Managemen mutu pelayanan terhadal santri pada lembaga kursus al Qur'an Al Falah Surabaya: studi analisa balanced scorecard.
MANAGEMEN MUTU PELAYANAN TERHADAP SANTRI PADA
LEMBAGA KURSUS AL-
QUR’AN
AL FALAH SURABAYA
(Studi Analisa Balanced Scorecard
)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah
Oleh Sutriyono NIM. F120915311
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Sutriyono, Managemen Mutu Pelayanan terhadap Santri pada Lembaga Kursus al-Qur’an Masjid al Falah Surabaya(Studi Analisa Balanced Scorecard)
Kata Kunci : BalancedScorecard, Managemen pelayanan
Sistem managemen balancedscorecard yang berkembang saat ini telah banyak mengatarkan kesuksesan dalam dunia bisnis dan mengantarkan perusahaan mendapatkan keuntungan dan bertahan dalam arus persaingan global. Lembaga kursus al Qur’an masjid al Falah Surabaya sebagai lembaga dakwah memiliki berbagai langkah managemen pelayanan yang diberikan kepada santrinya secara profesional sebagaimana layaknya perusahaan bisnis.
Penelitian ini bersifat evaluasi terhadap pelaksanaan managemen mutu pelayanan lembaga terhadap santri. Adapun metode yang digunakan adalah metode kuantitatif, dengan melakukan wawancara kepada stakeholder, dan penggunaan dokumen sumber-sumber tertulis.
Temuan penelitian ini menunjukkan ada beberapa hal unik dalam menagemen pelayanan mutu, dimana lembaga ini menerapkan biaya kursus dengan sistem “gendong” atau subsidi silang, membidik pasar spesifik yaitu dewasa hingga lansia dan membangun hubungan harmonis orang tua dan anak, inovasi produk kursus, dan kajian tasawuf dalam meningkatkan kinerja ustad/ustadzah. Rekomendasi penelitian adalah perluasan pasar(santri), analisa kebutuhan santri, inovasi produk dan pelatihan SDM.
(7)
ABSTRACT
Sutriyono, Quality Management Service of the Students at the Institute of Course Al-Qur'an Masjid al Falah Surabaya (Study Analysis Balanced Scorecard) Keywords:BalancedScorecard,Servicemanagement
The current balancedscorecard management system has greatly leveraged success in the business world and ushered in the company's profit and survival in global competition. Al Qur'an course institution Masjid al Falah Surabaya as a da'wah institution has various steps of service management given to santrinya professionally as business enterprise.
This study is an evaluation of the implementation of institutional quality management services to students. The method used is the quantitative method, by conducting interviews to stakeholders, and the use of written source documents.
The findings of this study indicate that there are some unique things in the management of quality services, where the institute implements the cost of the course with a "carrying" or cross-subsidy system, targeting specific markets of adults and elderly and building harmonious relationships between parents and children, product innovation courses and studies Sufism in improving the performance of ustad / ustazah. Research recommendations are market extension (santri), santri needs analysis, product innovation and HR training.
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...….. i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSETUJUAN... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vi
MOTTO ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... ix
UCAPAN TERIMA KASIH... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR. ...…… xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang masalah...… 1
B. Pembatasan masalah ... 11
(9)
D. Tujuan Penelitian ... 12
E. Signifikansi Penelitian ... 13
F. Penelitian Terdahulu ... 13
G. Metode Penelitin ... 17
1. Jenis penelitian... 17
2. Sumber data penelitian... 18
3. Metode pengambilan data ... 18
4. Metode klasifikasi data ... 19
5. Teknik Analisis Data... 20
6. Instrumen penelitian... 21
H. Sistematika pembahasan ... 26
I. Outline Penelitian... 27
BAB II KERANGKA TEORI... 28
A. Pengertian Masjid ... 28
B. Sejarah perkembangan Masjid ... 28
C. Fungsi dan peran masjid dalam dakwah dan peradaban Islam ... 31
D. Pengertian Managemen Masjid... 34
E. Fungsi dan Peran Masjid... 36
F. Aspek managemen Masjid ... 37
G. Managemen Pelayanan ... 41
H. Managemen pemasaran... 44
I. Managemen strategis ... 47
(10)
K. Teori Balanced scorcard... 56
L. Standart Operasional Prosedur... 67
M. Balanced Scorecard pada Lembaga ... 70
BAB III PROFILE LEMBAGA KURSUS AL QUR’AN... 74
A. Gambaran Umum Lembaga Kursus al-Qur’an ... 74
B. Visi ... 78
C. Misi ... 78
D. Tujuan ... 78
E. Sasaran ... 79
F. Program... 79
G. Sistem Managemen SDM lembaga... 84
H. Santri (pelanggan) ... 106
I. Dana ... 108
J. Perencanaan pelayanan lembaga... 110
K. Managemen Mutu Pelayanan Lembaga... 111
1. Pelayanan Administrasi... 111
a. Jam Kursus ... 111
b. Biaya kursus ... 112
c. Pengambilan paket belajar ... 113
2. Pelayanan Kepengajaran ... 114
a. Kualitas pengajaran ... 114
b. Pembagian kerja SDM pengajar lembaga ... 115
(11)
d. Komplain kepada pengajar... 118
3. Pelayanan non kepengajaran... 118
a. Konsultasi,menjenguk yg sakit, dan men-do’akan... 118
b. Memberikan masukan kepada lembaga ... 119
c. Festival santri ……….119
d. Wisuda dan khataman Qur’an... 120
e. Wisata bakti... 121
BAB IV ANALISA... 124
A. Penyajian Data ... 124
B. Analisis SWOT Lembaga ... 137
C. Analisa perspektif finansial... 152
D. Analisa perspektif pelanggan ... 160
E. Analisa perspektif proses bisnis internal... 169
F. Analisa perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ... 172
BAB V PENUTUP... 178
A. Kesimpulan ... 178
B. Implikasi teoritik ... 180
C. Keterbatasa studi ... 181
D. Rekomendasi... 182
(12)
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1. Karakteristik Barang dan Jasapelayanan)………… ………. 42
2. Tabel 2.2. Perbedaan dan persamaan antara lembaga nirlaba……… 72
3. Tabel 3.1. Kategorisasi Santri………... 85
4. Tabel 3.2. Kategorisasi jumlah paket kursus yg diambil dan waktu kursus………. 106
5. Tabel 3.3. Penyajian data hasil wawancara………... 127
6. Tabel 4.1: Keadaan Internal & Ekternal Lembaga Kursus……… 138
7. Tabel 4.2: Peta Kekuatan Lembaga……… 144
8. Tabel 4.3. Peta Kelemahan Lembaga……….146
9. Tabel 4.4. Peta Peluang Lembaga……….. 146
10. Tabel 4.5. Peta Ancaman Lembaga………147
(13)
DAFTAR GAMBAR
(14)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Masjid adalah sebagai rumah atau bangunan tempat bersembayang umat Islam. Arti ini memang terlalu sempit dan kurang begitu jelas maknanya, sebab kalau hanya tempat yang dipakai untuk sembayang umat Islam, tentunya bisa mushalla, langgar dan sebagainya yang bisa digunakan untuk sembayang umat Islam.1
Menurut Sidi Gazalba, masjid secara harfiah adalah tempat sembahyang, tetapi dalam bahasa Arab berati tempat sujud, karena berasal dari kata sajadah, sebagai tempat sujud, masjid memiliki makna lebih luas, bukan sekedar gedung, sebab dimanapun umat Islam bisa melaksanakan sujud atau penghambaan kepada Allah Swt.2 Maka sujud dalam pengertian lahir berarti gerakan dan sujud dalam pengertian batin adalah pengabdian, maka pengabdian memang akan lebih luas maknanya dibanding sekedar tempat sujud. Sehingga masjid sebagai salah satu
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), ada beberapa pengertian tentang istilah masjid/mas·jid berarti rumah atau bangunan tempat bersembahyang orang Islam baik sholat rawatif maupunsholat jum’at dan sholat Idul Fitri dan Idul Ad’ha. Selian itu beberapa kategori masjid misalnya masjid agung yaitu masjid besar dengan bangunan megah dan luas dan dapat menampung ratusan jemaah; masjid jami,masjid utama (untuk salat beramai-ramai pada hari Jumat dan sebagainya); masjid raya dsb. Tempat ibadah Umat Islam di Indonesia di kenal dengan banyak istilah, ada masjid, langgar dan ada Mushollah yang biasanya kebanyakan pembedaan ini berdasarkan luas bangunan, penambahan fungsi yaitu kalau masjiddipakai untuk sholat jum’at dan sholat hari raya, baik idul fitri ataupun idul adha, sementara langgar dan mushollah biasanya cuman dipakai sholat rawatib saja.
2
(15)
2
tempat sujud juga bisa memiliki makna lebih luas bukan sekedar tempat sembayang saja sebagaimana kebanyakan umat Islam memahami dan mempersepsi pada saat ini.
Masjid dalam sejarah Masjid dan rumah nabi dibuat secara sederhana, walaupun rumah nabi tentunya lebih tertutup.3 Masjid dan rumah Nabi yang menjadi satu kompleks inilah mungkin kelak mendorong hampir semua aktifitas dakwah Islam dikembangkan lewat masjid. Bukan hanya itu nabi juga melakukan pengajaran tentang agama Islam di dalam masjid, nabi melakukan pembinaan juga didalam masjid dan hampir aktifitas pengembangan Islam mungkin tidak bisa dilepaskan dari masjid saat itu.
Sehingga masjid menjadi central bagi pengembangan dakwah, bahkan masjid memiliki posisi dan kedudukan sangat penting dalam Islam, sehingga dalam sejarah orang-orang yahudi berusaha menciptakan masjid tandingan guna merubah dan memecah belah persatuan umat Islam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an:
١ ٠ ٧
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak
3
(16)
3
dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)”4
١ ٧
“Dan ayat lain justru melarang kaum musyrik memakmurkan masjid-masjid Allah sebagai firman-Nya yang berbunyi, “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka”5
Mesjid menjadi sebuah tempat sosialisasi ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya, serta sebagai tempat untuk melakukan kebajikan-kebajikan atas dasar ketakwaan sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
١ ٨
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
4al-Qur’an, 9: 107. 5
(17)
4
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk”6
Dari aspek sejarah dan aspek normatif diatas bahwa masjid memiliki potensi yang sangat besar dalam rangka melakukan dakwah dan membangun masyarakat serta peradaban Islam. Dan orang-orang yang beriman memiliki kewajiban untuk memakmurkan masjid-masjid dalam rangka menyemai peradaban.
