ANALISIS KODEFIKASI DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT INAP KASUS CARCINOMA CERVIX UTERI UNSPECIFIED BERDASARKAN ICD-O | Widawati | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 18 40 1 PB

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.3, No.1, Oktober 2014

ANALISIS KODEFIKASI DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT INAP
KASUS CARCINOMA CERVIX UTERI UNSPECIFIED
BERDASARKAN ICD-O

Kurnia Widawati1 , Fajar Yunita Sari2, Dedi Setiadi3
1
Staf RSU Permata Depok
2
Dosen Program Studi D III PIKES Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya
3
Dosen Program Studi D III PIKES Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya
1
quniwz@gmail.com, 2 fay_zharie@ymail.com, 3ded_set165@yahoo.co.id
Abstract
Background in this research highest neoplasm case in RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung on 2013 is Malignant
Neoplasma of Cervix Uteri, Unspeciied as much 193 case. Meanwhile for make certain about main diagnose
is can’t contains information “Unspeciied” because can inluence to grouping DRG or act of determining
cost of hospital. Kind of this research is descriptive study with retrospective approachment. Variable in this
research is “inpatient with main diagnose Carcinoma Cervix Uteri Unspeciied code”. Population in this

research as much 193 inpatient document with main diagnose Carcinoma Cervix Uteri and using total sampling
technique. Last result of topography code is C53.9 (Unspeciied) can be classiied into speciied code based on
ICD-O to C53.8 as much 70 code, C53.0 as much 68code dan C53.1 as much 55 code and morphology code
can be classiied be M8072/32 as much 60 code, M8010/31 as much 31 code, M8072/33 as much 33 code,
M8072/31 as much 20 code, M8010/32, as much 18 code, M8071/33 as much 8 code, M8071/32 as much 5
code, M8010/33, M8320/31, M8441/32 as much 4 code, dan M8071/31 as much 3 code. Process of determine
Carcinoma Cervix Uteri morphology code used ICD-O is looking into Gynecology form and also result of
Pathology Anatomy investigation. Morphology code should to apply at RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung
because how important that code to ind out frequency of incident on cancer registry form to classiied all
information and cancer data in order to results statistical data incident of cancer.
Keywords : Code, Carcinoma, Cervix Uteri, ICD-O
Abstrak
Kasus neoplasma tertinggi di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung adalah Malignant Neoplasma of Cervix
Uteri, Unspeciied sebanyak 193 kasus. Dalam menentukan kode diagnosis utama tidak diperbolehkan
mengandung keterangan “Unspeciied” yang dapat berakibat terhadap grouping DRG atau penentuan jumlah
biaya rawat yang dibayarkan. Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan retrospektif.
Variabel penelitian ini adalah kodeikasi diagnosis utama pasien rawat inap kasus Carcinoma cervix uteri
Unspeciied. Populasi pada penelitian ini sebanyak 193 dokumen pasien diagnosis utama Carcinoma
cervix uteri dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara Total Sampling. Hasil kode topograi
yang sebelumnya adalah kode C53.9 (Unspeciied) dapat diklasiikasikan menjadi menjadi kode yang

lebih spesiik berdasarkan ICD-O menjadi kode C53.8 sebanyak 70 kode, C53.0 sebanyak 68 kode dan
C53.1 sebanyak 55 kode. Kode morfologi dapat diklasiikasikan menjadi M8072/32 sebanyak 60 kode;
M8010/31sebanyak 31 kode; M8072/33 sebanyak 33 kode; M8072/31 sebanyak 20 kode; M8010/32
sebanyak 18 kode; M8071/33 sebanyak 8 kode; M8071/32 sebanyak 5 kode; M8010/33, M8320/31,
M8441/32 sebanyak 4 kode, dan M8071/31sebanyak 3 kode. Proses Kodeikasi topologi dan morfologi
diagnosis utama pada kasus Carcinoma cervix uteri menggunakan ICD-O dilihat dari formulir Anamnesa
Ginekologi dan Lembar Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi. Kodeikasi morfologi sebaiknya dilaksanakan
di RSUP Dr Hasan Sadikin dikarenakan pentingnya kode tersebut untuk mengetahui frekuensi
angka kejadian
5
kanker dalam bentuk Cancer Resgistry yang dapat dipergunakan untuk mengklasiikasikan informasi
keseluruhan data kanker sehingga dapat dihasilkan data statistik kejadian kanker pada satu waktu tertentu.
Kata kunci: Kodeikasi,Carcinoma, Cervix Uteri, ICD-O

