Magister Pendidikan Bahasa Indonesia NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR
MATA PELARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX
SMPK MARDI WIYATA MALANG
Mistiani
Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Abstrak: Pemanfaatan sumber belajar berupa bahan ajar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Belajar siswa akan lebih mudah jika
disertai sumber belajar berupa bahan ajar yang secara khusus dirancang
untuk kebutuhan sesuai dengan karakteristik siswa. Pengembangan
merupakan upaya menyediakan bahan-bahan pembelajaran yang sebelumnya
belum tersedia menjadi tersedia dengan sasaran akhir adalah memudahkan
belajar. Model R2D2 merupakan salah satu model desain pembelajaran

dengan pendekatan konstruktivistik atau constructivistic instructional
design. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pendekatan konstruktivistik
juga membangun interaksi antar pebelajar dan interaksi antara siswa
dengan guru. Pengembangan bahan ajar mata pelajaran bahasa
Indonesia dengan model R2D2 diharapkan dapat meningkatkan
motivasi siswa untuk lebih aktif dan interaktif dalam proses
pembelajaran, lebih mudah dalam belajar, senang belajar, dan

melakukan kontrol terhadap kegiatan belajarnya.
Kata Kunci: pengembangan bahan ajar, model R2D2
PENDAHULUAN
Temuan
penelitian
dari
Pudjiono (2006) membuktikan bahwa
pemanfaatan sumber belajar berupa
bahan ajar dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
Pengalaman di
lapangan, utamanya pada proses
pembelajaran
bahasa
Indonesia
berbasis teks, masih ditemukan
beberapa kendala yang menyebabkan
proses pembelajaran kurang optimal.
Di antaranya, kendala yang berasal
dari

sumber
belajar
(buku
pembelajaran bahasa Indonesia) dan
pembelajar. Dari segi isi, pada buku
tidak memberi contoh tema/gambaran
yang memudahkan siswa. untuk
belajar. Selain itu, pada buku
pelajaran yang disediakan tidak ada
soal-soal yang bervariasi, seperti
menjodohkan,
memilih jawaban
alternatif, dan
jawaban singkat

sehingga
kegiatan
pembelajaran
khususnya saat mengerjakan soal
terkesan membosankan.

Produk
pembelajaran
kurang
memperhitungkan kebutuhan belajar
siswa. Sedangkan dari sisi guru,
belum menyediakan
bahan ajar
yang relevan dengan karakteristik
siswa. Pemecahan terhadap masalah
pembelajaran di atas dapat dilakukan
dengan mengembangkan sumber
belajar
yang
memperhitungkan
kepentingan belajar siswa, yaitu
kemudahan dalam belajar. Belajar
siswa akan lebih mudah jika disertai
sumber belajar berupa bahan ajar
yang secara khusus dirancang untuk
kebutuhan

sesuai
dengan
karakteristik siswa. Apabila siswa
merasa mudah dalam belajar, maka
diyakini akan meningkatkan hasil
belajarnya.

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 438

Pengertian Bahan Ajar
Bahan
ajar
merupakan
seperangkat informasi yang harus
diserap
peserta
didik
melalui
pembelajaran yang menyenangkan.
(Iskandarwassid 2013:171). Bahan

ajar adalah sebuah susunan atas
bahan-bahan
yang
berhasil
dikumpulkan
dan berasal dari
berbagai sumber belajar yang dibuat
secara sistematis (Prastowo 2014:28).
Bahan ajar yang dimaksud bisa
bahan tertulis maupun tak tertulis
(Prastowo 2014:16). Pannen (2001:9)
mengungkapkan bahwa bahan ajar
adalah bahan-bahan atau materi
pelajaran yang disusun secara
sistematis, yang digunakan guru atau
peserta
didik
dalam
proses
pembelajaran.