Maka dari itu masjid dalam perkembangan modernt tentunya harus di managemen dengan baik, tanpa hal tersebut maka mungkin masjid akan mengalami kemuduran fungsi dan kehilangan peran dalam pembangunan masyarakat. Hal ini sebagaimana ditekankan dalam al Qur’an sebagaimana dibawah ini:
٣ ٦
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.”7
ﺋٓﺎَﺧ
١ ١ ٤
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid
6al-Qur’an, 9: 18. 7
(18)
5
Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat
kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat”8.
Diluar ini tentunya masih banyak masjid-masjid pada tingkat yang lebih sempit wilayahnya misalnya masjid-masjid diperkampungan, komplek perumahan, perusahaan dan sebagainya. Secara kepemilikan masjid bisa dikategorisasikan misalnya masjid yang dikelolah oleh pemerintah baik pusat ataupun daerah, masjid yang dikelola oleh yayasan, masjid yang dikelolah oleh perusahaan dan masjid yang dikelola oleh masyarakat.
Perbedaan pengelolaan ini juga akan berpengaruh pada aspek-aspek finansial, aspek SDM yang terlibat dan tentunya managemen pengelolaannya. Secara status hukum kepemilikan tanah masjid juga bisa dikategorisasikan wakaf (tanah pemberian untuk dimanfaatkan masyarakat sebagai masjid) dan SHM (sertifikat hak milik), apakah itu milik yayasan, perseorangan, atau perusahaan. Tak jarang pengeloaan masjid yang tidak transparan dan akuntabel menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan menimbulkan kemunduran dan kevakuman dalam kegiatan masjid.
Selain itu juga yang sering terjadi bahwa terkadang dalam managemen masjid
tak jarang dijumpai adanya “pandangan kolot” yang sering menghambat
perkembangan dan kemajuan managemen masjid hanya sekedar tempat untuk sholat dan ibadah spiritual, bukan selainnya.
8
(19)
6
Dan jika dilihat dari organisasi yang mungkin menaungi bisa dikategorisasikan menjadi masjid NU, masjid Muhammadiyah atau masjid umum semisal Al Falah Surabaya, masjid Al Akbar Surabaya dan sebagianya. Persoalan yang mendasar adalah banyak dari pengurus masjid yang tidak memiliki acuan tentang bagaimana melakukan managemen masjid, bahkan tak jarang para pengurus tidak tahu harus berbuat apa dalam rangka memakmurkan masjidnya.
Tak jarang mereka cuman berpikir yang penting masjid ada kegiatan sholat, atau mengaji saja sudah cukup, ada pemasukan untuk oprasional dasar saja (bayar listrik dan air), tetapi ada masjid-masjid yang sukses dalam manegemen masjidnya sehingga bukan hanya mampu membiayai oprasional dasar, tetapi justru mampu mendapatkan dana besar dari masyarakat, masjidnya ramai dikunjungi jamaah dan berbagai fasilitas dan kegiatan yang bisa dilakukan oleh jamaah dimasjid. Sehingga ada “masjid sukses” dalam menagemen dan makmur baik secara finansial atau kegiatan, tetapi ada “masjid gagal” yang miskin baik
secara finansial maupun kegiatan.
Makmur atau tidaknya masjid sangat bergantung dari bagaimana pengelolaan
yang dilakukan ta’mir masjid dan hubungan jama’ah masjid. Analog dengan perusahaan jasa, maka pelayanaan jasa yang diberikan oleh sebuah perusahaan kepada pelanggannya akan membuat pelanggan semakin menggunakan jasa tersebut. Misalnya sebuah perusahaan jasa pengiriman barang akan senantiasa diandalkan oleh pelanggannya jika perusahaan tersebut mampu menjaga jasa
(20)
7
pelayanannya, misalnya pengiriman barang/dokumen dengan tepat waktu, barang/dokumen tidak mengalami kerusakan selama dalam proses pengiriman, pelayanaan keramahan staff pengirim dan bertindak sebaik mungkin dengan memberikan service terbaik yang mereka miliki.
Dengan adanya pelayanaan yang sangat bermutu maka pelanggan akan menjadi loyal dan akan mempercayakan pengiriman baik barang/dokumen mereka kepada pereusahaan tersebut. Dan jika perusahaan tersebut mengembangkan jasa lainnya tentu konsumen akan membelinya karena telah percaya dan merasakan manfaat serta mutu pelayanan yang diberikan.
Sama dengan masjid yang tentunya memiliki kemiripan dengan perusahaan jasa, yaitu masjid menyediakan sarana ibadah dan kegiatan-kegiatan umat Islam yang ditawarkan, tentunya masjid bukan sekedar berfungsi sebagai tempat ibadah ritual tetapi masjid bisa mengambil peranan disektor lainnya yang akan mendukung pembangunan masyarakat.
Maka pelayanan masjid yang bermutu yang dikelola dengan managemen yang
baik tentunya akan mendorong jama’ahnya mendukung dan loyal terhadap kegiatan yang diselenggarakan oleh ta’mir masjid. Dengan demikian maka akan tercipta kemakmuran masjid, yaitu terciptanya masjid-masjid yang memiliki managemen mutu pelayanaan terhadap jama’ahnya. Tentunya tanpa adannya managemen yang baik maka tujuan untuk memakmurkan masjid dalam arti menjadikan pelayanan mutu terhadap jama’ah tidak akan tercapai.
(21)
8
Hal inilah yang mendorong penelitian tentang managemen mutu pelayanan
jama‘ah masjid ini menjadi relevan untuk dilakukan, agar kita bisa mendapatkan
gambaran kongkret tentang managemen masjid yang baik, sehingga akan jadi
“masjid sukses” yaitu masjid yang kaya secara finansial ataupun kegiatan, inilah
mungkin yang disebut sebagai “Memakmurkan Masjid”.
Jelas Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk memakmurkan masjid
sebagaimana firmannya, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”9 dan juga “Bertasbih kepada Allah di
masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya
di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang”10.
Memakmurkan tentunya bukan sekedar pada aspek ibadah spiritual saja tetapi juga kegiatan sosial, pendidikan, kemakmuran dan kesejahteraan dsb. Sejarah Nabi justru memfungsikan masjid dalam berbagai aktifitas baik itu bersifat akherat ataupun duniawi. Dalam sebuah hadist, Rasulullah mengingatkan:
Banyak masjid “Makmur (megah bangunannya) tapi kosong dari petunjuk” (Hr.
9QS. 9:18. 10
(22)
9
Baihaqi); atau hanya dijadikan ‘sebagai bangga-banggaan’(Hr. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah).11
Dan “Masjid Kaya dan Makmur”12 tentunya akan juga berpengaruh pada kemajuan umat di sekitarnya. Hubungan antara masjid dengan jama’ah bersifat horisontal, dimana jama’ah butuh masjid dan masjid membutuhkan jama’ah, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara masjid dan jama’ah dan sebaliknya akan memberikan manfaat besar bagi keduanya.
Tak jarang fenomena dijumpai oleh peneliti banyak masjid yang uangnya banyak, bangunannya megah, tetapi tidak mampu memberikan “kemakmuran” bagi jama’ah disekitarnya yang miskin, banyak remaja yang putus sekolah, dakwah hanya sekedar sholat jum’at dan pengajian rutin saja, dan sepi dari jama’ah, padahal uangnya mencapai puluhan dan ratusan juta, tetapi uang itu hanya untuk sekedar operasional masjid saja.
Sementara ada masjid-masjid yang mungkin bangunannya sederhana, uangnya yang dimiliki mampu memberikan “kemakmuran” bagi jama’ah dan warga sekitar masjid, jama’ahnya antusias untuk mengikuti dan menjalankan ibadah, karena mereka semua peduli dengan masjid, dan masjid juga peduli dengan mereka.
11
Majalah Bulanan Al Falah EDISI 338 | MEI 2016, 12. www.ydsf.org 12
Ini adalaha istilah yang dipakai oleh penulis untuk menggambarkan keadaan masjid yang memiliki kemampuan finansial yang cukup besar dan mampu membuat kegiatan-kegiatan yang menarik dan mampu mendatangkan
jama’ah sekaligus jama’ah memberikan infaq/zakat dan shodaqohnya serta berperan aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh ta’mir masjid.
(23)
10
Bahkan ada masjid yang memiliki program social berupa penyediaan mobil
ambulan jika ada warga atau jama’ah yang sakit, masjid ada wifi dan gema edukasi untuk anak-anak dan remaja, beasiswa untuk mereka yang tidak mampu, bantuan sembako bagi mereka yang miskin, bahkan ada masjid yang mengalirkan air bersih untuk warga sekitarnya, dsb.13
Dalam perkembangan masjid-masjid yang mampu memberikan pelayanan terbaik terhadap jama’ahnya maka akan terjadi feedback yang positif dan menghasilkan jama’ah loyal dan jama’ah memberikan dukungan yang besar terhadap semua kegiatan masjid.
Tanpa managemen pelayanan tentunya hal tersebut tidak akan bisa terlaksana, akibatnya jama’ah akan meninggalkan masjid, atau secara fisik masjid tetap berdiri tetapi sepi dari kegiatan. Masjid bukan hanya sekedar untuk kegiatan ibadah ritual, semisal sholat, ikhtikaf dan dzikir, tetapi masjid bisa menjadi sebuah pusat dakwah, pendidikan, seni dan budaya Islam.
Berbagai macam kegiatan yang melibatkan jama’ah di masjid akan menambah syiar Islam, sehingga akan memberikan dampak positif bagi umat dan masjid tersebut. Kegiatan baca al Qur’an, kursus baca al Qur’an, seminar ke-Islaman, kajian-kajian fiqh, hadist, konsultasi dan berbagai kegiatan yang mampu mendorong ke arah perbuatan yang bernilai positif dan sekaligus bernilai social, edukatif dan bahkan mungkin cultural, sehingga akan mampu menjadikan masjid sebagai tempat yang menarik bagi umat dalam rangka memakmurkan masjid.
13 Ibid.,
(24)
11
Alasan peneliti memilih subyek penelitian adalah Lembaga Kursus al-Qur’an Al Falah Surabaya adalah sebuah lembaga kursus al-Qur’an ini sudah berumur hampir 36 tahun jika kegiatan kursus al-Qur’an ini didirikan semenjak tahun 1402 H/1981 M.
Selain itu santri yang beragam usianya, mulai dari tingkat SMU/SMK sederajat hingga lansia (lanjut usia), dan dari berbagai ragam profesi, PNS, karyawan swasta hingga pejabat baik sipil maupun militer, secara ekonomi juga mulai dari kalangan ekonomi rendah hingga ekonomi menengah atas. Dan jumlah yang fantastis dimana lembaga ini memiliki santri dan santriwati hampir empat ribu seratus lima puluh orang, sudah periode.14 Dan adapun jumlah ustad/sutadzahnya hingga mencapai sekitar 63 orang dan kebanyakan rata-rata mengabdi di sana antara 10-15 tahun, bahkan ada yang diatas 25 tahun.15 Kegiatan kursus ini dilakukan dimasjid al Falah Surabaya, hampir tiap hari mulai dari pagi ba’da subuh hingga malam hari.
