1) Asas Kebahagian Dunia dan Akhirat

Yaitu membantu konseli mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan setiap muslim.

 Asas Fitrah

15

Kartini Kartono dan Dadi Gulo, Kamus Psikologi (Bandung: Pionir jaya, 1978), hal. 375.


(45)

35

Bimbingan dan Konseling Islam merupakan bantuan kepada konseli untuk menganal, memahami, dan menghayati fitrahnya sehingga segala gerak, tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrah tersebut.

 Asas Lillahita’ala

Bimbingan dan Konseling Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah SWT.

 Asas Bimbingan Seumur Hidup

Bimbingan dan Konseling Islam diperlukan selama hayat masih dikandung badan.

 Asas Kesatuan Jasmani dan Rohani

Bimbingan dan Konseling Islam memperlakukan konseli sebagai makhluk jasmaniah dan rohaniah, tidak memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau makhluk rohani semata.

 Asas Keseimbangan Rohaniyah

Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan berfikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu. Bimbingan dan Konseling Islam menyadari


(46)

36

keadaan kodrati manusia dan berupaya menyeimbangkan unsur-unsur rohani manusia.

 Asas Kemaujudan Individu

Bimbingan dan Konseling Islam berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seorang individu merupakan suatu eksistensial sendiri.

 Asas Sosialita Manusia

Sosialitas diakui dengan memperhatikan hak individu, hak individu juga diakui sebagai bentuk tanggung jawab sosial.

 Asas Kekhalifaan Manusia

Dalam Islam manusia diberi kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar yaitu sebagai pengelola alam semesta. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidak seimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat manusia itu sendiri.


(47)

37

 Asas Keselarasan dan Keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam segala segi, dengan kata lain Islam menghendaki manusia berlaku adil terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta, dan juga hak Tuhan.

 Asas Pembinaan Akhlaqul Karimah

Bimbingan dan Konseling Islam membentuk konseli untuk memelihara, mengembangkan, serta menyempurnakan sifat-sifat yang baik.

 Asas Kasih Sayang

Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan dengan landasan kasih sayang, sebab dengan kasih sayanglah Bimbingan dan Konseling Islam akan berhasil.

 Asas Saling Menghargai dan Menghormati

Dalam Bimbingan dan Konseling Islam kedudukan pembimbing dengan yang dibimbing pada dasarnya sama atau sederajat, perbedaannya terletak pada fungsinya saja yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak pembimbing dan yang dibimbing merupakan hubungan


(48)

38

yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah SWT.

 Asas Musyawarah

Antara konselor dan konseli terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak saling mendikte, dan tidak ada perasaan tertekan.

 Asas Keahlian

Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnya.16

2. Konseling Spiritual

a. Pengertian konseling spiritual

Spiritual adalah ruh. Ruh pada manusia merupakan kemampuan memahami pesan/ajaran/konsep yang secara ringkas disebut kesadaran. Kesadaran itu bisa berupa:

1) Kesadaran Intelektual-Rasional (benar/salah)-IPTEK 2) Kesadaran Ethic-Moral (baik/buruk, jujur/khianat)-Hukum 3) Kesadaran Aesthetic-Artistic (indah/jelek, cantik/buruk

rupa)-Seni

16

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1983), hal 21-35.


(49)

39

4) Kesadaran Religious – Transcendental (Ritual-sacral.cultural profone) - IMTAQ.17

Kamus Webster mendefinisikan “spiritual” sebagai (1) roh atau jiwa (2) atau yang terdiri dari dari roh; bukan jasmani (3) agama; suci. Spiritual berkaitan dengan kapasitas bawaan dan kecenderungan untuk berusaha, melampaui satu tempat saat sifat kosentris yang transendensi melibatkan peningkatan pengetahuan dan cinta.18

Inti dari spiritualitas adalah menyembah dan mengabdi kepada Allah serta hidup selaras dengan ajaran Allah yang dibawa Rasul-Nya. Orang yang menjalani spiritualitas secara konsisten adalah orang yang beriman, yakni orang yang selalu berpegang teguh pada tali Allah.

Jika kita senang, kesenangan kita adalah pada hal-hal yang disenangi Allah. Jika kita sedih, kesedihan kita adalah pada hal-hal yang mendatangkan penyesalan karena telah melanggar ketentuan-Nya.19

Dalam konteks bimbingan dan konseling, konseling spiritual diartikan sebagai “proses pemberian bantuan kepada

17

Erhamwilda, Konseling Islami (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2009), hal. 24.