Sementara
itu,
Prastowo (2011:17) mengungkapkan
bahwa bahan ajar merupakan segala
bahan (baik informasi, alat, maupun
teks) yang disusun secara sistematis,
yang menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai
peserta didik dan digunakan dalam
proses pembelajaran dengan tujuan
perencanaan
dan
penelaahan
implementasi pembelajaran. Lestari
(2013) menjelaskan bahwa bahan ajar
adalah seperangkat materi pelajaran
yang mengacu pada kurikulum yang
digunakan dalam rangka mencapai
standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang telah ditentukan. Pendapat

lain juga dikemukakan oleh Widodo
(2008:40),
bahan
ajar
adalah
seperangkat
sarana
atau
alat
pembelajaran yang berisikan materi
pembelajaran,
metode,
batasanbatasan, dan cara mengevaluasi yang
didesain secara sistematis dan
menarik dalam rangka mencapai
tujuan yang diharapkan, yaitu
mencapai
kompetensi
atau


subkompetensi
kompleksitasnya.

dengan

segala

Pengembangan Bahan Ajar
Pengembangan merupakan upaya
menyediakan bahan-bahan pembelajaran
yang sebelumnya belum tersedia menjadi
tersedia dengan sasaran akhir adalah
memudahkan belajar (bdk. Degeng &
Miarso, 1993:12). Dengan tersedianya
bahan ajar yang secara khusus dirancang
untuk kebutuhan pebelajar, maka
pebelajar
dimungkinkan
untuk
berinteraksi dengan berbagai sumber

belajar sehingga tidak menjadikan guru
atau dosen sebagai sumber tunggal
pembelajaran. Sebab, menurut Nasir
(2005:230), ”Pembelajaran yang hanya
berpusat pada pembelajar, di mana
pebelajar terbiasa menerima pengetahuan
secara instant, menjadikannya kurang
aktif dalam menggali ilmu pengetahuan
dari berbagai sumber belajar”.

Tujuan Pengembangan
Pengembangan ini bertujuan
untuk
memecahkan
masalah
pembelajaran pada mata pelajaran
bahasa Indonesia kelas IX di SMPK
Mardi
Wiyata
Malang,

yaitu
menghasilkan bahan ajar berbentuk
cetak
(buku
ajar)
dengan
menggunakan
pendekatan
konstruktivisme model R2D2. Bahan
ajar yang didesain
dengan
mempertimbangkan
karakteristik
siswa, memperhatikan komponenkomponen desain teks pembelajaran,
typhografi, layout, tingkat kesulitan
teks, dan pemutakhiran isi materi
diharapkan
dapat
membangun
motivasi, partisipasi, dan kreativitas

yang tinggi dalam diri siswa,
memudahkan
mereka
dalam
mempelajarinya, aktif membangun
pengetahuannya
sendiri,
dan
melakukan kontrol terhadap kegiatan
belajarnya sehingga tujuan yang

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 439

diharapkan dapat dicapai secara
optimal.
Prinsip-Prinsip Bahan Ajar
Penyusunan bahan ajar atau
materi
pembelajaran
harus
memerhatikan beberapa prinsip.
Prinsip-prinsip dalam pemilihan
materi pembelajaran meliputi prinsip
relevansi, konsistensi, dan kecukupan
(Depdiknas 2006).
Bahan Ajar Cetak
Bahan ajar cetak disajikan dalam
bentuk buku. Buku disusun dengan
menggunakan bahasa sederhana,
menarik, dilengkapi gambar,
keterangan, isi buku, dan daftar
pustaka. Secara umum buku dapat
dibedakan menjadi empat jenis
sebagai berikut:
1) buku sumber, yaitu buku yang
dapat dijadikan rujukan,
referensi, dan sumber untuk
kajian ilmu tertentu.
2) buku bacaan, yaitu buku yang
hanya berfungsi untuk bahan
bacaan, misalnya cerita, novel,
dan lain sebagainya.
3) buku pegangan, yaitu buku yang
biasa dijadikan pegangan guru
dalam melaksanakan
pembelajaran.
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia

Kompetensi
dasar dalam
Kurikulum 2013 adalah kompetensi
setiap mata pelajaran untuk setiap
kelas
yang
diturunkan
dari
kompetensi inti. Kompetensi dasar
adalah
kompetensi yang harus
dikuasai peserta didik dalam suatu
mata pelajaran di kelas tertentu.
Kompetensi dasar setiap mata
pelajaran di kelas tertentu ini
merupakan jabaran lebih lanjut dari
kompetensi inti, yang memuat tiga

ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Acuan yang digunakan
untuk mengembangkan kompetensi
dasar setiap mata pelajaran pada
setiap kelas adalah SKL dan
kompetensi inti.
Karakteristik Pembelajaran Bahasa
Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan
salah satu mata pelajaran yang wajib
diajarkan dalam setiap jenjang
pendidikan di Indonesia, baik pada
jenjang pendidikan dasar, menengah,
maupun tinggi. Salah satu alasannya,
kemampuan berbahasa (Indonesia)
merupakan kemampuan dasar yang
harus dimiliki oleh setiap peserta
didik untuk mentransfer ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
Mengingat sebagian besar iptek itu
“terdokumentasi”dalam
bentuk
referensi yang bermedia bahasa
Indonesia. Sebagai konsekuensi dari
itu, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sebagai salah satu bagian dari
jenjang pendidikan dasar, juga
memasukkan mata pelajaran tersebut
ke dalam kurikulumnya, yaitu
Kurikulum 2013.
Salah satu hal yang urgen kaitannya
dengan mata pelajaran bahasa
Indonesia adalah bagaimana caranya
agar pembelajaran bahasa Indonesia
di sekolah dapat berhasil dengan
baik? Jawaban untuk pertanyaan
seperti itu tentu banyak sekali
variasinya, mengingat banyak faktor
yang
berpengaruh
terhadap
keberhasilan pembelajaran bahasa
Indonesia, Salah satunya adalah perlu
adanya
pemahaman
mengenai
karakteristik pembelajaran bahasa
Indonesia oleh praktisi pendidikan,
khususnya guru pengampu mata
pelajaran bahasa Indonesia. Dengan

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 440

memahami karakteristik pembelajaran
bahasa Indonesia, seorang guru paling
tidak akan mampu (1) memilih bahan
materi yang tepat, (2) memilih
metode dan strategi yang membuat
proses pembelajaran menjadi lebih
hidup dan menyenangkan, dan
sebagainya, serta pada muara
akhirnya
adalah
(3)
dapat
mengantarkan pada ketercapaian
tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Lalu, bagaimanakah karakteristik
pembelajaran bahasa Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan seperti
itu tentu harus dikaitkan dengan
hakikat bahasa Indonesia sebagai
sebuah bahasa dan bahasa Indonesia
sebagai suatu mata pelajaran.
Bahasa Indonesia sebagai Suatu
Bahasa Bahasa merupakan alat
komunikasi antarmanusia berupa
bunyi simbol yang mengandung
makna. Dengan bahasa, manusia
dapat mengaktualisasikan pikiran dan
perasaannya, serta dapat berinterakasi
dengan sesamanya untuk berbagai
keperluan hidup. Demikian pula
bahasa Indonesia, sebagai sebuah
bahasa, peran dan fungsinya tidak
akan jauh berbeda dengan hal
tersebut. Itulah sebabnya, pelaksanaan
pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah harus mengaitkan dengan
fungsi
bahasa
sebagai
sarana
komunikasi.
Oleh
karena
itu,
pendekatan dan metode yang
digunakan guru dalam pembelajaran
berpedoman pada fungsi bahasa
tersebut,
yaitu
metode
atau
pendekatan komunikatif. Bahasa
merupakan sebuah sistem. Di dalam
bahasa terdapat berbagai komponen
yang membentuk sistem bahasa, di
antaranya adalah komponen pada
tataran bunyi (fonologi), kata
(morfologi),
kalimat
(sintaksis),