Sehingga adanya kegiatan ini masjid ramai dikunjungi jama’ah khususnya yang mengikuti kegiatan kursus atau sekedar ingin menjalankan ibadah sholat. Masjid jadi ramai dari kegiatan syiar Islam dan menjadi “makmur” baik secara finansial maupun kegiatan keagamaan.
B. Pembatasan masalah
14
Sambutan Ketua Lembaga Kursus Al Falah Surabaya, yang disampaikan oleh Ustad Drs. H. Ibnu Mujir, pada www.kursusalfalah.com, dan didonwload pada tanggal 9 mei 2017.
15
Data ini diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan Bpk. Drs. H. Ibnu Munzir selaku kepala bagian Lembaga Kursus al-Qur’an Yayasan MasjidAl-Falah Surabaya yang dilakukan sebanyak 3 kali dan diselenggrakan kantor Lembaga Kursus Al-Quran Yayasan Masjid Al-Falah, tanggal 7, 14 dan 17 Mei 2016.
(25)
12
Yang menjadi fokus penelitian ini adalah managemen mutu pelayanan Lembaga Kursus al Qur’an al Falah Surabaya. Karena fokusnya penelitian ini adalah managemen mutu pelayanan lembaga kursus alQur’an, maka aspek-aspek terkait dengan managemen mutu pelayanan lembaga kursus al Qur’an dimana ditekankan pada aspek finansial/pendapatan dari penerimaan santri, aspek SDM, yaitu ustad/ustadzah yang menjadi pengajar dari lembaga tersebut, aspek visi,misi dan strategi, pemasaran yang cukup lumayan sehingga lembaga ini sampai saat ini masih bertahan dan semakin berkembang jumlah santi/santriwatinya, hingga sekitar 4000 santri lebih hingga saat ini.
Dari sini peneliti tertarik untuk memahami bagaiman managemen mutu pelayanan jama’ah lembaga kursus al Qur’an al falah dan bagaimana analisa Balanced Scorecard managemen mutu pelayanan santri.
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana perencanaan mutu pelayanan lembaga kursus al Qur’an al Falah Surabaya?
2. Bagaimana managemen mutu pelayanan lembaga kursus al Qur’an al Falah Surabaya?
3. Bagamana analisa Balanced Scorecard terhadap managemen mutu pelayanan lembaga kursus alQur’anal Falah Surabaya?
D. Tujuan Penelitian
1. Memahami proses dan pertimbangan perencanaan managemen mutu pelayanan lembaga kursus al Qur’an al Falah Surabaya?
(26)
13
2. Memahami proses-proses dan pertimbangan managemen mutu pelayanan lembagakursus al Qur’an alFalah Surabaya.
3. Melakukan analisa Balanced Scorecard managemen mutu pelayanan lembagakursus al Qur’an alFalah Surabaya.
E. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini bisa bermanfaat bagi para ta’mir masjid yang ingin mengembangkan dakwah lewat menyelenggarakan kursus al Qur’an yang tidak hanya dikhususkan untuk anak-anak usia dini dan remaja, tetapi bisa bagi kaum lansia dan para profesional, sehingga mampu menghapus buta huruf al Qur’an. Karena membaca al Qur’an bagi kaum muslimin merupakan hal yang penting bagi kehidupan.
Bagi kementerian agama (Depag RI) bisa menjadi model guna mendorong masjid-masjid dan lembaga-lembaga Islam untuk bisa “membumikan al Qur’an” dengan mendirikan kursus al Qur’an secara profesional.
Sehingga upaya untuk “memakmurkan” masjid dan semakin meningkatkan syiar dakwah lewat penghapusan buta al Qur’an bisa terwujud secara profesional. Pengembangan kursus-kursus atau Taman pendidikan al Qur’an sehingga dapat dkelolah secara profesional sehingga dapat menambah semarak syiar Islam dan menghapus buta huruf al Qur’an.
F. Penelitian Terdahulu (Literature Review) Adapun kajian literatur yang dilakukan adalah:
(27)
14
1. Jurnal Recent Advances on Finance Science and Management Malaysia yang ditulis oleh Intan Salwani Mohammed, dkk. Jurnal ini berjudul Mosques Fund Management: A Study on Governance and Internal Controls Practices16, lebih menekankan pada bagaimana pemerintah dan pengurus masjid melakukan kontrol terhadap managemen keuangan masjid. Temuan kajian ini menunjukkan bahwa masjid-masjid yang ada dimalaysia (dalam penelitian tsb) justru tidak melakukan prinsip-prinsip managemen kuangan dari sumbangan yang diperoleh baik dari pemerintah, swasta ataupun masyarakat. Penelitian ini hanya memfokuskan pada adanya pencatatan atau tidak, sehingga tidak diketahui bagaimana managemen keuangan masjid yang baik. Hanya pada aspek penekanan apakah masjid sudah melakukan administrasi atau belum pada sumbangan yang sudah diterimanya.
2. Sedangkan penelitian Mohamed Azam Mohamed Adil,dkk dengan judul Financial Management Practices of Mosques in Malaysia17, Zuraidah Mohd Sanusi,18 penelitian ini menghasilkan bahwa dari 192 responden diperoleh bahwa masjid dimalaysia sudah menjalankan pencatatan keuangan/managemen kuangannya. Temuan penelitiannya adalah bahwa tidak semua masjid yang diteliti menjalankan akuntabilitas dalam managemen keuangannya.
16
Jurnal dimuat dalam [email protected]://www.ari.uitm.edu.my. 17
This journal is a member of and subscribes to the principles of, the Committee on Publication Ethics (COPE), GJAT | JUNE 2013 | VOL 3 ISSUE 1 | 23, dalam www.gjat.my.
18The Effects of Internal Control System, Financial Management and
(28)
15
3. Tulisan Agus S. Ekomadyo, yang berjudul Kajian Relasi Sosio-Spasial Antara Masjid Dan Pasar : Kajian Atas Kontribusi Islam Dalam Urbanitas Kontemporer.19Penelitian ini lebih menekankan pada hubungan sosio spasial antara masjid dengan pasar/ekonomi. Dalam penelitian ini mencoba memberikan gambaran bahwa ada hubungan antara nilai-nilai relegius masjid dengan pasar. Kajian ini lebih fokus pada hubungan spasial, tidak mengkaitkan hubungan dengan managemen masjid dengan pasar, misalnya bagaimana masjid bisa mendesain materi-materi jum’atan atau pengajiannya bisa memberikan inspirasi dan mendorong kemajuan ekonomi, sehingga terjadi simbosis komensalisme atara masjid dan pasar.
4. Tulisan Ruspita Rani Pertiwi, S.Psi, MM dalam Jurnal MD Vol I No. 1 Juli-Desember 200820,lebih menekankan bagaimana mengembalikan fungsi masjid secara ideal, dengan memfokuskan pada managemen dakwah masjid, bukan pada tipologi managemen masjidnya. Juga tulisan Firman Nugraha yang juga membahas tentang aktualisasi dakwah bil’amal berbasis masjid yang menekankan orientasi dakwah pada pengembangan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
5. Tulisan berjudul Meningkatkan Fungsi Masjid melalui Reformasi Administarasi:Studi pada Masjid Al Falah Surabaya21, yang ditulis oleh Niko Pahlevi Hentika, Suryadi, Mochammad Rozikin, penelitian ini fokus pada
19
Proseding Seminar Nasional Arsietktur Islam 2: Kotribusi Arsitektur Islam dalam mengatasi masalah perkotaan, Seminar ini diselenggarakan oleh Prodi Arsitektur Fakultas Teknik UMS, pada 24 mei 2012.
20digilib.uin-suka.ac.id/8594/. 21
(29)
16
administrasi masjid al falah Surabaya, baik secara administasi struktur keorganisasian, tetapi tidak memberikan penjelasan tipologi managemennya.
6. Tulisan Abdul Basit, dengan judul “Strategi Pengembangan Masjid bagi Generasi Muda”22 menekankan pada bagaimana masjid membangun dakwah dikalangan pemuda. Tulisan ini menggunakan perspektif komunikasi, dan lebih pada bagaimana menjalin dakwah lewat pembinaan terhadap generasi muda. Bukan pada masjidnya, sehingga masjid hanya sebagai sarana,tempat untuk bisa mendakwai generasi muda.
7. Pada penelitian Marsdenia23dalam judul artikel lebih fokus pada penerapan program penerapan sistem akutansi pada Masjid. Juga Artikel tulisan Desy Andikawati, Wahyu Agus Winarno24. Kedua artikel ini tidak membicarakan bagaimana managemen keuangan masjid, hanya menjelaskan dan mendeskripsikan pengelolannya apakah sudah sesuai dengan prinsip dan sistem akutansi atau belum.
8. Sedangkan artikel yang ditulis oleh Edi Bahtiar, M. Ag25 dengan judul
“Mengembangkan Fungsi Masjid Sebagai Sentra Peradaban Umat Manusia”, lebih
fokus pada sejarah fungsi dan peran Masjid bukan pada Managemen Majid, walaupun peneliti menyertakan beberapa gagasan tentang managemen Masjid diakhir artikelnya tetapi masih sangat umum.
22
Jurnal KOMUNIKA, Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto, Vol.3 No.2 Juli-Desember 2009 pp.270-286. 23
Jurnal UNINSULA Vol.2 No. 1 Mei 2015. 24
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember (UNEJ) dengan judul artikel Financial Report of The Mosque Institute (The Case Study At Anaz Mahfudz and Al–Huda Mosque).
25
Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK: Meretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan, Vol 5, Nomor 2, Juli -Desember 2012, Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah.
(30)
17
9. Artikel dengan judul “The Applicability of The Conventional Managemen Model in Mosque Management”: An Evaluation, yang ditulis oleh Fadzila Azni Ahmad,26 ini berbicara bagaimana melakukan evaluasi untuk menerapkan sistem managemen yang sesuai dengan ajaran Islam, baik pada aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi. Tetapi jurnal ini tidak membicarakan kira-kira sistem managemen mana yang sesuai dengan kebutuhan Masjid untuk diadopsi dengan menggunakan sistem managemen model 7S.
G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian
Penelitian ini secara jenis adalah penelitian kualitatif Jika mengacu pada pengertian penelitian kualitatif menurut Bogdan & Taylor (1973), penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-oarang (subyek) itu sendiri.
Pendekatan ini langsung menunjukkan setting dan individu-individu dalam setting itu secara keseluruhan. Subyek studi, baik berupa organisasi, lembaga atau individu, tidak dipersempit; menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis, melainkan dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan (holistik).27
26
International Research Journal of Human Resources and Social Sciences Vol. 2, Issue 11, Nov 2015, Associated Asia Research Foundation (AARF),Website: www.aarf.asia.