10

10

Kurnia Widawati, dkk. Analisis Kodeikasi Diagnosis Utama Pasien


PENDAHULUAN
Dalam menentukan kode diagnosis suatu penyakit,
petugas koding mempunyai peranan penting dalam
menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan tepat.
Senada dengan hal tersebut berdasarkan Permenkes
No 55 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan
Perekam Medis tercantum pada pasal 12 yang
berisikan tentang kewenangan pekerjaan perekam
medis di sarana pelayanan kesehatan sesuai dengan
salah satu kompetensi seorang perekam medis yaitu
melakukan klasiikasi klinis dan kodeikasi penyakit,
masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan
dan tindakan medis sesuai terminologi medis yang
benar.
Penerapan pengkodean sistem ICD digunakan untuk :
1.
2.
3.
4.


5.
6.
7.
8.
9.

Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan
di sarana pelayanan kesehatan
Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis
Memudahkan proses penyimpanan dan
pengambilan data terkait diagnosis karakteristik
pasien dan penyedia layanan
Bahan dasar dalam pengelompokkan Diagnoses
Related Groups (DRGs) untuk sistem penagihan
pembayaran biaya pelayanan
Pelaporan nasional dan internasional morbiditas
dan mortalitas
Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses
evaluasi perencanaan pelayanan medis
Menentukan bentuk pelayanan yang harus

direncanakan dan dikembangkan sesuai
kebutuhan zaman
Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan
Untuk penelitian epidemiologi dan klinis (Hatta,
G. 2008)

Menurut Maesaroh (2010) kodefikasi penyakit
tersebut berperan penting terhadap rumah sakit
diantaranya untuk mempermudah pengelompokkan
sepuluh besar penyakit terbanyak untuk laporan
ke dinas kesehatan. Kodeikasi diagnosis penyakit
(khususnya diagnosis utama) sangat penting untuk
mendapatkan grouping DRG dan biaya rawatan
yang benar untuk setiap kasus pasien, kesalahan
kodeikasi diagnosis penyakit akan memberikan
implikasi yang besar kepada jumlah reimbursement.
Bagi manajemen, untuk kemajuan rumah sakit dalam
pengambilan keputusan akan lebih bisa terarah guna
meminimalisir pengembangan-pengembangan yang
sekiranya tidak sesuai dengan permintaan yang

nantinya bisa merugikan rumah sakit.

Mengingat pentingnya kodeikasi yang benar dan
tepat, dalam proses mengkode diagnosis digunakan
pedoman yaitu International Statistical Classiication
of Diseases and Related Health Problem (ICD-10).
ICD-10 merupakan acuan dalam mengkode berbagai
penyakit yang terbagi dalam 22 bab. Salah satu bab
dalam ICD-10 membahas tentang penyakit terkait
neoplasma.
Dalam ICD-10 WHO 1992 volume 1, Neoplasma
dibagi menjadi 4 kategori yaitu :
1.
2.
3.
4.

Neoplasma Ganas secara umum disebut
Carcinoma (Kanker)
Neoplasma in situ

Neoplasma jinak
Neoplasma sifat tidak tentu & sifat tidak tahu

Menurut Dewa Gede (2005) Neoplasma adalah
penyakit pertumbuhan sel. Neoplasma terdiri dari
sel-sel baru yang mempunyai bentuk, sifat, dan
kinetika yang berbeda dari sel normal asalnya.
Dalam penanganan kasus yang kompleks tersebut
dibutuhkan tindakan dan runtutan pengobatan yang
kompleks pula sehingga diperlukan kode penyakit
yang lebih spesiik supaya dapat menggambarkan
kondisi penyakit secara lebih detail/lengkap.
Salah satu panduan yang dibuat oleh WHO setelah
ICD-10 adalah International Classification of
Disease for Oncology (ICD-O) yang diterbitkan
pada tahun 2000 dan merupakan edisi ketiga yang
digunakan untuk kodeikasi kasus neoplasma dan
dibahas secara lebih spesiik. Kode yang terdapat
dalam ICD-O tidak hanya kode topografi dan
morphology akan tetapi kode derajat keganasan