makna (semantik), dan sebagainya.
Setiap komponen bukannya berdiri
sendiri, melainkan saling berkaitan.
Dengan memahami bahwa bahasa
Indonesia sebagai sebuah sistem,
pelaksanaan pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah yang baik
dilakukan
secara
terpadu
(terintegrasi), bukan secara terpisahpisah (parsial). Keterpaduan itu tidak
hanya lintas materi, bila perlu lintas
bidang atau lintas mata pelajaran.
Bahasa akan muncul salah satunya
dipengaruhi oleh situasi atau konteks
tertentu. Faktor konteks ini akan turut
memberi kontribusi dalam proses
“pembentukan makna” pada bentuk
bahasa yang muncul. Sehubungan
dengan hal tersebut, kegiatan
pembelajaran bahasa Indonesia yang
baik di sekolah dilakukan tanpa
meninggalkan konteks berbahasa.
Dengan kata lain, pendekatan
kontekstual akan menjadi sebuah
alternatif yang tepat untuk digunakan
dalam praktik pembelajaran bahasa
Indonesia. Di samping hal di atas,
bahasa diperoleh seseorang melalui
beberapa cara. Salah satunya adalah
melalui kegiatan pembelajaran. Agar
pelaksanaan pembelajaran bahasa
Indonesia dapat berhasil dengan baik,
pemahaman terhadap terhadap teori
pemerolehan bahasa perlu dimiliki
oleh para guru bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai salah satu
mata pelajaran yang terdapat dalam
kurikulum
berbasis
kompetensi
(KBK), termasuk KTSP,
dan
Kurikulum 2013. Pada dasarnya mata
pelajaran bahasa Indonesia adalah
sebuah program pembelajaran yang
dilaksanakan untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan berbahasa,
dan sikap positif terhadap bahasa
(dan sastra) Indonesia di kalangan

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 441

para peserta didik. Mata pelajaran
tersebut mengemban fungsi sebagai
(1) sarana pembinaan kesatuan dan
kesatuan
bangsa,
(2)
sarana
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
dalam
rangka
pelestarian
dan
pengembangan
budaya, (3) sarana peningkatan
pengetahuan dan keterampilan untuk
meraih dan mengembangkan ilmu,
pengetahuan, teknologi, dan seni, (4)
sarana penyebarluasan pemakaian
bahasa dan sastra Indonesia yang baik
unutk berbagai keperluan, (5) sarana
pengembangan penalaran, dan (6)
sarana pemahaman keberagaman
budaya Indonesia melalui khasanah
kesastraan. Tujuan dan fungsi mata
pelajaran bahasa Indonesia tersebut
akan menjadi pedoman dan arah
dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah.
baik
secara
reseptif
(membaca dan menyimak) maupun
secara produktif
(berbicara dan
menulis).
Aspek
keterampilan,
termasuk keterampilan berbahasa
Indonesia, biasanya akan dimiliki
seseorang apabila ia rajin berlatih.
Berdasarkan
asumsi
tersebut,
konsekuensi pembelajaran bahasa
Indonesia lebih berorientasi pada
praktik berbahasa daripada teori
pengetahuan bahasa.
Berdasarkan beberapa pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar adalah segala bentuk bahan
yang digunakan untuk membantu
guru dan siswa dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Bahan
ajar sangat menentukan dalam
keberhasilan suatu pembelajaran.
Bahan ajar harus dikuasai dan
dipahami
oleh
siswa
karena
membantu dalam pencapaian tujuan
pembelajaran.

Model Pengembangan
Menurut Willis (2000), model
pengembangan pembelajaran yang
menggunakan
pendekatan
konstruktivistik adalah model Layer
of Negotiation, Chaos Theory
Instructional Design, A-Maze, dan
model R2D2. Dengan demikian model
R2D2 merupakan salah satu model
desain
pembelajaran
dengan
pendekatan konstruktivistik atau
constructivistic instructional design
(C-ID) yang berarti Reflective
Recursive Design and Development
(Willis, 2000:5, Willis dan Wright,
2000:5-15, Sitompul, 2004:60-61).
Model ini memiliki tiga prinsip yang
fleksibel yaitu recursive, reflection,
dan participation.
Reflection, yaitu perenungan
terhadap apa yang telah dan sedang
dikerjakan. Dalam hal ini pendekatan
yang baru dicoba untuk dilaksanakan,
kadang diadopsi, direvisi lagi atau
dibuang.
Hal-hal
yang
tidak
disepakati diubah kembali dan
disesuaikan dengan situasi.
Recursive (iterative), artinya
suatu gagasan secara terus menerus
dikaji sepanjang proses perancangan
dan pengembangan. Pendekatan ini
terkesan chaotic (semrawut) karena
tidak melalui aturan tertentu. Ini
berarti apa yang akan dilakukan oleh
desainer bergantung pada situasi,
proses yang menjadi penuntun atau
proses menjadi penting dari pada
hasil. Iterative
adalah proses
pengembangan materi pembelajaran
di mana konsumen atau pengguna
maupun
ahli dapat berpartisipasi
secara penuh dalam proses revisi
dan reformulasi.
Participation,
di
mana
pembelajar, desainer, ahli desain, ahli
media dan pihak lain yang dirasa