18

Mary Thomas Burke and Judith G. Miranti, Counseling: The Spiritual Dimension (Alexandria: American Counseling Association, 1976), hal. 44.

19

Ptiatno H. Martokoesoemo, Spiritusl Thinking (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007), hal.46.


(50)

40

individu agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan fitrahnya sebagai makhluk beragama (homo religious), berperilaku sesuai nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan dan praktik-praktik ibadah ritual ahama yang dianutnya.20

Dengan kematangan spiritual, kita juga cenderung melihat seseorang sebatas gambaran, sebagai simbol yang mengarah ke realitas ilahi. Al-yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa cinta serta rasa rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Dalam pandangan Al-Junaid, yaqin adalah tetapnya ilmu di dalam hati, tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah. Dengan demikian yaqin adalah kepercayaan yang kokoh, tak tergoyahkan tentang kebenaran pengetahuan yang dimiliki.21

Iman kepada Allah merupakan fondamin atau dasar pembentukan kepribadian yang sehat. Dalam kata lain iman kepada Allah memberikan hikmah (manfaat atau dampak positif) tehadap suasana psikologis (kejiwaan) seorang mukmin. Aspek Psikologis

20

Syamsu Yusuf L.N., Konseling Spiritual Teistik, (Bandung: Rizqi Press, 2009), hal. 6.

21

Hamzah Tualeka, Abd. Syakur, Muzayyanah, Zumrotul Mukaffah dan M. Yazid, Akhlak Tasawuf (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), hal. 272.


(51)

41

sebagai hikmah dari beriman kepada Allah itu diantaranya sebagai berikut:

1) Terbebas dari belenggu hawa nafsu

2) Istiqomah atau konsisten dalam melaksanakan aturan-Nya 3) Berkembang sikap ihsan (self control)

4) Ikhlas dalam beramal

5) Tentram batinya (perasaan tenang atau nyaman).22 b. Tujuan Konseling Spiritual

Tujuan konseling spiritual pertama kali diketemukan oleh penulis pada pernyataan David Powell dalam Faiver yang mengatakan bahwa dimensi spiritual dalam konseling membutuhkan dedikasi seorang konselor dalam kepedulian peningkatan kapasitas diri akan tujuan dan misi dalam konseling23. Pernyataan ini sebenarnya bukan hanya membahas bagaimana tujuan konseling spiritual semata, tetapi pada kebutuhan ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Dengan mengacu pada acuan tujuan dan misi yang sebenarnya, maka seorang konselor dapat bertindak secara menyeluruh (holistic) dalam mengintervensi konseli.

22

Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama (Perspektif Agama Islam), (Bandung:

Putaka Bani Quraisy, 2005) hal. 70-72.

23

Faiver, Christopher, R. E. Ingersoll, E. O’brien, Chirstopher McNally. Explorations in counseling and spirituality. Thomson Learning, Inc. Canada. 2001. hal.8


(52)

42

Dalam rangka peningkatan dedikasi tersebut yang harus diperhatikan oleh seorang konselor adalah menyakinkan dirinya akan adanya integrasi antara spirituality dan counselling. Dimana hal itu dapat terbentuk dari beberapa unsur pemikiran berikut ini24, yaitu:

1) Adanya fakta psikologis yang menunjukkan adanya interest

2) Pikiran dan tubuh setiap individu merupakan suatu bukti

keberadaan esensi diri

3) Pertimbangan-pertimbangan postmodern dan multicultural 4) Beberapa issu existensial

5) Pengalaman-pengalaman yang bersifat kebatinan 6) Pertimbangan-pertimbangan transpersonal

7) Posisi sentral dalam konseling dan spiritual yang

berkometment terhadap kebenaran.25 c. Model-Model Konseling Spiritual

Ada tiga tawaran model yang dapat dijadikan kajian dalam bidang konseling spiritual ini, yaitu;

1) Model konseling spiritual yang menggabungkan agama dengan berbagai problema yang dihadapi.

24 Ibid.

25

Agus Santoso, Konseling Spiritual, (Buku Perkuliahan Program S1 Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya), hal 12-13.


(53)

43

2) Model konseling spiritual yang mengacu pada proses dan hasil terapi.

3) Model konseling spiritual yang berfokus pada keyakinan di luar tradisi tertentu.