juga terdapat di dalamnya. Terdapat pula perbedaan
yang sangat spesiik diantara ICD-10 dan ICD-O
seperti kode C42 dalam ICD-O menjelaskan
beberapa kode tentang Haematopoietic and
reticuloendothelial system sedangkan dalam
ICD-10 diklasiikasikan menjadi leukimias and
related conditions C90-C95. Dalam BAB II pada
ICD-10 kode topograi dapat menggambarkan sifat
neoplasma (ganas jinak, in situ, atau tidak pasti
jenisnya), sedangkan dalam ICD-O sifat keganasan
neoplasma dijelaskan pada kode morfologi yang
lebih spesiik.Kode morfologi memiliki lima digit
kode antara M-8000/0 sampai M-9989/3. Empat
digit pertama mengindikasikan histologis yang
spesiik sedangkan kode setelah garis miring (/)
menunjukan kode sifat dan digit tambahan keenam
menunjukan kode diferensiasi.

11


Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.3, No.1, Oktober 2014

RSUP Dr Hasan Sadikin merupakan rumah sakit tipe
A yang menyediakan pelayanan spesialis dan sub
spesialis luas. Sebagai rumah sakit yang menyediakan
pelayanan lengkap maka RSUP Dr Hasan Sadikin
menjadi rumah sakit rujukan tertinggi di Provinsi
Jawa Barat yang ditetapkan oleh pemerintah atau
disebut pula sebagai rumah sakit pusat. Sebagian
besar pasien di Jawa Barat yang tidak dapat ditangani
di daerah-daerah akan dirujuk ke rumah sakit ini.

Populasi dari penelitian ini adalah dokumen rekam
medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama
kasus Carcinoma Cervix Uteri Unspeciied tahun
2013 sebanyak 193 kasus.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tahun
2013 di RSUP Dr Hasan Sadikin terdapat 187
jenis Carcinoma, dengan kasus tertinggi adalah

Malignant Neoplasma of Cervix Uteri, Unspeciied
sebanyak 193 kasus. Dalam menentukan kode
diagnosis utama tidak diperbolehkan mengandung
keterangan “Unspeciied” karena akan berakibat
terhadap grouping DRG atau penentuan jumlah
biaya rawat yang dibayarkan. Proses kodefikasi
kasus neoplasma tersebut, RSUP Dr. Hasan Sadikin
menggunakan ICD-10 sebagai pedoman kodeikasi
semua kasus termasuk kasus Neoplasma. RSUP Dr
Hasan Sadikin hanya memberikan kode topograi dan
tidak mengkode kondisi morfologinya maka kode
yang dihasilkan berupa kode “Unspeciied”.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah
pedoman observasi berupa daftar pengamatan yang
dibutuhkan dalam analisis kodefikasi diagnosis
utama kasus Carcinoma of Cervix Uteri Unspeciied.
Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara
Observasi secara langsung. (Soekidjo, 2012).


Guna menentukan kode yang lebih spesifik
dibutuhkan satu pedoman khusus yang digunakan
dalam proses penentuan kode penyakit neoplasma
yaitu ICD-O sehingga kode yang dihasilkan akan
menunjukan keadaan yang lebih spesiik. Kode yang
spesiik akan berpengaruh terhadap penentuan jumlah
biaya rawat yang sesuai dengan pemberian tindakan
dan pengobatan.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara total sampling yaitu
seluruh dokumen pasien rawat inap dengan diagnosis
Carcinoma Cervix Uteri Unspecified dijadikan
sampel sebanyak 193 dokumen.

Analisis data dengan analisis diskriptif yaitu mencari,
mengumpulkan data, menyusun, serta menafsirkan
data yang sudah ada untuk diuraikan secara lengkap,
teratur dan teliti terhadap suatu objek penelitian.

HASIL
Proses kodeikasi dokumen pasien rawat inap kasus
carcinoma cervix uteri tahun 2013 sebanyak 193
dokumen dapat dibedakan menjadi 2 kode yaitu
kode Topograi dan kode Morfologi. Kode yang
sebelumnya unspeciied kemudian diklasiikasikan
ke beberapa kode yang lebih spesiik sebagai berikut :
1. Pengklasiikasian Berdasarkan Kode Topograi
Tabel 1

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti
tertarik untuk mengambil judul penelitian “Analisis
Kodeikasi Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap
Kasus Carcinoma of Cervix Uteri Unspecified
berdasarkan ICD-O di RSUP Dr Hasan Sadikin
Bandung tahun 2013”

METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi
deskriptif dengan pendekatan retrospektif yaitu
penelitian yang berusaha melihat ke belakang
(backward looking) artinya pengumpulan data
dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi.
(Notoadmodjo, 2012). Penelitian ini dilakukan di
Unit Rekam Medis RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung
pada tanggal 7 mei – 13 Juni

12

Kode

Hasil Klasifikasi Kode Topografi Diagnosis Utama Kasus
Carcinoma Cervix Uteri Berdasarkan ICD-O tahun 2013
Jumlah

Persentase

C53.0

68

29%

C53.1

55

34%

C53.8

70

37%

Jumlah

193

100%

Tabel 1 menunjukan bahwa kode topografi
tertinggi adalah kode C53.8 yaitu Carcinoma
cervix uteri squamous cell sebanyak 37% dan
kode dengan jumlah terendah adalah kode
C53.1 yaitu carcinoma of exocervix. Proses
kodefikasi dilakukan dengan menganalisis
formulir-formulir yang terdapat dalam masingmasing dokumen rekam medis antara lain

Kurnia Widawati, dkk. Analisis Kodeikasi Diagnosis Utama Pasien

lembar Anamnesa Ginekologi dan hasil patologi
anatomi.
2. Pengklasiikasian Berdasarkan Kode Morfologi
Berdasarkan hasil kodeikasi 193 dokumen, kode
morfologi yang diperoleh dapat diklasiikasikan
kedalam 11 kode yang menunjukan sifat dan
derajat keganasan dari kanker tersebut.
Tabel 2

Hasil Klasifikasi Kode
Morfologi Diagnosis Utama
Kasus Carcinoma Cervix Uteri
Berdasarkan ICD-O tahun 2013
Jumlah

Persentase

M8010/31

Kode

34

18%

M8010/32

18

9%

M8010/33

4

2%

M8071/31

3

2%

M8071/32

5

3%

M8071/33

8

4%

M8072/31

20

10%

M8072/32

60

31%

M8072/33

33

17%

M8320/31

4

2%

M8441/32

4

2%

193

100%

Jumlah

Tabel 4.2 menunjukan bahwa dari 193 dokumen
yang dianalisis didapatkan 11 jenis kode
morfologi dengan jumlah tertinggi adalah kode
M8072/32 yaitu Non keratinizing squamous
cell/epidermoid moderately differentiated
sebanyak 31% atau 60 dokumen. Kode
morfologi dengan jumlah terendah adalah kode
M8071/31 yaitu keratinizing squamous cell/
epidermoid well differentiated sebanyak 2%
atau 3 buah dokumen.
Kode tersebut didapatkan berdasarkan hasil
analisis/review terhadap beberapa formulir
yang terlampir pada dokumen rekam medis
diantaranya lembar anamnesa ginekologi dan
lembar hasil pemeriksaan patologi anatomi.
Berdasarkan hasil patologi anatomi dapat
diketahui derajat keganasan dari masing-masing
kasus neoplasma.

PEMBAHASAN
RSUP Dr. Hasan Sadikin menggunakan ICD-10
sebagai pedoman kodeikasi semua kasus termasuk