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 442

terkait dilibatkan secara penuh dalam
desain sebagai partisipan, bukan
sebagai objek penelitian. Desain
dilakukan dalam tim, di mana
pengembang juga menjadi anggota
tim partisipatori. Sharing dilakukan
untuk mengambil keputusan atau
kesimpulan secara bersama-sama.
Dengan kolaborasi ini diharapkan
desain
yang
dihasilkan
dapat
mengakomodasi
aspirasi
penggunanya dan terwujud suatu
desain
yang
baik.
Model
pengembangan yang dipilih dalam
Pengembangan Bahan Ajar Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia adalah
model R2D2 (Recursive Reflective
Design and Development) yang
dikembangkan oleh Willis. Pemilihan
model
tersebut
berdasarkan
pertimbangan bahwa model R2D2
mengaplikasikan
pembelajaran
berpendekatan konstruktivistik yang
berbeda dengan model desain lainnya
yaitu behavioristik. Willis (2000:15)
menggambarkan karakteristik desain
pembelajaran
berpendekatan
behavioristik sebagai berikut: (1)
prosesnya berurutan dan linier, (2)
perencanaannya top down dan
sistemik,
(3)
tujuan
mengarahkan/menentukan
pengembangan, (4) ahli yang
mempunyai kemampuan khusus
adalah penting bagi pekerjaan desain
pembelajaran, (5) mengajarkan sub
skill menjadi penting, (6) tujuan
adalah menyampaikan pengetahuan
yang terpilih sebelumnya, (7) evaluasi
sumatif sangat penting, dan (8) data
objektif sangat penting.
Berbeda dengan model desain
pembelajaran yang berpijak pada
behavioristik model R2D2 memiliki
karakteristik
sbb.
(1)
proses
pengembangan yang bersifat rekursif,

non linier, kadang-kadang tak
beraturan/chaotic, (2) perencanaan
yang bersifat organis, berkembang,
reflektif, dan kolaboratif, (3) tujuan
bukan merupakan pemandu kegiatan
dalam
proses
mendesain
dan
mengembangkan,
(4)
tidak
memerlukan
uji
ahli
desain
instruksional umum. Ini lantaran para
desainer merupakan para ahli bidang
studi yang tentunya sudah menguasai
pembelajaran secara umum, (5)
adanya penekanan pada pembelajaran
dalam konteks bermakna, (6) hasil
evaluasi formatif merupakan kritik
terhadap pembelajaran, (7) data
kualitatif merupakan data yang paling
berharga.
Model ini memberi kesempatan
luas kepada pembelajar untuk aktif
mengkonstruksi
pengetahuannya
sendiri.
Dalam
pelaksanaan
pembelajaran,
pendekatan
konstruktivistik juga membangun
interaksi antar pebelajar dan interaksi
antara pebelajar dengan pembelajar.
Model
R2D2
memandatkan
pengembangan bahan ajar yang
dilakukan
dengan
berkolaborasi
dalam tim. Penyusunan bahan ajar
melibatkan peranserta pebelajar,
pembelajar dan para ahli terkait
sehingga menghasilkan bahan ajar
yang benar-benar berkualitas.
Model R2D2 juga berpusat pada
pebelajar (learner-centered) di mana
pebelajar dilibatkan langsung dalam
penyusunan bahan ajar, sesuatu yang
tidak terdapat pada model lain.
Dengan melibatkan pebelajar secara
langsung dalam penyusunan bahan
ajar maka kebutuhan pebelajar akan
terakomodasi, bahan ajarpun sesuai
dengan kondisi lapangan sehingga
diduga dapat menimbulkan motivasi
belajar
yang
tinggi
karena