Untuk memahami karakteristik seorang konselor dengan model konseling spiritual ini, ada baiknya kalau melihat karakteristik orang yang bermental sehat Robert Peck, yaitu: orang yang memiliki pertimbangan yang objektif (objective judgement) bukan hanya mempertimbangkan pikiran semata (common sense), melainkan juga hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan, memiliki sikap optimis yang dapat mengerahkannya kemampuan dirinya dengan total baik secari inisiatif, pengarahan diri (self direction), kedewasaan emosi (emotional maturity), pengarahan keinginan diri (self realizing drive), maupun cara bersikapnya. Bahkan tatkala menghadapi masalah, dia mampu menyelesaikannya dengan acuan keyakinan spiritual secara tepat melalui methode psychostruktural yang melibatkan the tripartite intrapsychic.26

d. Methode Konseling Spiritual

Ada tiga methode yang dapat dikembangkan dalam konseling spiritual, yaitu27:

26

Agus Santoso, Konseling Spiritual, (Buku Perkuliahan Program S1 Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya), hal 62-63 27

Agus Santoso, Konseling Spiritual, (Buku Perkuliahan Program S1 Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya), hal 54


(54)

44

1) Methode intrapsychic ini lebih menekankan pada proses

internal psikologis yang melibatkan ego yang dapat bersifat positif (egosyntonic) dan negative (egodystonic) ataupun yang

bersifat netral. Proses pembentukan egosyntonic dapat

dilakukan dengan cara memberikan pembelajaran yang lebih tinggi, nilai-nilai luhur dan keyakinan disamping pembentukan dari lingkungan dan budaya yang baik. Sedangkan egodystonic dapat tumbuh lantaran tekanan ataupun konflik sosial. Sedangkan yang bersifat netral dapat dinyatakan bawaan dari ego integrity yang dilabelkan dengan kepribadian. Konseling spiritual dalam ranah ini lebih difokuskan pada psikologi dalam pada diri individu.

2) Methode interpersonal, lebih menekankan pada hubungan

antara individu dengan yang lain. Keterkaitan ini dapat menjadi methode konseling spiritual yang tepat dalam mengakomodasi hubungan komunikasi antar sesama.

3) Methode psychostructural yang merupakan ranah dengan

istilah berbeda dari intracultural dan international, method ini lebih berfokus pada budaya yang bersifat internal dan merepresentasikan ketiga strukur (id, ego dan superego). Ketiga struktur ini yang disebut the tripartite intrapsychic dalam ruang budaya yang lebih luas.


(55)

45

3. Kebermaknaan hidup

a. Pengertian Kebermaknaan Hidup

Arti atau makna: ini rasa egois dalam hidup adalah nilai kehidupan yang layak bisa menjadi pertanyaan yang luar biasa berkali-kali tapi tidak terbatas oleh krisis. Makna bisa menjadi rasa yang tegas yang membuat hidup berarti atau menjadi tujuan hidup. Makna tidak bisa menjadi jelas, bisa menjadi lebih praktis yang meliputi pengalaman seseorang, kadang-kadang makna diartikan suatu kedamaian dengan arti yang bermakna.28

Makna : Ini adalah rasa individu yang hidup dan layak dijalani. Setiap hidup manusia pasti mempunyai arti atau mau tersendiri, untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.Jacob Needleman mengatakan bahwa: “Kita dilahirkan untuk mencari makna,bukan kesenangan, kecuali kesenangan yang terendam dalam makna”.

Da.Robert Firestone mengatakan bahwa “anda tidak akan menemukan makna kehidupan yang tersembunyi di bawah sebuah batu yang ditulis oleh orang lain. Anda hanya akan menemukannya dengan memberikan makna kepada kehidupan dari dalam diri anda sendiri”.29 Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang selalu berusaha untuk memaknai hidupnya. Pada beberapa orang, pencarian makna hidup bisa berakhir dengan keputusasaan.

28

Daniel, H. Pink , Buku Pintar Otak Kanan Manusia Misteri Otak Kanan Manusia

(Yogyakarta: Think, 2012), hal. 277. 29

Daniel, H. Pink , Buku Pintar Otak Kanan Manusia…, hal. 288.


(56)

46

Keputusasaan dan kehilangan makna hidup ini merupakan neurosis, dan Frankl menyebut kondisi ini noogenic neurosis. Sebutan itu bermakna bahwa neurosis ini berbeda dengan yang disebabkan oleh konfliks psikologis dalam individu. Noogenic neurosis menggambarkan perasaan tidak bermakna, hampa, tanpa tujuan dan seterusnya.Orang-orang seperti ini berada dalam kekosongan eksistensial (existential vacuum). Tetapi Frankl mengatakan bahwa kondisi tersebut lumrah terjadi di zaman modern ini. Frankl menganggap bahwa makna hidup itu bersifat unik, spesisfik, personal sehingga masing-masing orang mempunyai makna hidupnya yang khas dan cara penghayatan yang berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lainnya. Frankl menandai adanya dua tahapan pada sindroma ketidak bermaknaan tersebut.30

Tahap awal dari sindroma ketidak bermaknaan adalah frustasi eksistensial (exsistential frustration) atau sering disebut kehampaan eksistensial (exsistetial vacuum) yaitu fenomena umum yang berkaitan dengan keterhambatan atau kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna.31

Frustasi eksistensial sejauh tidak disertai simptom-simptom klinis tertentu, bukanlah suatu penyakit dalam pengertian klinis,

30

Frankl. V. (2004). Logoterapi: terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi

(Terj.Murtadlo). Yogyakarta: Kreasi Wacana.