27
H.Arief Furchan dan H. Agus Maimun,Studi Tokoh: Metode Penelitin Mengenai Tokoh, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), h. 16.
(31)
18
Adapun penelitian kualitatif yang akan dilakukan peneliti lebih bersifat evaluative dengan menggunakan perspektif Balanced Scorecard, dengan menggunakan empat perspektif yang ada didalamnya. Adapun subyek penelitian adalah terkait dengan mutu pelayanan lembaga kursus al Qur’anal falah. Medan penelitian yang menjadi subyek penelitian adalah ranah managemen lembaga nirlaba.
2. Sumber data penelitian
Karena penelitian ini terkait dengan managemen mutu pelayanaan jama’ah maka yang menjadi sumber data primer adalah pimpinan lembaga kursus al Qur’an al Falah Surabaya. Sedangkan data sekunder adalah berupa dokumentasi berupa brosur, buklet daftar siswa dan data-data penunjang baik itu dari website dan selainnya yang terkait dengan lembaga kursus al Qur’an al Falah Surabaya.
3. Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah berupa wawancara terhadap sumber data primer dengan masalah yang menjadi fokus penelitian, yaitu pimpinan lembaga kursus al Qur’an al Falah Surabaya.
Wawancara di lakukan dengan teknik semi terstruktur yaitu dengan mengajukan aitem pertanyaan yang sesuai dengan rumusan masalah dan konsep yang digunakan tetapi tetap memberikan kesempatan bagi sumber data untuk memberikan data atau hal-hal yang menurutnya dirasa penting untuk
(32)
19
disampaikan. Dalam mewawancarai peneliti perlu mendengar secara teliti dan mencatat tentang sesuatu penjelasan yang disampaikan oleh informan.28
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan agar sumber data bisa mengekplorasi data dengan lebih dalam, sehingga peneliti bisa memiliki alternatif pemahaman lebih banyak. Tetapi agar wawancara bisa terselenggara secara efektif maka peneliti akan berusaha mengendalikan arah pembicaraan sesuai dengan aitem intrumen yang sudah disusun, untuk menghindari munculnya bias pembicaraan atau ketidakjelasan arah wawancara.
4. Metode klasifikasi data
Ada beberapa tahapan untuk melakukan klasifikasi data, yaitu terhadap data kualitatif yang diperoleh dari wawancara. Karena wawacara dilakukan secara semi terstruktur maka peneliti akan memilah-milah data terlabih dahulu dengan mencocokkan hasil wawancara yang terkait dengan aitem pertanyaan yang diajukan dengan hasil data yang tidak sesuai dan tidak ada hubungannya. Adapun klasifikasinya adalah data yang berhubungan logis antara aitem instrumen dengan jawaban sumber data, berhubungan sebab akibat, berhubungan tetapi bukan sebab akibat, yang berikutnya tidak berhubungan tetapi masih bisa menjadi pelengkap dan tidak berhubungan sama sekalia sekaligus tidak bisa jadi data pelengkap.
28
(33)
20
Maka untuk hasil wawancara yang tidak terkait sama sekali maka tentunya tidak akan menjadi data yang akan dianalisa atau akan tidak digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber data.
5. Teknik Analisis Data adalah sebagai berikut:
Prosedur analisis data mengikuti proses yang harus dilakukan oleh peneliti sebagaimana pada jenis penelitian yang lain yang secara umum adalah mempersiapkan jenis data yang akan dianalisis,mengeksplorasi data, menganalisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis penelitian, menampilkan dan memvalidasi data. Tambahan khusus dalam kualitatif methode adalah bahwa analisis data harus diarahkan pada pertanyaan penelitian.
Karena penelitian ini berpijak dari data tentang kondisi managemen mutu pelayanan lembaga kursus al Qur’an yayasan masjid al falah Surabaya, tentunya melihat karakteristik data yang semacam itu maka peneliti akan menggunakan teknik observasi yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung kondisi managemen mutu pelayanan lembaga kursus al Qur’an al Falah Surabaya terkait hasil-hasil managemen mutu pelayanan yang bisa diukur jumlahnya dan melakukan wawancara terkait dengan data kualitatif proses yang dilakukan oleh managemen lembaga kursus yang menjadi sumber data.
(34)
21
Instrumen penelitian ini dirumuskan dengan menurunkan dari konsep dasar Balanced Scorecard yang memiliki empat perspektif utama yaitu29: a. Perspektif Finansial(keuangan).
Kemampuan lembaga kursus al Qur’an al Falah, melakukan langkah-langkah managemen yang mampu menarik minat jama’ah untuk untuk menjadi santri untuk mengikuti kursus demikian terkait bebarapa aspek yaitu pembuatan produk atau jasa, mengerahkan SDM, melakukan pemasaran,. Adapun indikatornya adalah:
1. Ada paket-peket kursus yang telah diproduksi.
2. Ada pengerahan SDM untuk membuat paket-paket materi kursus. 3. Paket-paket kursus tersebut dipasarkan/direpson positif santri.
4. Ada upaya untuk memasarkan paket-peket kursus kepada santri atau keluarganya atau jama’ah masjid yang berkunjung ke al falah.
5. Ada pembelian terhadap paket-paket kursus yang ditawarkan, bahkan dalam jumlah besar.
6. Ada pemasukan dari hasil penjualan paket-paket kursus yang ditawarkan, bahkan mungkin sampai nilainya besar.
Dari indikator tersebut maka disusun instrumen pertanyaan antara lain:
29
Dalam instrume-instrumen yang dibuat oleh peneliti tentunya tidak semuanya didasarkan pada ukuran-ukuran dalam empat perspektif balanced scorecard yang pada dasarnya diperuntukkan kapada perusahaan atau organisasi yang bergerak dibidang profit atau bisnis murni, tetapi peneliti mengadopsi beberapa ukuran yang menjadi prinsip-prinsip dan secara realitas dimiliki oleh subyek penelitian. Sehingga instrumen pertanyaannya disusun berdasarkan prinsip-prinsip teori dan realitas yang dijumpai pada subyek penelitian.
(35)
22
1. Paket-paket kurus apa saja yang telah diproduksi, bagaimana bentuk kongkretnya, apa saja kelebihannnya, siapa saja yang hendak disasar oleh produk tersebut, apakah produk yang dihasilkan terkait dengan visi, misi dan tujuan lembaga kursus?
2. Kompetensi apa saja yang diperlukan untuk menghasilkan paket-paket materi kursus dilembaga ini?
3. Berapa orang yang dilibatkan untuk mendukung produksi paket-paket materi kursus tersebut?
4. Adakah pemasaran dari paket-paket materi kursus tersebut, bagaimana model pemasarannya, siapa saja yang memasarkannya?
5. Bagaimana respon pelanggan atau calon pelanggan terhadap paket-paket materi kursus yang telah ditawarkan oleh lembaga kursus? 6. Berapa pemasukan dari pemasaran yang dilakukan lembaga dari
pelanggan yang menjadi santri atau santriwati.
7. Adakah produk lain yang dipasarkan oleh lembaga diluar paket materi kursus yang mendapatkan respon positif dari santri dan satriwati peserta kursus?
b. Perspektif Pelanggan (santri).
Perspektif pelanggan/ santri terkait dengan aspek kepuasan pelanggan. Dari penjelasan terkait dengan kepuasan pelanggan ada beberapa aspek antara lain; menjalin hubungan dengan peserta kursus, menyikapi komplain, meminta masukan kepada peserta kursus baik terkait dengan
(36)
23
kursus dan atau masjid, ada upaya-upaya untuk melakukan memberikan pelayanan purna jual terhadap santri yang telah mendaftar dan mengikuti kursus. Ada beberapa indikator dalam perspektif ini yang bisa antara lain: 1. Terdapat rasa puas dari para peserta kursus yang telah mengikuti
kursus, dan ada respon positif, sehingga mereka bersedia ikut kembali atau mengajak orang lain untuk ikut.
2. Ada upaya-upaya dari lembaga untuk merespon komplain dari santri dan satriwati terhadap pelayanan lembaga.
3. Ada pelayanan lembaga yang direspon positif oleh santri dan santriwati.
4. Ada upaya-upaya lembaga untuk meminta masukan dari santri dan satriwati.
5. Ada pelayanan lainnya yang diberikan oleh lembaga terhadap santri dan satriwati pasca mereka menjadi peserta kursus.
Dari indikator ini maka bisa disusun instrumen terkait hal-hal tersebut adalah:
1. Apakah peserta kursus merasa puas atau merasa tidak puas atas pelayanan oleh lembaga kursus? Bentuk kongkret kepuasannya bagaiman? Dan bentuk rasa tidak puasnya seperti apa yang disampaikan kepada lembaga?
2. Adakah komplain tentang pelayanan lembaga? Apa bentuk komplainnya dan bagaimana lembaga meresponnya?
(37)
24
3. Bagaimana respon peserta kursus terhadap pelayanan yang diberikan oleh lembaga?
4. Bagaimana upaya-upaya lembaga mendapatkan masukan-masukan dari peserta kursus, dan bagaimana respon lembaga terhadap masukan-masukan mereka?
5. Pelayanan-pelayanan apa saja yang diberikan oleh lembaga paska mereka menjadi peserta kursus, dan bagaimana respon mereka terhadap pelayanan tersebut?
c. Perspektif Proses Bisnis Internal(keungulan).
Perspektif Proses Bisnis Internal dalam kontek lembaga kursus adalah bagaimana pimpinan beserta ustad/ustadzah memberikan pelayanan kepada santri, dalam mengikuti program kursus alQur’an dan lainnya. Indikator-indikator dalam perspektif Proses Bisnis Internal adalah:
1. Ada upaya-upaya menciptakan produk baru dari lembaga kursus, bentuk produk yang dimunculkan.
2. Ada pelayanan-pelayanan lainnya terhadap peserta kursus pasca mereka mendaftar atau saat mereka mengikuti proses kursus.
3. Respon peserta kursus terhadap produk dalam hal ini pelayanan berupa jasa yang diberikan oleh lembaga.
Dari indikator tersebut maka disusunlah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk produk baru yang dikeluarkan oleh lembaga untuk memuaskan peserta kursus?
(38)
25
2. Apa saja dan bagaimana bentuk dari pelayanan yang diberikan kepada peserta oleh lembaga agar mereka merasa puas?
3. Bagaimana respon peserta kursus terhadap pelayanan yang diberikan oleh lembaga pasca mendaftar dan mengikuti proses kursus?
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan memungkinkan pimpinan melakukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki, perbaikan sistem dan perbaikan prosedur dalam lembaga. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut:
1. Ada seleksi secara ketat dalam melakukan rekrutmen untuk pengajar-pengajar kursus dilembaga.
2. Ada upaya-upaya pengawasan terhadap kualitas kinerja dalam melakukan mengajar yang dilakukan kepada peserta kursus.
3. Ada pembagian kerja, aturan dan etika sehingga mereka bisa bekerja dengan baik dan memberikan pelayanan yang baik bagi peserta kursus. 4. Ada upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja, baik lewat pemberian
gaji, tunjangan dan motivasi serta hal-hal lainya yang memungkin mereka bisa bekerja dengan baik dan produktif.