kasus Neoplasm. RSUP Dr Hasan Sadikin hanya
memberikan kode topograi dan tidak mengkode
kondisi morfologinya maka kode yang dihasilkan
mengandung keterangan “Unspeciied”. Kode yang
tidak spesiik akan berpengaruh terhadap penentuan
jumlah biaya rawat yang tidak sesuai dengan
pemberian tindakan dan pengobatan. Penentuan
kode yang lebih spesiik dibutuhkan satu pedoman
khusus yang digunakan dalam proses penentuan
kode penyakit neoplasma yaitu ICD-O, sehingga
kode yang dihasilkan akan menunjukan keadaan
yang lebih spesiik dan dihasilkan kode morfologi
yang akan berpengaruh terhadap terciptanya Cancer
Registry.
Menurut WHO (2000) Cancer Registry dipergunakan
untuk peningkatan sistem manajemen rumah sakit
dalam hal pengolahan data untuk mengklasiikasi
informasi keseluruhan data kanker sehingga dapat
dihasilkan data statistik kejadian kanker pada satu
waktu tertentu. Hasil kodeikasi kasus Carcinoma
Cervix Uteri Unspeciied tahun 2013 menggunakan
ICD-10 hampir seluruhnya mengandung keterangan
Unspeciied. Hal ini berpengaruh terhadap klaim
INA-CBG yang tidak sesuai dengan penyakit
dan pelayanan yang diberikan. Kodeikasi kasus
neoplasma menggunakan ICD-10 juga tidak
mendukung adanya pengkodean morfologi yang
lengkap karena pada ICD-10 tidak mencantumkan
digit ke enam untuk mengetahui Grade neoplasma.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kode topograi
tertinggi diagnosis utama kasus carcinoma cervix
uteri adalah kode C53.8 yaitu Carcinoma Cervix
Uteri Squamous Cell. Kondisi ini disebabkan sel
berlapis serviks dan epitel torak selapis endoservix
merupakan epitel yang tidak berkeratin sel
tumor berbentuk pleomorif, rasio ini sitoplasma
meninggi. Kanker jenis ini ditegakan setelah adanya
pemeriksaan dokter dan dilakukan tindakan biopsi.
Kode yang ditentukan berdasarkan analisis/review
formulir anamnesa ginekologi yang mengandung
keterangan squamous cell yang dijadikan clue dalam
pencarian kode berdasarkan ICD-O. Penentuan kode
topograi, lead term yang digunakan adalah “Cervix”
kemudian ada keterangan “squamous cell” maka
ditemukan kode C53.8 setelah dipastikan dalam
tabular list.
Berdasarkan hasil penelitian kode morfologi dengan
jumlah tertinggi adalah kode M8072/32 yaitu non
keratinizing squamous cell/epidermoid moderately
differentiated. Keterangan non keratinizing

13

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.3, No.1, Oktober 2014

menunjukan jenis histologis kanker yang tidak
berkeratin atau tidak adanya pengerasan pada kulit
atau sel. Terdapat pula keterangan yang menunjukan
bahwa pasien menderita carcinoma cervix grade
II yang ditandai dengan adanya keterangan
moderately differentiated. Keterangan tersebut
ditunjukan pada lembar anamnesa ginekologi dan
hasil pemeriksaan patologi anatomi yang terlampir
pada dokumen. Lead Term dalam penegakan kode
morfologi adalah “non keratinizing” kemudian
ada keterangan “squamous cell”/”epidermoid”
maka didapatkan kode M8072/3. Kode digit
keenam diambil dari keterangan “moderately
differentiated” kemudian dilihat pada tabel grading
ICD-O maka dari keterangan tersebut ditentukan
kode 2 untuk grade II.
Pembahasan diatas menjelaskan bahwa kode yang
mengandung keterangan “Unspeciied” pada ICD-10
dapat dispesiikasikan dengan menggunakan ICD-O.
Kodeikasi kasus Neoplasma akan lebih tepat jika
menggunakan ICD-O dibanding menggunakan ICD10, karena kode yang dihasilkan akan lebih akurat
dan lebih spesiik.

2.

3.

Pengklasiikasian kode topograi berdasarkan
ICD-O dengan jumlah terbanyak adalah kode
C53.8 yaitu carcinoma of cervix squamous
cell/overlapping sebanyak 37%, kemudian
C53.0 yaitu carcinoma of endocervix sebanyak
34% dan C53.1 yaitu carcinoma of exocervix
sebanyak 29%.
Pengklasiikasian kode morfologi berdasarkan
ICD-O dengan jumlah terbanyak adalah
kode M8072/32 yaitu non keratinizing
epidermoid/squamous cell ca cervix moderately
differentiated sebanyak 60%, jumlah terbesar
selanjutnya adalah kode M8010/31 yaitu
carcinoma cervix well differentiated sebanyak
31%, urutan terbesar selanjutnya adalah kode
M8072/33 yaitu non keratinizing epidermoid/
squamous cell poorly differentiated sebanyak
17%, M8072/31 yaitu non keratinizing
epidermoid/ squamous cell well differentiated
sebanyak 10%, M8010/32 yaitu carcinoma
cervix moderately differentiated sebanyak 9%,
M8071/33 keratinizing epidermoid/squamous
cell ca crevix poorly differentiated sebanyak
4%, M8071/32 adalah keratinizing epidermoid/
squamous cell moderately differentiated
sebanyak 3%, kemudian M8010/33, M8320/31,
M8441/32, M8071/31 sebanyak 2%.