31

Koeswara, E. (1992). Logoterappi. Yogyakarta: Kanisius.


(57)

47

melainkan suatu penderitaan batin yang berkaitan dengan ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri dan mengatasi masalah-masalah persoalanya secara efisien.32

Tahapan kedua adalah neurosis noogenik (noogenic neuroses), yaitu suatu manifestasi khusus dari frustasi eksistensial yang ditandai dengan simptomatologi neurotik klinis tertentu yang tampak.33

Frankl menggunakan istilah neurosis noogenik untuk membedakan degan keadaan neurosis. somatogenik, yaitu neurosis yang berakar pada kondisi fisiologis tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis yang bersumber pada konflik - konflik psikologis.

b. Aspek-Aspek Kebermaknaan Hidup

Aspek-aspek kebermaknaan hidup Menurut James Crumbaugh & LeonardMaholick34, kebermaknaan hidup individu dapat diidentifikasi melalui enam aspek dasar, yaitu :

1) Arti hidup; makna hidup adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan berharga bagi kehidupan individu, memberi nilai

32

Frankl.V.Logoterapi: terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi

(Terj.Murtadlo,(Yogyakarta: Kreasi Wacana 2003),hal73-79.

33

Koeswara,E. Logoterappi. (Yogyakarta: Kanisius 1992),hal87-89

34 ibid


(58)

48

yang spesifik, serta dapat dijadikan sebagai tujuan hidup bagi individu tersebut.

2) Kepuasan hidup; Kepuasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidup yang dijalaninya, sejauh mana ia mampu menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup dan segala aktivitas yang telah dilakukannya.

3) Kebebasan; kebebasan adalah bagaimana individu merasa

mampu untuk mengendalikan kebebasan hidupnya secara bertanggung jawab.

4) Sikap terhadap kematian; sikap terhadap kematian adalah

persepsi tentang kesiapan individu terhadap kematian yang pasti akan dihadapi oleh setiap manusia.

5) Pikiran tentang bunuh diri; pikiran tentang bunuh diri adalah persepsi tentang jalan keluar dalam menghadapi masalah hidup bahwa bunuh diri bukan merupakan solusi.

6) Kepantasan untuk hidup; kepantasan untuk hidup adalah

evaluasi individu terhadap hidupnya sendiri, sejauh mana ia merasa bahwa apa yang telah ia lalui dalam hidupnya merupakan sesuatu yang wajar, sekaligus menjadi tolok ukur baginya tentang mengapa hidup itu layak untuk diperjuangkan.


(59)

49

c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan

hidup Frankl berpendapat bahwa secara hakiki manusia mampu menemukan kebermaknaan hidup melalui trandensi diri. Salah satunya dengan mengambil ajaran-ajaran agama yang diterapkan pada sebuah kehidupan. Namun Di Muzio berpendapat untuk menemukan makna hidup tidak selalu berkaitan dengan persoalan agama , melainkan bisa dan sering kali merupakan filsafat hidup yang sifatnya sekuler, bahkan manusia dapat menemukan makna tanpa kehadirantuhan. Manusia dapat menemukan makna melalui realisasi nilai-nilai manusiawi yang meliputi;

1) Nilai-nilai kreatif

Menurut Frankl nilai-nilai kreatif adalah apa yang diberikan individu pada kehidupan. Nilai nilai ini diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif dan produktif, biasanya berkenaan dengan suatu pekerjaan. Namun nilai-nilai ini dapat diungkap dalam semua bidang kehidupan. Makna diberikan kepada kehidupan melalui tindakan yang menciptakan suatu hasil yang kelihatan atau suatu ide yang tidak kelihatan, atau dengan melayani orang lain.