5. Ada upaya-upaya lembaga untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka meningkatkan kinerja mereka.
Dari indikator-indikator tersebut maka disusun instrumen pertanyaan sebagai berikut:
(39)
26
1. Bagaimana rekrutmen dan seleksi untuk ustad/ustadzah yang menjadi pengajar di lembaga ini? Bagaimana persyaratannya, tes apa saja yang harus dipenuhi dan bagaimana mekanismenya? Siapa yang terlibat dalam seleksinya?
2. Bagaimana pihak lembaga melakukan pengawasan terhadap kinerja para pengajar kursus dan staff agar memiliki kinerja sesuai dengan harapan? Apakah ada sangsi jika mereka melakukan pelanggaran? Apa bentu sangsinya?
3. Bagaimana pembagian kerja antar pengajar, aturan main, etika kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja?
4. Bagaimana upaya-upaya lembaga dalam meningkatkan kinerja selain pengawasan dan pemberian kewajiban berupa gaji?
5. Bagaimana upaya-upaya lembaga dalam meningkatkan kemampuan, loyalitas dan integritas pengajar sehingga mampu memberikan kinerja yang baik bagi lembaga.
H. Sistematika pembahasan
Untuk mempermudah melakukan penelitian ini maka disusunlah sistematika pembahasan. Adapun sistematika pembahasan terdiri dari BAB I berupa pendahuluan berupa identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, telaah pustaka, sistematika penelitian, serta outline penelitian. BAB II tentang konsep managemen, managemen masjid, sistem managemena dan sistem managemen Balanced
(40)
27
Scorecard. BAB III berupa paparan tentang managemen mutu pelayanan Lembaga Kursus Al Qur’an al Falah Surabaya. BAB IV berisi analisa Balanved Scorecard mutu pelayanaan Lembaga Kursus Al Qur’an al Falah Surabaya. BAB V berisi tentang penutup yang memuat kesimpulan dan penutup, sebagai hasil analisis terhadap data-data penelitian, beserta hal-hal yang dapat dikembangkan lebih lanjut dengan memanfaatkan hasil dari penelitian ini.
I. Outline Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini, yaitu memahami dan menganalisa managemen mutu pelayanan jama’ah dan analisa Balanced Scorcardnya.
Tahap pertama, peneliti akan mengumpulkan awal sebagai studi pendahuluan, terkait masalah yang akan dianalisa. Tahap kedua, menentukan instrument untuk melakukan pengumpulan data, baik lewat wawancara atau Quisioner. Tahap ketiga, melakukan pengumpulan data dilapangan. Tahap keempat, mengklasifikasikan data dan melakukan analisa dengan balanced scorecard. Tahap kelima, membut kesimpulan dan saran dari penelitian
(41)
28
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Masjid
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masjid diartikan sebagai rumah atau bangunan tempat bersembayang umat Islam. Arti ini memang terlalu sempit dan kurang begitu jelas maknanya, sebab kalau hanya tempat yang dipakai untuk sembayang umat Islam, tentunya bisa mushalla, langgar dan sebagainya yang bisa digunakan untuk sembayang umat Islam.
Menurut Sidi Gazalba, masjid secara harfiah adalah tempat sembahyang, tetapi dalam bahasa Arab berati tempat sujud, karena berasal dari kata sajadah, sebagai tempat sujud, masjid memiliki makna lebih luas, bukan sekedar gedung, sebab dimanapun umat Islam bisa melaksanakan sujud atau penghambaan kepada Allah Swt.
Maka sujud dalam pengertian lahir berarti gerakan dan sujud dalam pengertian batin adalah pengabdian, maka pengabdian memang akan lebih luas maknanya dibanding sekedar tempat sujud. Sehingga masjid sebagai salah satu tempat sujud juga bisa memiliki makna lebih luas bukan sekedar tempat sembayang saja sebagaimana kebanyak umat Islam memahami dan mempersepsi pada saat ini.
B. Sejarah perkembangan Masjid
Sejarah pembangunan Masjid yang pertama kali dibangun oleh nabi ini di dirikan diatas tanah milik seorang sahabat Anshar yang bernama Sahl dan
(42)
29
Suhail b. Amr dimadinah setelah nabi baru saja tiba dari mekkah hijrah ke madinah. Di tanah milik Sahl dan Suhail ibn Amr juga didirikan rumah tempat tinggal nabi yang kemudian satu kompleks dengan masjid.
Bentuk bangunan masjid ini hanya berupa sebuah ruangan terbuka yang luas, keempat temboknya dibuat dari batu bata dan tanah. Atapnya sebagian terdiri dari daun kurma dan sebagian lagi dibiarkan terbuka, dengan salah satu bagian digunakan sebagai tempat untuk kaum fakir miskin yang tidak punya tempat tinggal, boleh tinggal disana. Tak ada penerangan dalam masjid jika malam hari. Dan penerangan hanya menggunakan jerami dan ranting kecil untuk dibakar ketika nabi dan sahabatnya akan melaksanakan sholat isya, dan keadaan seperti ini berlangsung sampai hampir sembilan tahun dan setelah itu baru dipasang lampu-lampu minyak yang dipasang pada batang-batang kurma yang menjadi penyangga masjid. Masjid dan rumah nabi dibuat secara sederhana, walaupun rumah nabi tentunya lebih tertutup.
Masjid dan rumah Nabi yang menjadi satu kompleks inilah mungkin kelak mendorong hampir semua aktifitas dakwah Islam dikembangkan lewat masjid. Bukan hanya itu nabi juga melakukan pengajaran tentang agama Islam di dalam masjid, nabi melakukan pembinaan juga didalam masjid dan hampir aktifitas pengembangan Islam mungkin tidak bisa dilepaskan dari masjid saat itu.
Sehingga masjid menjadi central bagi pengembangan dakwah, bahkan masjid memiliki posisi dan kedudukan sangat penting dalam Islam, sehingga dalam sejarah orang-orang yahudi berusaha menciptakan masjid tandingan
(43)
30
guna merubah dan memecah belah persatuan umat Islam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an: “Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang-orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah:"Kami tidak menghendaki selain kebaikan"1.
Juga dijelaskan dalam al Qur’an sebagai mana artinya: “Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)” Dan ayat lain justru melarang kaum musyrik memakmurkan masjid-masjid Allah sebagai firman-Nya yang berbunyi, “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka”2.
Mesjid menjadi sebuah tempat sosialisasi ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya, serta sebagai tempat untuk melakukan kebajikan-kebajikan atas dasar ketakwaan sebagaimana firman Allah yang berbunyi, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah
orang-1
QS. 9: 107.
2
(44)
31
orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk”3.
C. Fungsi dan peran masjid dalam dakwah dan peradaban Islam
Nabi memfungsikan masjid bukan sekedar sebagai tempat ibadah atau untuk murni menyembah Allah, sholat, dzikir, membaca al-Qur’an dan ihtikaf. Tetapi Nabi memfungsikan masjid sebagai sebuah tempat yang bertemuanya kepentingan dunia dan kepentingan akherat. Mulai dari memberikan tauziyah, nasehat dan menyampaikan dakwah, pendidikan dan juga mengatur urusan keumatan, dari ekonomi hingga politik, dari persoalan rumah tangga hingga persoalan negara4.
Nabi juga menggunakan masjid sebagai basis pelatihan militer yang saat itu memang dibutuhkan dalam mengembangkan Islam, masjid juga digunakan untuk aktifitas sosial, keagamaan dan kenegaraan. Semua aktifitas keumatan dari hablu minalah sampai hablu minannas dipusatkan di masjid.
Masjid menjadi tempat dan sarana mengembangkan kebudayaan dan peradaban. Kalau kita menelusuri sejarah, bahwa nabi ketika setelah tiba di madinah dalam hijrahnya itu, nabi tidak membangun istana, tidak membangun benteng tetapi yang dibangun pertama kali adalah masjid5.
Masjid menjadi simbol bukan hanya penghambaan kepada Allah Swt.sebagai tempat sujud tetapi masjid juga merupakan titik tolak bagi sebuah
3
QS. 9:18. 4
Sidi Gazalba,Mesjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam,(Jakarta: Pustaka al-Husna,1994), 322. 5
(45)
32
pondasi terwujudnya peradaban dunia Islam. Masjid menjadi berfungsi sebagai pusat dunia Islam, artinya menjadi pusat ibadah dan kebudayaan dunia6.
Dengan demikian peran masjid menjadi sangat signifikan karena mengemban peran ke-Tuhanan dan kemanusiaan. Sehingga masjid memiliki peran sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, ibadah, mendorong kegiatan ekonomi; pemberdayaan umat, kegiatan sosial dan kemanusiaan; donor darah, bazar murah, penyantunan, kegiatan pendidikan, baik anak-anak, remaja atau dewasa dan kaum manula dsb.
Bahkan peneliti membayangkan Masjid menjadi basis seluruh kegiatan umat, memenuhi kebutuhan umat, sehingga umat akan tertarik dengan masjid, umat akan senang dan betah berada di masjid dan tentunya hal ini akan menjadi kekuatan baru dan sekaligus sebagai identitas muslim dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan Rasulnya.
Tetapi fenomena sebaliknya adalah masjid-masjid yang banyak dijumpai peneliti tidak memiliki fungsi dan peran sebagaimana masjid yang dicontohkan nabi, memang bukan berarti kita kembali kepada masa lampau dan tekstual memaknai fungsi dan peran mesjid dalam pengembangan peradaban Islam.
Mungkin banyak orang berpikir bahwa masjid itu tempat sakral, khusus untuk ibadah, urusan ibadah adalah urusan murni hubungan kepada Tuhan, jangan dicampuri dengan urusan duniawi, menurut peneliti bahwa mendikotomikan urusan dunia dan urusan akherat dalam memaknai fungsi dan peran masjid menurut hemat peneliti adalah pendangkalan pemahaman.
6
(46)
33
Dalam sejarah yang dibaca oleh peneliti tidak menjumpai adanya dikotomi peran antara masjid sebagai ibadah di satu sisi dan peran sosial kemanusian disisi lain. Nabi tidak pernah memisahkan antara kehidupan duniawi dan kehidupan akherat, beliau juga mengurus kebutuhan dan kepentingan umat dari pagi hingga malam, tetapi beliau juga tidak lupa dengan akherat di kala malam beliau selalu bersujud dan memohon ampun kepada Allah Swt.