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 443

pebelajarlah yang menentukan sendiri
apa dan bagaimana isi serta cara
mempelajarinya.
Model R2D2 merupakan lawan
dari model prosedural. Jika model
prosedural menuntut ketaatan penuh
pada suatu prosedur di mana desainer
pembelajaran dalam menerapkan
prinsip desain pembelajaran harus taat
dengan langkah-langkah yang ada
pada
model
secara
berurutan
sedangkan model konstruktivistik
lebih
fleksibel
dan
memberi
keleluasaan kepada pebelajar untuk
berinovasi dan mengembangkan
kreativitasnya.
Beberapa
hasil
penelitian
melaporkan bahwa ada perbedaan
yang mendasar antara pembelajaran
yang
menggunakan
pendekatan
konstruktivistik model R2D2 dengan
lainnya. Mustadji (2000), hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa
pembelajaran berdasarkan pandangan
konstruktivistik
(R2D2)
mampu
mengaktifkan siswa, membangun
pengetahuan, memecahkan masalah
secara kontekstual dan hasilnya
sangat memuaskan. Mahmuludin
(2006) menyatakan bahwa produk
yang
dikembangkan
dengan
menggunakan model R2D2 dapat
melahirkan pebelajar yang aktif untuk
berpikir dalam belajar dan memberi
suasana yang menyenangkan.
Dari beberapa pertimbangan
tersebut, pengembangan bahan ajar
mata pelajaran bahasa Indonesia
dengan model R2D2 diharapkan
dapat meningkatkan motivasi siswa
untuk lebih aktif dan interaktif dalam
proses pembelajaran, lebih mudah
dalam belajar, senang belajar, dan
melakukan kontrol terhadap kegiatan
belajarnya. Di samping itu, dengan
bahan ajar yang baru dikembangkan

diharapkan dapat menginspirasi,
mendorong, membantu, memperkaya
pengetahuan pebelajar dan pembelajar
mata pelajaran bahasa Indonesia
untuk semakin kreatif dan inovatif.
Dasar Pemilihan Model
Pengembangan R2D2
Model R2D2 dipilih atas dasar
pertimbangan bahwa model ini lebih
memungkinkan terjadinya pembelajaran
yang
kontekstual,
komunikatif,
kolaboratif dan partisipatif. Model R2D2
memberi banyak kesempatan kepada
pebelajar untuk lebih kreatif dan inovatif.
Model ini lebih memberdayakan dan
memperlakukan siswa sebagai makhluk
yang bermartabat dengan ragam potensi
dan karakteristiknya yang khas. Model
R2D2 sangat menarik karena kaya
dengan interaksi yang memunculkan
solusi selama proses pengembangan.
Proses tersebut lebih terkenal dengan
sebutan open sistem, yang menganggap
bahwa konsep awal dan kerangka kerja
dapat berubah sepanjang proses.

Desain pengembangan R2D2
memiliki tujuh karakteristik, yaitu: (1)
proses pengembangan pembelajaran
(Instructional Development Process)
bersifat Recursive, non-linear, dan
kadang-kadang semrawut (chaotic),
(2) desain bersifat reflektif dan
kolaboratif, (3) tujuan muncul dari
pekerjaan desain dan pengembangan,
(4) pakar pengembangan yang
bersifat umum tidak perlu ada, (5)
pembelajaran
menekankan
pada
belajar
dalam
konteks
yang
bermakna, (6) menekankan pada
penilaian formatif, dan (7) data
kualitatif mungkin lebih berharga
(Mustaji, 2009:23).
Prosedur Pengembangan R2D2
Prosedur
pengembangan
dalam desain R2D2 memiliki 3
aktivitas yang terfokus dan dilakukan

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 444

secara non linier, yaitu: (1) define
focus, (2) design and development
focus, dan (3) dissemination focus.
Ketiga fokus ini pada dasarnya
bersifat fleksibel, artinya bukan
merupakan
suatu
keharusan
sebagaimana langkah-langkah yang
bersifat sistemik atau prosedural.
Desain pembelajaran ini bukanlah
cara penerapan teknis yang secara
mutlak
mengharuskan
untuk
menyesuaikan kondisi yang ada
dengan solusi tertentu.
DesainUji Coba.
Uji coba produk pengembangan
merupakan tahap yang sangat
menentukan, sebab dari uji coba
inilah dapat diukur apakah produk
yang dihasilkan berhasil atau tidak.
Artinya, dari uji coba produk
diperoleh gambaran yang konkret
tentang sejauh mana produk yang
dihasilkan benar, layak, efektif,
efisien, dan menarik. Uji coba produk
dalam pengembangan bahan ajar
terdiri dari (1) desain uji coba, (2)
subyek uji coba, (3) jenis data, (4)
instrument pengumpulan data, dan (5)
teknik analisa data.
Desain Uji Coba
Pada prinsipnya desain uji coba
produk pengembangan dilaksanakan
sebagai langkah awal evaluasi
formatif dengan memfokuskan pada
uji coba lapangan dengan tujuan akhir
untuk
memperbaiki
atau
menyempurnakan produk bahan ajar.
Kegiatan uji coba ini merupakan
kegiatan
kerekursifan
proses
pengembangan sehingga hasil dari uji
coba menjadi bahan perbaikan bahan
ajar yang dikembangkan. Desain uji
coba produk yang dilakukan melewati
lima tahap, yaitu: (1) review ahli