(60)

50

2) Nilai-nilai pengalaman

Nilai-nilai pengalaman menurut Frankl adalah apa yang diterima olehindividu dari kehidupan.Misalnya menemukan kebenaran, keindahan dan cinta.Nilai-nilai pengalaman dapat memberikan makna sebanyak nilai-nilai daya cipta. Ada kemugnkinan individu untuk memenuhi arti kehidupan dengan mengalami berbagai segi kehidupan secara intensif meskipun individu tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan yang produktif.

3) Nilai-nilai sikap

Nilai-nilai sikap adalah sikap yang diberikan individu terhadap kodratkodrat yang tidak dapat diubah, seperti penyakit, penderitaan atau kamatian. Situasi-situasi buruk yang dapat memberikan keputusasaan dan tanpa harapan dapat memberikan kesempatan yang sangat besar bagi individu untuk menemukan makna hidupnya. Nilai-nilai sikap ini menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dihilangkan seperti kematian, bencana, sakit yang tidak dapat disembuhkan dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal.


(61)

51

d. Hidup Bermakna Dalam Pandangan Psikologi

Menurut Rahmat, tema-tema khas tentang manusia yang

merupakan bahasan dari kualitas insan banyak di kaji oleh psikologi yang tergabung dalam kelompok psikologi eksistensial dan humanistik. Tema-tema yang di kaji dalam kelompok psikologi ini adalah tema-tema yang khas manusiawi seperti kreativitas, cinta, pertumbuhan, kesadaran diri. kebutuhan dasar manusiawi, nilai-nilai yang lebih tinggi yang membimbing manusia menjalani hidup. Keberadaan dan kemungkinannya menjadi (being and

becoming) tanggung jawab.35 Kajian yang luas mengenai

penghayatan hidup yang bermakna di ungkapkan oleh Viktor Frankl melalui teorinya yang di sebut sebagai logoterapi, menurut Frankl, logoterapi mengajarkan bahwa kehidupan ini mempunyai makna dalam keadaan bagaimanapun, termasuk dalam penderitaan. Logoterapi di gambarkan sebagai corak psikologi yang di landasi filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui keberadaan dimensi ragawi dan kejiwaan serta sosial. Selain itu logoterapi memusatkan perhatian pada kualitaskualitas insan, seperti hasrat untuk hidup bermakna, hati nurani, kreativitas dan rasa humor.36

35

Dhany, Indra Christian, Hubungan Antara Kemampuan Penghayatan Hidup Secara

Bermakna Dengan Semangat Kerja Pada karyawan PT.ArmindoIntercorp Sidoarjo, 2003, Skripsi,Universitas 17 Agustus Surabaya, hal: 21

36

Firdaus, Asykar Shodiq Paramartha, Study Tentang Penghayatan Hidup Secara

Bermakna Pada Waria Dewasa Madya, 2006, Skripsi, Universitas 17 Agustus Surabaya, hal: 11


(62)

52

e. Komponen Kebermaknaan Hidup

Kesadaran akan pentingnya makna hidup manusia tidak

muncul begitu saja, namun didukung oleh beberapa komponen,Bastaman mendeteksi adanya komponen yang menentukan Berhasilnya perubahan hidup tidak bermakna menjadi bermakna, sebagai berikut :

1) Pemahaman Diri (self insight)

Meningkatnya kesadaran akan buruknya kondisi pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik

2) Makna Hidup ( the meaning of life)

Nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatannya.

3) Perubahan-perubahan Sikap (changing attitude)

Dari yang tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan musibah.

4) Keikatan Diri (self commitment)

Terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan.

5) . Kegiatan Terarah (directed activities)

Upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi pribadi (bakat, kemampuan, dan


(63)

53

keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna tujuan hidup. 6) Dukungan Sosial (social support)

Hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia membantu pada saat-saat yang diperlukan. 37

Keenam unsur diatas merupakan proses yang integral dan dalam konteks mengubah penghayatan hidup tidak bermakna menjadi bermakna antara satu dengan yang lainnya tak dapat dipisahkan. Apabila kita menganalisa unsur-unsur tersebut terlihat bahwa seluruhnya lebih merupakan kehendak, kemampuan, sikap, sifat, dan tindakan khas insan, yakni kualitas-kualitas yang terikat dengan eksistensi manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dapat dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi berbagai kualitas insan.38

f. Krakteristik Kebermaknaan Hidup

1) Makna hidup itu sifatnya unik, pribadi dan temporer. Artinya apa yang di anggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti pula bagi orang lain. Mungkin pula apa yang di anggap penting

37

Robiatul, Adawiyah, Studi Rasa Kesepian Dan Kebermaknaan Hidup Lansia di RumahUsiawan panti Surya Surabaya, 2003, Skripsi, Universitas 17 Agustus Surabaya, hal: 18 25.