Dan peneliti menyaksikan bahwa ada sesuatu yang berubah dari pemahaman
para ta’mir masjid tentang fungsi dan peran masjid sebagai ibadah dan pengembangan kebudayaan untuk mengarah pada terciptanya peradaban Islam.
Hari ini kebanyak masjid kalau tidak bisa dikatakan hampir semuanya masjid-masjid yang ada baik dibawah lembaga dakwah dan organisasi kemasyarakatan atau perseorangan dan warga masyarakat baik yang berada diperkotaan dan pedesaan, baik yang dikelola secara profesional atau sekedar ala kadarnya, peneliti menjumpai fungsi dan peran masjid hanya sebagai tempat ibadah, tidak lebih dan tidak kurang.
Kalaupun ada beberapa masjid yang berkembang menjadi tempat pendidikan, TPA tetapi juga hanya terbatas itu saja. Sebab peneliti juga pernah menyaksikan dunia ada seorang Ustad yang mengembangkan konsep integral fungsi dan peran masjid lebih dari sekedar tempat ibadah.
Dan peneliti meyaksikan sebenarnya banyak masjid-masjid yang juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan dengan konsep yang terintegrasi sehingga menjadi pusat pengembangan dakwah dan pengembangan keumatan tetapi sekaligus juga menjadi pusat ibadah. Misalnya Mesjid Ampel atau
(47)
34
Masjid Sunan gersik, Masjid Kudus dan lainnya, yang selama ini hanya dikunjungi umat hanya untuk kegiatan ibadah ritual saja.
Padahal potensi pengembangan Islam baik secara ekonomi, social,ilmu pengetahuan dan kebudayaan masjid-masjid tersebut bisa menjadi daya tarik jika dikembangkan dengan mengambil pelajaran dan hikmah dari sejarah Nabi dan sahabat mengembangkan masjid sebagai pusat ibadah dan kebudayaan Islam. Jika masjid-masjid tersebut ter-managemen dengan baik, khususnya
dalam hal pelayanannya terhadap jama’ah tentu akan semakin besar dukungan jama’ah terhadap pengembangan kegiatan masjid.
D. Pengertian Managemen Masjid
Managemen adalah proses mengoordinasikan aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisien mengacu pada memperoleh output (hasil) terbesar dengan input (sumber daya) terkecil. Efektivitas sering digambarkan sebagai “melakukan pekerjaan yang benar”, yaitu aktivitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai sasaran.7 Managemen adalah usaha yang dilakukan oleh seorang manager dalam mengkoordinasi kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki baik itu sumber daya manusai, finansial, teknologi atau sumber daya fisik (bangunan, tanah dsb) secara efektif dan efisien.
7
Stephen P. Robbin dan Mary Caoulter, terj. Harry Slamet,managemen jilid 1,(Indeks, 2009),8. Sehingga managemen dikatakan berhasil jika organisasi tersebut bisa mencapai sasaran-sasarannya lebih besar dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki. Semakin besar capaian sasaran-sasarannya maka managemen bisa dikatakan sukses.
(48)
35
Adapun fungsi Managemen:8terkait dengan fungsi perencanaan, yang mencakup proses perumusan sasaran, membangun strategi untuk mencapai mancapai sasaran tersebut, dan mengembangkan rencana guna memadukan dan mengkoordinasikan sejumlah aktivitas, Pengorganisasian, upaya untuk merancang pekerjaan guna mencapai sasaran organisasi.
Hal ini terkait dengan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakan, pengelompokkan tugas, jalur pelaporan tugas, dan siapa dan pada level apa keputusan harus diambil; Kepemimpinan, dalam menjalankan managemen tidak bisa dilepakan fungsi kepemimpinan, sebab managemen adalah bekerja dengan orang lain dalam mencapai sasaran organisasi secara bersama, maka bagaimana pemimpin bisa berkomunikasi, memotivasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi atau yang dihadapi oleh bawahannya dan melakukan pelatihan dan pembimbingan agar mereka bisa bekerja dengan baik sesuai sasaran organisasi (fungsi kepemimpinan)9.
Pengendalian, karena para manager harus memastikan bahwa apa yang di rencanakan, di delegasikan akan berjalan dengan baik serta mengantisifasi dan memprediksi munculnya masalah sehigga tidak menggangu pencapaian sasaran, maka diperlukan pengendalian. Sehingga pengendalian adalah proses
8
Ada beberapa pendapat tentang fungsi managemen, ada yang menggunakan istilah POAC (planing, organising, aktualing dan controling) dari George R. Terry, ada yang menggunakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian, substansinya sama dimana dalam aktualing peran serta manager juga sangat diperlukan, sebab dalam menjalankan kegiatan managerial tidak bisa dipungkiri bahwa kepemimpinan juga terwujud didalamnya. Sehingga perbedaan fungsi-fungsi dikalangan ilmuan menagemen itu bukan bersifat substantif. Karena memang managemen adalah bagaimana mencapai sasaran organisasi dengan menggunakan dan melibatkan sumberdaya lainnya, khususnya manusia maka istilah kepemimpinan lebih tepat dalam menjalankan managemen (lihat Stephen P. Robbin dan Mary Caoulter, terj. Harry Slamet,
managemen jilid 1,(Indeks, 2009),10. 9
(49)
36
memantau, memperbandingkan, dan mengoreksi kegiatan-kegiatan dan orang yang menjalankan agar tercapai sasaran organisasi10.
Istilah peran managemen mengacu pada kategori-kategori tertentu prilaku managerial, antara lain:11Peran antar pribadi,peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain yang bersifat seremonial dan legal, misalnya memberikan ucapan selamat datang bagi pengunjung. Peran informasional, peran manager terkait dengan pemantauan, penyebaran,pengumpulan informasi dan menyebarkan informasi. Peran pengambilan keputusan, peran ini terkait bagaimana manager membuat keputusan dari berbagai infomasi yang diperoleh.
Maka Managemen Masjid adalah bagaimana melakukan pengelolaan Masjid untuk mencapai sasaran yang diinginkan dengan jalan melakukan koordinasi aktivitas-aktivitas baik finansial, maupun jama’ah dalam rangka “Memakmurkan Masjid”. Bagaimana mengelolah berbagai potensi yang dimiliki oleh Masjid, seperti Jama’ah, Donatur, sarana fisik Masjid, Brand/citra yang dimiliki, SDM/pengurus, sarana teknologi yang dimiliki untuk mencapai sasaran yang dikehendaki.
E. Fungsi dan Peran Masjid
Mengacu pada fungsi Masjid Nabawi yang dibangun Nabi, maka Masjid memiliki fungsi antara lain:12 Tempat ibadah (shalat dan dzikir), tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial, budaya dan
10 Ibid., 11
Ibid., Stephen P. Robbin dan Mary Caoulter,2009, 11. 12
Eman Suherman,Managemen Masjid:Kiat Sukses Meningkatkan Kualitas SDM Melalui Optimalisasi Kegiatan Umat berbasis Pendidikan Berkualitas Unggul,(Bandung:Alfabeta,2012, 62.
(50)
37
politik),tempat pendidikan, tempat santunan social, tempat untuk latihan militer dan menyusun strategi,tempat pengobatan para korban perang, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, aula tempat menerima tamu, tempat menwan tahanan, tempat penerangan dan pembelaan agama.
Dari fungsi diatas maka peran Masjid pada masa Nabi memiliki peran yang berdimensi spiritual maupun berdimensi sosial, bahkan peran-peran sosial Masjid lebih banyak dibanding peran spiritual Masjid13.
Jika demikian Masjid sebenarnya memiliki peranan sebagai tempat menyemai peradaban, minimal Masjid bisa menginspirasi banyak Umat Islam untuk melakukan perbaikan dan membangun sebuah peradaban atau dalam arti
sosial menciptakan “Kemakmuran”.
F. Aspek managemen Masjid
Adapun aspek-aspek yang menjadi bagian dari managemen Masjid adalah terkait dengan14:
a. Sarana fisik Masjid
Hal ini terkait sarana dan prasana fisik yang dimiliki Masjid, misalnya ruang sholat laki-laki dan perempuan, mimbar dan podium, tempat wudhu, sound system, perpusatkaan dsb15.
b. Pengurus Masjid
Orang-orang yang ditunjuk untuk mengelola Masjid baik itu bersifat profesional atau volunter yang bertugas menjalankan managemen
13
Ibid, Ghazalba, 118. 14
Ibid.Eman Suhaerman. 15
(51)
38
Masjid, memiliki struktur, tangungjawab dan wewenang sebagaimana job disk yang diberikan16.
c. Keuangan Masjid
Masjid tentunya memiliki potensi mendapatkan dana dari infaq, zakat,
shodaqoh dari para jama’ah. Persoalan keuangan Masjid bukan hanya semata-mata mengumpulkan, mencatat dan melaporkan, maka harusnya masalah keuangan Masjid harus dikelola agar mampu memberikan “kemakmuran” baik Masjid maupun Jama’ahnya. Secara managemen Kuangan Masjid tentu menjadi hal terpenting yang harus dikelola dengan baik dan harus akuntable17.
d. Jama’ah Masjid
Jama’ah Masjid adalah Umat Islam yang menjalankan aktivitas baik sosial atau spiritual di Masjid. Orang-orang yang mengunjungi dan memiliki keperluan dengan Masjid baik itu bersifat rutin ataupun momentual. Jika Jama’ah ini dimanagemen dengan baik maka akan menjadi potensi yang besar bagi kemajuan dan kemakmuran Masjid dan Jama’ahnya. Kepuasaan Jama’ah akan memberikan efek positif bagi perkembangan Masjid tentunya18.
e. Program masjid
Dalam upaya memakmurkan masjid, maka pengurus masjid harus menyusun program/kegiatan yang dilakukan dimasjid. Adapun beberapa
16 Ibid., 17
Ibid., 18
(52)
39
kegiatan dalam rangka memakmurkan masjid, diluar sarana fisik masjid adalah19:
1) Kegiatan ibadah
Kegiatan ibadah biasanya berupa sholat lima waktu, sholat sunnah,
dzikir, ikhtikaf, berdo’a, zakat, infaq, shodaqoh dan membaca al Qur’an. Membaca al Qur’an sangat disarankan sebagaimana tertulis pada sebuah ayat dalam al Qur’an “Dan apabila dibacakan al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.20
Selain itu ada ayat lain yang menyerukan pentingnya membaca al Qur’an sebagaimana berbunyi “Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu al Kitab (al Quran) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman”21.
Maka program/kegiatan masjid juga harus menghadirkan kegiatan yang mendorong orang mempelajari al Qur’an baik itu membacanya, atau bahkan mengkajinya. Dikalangan masyarakat muslim kegiatan membaca al Qur’an sudah menjadi kebutuhan, bahkan banyak ibu-ibu dan bapak-bapak ikut belajar al Qur’an. TPA/TPQ bukan hanya milik kalangan anak-anak usia anak-anak atau remaja tetapi juga para lansia.