materi, (2) review ahli media, (3) uji
coba perorangan, (4) uji coba
kelompok kecil, dan (5) uji coba
lapangan.
Subyek Uji Coba
Subyek uji coba
produk
pengembangan bahan ajar ini terdiri
dari
ahli materi, ahli media, dan
siswa SMPK Mardi Wiyata Malang.
a.

b.

c.

Ahli materi yaitu dosen yang
memiliki keahlian dalam pendidikan
bahasa Indonesia.
Ahli media pembelajaran yaitu
seorang memiliki keahlian di bidang
media pembelajaran. Tujuannya,
memperoleh penilaian, pendapat dan
saran tentang desain produk bahan
ajar yang dikembangkan.
Audience (Siswa SMP Mardi Wiyata
Malang) sebagai pengguna produk
bahan ajar. Tujuannya, memperoleh
penilaian, pendapat, dan saran
tentang tingkat efektivitas, efisiensi,
dan kemenarikan bahan ajar yang
telah dikembangkan.

Jenis Data
Jenis data uji coba produk
pengembangan ini lebih bersifat
deskriptif kualitatif. Data yang akan
diperoleh dan dianalisis dari uji coba
produk pengembangan ini mencakup:
(1) data hasil penilaian, tanggapan,
kritik, dan saran dari ahli isi dan ahli
media, (2) data hasil penilaian,
komentar, dan tanggapan dari uji coba
perorangan, (3) data hasil penilaian,
komentar dan tanggapan dari uji coba
kelompok kecil, (4) data hasil
penilaian, komentar dan tanggapan
dari uji coba lapangan.
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen merupakan alat yang
digunakan
untuk
memperoleh
sejumlah data yang diperlukan dalam

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 445

pengembangan (Arikunto, 2002:136).
Instrumen yang akan digunakan
dalam pengumpulan data berupa
angket, yang digunakan untuk
mengumpulkan data dari ahli isi, ahli
media, dan audience (siswa).
Teknik Analisis Data.
Data yang dihimpun mempunyai
2 kategori yaitu data kualitatif dan
data
kuantitatif.
Maka
untuk
menganalisis
data
yang
telah
dihimpun menggunakan analisis
deskriptif kualitatif dan persentase
(data kuantitatif). Teknik analisis
deskriptif kualitatif di mana data
yang diperoleh berupa data hasil
penilaian, tanggapan, kritik, dan saran
dari ahli isi dan ahli media yang
dijadikan pijakan untuk memperbaiki
produk bahan ajar.
HASIL
Bahan ajar yang dihasilkan
berwujud media cetak dengan judul
“Buku Ajar Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia Kelas IX”, berisikan
kumpulan
materi
yang
dapat
dijadikan sumber informasi bagi
siswa maupun guru.
Adapun susunan bahan ajar
yang dikembangkan sebagaiberikut:
(1)
Cover/Sampul,
(2)
Kata
Pengantar, (3) Daftar Isi, (4)
Kompetensi inti dan Kompetensi
Dasar (5) Bab, Judul, dan Peta
Konsep (6) Kompetensi inti dan
Kompetensi Dasar tiap bab Tujuan
Pembelajaran, (7) Uraian Materi, (8)
Tugasproyek/portofolio, (9) Refleksi,
(10) UjiKompetensi, (11) Daftar
Pustaka, (l2) Glosarium, (13)
Lampiran,
(14)
Lembarkosonguntukcatatan.Hasilreve
wahliisiterhadapprodukbuku
ajar
76,47%. Hasil validasi ahli media