38

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/02%20Ilham,%20Perbedaan%20Tingkat%20Keberm aknaan%20Hidup%20Remaja%20Akhir.pdf, 09 April 2016, 18.15 wib


(64)

54

dan bermakna pada saat ini bagi seseorang, belum tentu sama maknanya bagi orang itu pada saat lain.

2) Spesifik dan nyata, dalam artian makna hidup benar-benar dapat di temukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari, serta tidak perlu selalu di kaitkan dengan hal-hal yang serba abstrak filosofis, tujuan-tujuan idealistis, dan prestasi-prestasi akademis yang serba menakjubkan.

3) Memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan

kita, sehingga makna hidup itu seakan menantang kita untuk memenuhinya.39

4. Pondok Pesantren

a. Pengertian Pondok Pesantren

Istilah pesantren berasal dari bahasa sansekerta yang kemudian memiliki arti tersendiri dalam bahasa Indonesia. Pesantren berasal dari kata santri yang diberi awalan pe- dan akhiran –an yang menunjukkan arti tempat, jadi berarti tempat santri. Kata santri itu sendiri berarti gabungan dua suku kata yaitu

san (manusia baik) dan tra (suka menolong), sehingga kata

pesantren dapat berarti tempat pendidikan untuk membina manusia menjadi orang baik.40

39

Bastaman,Logoterapi :Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007).hal: 51-52.

40

Di kutip dari Abu Hamid, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan, dalam agama Perubahan Sosial (Jakarta: Rajawali Press, 1983), hal. 328.


(65)

55

Dari segi terminologis Pesantren diberi pengertian oleh Mastuhu, adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.41

Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.42

Pesantren merupakan sekolah agama Islam yang menyediakan asrama bagi murid-muridnya yang dipimpin oleh seorang Ulama.43 Jadi modernisasi pesantren merupakan upaya pembaharuan pesantren.

Modernisasi atau pembaharuan pesantren dilakukan dalam rangka peningkatan aktualisasi pengabdiannya ditengah masyarakat.44 Modernisasi pesantren merupakan proses perubahan pesantren kearah penyempurnaan keadaan. Dimensi ini secara langsung memberi dan menerima rasa maaf. Memaafkan disini didefinisikan sebagai perjalaan sebuah permulaan dengan hasil produk tidak bergaransi. Dalam keseluruhan proses ini mengikat

41

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994) hal. 55.

42

Rofiq RB. & Widodo, Pemberdayaan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hal. 34.

43

Greeg Barton, Biografi Gus Dur (Yogyakarta: LkiS, 2006), hal. 26

44

Imam Bawani, “Pola Modernisasi Pesantren di Indonesia“ dalam M. Nadhim Zuhdi dkk (Ed),

Tarekat Pesantren Dan Budaya Lokal ( Surabaya : Sunan Ampel Surabaya Press, 1999), hal.90.


(66)

56

dari keduanya antara memberi dan menerima yang dikombinasikan dengan magic (sihir) yang menyembuhkan. Dalam rasa ini prosesnya membutuhkan waktu yang lama.

Pengampunan: Dimensi ini mencerminkan sikap seseorang terhadap memberi dan menerima pengampunan. Rasa bersalah sejati memiliki fungsi sebagai suara hati yang bermanfaat yakni: mengarahkan orang menuju pertumbuhan pribadi. Derita yang ditimbulkan oleh rasa bersalah sejati memberikan petunjuk bagi individu bahwa ia telah melakukan sesuatu yang tidak baik bagi dirinya.45

b. Unsur Dalam Pondok Pesantren 1) Santri

ﻦْ ﻻْا لْﻮ ﱠﺮ ا ﺔﱠﻨ ﱠﺘ و ﻦْ ﺘ ْا ﷲ ْ ﺘْ ْﻦ ﻮھ ﮫ ﺎ ﺪھﺎﺸ ﺮْ ﱢ ﺎ هﺎﻨْ اﺬھ ﻦْ و ﺖْ و ﱢ ﻛ ْﻰ ًةﺮْ ﻻو ًﺔﻨْ ْ ﻻو ﱠ و ﮫْ ﷲ ﱠﻰ

لﺎ ْا ﺔ ْ و ﺮْ ﻻْا ْ ﻨ ْ ا ﷲو ﺎًﺜْ ﺪ و ﺎً ْ ﺪ ﺮﱠ ﻐ ﻻو لﱠﺪ ﻻ ﺔ ْ ْ او

“Berdasarkan peninjauan tindak langkahnya adalah orang yang berpegang teguh dengan al-Qur’an dan mengikuti sunnah Rasulserta teguh pendirian. Ini adalah arti dengan bersandar sejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan diubah selama-lamanya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui atas

45

Frank G. Goble, Madzab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta: Kanisus, 1987), hal. 127.