19
Moh.E. Ayub dkk,Managemen Masjid, Jakarta: Gema Insani, 1996, 73-74. 20
QS. 7: 204. 21
(53)
40
Seriring dengan program pemerintah tentang menekan angka “melek huruf” yaitu sebuah upaya untuk menghapus buta huruf. Dikalangan masyarakat muslim sebaliknya mereka juga aktusias dalam kegiatan/program “melek huruf al Qur’an”. Ini adalah peluang besar bagi masjid untuk menyelenggarakan program/kegiatan dalam rangka memerangi buta huruf al Qur’an dikalangan umat Islam.
2) Kegiatan keagamaan22
Kegiatan keagamaan, bisa berupa kajian rutin, baik itu terkait dengan fiqh, muamalah, sosial, politik dan psikologi dalam rangka meningkatkan kualitas keimanan dan wawasan. Kegiatan peringatan hari-hari besar Islam (PHBI) juga biasanya diadakan dimasjid, sesuai dengan memontumnya. Selain itu
3) Kegiatan pendidikan
Makna pendidikan disini bisa berupa pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal misalnya masjid mendirikan sekolah atau madrasah mulai pada tingkat TK, SD, SMP/MTs, SMA/Aliyah bahkan bisa juga PT. Adapun pendidikan non formal bisa berupa pendidikan pesantren kilat, pelatihan remaja managerial buat remaja masjid, kursus bahasa, kesenian dsb.
4) Kegiatan-kegiatan lainnya
Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan lain adalah kegiatan yang positif dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang bisa
22
(54)
41
mengarah pada memakmurkan masjid, misalnya pengadaan perpustakaan, seminar, penyantunan yatim piatu, dhuafa, pelayanan kesehatan, tempat bermain anak, olahraga, ketrampilan, penerbitan dsb. Dengan demikian masjid diharapkan menjadi pusat-pusat kegiatan posisitif baik itu bersifat ibadah ritual, ibadah sosial, maupun kegiatan kultural23.
Banyaknya kegiatan akan memungkinkan masjid menjadi pusat kegiatan umat baik itu mulai dari anak-anak, dewasa hingga lansia. Sehingga masjid tidak akan pernah sepi dari kegiatan keumatan, sehingga
otomatis “kemakmuran” masjid tidak hanya semata-mata pada keadaan fisik dan mendorong kegiatan spiritual saja, melainkan mendorong pula kegiatan sosial, pendidikan, kesehatan bahkan mungkin terciptanya kegiatan ekonomi keumatan yang mendorong kemandirian secara ekonomi masyarakat muslim sehingga terjadi kesejahteraan kaum muslimin.
G. Managemen Pelayanan
a. Pengertian pelayanan
Pelayanan didefiniskan oleh Gronroos, sebagai berikut: “Palayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh diperusahaan
23
(55)
42
atau organisasi pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan permaslahan konsumen atau pelanggan”.24
Sementara Zemke yang juga dikutif oleh Collins dan McLaughlin memberikan penjelasan tentang perbedaan antara barang dan jasa (pelayanan) sebagaimana tabel dibawah ini25:
Tabel 2.1. Karakteristik Barang dan Jasa (pelayanan)
Produk (barang) Jasa Pelayanan
Konsumen memiliki obyeknya Konsumen memiliki kesengan. Pengalaman atau memori tersebut tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain. Tujua pembuatan barang adalah
keseragaman, semua barang adalah sama.
Tujuan penyelenggaraan pelayanan adalah keunikan. Setiap konsumen dan setiap
kontak adalah “spesial” Suatu barang dapat disimpan di
gudang, sampelnya dapat dikirim ke konsumen.
Suatu pelayanan terjadi saat tertentu, ini tidak dapat disimpan digudang atau dikirimkan
contoh-contohnya. Konsumen adalah pengguna akhir
yang tidak terlibat dalam proses produksi.
Konsumen adalah “rekanan” yang terlibat dalam proses produksi.
Kontrol kualitas dilakukan dengan cara membandingkan output dengan spesifikasinya.
Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara
membandingkan harapannya dengan pengalamannya. Jika terjadi kesalahan produksi,
barang dapat ditarik kembali dari pasar.
Jika terjadi kesalahan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki adalah meminta maaf.
Moral karyawan sangat penting. Moral karyawan berperan sangat penting.
b. Pengertian managemen pelayanan
Managemen pelayanan adalah aktivitas yang dimulai dari perencanaan, pengorganan, pendelegasaian sampai dengan evaluasi
24
Ratminto & Atik Septi Winarsih,Managemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, 2.
25 Ibid., 3.
(56)
43
yang dengan pelayanan atau jasa yang bertujuan memberikan nilai kemanfaatan agar konsumen atau pelanggan merasa puas atau terpuaskan26.
Sebenarnya pelayanan tidak hanya terkait dengan produk jasa saja, sebab produk barang juga tetap membutuhkan pelayanan. Misalnya banyak perusahaan yang bergerak di industri mobil atau motor memberikan pelayanan purna jual, pelayanan service gratis dan berbagai jasa atau pelayanan yang diberikan kepada konsumen atau pelanggan mereka.
Sehingga baik perusahaan yang memproduksi barang atau jasa tetap keduanya memberikan pelayanan diluar barang atau jasa yang dipasarkannya. Bank, Lembaga pembiayaan (finance) juga memberikan pelayanan walaupun mereka sebenarnya menjual jasa.
Walaupun perusahaan manufaktur mungkin lebih menekankan pemberian pelayanaan terkait dengan produksi barang yang mereka pasarkan, sedangkan perusahaan jasa menekankan pelayanannya ada produk jasa yang mereka tawarkan. Pada hakekatnya sama.
c. Prinsip-prinsip Managemen Pelayanan sebagaimana berikut:27 1) Identifikasi kebutuhan konsumen yang sesungguhnya. 2) Sediakan pelayanan yang terpadu (one-stop-shop).
26 Ibid., 27
(57)
44
3) Buat sistem yang mendukung pelayanan konsumen.
4) Usahakan agar semua orang atau karyawan bertanggung jawab terhadap kualitas pelayanan.
5) Terus berinovasi.
6) Layani keluhan konsumen secara baik.
7) Bersikap tegas tetapi ramah terhadap konsumen.
8) Jalin komunikasi dan interaksi khusus dengan pelanggan. 9) Selalu mengontrol kualitas.
H. Managemen pemasaran
a. Pengertian pemasaran
Suatu proses sosial dan managerial dengan mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan serta mempertukarkan produk sosial dan nilai dengan pihak lain28.
b. Tujuan pemasaran
Menurut Peter Drucker, tujuan pemasaran adalah membuat penjualan berlebihan. Dengan kata lain, tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami konsumen demikian baiknya sehingga
barang atau jasa cocok…dan barang atau jasa itu menjualnya
sendiri.29
c. Pengertian managemen pemasaran
28
Kotler/Armstrong,Dasar-dasar pemasaran jiiid 1,(Terj. Wilhelmus W. Bakowatun, 1992), 6. 29
(58)
45
Managemen pemasaran didefiniskan sebagai analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas program yang dirancang untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dengan maksud untuk mencapai sasaran organisasi.30
d. Falsafah managemen pemasaran
Dalam memahami falsafah managemen pemasaran, maka perlu memahami lima konsep dasar yaitu31:
1) Konsep produksi
Konsumen atau pelanggan akan menyukai produk baik barang atau jasa yang tersedia dan selaras dengan kemampuan mereka dalam membeli sehingga hal ini akan mendorong pihak managemen penyedia produk (barang dan jasa) untuk senantiasa melakukan efisiensi baik dalam hal produksi atau distribusi32.
2) Konsep produk33
Bahwa konsumen atau pelanggan akan menyenangi prosuk (barang dan jasa) yang menawarkan mutu dan kinerja yang paling baik serta keistimewaan yang mencolok dan karena itu organisasi atau perusahaan harus mencurahkan upaya terus meners dalam perbaikan produk.
30 Ibid,.14. 31
Ibid.,14-20. 32
Ibid., 33
(59)
46
3) Konsep penjualan
Konsumen atau pelanggan tidak akan membeli cukup banyak produk (barang dan jasa) terkecuali organisasi menjalankan suatu usaha promosi dan penjualan yang kokoh. Baik organisasi laba atau nirlaba sama-sama melakukan penjualan, walaupun orientasinya mungkin sedikit memiliki perbedaan, sebab tanpa penjualan maka produk (barang atau jasa) yang mereka tawarkan tidak atau sulit untuk dikenal dan dibeli oleh konsumen atau pelanggan34.
4) Konsep pemasaran
Bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan pemberian kepuasaan yang diinginkan secara lebih efektif dan lebih efisien dari yang dilakukan para pesaing.
5) Konsep pemasaran kemasyarakan
Tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan minat pasar sasaran(konsumen) dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan lebih efisien dibandingkan para pesaing sedemikian rupa sehingga dapat mempertahankan dan mempertinggi kesejahteraan masyarakat35.
34 Ibid., 35
(60)
47
Artinya pemasaran bukan semata-mata bagaimana memberikan nilai tambah terhadap produk (barang dan jasa) tetapi juga nilai kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga tidak semata-mata yang penting produk bisa diserap pasar dan memberikan nilai manfaat tetapi lebih dari itu memberikan nilai kesejahteraan bagi masyarakat36.
I. Managemen strategis
a. Pengertian Strategi37
Strategi didefinisikan oleh Chandler sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan/organisasi dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. SementaraPorter, mengatakan strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing.
Strategi memang identik dengan usaha/langkah serta keputusan untuk menciptakan kemampuan kemampuan perusahaan/organisasi dalam menciptakan keunggulan bersaing sebagaimana dikatakan oleh
Learned, Christensen,Adrews,dan Guth.38
Maka setiap perusahaan/organisasi harus membuat sebuah perencanaan yang mengarahkan pada keunggulan bersaing dimasa depan baik terkait dengan produk yang dihasilkan, baik berupa barang/jasa, kualitas sumber daya manusia, kualitas pelayanan kepada konsumen/pelanggan, dan nilai-nilai yang ditawarkan dan serta
36 Ibid., 37
Freddy Rangkuti,Teknik Membedah Kasus Bisnis: Analisis SWOT,Jakarta: Gramedia,2015, 3. 38
(61)
48
komitmen perusahaan/organisasi untuk senantiasa melakukan perbaikan.
Strategi bisa diartikan adalah sebuah tujuan jangka panjang dari sebuah perusahaan/organisasi, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan.
Ada 2 konsep dasar terkait strategi yaitu Distinctive Competence: tindakan yang dilakukan oleh perusahaan/organisasi agar dapat melakukan kegiatan yang lebih baik dibanding pesaingnya. Untuk strategi ini Day dan Wensley mengidentifikasi adanya Distinctive
Competence, dalam suatu organisasi dengan 2 indikasi yaitu, pertama,
Keahlian tenaga kerja,kedua, Kemampuan sumber daya39.