menyatakan rerata produk buku ajar
83,3%. Hasil uji coba perorangan
menyatakan bahwa produk masih
perlu direvisi baik kesalahan ketik,
tanda baca maupun penggunaan huruf
kapital dan huruf kecil. Hasil uji coba
kelompok kecil kepada 10 responden
menyatakan rerata pencapaian produk
buku ajar 65,8%. Sedangkan rerata
pencapaian produk buku ajar dalam
uji lapangan kepada 31 responden
menyatakan 82,5%.Tanggapan guru
mata pelajaran menyatakan rerata
pencapaian produk buku ajar 96%.
SIMPULAN
Berdasarkan jawaban angket
hasil uji coba lapangan menunjukkan
rerata pencapaian produk buku dalam
uji lapangan kepada 31 siswa sebagai
berikut: rerata produk buku ajar =
82,5%. Tanggapan guru mata
pelajaran terhadap produk buku ajar
dengan rerata pencapaian = 96%.
Apabila persentase dikonversi dengan
tabel
tingkatvaliditas
maka
disimpulkan
bahwa
produk
pengembangan
berada
dalam
kualifikasi baik sehingga layak untuk
digunakan.
SARAN
a. Pengembangselanjutnyahendakny
alebihmemperkayaisimateribuku
ajar.
b. Berdasarkan saran dari ahli
media, pengembang selanjutnya
perlu memperluas daftar pustaka
sehingga lebih memperkaya
materi atau bahan ajar.
c. Perludikembangkanperangkatpen
unjangbahanajar yaitu lembar
kerjapebelajar.
d. Jika model yang digunakan
dalam pengembangan ini (R2D2)
hendak
diadopsi
oleh

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 446

pengembang pada program studi
atau
lembaga
yang
lain,
makaperlu
melakukananalisis
terhadap
karakteristikmata
pelajaran dankarakteristiksiswa.
e. Dapat
dikembangkan
dalam
bentuk bahan ajar digital atau
multi media interaktif.

Kundharu dkk. 2014. Pembelajaran
Keterampilan
Berbahasa
Indonesia. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Lestari, Ika. 2013. Pengembangan
Bahan Ajar Berbasis
Kompetensi. Padang: Akademia
Lwin May, dkk. 2005.How to
Multyply Your Child’s
Intelligence(Terj).Jakarta: Indeks

DAFTAR RUJUKAN

Majid, Abdul. 2013. Strategi
Pembelajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik
Indonesia no. 68 Tahun 2013
Prastowo, Andi. 2011. Panduan
Kreatif Membuat Bahan Ajar
Inovatif. Yogjakarta: Diva
Press
Rohimah, Ima. 2014. Bupena Bahasa
Indonesia untuk SMP/MTs
Kelas IX. Jakarta: Erlangga
Trianto. 2007. 68 Model-model
Pembelajaran
Inovatif
Berorientasi
Konstruktivistik.Jakarta:
Prestasi Pustaka
Tri Priyatni, Endah. 2014. Desain
Pembelajaran
Bahasa
Indonesia Dalam Kurikulum
2013.Jakarta: Bumi Aksara
Widodo, Chomsin S dan Jasmadi.
2008. Panduan Menyusun
Bahan Ajar Berbasis
Kompetensi. Jakarta: PT Elex
Media Kompetindo

Depdiknas. 2006. Kurikulum Standar
Isi 2006. Badan Standar
Nasional Pendidikan
Depdiknas 2008. Panduan
PengembanganBahan Ajar. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Depdiknas.2015. Bahasa Indonesia
Wahana Pengetahuan. Jakarta:
KementerianPendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Dimyati & Mudjiono.2002. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta Rineka
Cipta
Dimyati & Mudjiono.2006. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta
Ghazali, Abdul Syukur. 2010.
Pembelajaran Keterampilan
Berbahasa dengan Pendekatan
Komunikatif Interaktif.
Bandung: Refika Aditama.
Hamiyah, Nur.dkk. 2014. Strategi
BelajarMengajar di Kelas.
Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta
Iskandarwassid dan Sunendar
Dadang. 2013. Strategi
PembelajaranBahasa. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Kosasih. 2014. Jenis-Jenis Teks.
Bandung:Yrama Widya.
______
2015. Mandiri Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga

NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 447