(67)

57

kebenaran sesuatu dan kenyataannya.” Takrif santri oleh KH Hasani Nawawie.

Santri adalah para siswa yang mendalami ilmu- ilmu agama di pesantren baik dia tinggal di pondok maupun pulang setelah selesai waktu belajar.46 Zamakhsyari Dhofir membagi menjadi dua kelompok sesuai dengan tradisi pesantren yang diamatinya, yaitu: (a) santri mukim, yakni

Para santri yang menetap di pondok, biasanya diberikan tanggung jawab mengurusi kepentingan pondok pesantren. Bertambah lama tinggal di pondok, statusnya akan bertambah, yang biasanya diberi tugas oleh kyaiuntuk mengajarkan kitab-kitab dasar kepada santri-santri yang lebih junior.(b) santri kalong, yakni Santri yang selalu pulang setelah selesai belajar atau kalau malam ia berada di pondok dan kalau siang pulang kerumah.47

2) Kyai

Kyai atau pengasuh pesantren merupakan elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Rata-rata pesantren yang berkembang di Jawa dan Madura sosok kyai begitu sangat berpengaruh, kharismatik dan berwibawa, sehingga amat disegani oleh masyarakat dilingkungan pesantren. Disamping itu, kyai biasanya juga sekaligus sebagai penggagas dan

46

Ibid

47

Harun Nasution et.al, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Depag RI, 1993), h. 1036.


(1)

117

pondok pesantren. adapun motivasi para klien berdasarkan hasil

penuturan klien pada saat wawancara pada sei yang lain ialah seperti

halnya yang dituturkan oleh Rizky Amrian bahwasanya auliya hanya

ingin mendekatka diri kepada allah, mengabdhikan diri kepada agama

allah, mendekatkan diri dengan kiai, beberapa diantaranya pula

berpendapat bahwasanya motivasi-motivasi yang melatar belakangi

para abdhi dhalem ialah adanya pengabdhian ini merupakan salah satu

obat hati dimana para klien beranggapan bahwasanya mendekatkan

diri dengan orang-orang sholeh merupakan obat untuk hati, adapun

obat tersebut dapat di artikan seperti halnya ketenangan, ketentraman,

dan kebermaknaan hidup.

B. Saran

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan

peneliti selanjutnya untuk dapat lebih menyempurnakan hasil penelitian

yang tentunya menunju pada hasil yang lebih sempurna, dengan harapan

agar penelitian yang dihasilkan nantinya dapat lebih menjadi baik.

Adapun saran-saran dari peneliti adalah:

1. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan khasanah keilmuan

atau menjadi wacana bagi semuanya, khususnya pada mahasiswa

jurusan bimbingan dan konseling islam. Selain itu juga dapat diambil


(2)

118

pondok pesantren merupakan pilihan alternatif bagi beberapa orang

untuk menuju kebermaknaan hidup yang di inginkan.

2. Bagi Keluarga Klien

Diharapkan untuk keluarga para klien agar selalu senantiasa

mendukung klien atau para abdhi dhalem. Karena dukungan dari

pihak keluarga sangat berharga bagi para klien, selain itu pada sisi lain

dapat diartikan bahwasanya dengan mendukung para klien sebagai

para Abdhi Dhalem sama halnya keluarga mendukung para klien

untuk mengabdikan diri pada agama islam.

3. Bagi Klien

Bagi klien peneliti berharap semoga para klien atau para abdhi

dhalem juga senatiasa selalu mempersiapkan generasi selnjutnya agar

dapat meneruskan perjuangan para adbhi dhalem dalam peranan dan

keikut sertaannya bersama kyai memelihara pondok pesantren,

memelihara agama Allah SWT.

4. Bagi Konselor

Harapan peneliti untuk konselor ialah, berkaitan dengan zaman

yang semakin berkembang peneliti berharap semoga konselor juga

senantiasa mengembangkan model-model pola konseling spiritual,

agar dimasa mendatang adanya pola konseling spiritual yang di

laksanakan dipondok pesantren dapat semakin di terima oleh


(3)

119

5. Bagi Peneliti selanjutnya

Apabila ada kekurangan dalam penelitian ini semoga peneliti


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amti , Erman, Prayetno, 2004 Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta:

PT Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Asyari, H Ahm, 2004, Pengantar Studi Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel

Surabaya.