Dengan kata lain kompetensi, serta integritas dan moralitas sumberdaya manusia merupakan nilai tersendiri dan kekuatan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan/organisasi dalam menghadapi pesaingnya. Sementara Competitive Advantage: kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya.
Menurut Porter, indikasi bahwa perusahaan/organisasi memiliki
Competitive Advantage, jika mereka memilikipertama, cost leadership,
diferensiasi, dan fokus.40Dengan tiga hal tersebuta yaitu kepemimpinan efektif, memiliki perbedaan baik dalam hal kualitas produk, SDM dan
39 Ibid.,5. 40
(62)
49
nilai-nilai dan kultur perusahaan/organisasi, serta fokus pada produk/jasa yang mereka tawarkan.
b. Pengertian Managemen Strategis
Managemen Strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas-fungsional yang membuat sebuah organisasi mampu mencapai tujuannya41.
Managemen strategis berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan managemen, pemasaran,keuangan/akutansi, produksi/oprasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi.
Istilah managemen strategis juga sinonim dengan perencanaan strategis, walaupun demikian istilah managemen strategis digunakan untuk merujuk pada perumusan, implementasi, dan evaluasi strategi, sedangkan perencanaan strategis lebih pada perumusan strateginya saja. Adapun tujuan managemen strategis adalah mengekslorasi serta menciptakan berbagai peluang baru dan berbeda untuk masa depan42. c. Paradigma Strategis
Paradigma yang harus dikembangkan dalam penyusunan strategi tentunya yang fundamental adalah analisis terhadap kekuatan internal dulu, sebab dengan melakukan pemetaan dan analisis internal, maka perusahaan atau organisasi akan memahami filosofis perusahaan/organisasinya, dan memahami serta menghayati nilai-nilai
41
Fred, R. David,Managemen Strategi: Konsep,(Terj. Dono Sunardi, Jakarta: Salemba empat: 212), 5. 42
(63)
50
yang ia miliki dan akan dikembangkan serta dibenturkan kepada keadaan masyarakat serta tentunya persoalan yang fundamental yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
Dari sanalah mungkin perusahaan/organisasi menciptakan produk untuk dipasarkan tentunya dengan melakukan segmentasi dan posisioning yang tepat. Baru ketika produk yang digulirkan oleh perusahaan/organisasi berada dipasar, maka bagaimana respon pasar dan respon pesaing, itulah juga turut menjadi pertimbangan untuk menciptakan strategi persaingan.
Sebab ketika sebuah perusahaan/organisasi meluncurkan produknya di pasaran maka tentunya mereka paham siapa pesaing mereka dan bagaimana upaya perusahaan/organisasi mengantisifasinya. Jika mengacu pada pendapat Micheal Porter, ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Porter menamakan ketiganya strategi umum43.
Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga.
43 Ibid.,
(1)
✡80
B. Implikasi teoritik
Secara teoritik studi ini akan mendorong lembaga-lembaga sosial keagamaan dan nirlaba lainnya untuk menerapkan sistem-sistem managemen khususnya BSC dalam melakukan pelayanan kepada jama’ah atau pelanggannya dengan menggunakan empat perspektif yang ada untuk menjamin keberlangsungan organisasi atau lembaga nirlaba tersebut dalam kancah persaingan global.
Banyak dikalangan umat Islam yang kurang menyadari tentang pengelolaan organisasi sosial kagemaan baik itu masjid atau lembaga kursus yang seharusnya dikelolah secara profesional dan menggunakan ilmu-ilmu managemen yang terkait, sehingga hal ini akan memberikan kekuatan dan kemampuan organisasi tersebut untuk bukan hanya sekedar bertahan melainkan juga tumbuh dan berkembang pesat dalam meraih visi dan misisnya.
Walaupun dalam BSC perspektif finansial tidak menjadi sesuatu yang utama, namun tetap keuntungan yang dikejar oleh perusahaan atau lembaga adalah keuntungan material, sementara didalam dunia dakwah atau organisasi nirlaba tentunya keuntungan finansial tidak menjadi sesuatu yang harus diperoleh secara mati-matian, tetapi bahwa finansial menjadi syarat agar sebuah lembaga mampu mempertahankan siklus hidupnya adalah sesuatu yang pasti.
Maka ketika BSC diterapkan dalam organisasi tentunya tetap harus menggunakan perangkat ilmu-ilmu terkait lainnya, misalnya managemen
(2)
☛81
strategi, managemen SDM, khususnya dalam kontek lembaga ini adalah merencakan model pelatihan untuk mencapai kompetensi yang ideal. Dan dalam analisa prilaku santri dan calon santri dibutuhkan ilmu-ilmu pemasaran dan juga pembangunan citra lembaga yang sudah menjadi brand image positif dan jaminan kepercayaan.
BSC tidak bisa diterapkan tanpa ilmu-ilmu terkait yang berhubungan dengan managemen lainnya. Teori yang digunakan mungkin tidak cukup sebab teori tersebut hanya berbasis pemenuhan kebutuhan material dan keuntungan material sementara sebuah lembaga kursus yang notabene dalam dunia dakwah yang bukan saja material tetapi juga spiritual. Dimensi spiritual inilah yang mungkin agak sulit dijangkau dengan teori tersebut.
Maka teori ini barangkali kedepannya bisa disempurnakan dengan memasukkan variabel-variabel non material dalam unit analisisnya agar bisa lebih semakin operable untuk digunakan oleh lembaga-lembaga dakwah.
C. Keterbatasa studi
Keterbatasan studi ini adalah bahwa studi ini akan semakin memberikan gambaran ideal untuk bisa menjadi model penerapan BSC pada sebuah lembaga kursus atau lembaga dakwah jika penelitian ini juga dilakukan dengan dukungan data-data kuantitatif, khususnya mengukur tingkat kepuasan santri terhadap pelayanan dan kinerja pengajar guna
(3)
☞82
meningkatkan kompetensi pengajar dan staff sehingga mampu memberikan pelayanan yang semakin baik.
D. Rekomendasi
1. Lembaga kursus dalam persepktif finansial perlu kiranya meningkatkan pendapatan, sehingga perlu mengembangkan pasar dengan membuka cabang-cabang atau bekerjasama dengan masjid-masjid.
2. Dalam perspektif pelanggan perlu melakukan analisa kebutuhan, harapan dan keinginan santri, sehingga akan memiliki data tentang sejauhmana tingkat kepuasaan santri terhadap pelayanan lembaga, serta mengetahui tingkat harapan dan keinginan santri secara mendalam gunak meningkatkan mutu pelayanan.
3. Perspektif bisnis internal, dengan adanya analisis kebutuhan, harapan dan keinginan santri, hal ini akan bisa digunakan untuk merumuskan produk baik itu berupa paket-paket kursus ataupun kegiatan yang mampu menarik minat dan dukungan santri sekaligus masyarakat. 4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, sekiranya perlu pelatihan
yang lebih untuk meningkatkan kompetensi khususnya dalam menghadai dan komunikasi serta mengajar orang-orang tua, baik secara ilmu psikologi ataupun pedagogi.
5. Menggabungkan empat perspektif tersebut dalam perumusan strategi, sehingga lembaga akan memilikicompetitive adventagedan tidak mudah akan disaingi oleh lembaga kursus al Qur’an lainnya.
(4)
✌82
DAFTAR PUSTAKA
Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh: Metode Penelitin Mengenai Tokoh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005.
Eman Suherman, Managemen Masjid:Kiat Sukses Meningkatkan Kualitas SDM Melalui Optimalisasi Kegiatan Umat berbasis Pendidikan Berkualitas Unggul, Bandung:Alfabeta,2012
Moh.E. Ayub dkk, Managemen Masjid, Jakarta: Gema Insani, 1996. Muhammad Husein Haikal, Sejarah Hidup Muhammad,Terj.Ali Audah, Jakarta: Litera Antarnusa, 2007.
Fajar Nur’ Aini, Pedoman Praktis Menyusun Standart Operasional Prosedur, Yogyakarta: Quadrant, 2016.
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management, Yogyakarta:ANDI, 2001.
Fred, R. David, Managemen Strategi: Konsep,Terj.Dono Sunardi, Jakarta: Salemba empat: 2012.
Freddy Rangkuti, Teknik Membedah Kasus Bisnis: Analisis SWOT, Jakarta: Gramedia,2015.
Hermawan Kertajaya dan Iwan Setiawan, WOW Marketing,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2015.
Mulyadi,BalancedScorecard:alat managemenkontemporer untuk melipatgandakan kinerja keuangan perusahaan, Jakarta:Salemba Empat, 2001.
(5)
✍83
Pearce & Robinson, Manajemen Strategik: Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian, Tangerang: Binarupa Aksara.
Robert S.Kaplan dan David P. Norton, Balanced scorcard: Menerapkan Strategi menjadi aksi, terj.Peter R. Yosi Pasla, M.B.A, Jakarta:Erlangga,2000.
Ratminto & Atik Septi Winarsih, Managemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar
Pelayanan Minimal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Sidi Gazalba, Mesjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna,1994.
Stephen P. Robbin dan Mary Caoulter, terj. Harry Slamet, managemen jilid 1, Indeks, 2009.
Sugiono, Metode Penelitian Managemen, Bandung:Alfabeta, 2015,387. Suwardi Luis, B.Psy.,MBA, Prima A. Biromo, Step by Step in Cascading:
Balanced Scorecard to Functional Scorecards, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Tipologi Masjid, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah: Direktorat Jenderal Pembimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Republik Indonesia 2008.
Al-Qur’an dan terjemahan Depag RI.
Buku Panduan Kursus Al Qur’an Al Falah periode 107 Tahun 2016
(6)
✎84
Financial Report of The Mosque Institute (The Case Study At Anaz Mahfudz and Al – Huda Mosque). Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember (UNEJ)
Meretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan, Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK: Vol 5, Nomor 2, Juli - Desember 2012, Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah.
Proseding Seminar Nasional Arsietktur Islam 2 Kotribusi Arsitektur Islam dalam mengatasi masalah perkotaan, Seminar ini diselenggarakan oleh Prodi Arsitektur Fakultas Teknik UMS, pada 24 mei 2012. digilib.uin-suka.ac.id/8594/. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.2, Hal. 305-311 pada [email protected].
The Perspective of Mosques in Malaysia, The Effects of Internal Control System, Financial Management and Accountability of NPOs dalam [email protected]
This journal is a member of and subscribes to the principles of, the Committee on Publication Ethics (COPE), GJAT | JUNE 2013 | VOL 3 ISSUE 1 | 23, dalam www.gjat.my.
Wikipedia –Analisa SWOT, http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT, diakses pada 25 Mei 2017.