Kode diagnosis utama haruslah akurat dan presisi.
Hal ini mutlak diperlukan dalam rangka penjaminan
kualitas pelayanan, karena erat terkait aspek legal,
reimbursement dan manajemen pelayanan. Kebijakan
terbaru dalam Health Care Reimbursement berbasis
Case-mix dan DRG’s kian menekankan pentingnya
akurasi dan presisi kode yang dihasilkan, karena
besar klaim sangat ditentukan oleh kode yang
dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Guna menentukan kode dengan tepat banyak
informasi pendukung diagnosis yang perlu
dianalisis oleh petugas koding. Ketiadaan
atau ketidaklengkapan data pendukung akan
berpengaruh terhadap akurasi koding yang
dihasilkan. Hal-hal tersebut perlu diketahui dan
dipahami oleh tenaga medis, agar meningkatkan
pencatatan dan pelaporan.

Hatta, Gemala. (2008). Pedoman Manajemen
Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan. Jakarta:Universitas Indonesia.
Hal:140

SIMPULAN
1.

14

Proses kodefikasi morfologi diagnosis
utama pada kasus Carcinoma Cervix Uteri
menggunakan ICD-O dilihat dari formulir
Anamnesa Ginekologi dan Lembar Hasil
Pemeriksaan Patologi Anatomi untuk digunakan
sebagai Lead Term yang ditentukan untuk
mencari kode.

Diananda, Rama. (2007). Mengenal Seluk Beluk
Kanker. Yogyakarta : Katahati. Hal:53
Faizah . (2010). Waspada Kanker Serviks. Yogyakarta:
Lintang Aksara. Hal:14

Lincoln, J & Wilensky (2008). Kanker Payudara
Diagnosis dan Solusinya. Jakarta:Prestasi
Pustaka. Hal: 21-29
Maesaroh, L., et.al (2010). Analisis Kelengkapan
Kode Klasiikasi Dan Kode Morphology Pada
Diagnosis Carcinoma Mammae Berdasarkan
Icd-10 Di Rsud Kabupaten Karanganyar
Tahun 2011. Hal: 6-9
Nugroho, Taufan. (2010). Buku Ajar Ginekologi.
Yogyakarta: Nuha Medika. Hal:9-10

Kurnia Widawati, dkk. Analisis Kodeikasi Diagnosis Utama Pasien

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hal: 63
Permenkes No 55 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Perekam Medis. Jakarta.
Snell, Richard S. (2006). Clinical Anatomy. Jakarta:
CV. EGC Penerbit Bk Kedokteran. Hal: 45
Sukardja, I Dewa Gede. (2005). Onkologi Klinik.
Surabaya: Airlangga University Press. Hal:
134-136

Related Health Problems (ICD), 10th .
Volume 1, WHO. Geneva. Hal: 14
World Health Organization. 2005. International
Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems (ICD), 10th .
Volume 2, WHO. Geneva.Hal: 32
World Health Organization. 2000. International
Statistical Classification of Diseases For
Oncology (ICD-O), 3rd , WHO. Geneva.
Hal: 3-4

World Health Organization. 2005. International
Statistical Classification of Diseases and

15

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di Rumah Sakit Tentara Tk-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2014

1 60 118

Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Anak Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Periode Januari 2013 - Desember 2013

2 65 88

Evaluasi Manajemen Pengelolaan Makanan Bagi Pasien Rawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 50 3

HUBUNGAN BEBAN KERJA CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 HUBUNGAN BEBAN KERJA CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2011.

3 7 16

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PENYAKIT BERDASARKAN ICD- 10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA | Pramono | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 58 194 1 PB

1 2 20

EVALUASI KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PENYEBAB DASAR KEMATIAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA | Nuryati | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 41 126 1 PB

0 0 8

ANALISIS PENGISIAN FORMULIR RESUME MEDIS DIABETES MELLITUS PASIEN RAWAT INAP | Wulandari | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 27 73 1 PB

0 1 6

HUBUNGAN KELENGKAPAN INFORMASI DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS DAN TINDAKAN PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP | Pujihastuti | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 25 65 1 PB

0 0 5

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS HEPATITIS BERDASARKAN ICD-10 PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT LANCANG KUNING PEKANBARU | Sari | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 97 340 1 PB

1 4 7

PDF ini STRATEGI KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN METODE SWOT | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 1 PB

0 1 5