Bastaman, 2007, Logoterapi :Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan

Meraih Hidup Bermakna, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Bungin, Burhan, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja

Grafindo.

Bungin, Burhan, 2001, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan

Kualitatif. Surabaya: Universitas Airlangga

Corey, Gerald, 2013, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT

Refika Aditama.

Daniel, H. Pink , 2012 Buku Pintar Otak Kanan Manusia Misteri Otak Kanan

Manusia, Yogyakarta: Think.

Dhany, Indra Christian, 2013 Hubungan Antara Kemampuan Penghayatan Hidup

Secara Bermakna Dengan Semangat Kerja Pada karyawan, Sidoarjo.:

PT.ArmindoIntercorp

Dimyati Mahmud, 1990, Psikologi Suatu Pengantar, yogyakarta: BPFE.

Erhamwilda, 2009, Konseling Islami, Yogyakarta:Graha Ilmu.

E. Kuswara, 1991, Teori-Teori Kepribadian, Bandung : PT. Eresco.

Faiver, Christopher, R. E. Ingersoll, E. O’brien, Chirstopher McNally. 2001

Explorations in counseling and spirituality. Thomson Learning, Inc.

Canada.

Firdaus, Asykar Shodiq Paramartha, 2006, Study Tentang Penghayatan Hidup

Secara Bermakna Pada Waria Dewasa Madya.

Frankl. V. 2004. Logoterapi: terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi,


(5)

Faqih, Rahim Aunur, 1983, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta:

UII Press.

Farid, Sayuti Imam, 2007, Pokok-pokok Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai

Teknik Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang

Greeg Barton, 2006, Biografi Gus Dur, Yogyakarta: LkiS

Gunarsa, D. Singgih, 1996, Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: Gunung Mulia.

Hamid, ,Abu, 1983 Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi

Selatan, dalam agama Perubahan Sosial, Jakarta: Rajawali Press,

Hamzah Tualeka, Abd. Syakur, Muzayyanah, Zumrotul Mukaffah dan M. Yazid,

2012, Akhlak Tasawuf, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,

Herdiansyah, Haris, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Salemba

Humanika,

Imam Bawani, 1992 “Pola Modernisasi Pesantren di Indonesia“ dalam M.

Nadhim Zuhdi dkk (Ed), Tarekat Pesantren Dan Budaya Lokal Surabaya :

Sunan Ampel Surabaya Press.

Kartono Kartini dan Gulo Dadi, 1978, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir jaya

Komaruddin, dkk, 2008, Dakwah dan Konseling Islam, Semarang: PT Pustaka

Rizki Putra,

Koeswara, E. 1992. Logoterappi. Yogyakarta: Kanisius.

Latipun, 2011, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press,

Mastuhu, 2003, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS.

Muh.Zuhal Ma’ruf dkk, Al Maghfurlah Kh.Abdul Fattah Hidup dan

Perjuanganya, Cetakan Ke-2 tahun 2010 Ikatan Alumni Miftakhul Ulla Nglawak Kertosono

Moleong, J. Lexy, 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya,

Moeloeng, J. Lexy, 2008, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya,


(6)

Nazir, Moh, 1998, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia,

Nefid Spencer A, S. Jeffrey, 2013 Psikologi Abnormal edisi kelima jilid I,

Surabaya: Erlangga

Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta,

Prayitno, 2004, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Rineka

Cipta,

Palmer, Stephen, 2010, Konseling dan Psikoterapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Syamsu Yusuf, 2005, Psikologi Belajar Agama, Perspektif Agama Islam,

Bandung: Putaka Bani Quraisy

Santoso, Agus, Konseling Spiritual,.Buku Perkuliahan Program S1 Jurusan

Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya

Robiatul, Adawiyah, 2003, Studi Rasa Kesepian Dan Kebermaknaan Hidup

Lansia di RumahUsiawan panti Surya Surabaya, Skripsi, Universitas 17 Agustus Surabaya.

Rofiq RB. & Widodo, 2005, Pemberdayaan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka

Pesantren.

Wadsworth, Thomson, 2000, Psikologi Abnormal, USA Penerbit : Pustaka

Pelajar.

Willis, S Sofyan, 2010, Konseling Individual, Teori dan Praktek, Bandung: CV

Alfabeta,

Walgito, Bimo, 1995, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah III, Yogyakarta:

Andi Offset,

Winkel, Ws, 1989, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Jakarta:

Gramadia, Winkel, Ws, 1989, Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Menengah, Jakarta: Gramadia,

Yusuf, Syamsu, 2008, Landasan Bimbingan dan Konseling, cetakan ke-3