ANALISIS HUKUM ISLAM TERGADAP PERJANJIAN PERKAWINAN TENTANG JANGKA WAKTU PERKAWINAN DALAM PASAL 28 COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI HUKUM ISLAM.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERJANJIAN
PERKAWINAN TENTANG JANGKA WAKTU PERKAWINAN
DALAM PASAL 28 COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI
HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Oleh

Muhammad Ariful Fahmi
NIM. C31211127

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syarinah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam
Surabaya
2015

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERJANJIAN
PERKAWINAN TENTANG JANGKA WAKTU PERKAWINAN
DALAM PASAL 28 COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI
HUKUM ISLAM


SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh
Muhammad Ariful Fahmi
NIM: C31211127

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syarinah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam
Surabaya
2015

i

ABSTRAK


Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan dengan judul “Analisis
Hukum Islam tergadap Perjanjian Perkawinan tentang Jangka Waktu Perkawinan
dalam Pasal 28 Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam”. Penelitian ini
bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang bagaimana konsep perjanjian
perkawinan tentang jangka waktu perkawinan dalam pasal 28 Counter legal
Draft Kompilasi Hukum Islam dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap
perjanjian perkawinan tentang jangka waktu perkawinan dalam pasal 28 Counter
Legal Draft Kompilasi Hukum Islam?
Data dikumpulkan melalui studi pustaka atau literatur, dengan cara
membaca,mengkaji, mencatat, mencuplik tulisan-tulisan dan karya-karya yang
terkait dengan penulisan ini. Kemudian dianalisis secara kualitatif dengan
menggunakan teknik deskriptif dan kesimpulannya diperoleh dengan logika
deduktif yaitu diawali dengan mengemukakan teori umum tentang perjanjian
perkawinan dalam Islam, perjanjian perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam,
mas}lahah serta Kawin Mut’ah, kemudian teori teori tersebut digunakan sebagai
alat untuk menganalisis perjanjian perkawinan tentang jangka waktu perkawinan
dalam pasal 28 Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam, lalu ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsep perjanjian perkawinan

tentang jangka waktu perkawinan dalam pasal 28 Counter Legal Draft Kompilasi
Hukum Islam merupakan konsep perjanjian perkawinan berdasarkan fenomena
baru tentang keluarga yang muncul dan berjalan di masyarakat yaitu tentang
kawin kontrak. Kemudian dikaji oleh Tim Counter Legal Draft Kompilasi
Hukum Islam berdasarkan prinsip Pluralisme (ta’addudiyyah), nasionalitas
(muwa>thanah), penegakkan HAM (iqa>mat al huqu>q al insa>niyyah), demokratis
(dimu>qrathiyyah), dan kesetaraan gender (al musa>wah al jinsyiyyah).
Berdasarkan analisis hukum Islam, perjanjian perkawinan tentang jangka
waktu perkawinan dalam pasal 28 Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
telah menyimpang baik dari segi tujuan dan hakikat perkawinan, segi hukum
perjanjian dalam Islam, maupun dari segi mas}lahah dalam Islam. Rumusan itu
dianggap sebagai upaya untuk melegalkan bentuk perkawinan mut’ah yang mana
mayoritas Ulama telah mengharamkannya. Selain itu jika rumusan tersebut
diterapkan di Indonesia akan berimplikasi menimbulkan keresahan dan
permasalahan baru bagi masyarakat Indonesia.

vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .....................................................................................

i

MOTTO ......................................................................................................

ii

PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................................

iv

PENGESAHAN ..........................................................................................


v

ABSTRAK ..................................................................................................

vi

KATA PENGANTAR ................................................................................

vii

PERSEMBAHAN .......................................................................................

ix

DAFTAR ISI ...............................................................................................

x

DAFTAR TRANSLITERASI ....................................................................


xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ....................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah .................................................

1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ....................

9

C. Rumusan Masalah...........................................................


10

D. Kajian Pustaka ................................................................

10

E. Tujuan Penelitian............................................................

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian .............................................

13

G. Definisi Operasional .......................................................

14

H. Metode Penelitian...........................................................


15

I. Sistematika Penulisan ....................................................

17

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PERKAWINAN ............

20

A. Perjanjian Perkawinan dalam Islam ...............................

20

a. Pengertian Perjanjian Perkawinan dalam Islam .......

20

b. Hukum Perjanjian Perkawinan .................................


22

c. Bentuk-Bentuk dan Akibat Hukum Perjanjian
Perkawinan ...............................................................

26

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Perjanjian Perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI)...............................................................................
C. Mas}lah{ah ........................................................................

31
34

D. Nikah mut’ah ..................................................................


40

PERJANJIAN PERKAWINAN TENTANG JANGKA
WAKTU DALAM PASAL 28 CLD KHI ...............................

48

A. Latar Belakang Munculnya CLD KHI ...........................

48

B. Faktor-Faktor Penyebab CLD Mencounter KHI ...........

50

C. Sistematika dan Pendekatan CLD KHI .........................

53

D. Konsep Perjanjian Perkawinan tentang Jangka

Waktu Perkawinan dalam Pasal 28 CLD KHI ...............

56

ANALISIS .............................................................................

63

A. Analisis terhadap Konsep Perjanjian Perkawinan
tentang Jangka Waktu Perkawinan dalam Pasal 28
CLD KHI ........................................................................

63

B. Analisis Hukum Islam terhadap Perjanjian Perkawinan
tentang Jangka Waktu Perkawinan dalam pasal 28
CLD KHI ........................................................................

67

PENUTUP .............................................................................

75

A. Kesimpulan .....................................................................

75

B. Saran ...............................................................................

76

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

77

BAB III

BAB IV

BAB V

LAMPIRAN

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai kelompok
etnik, sosial, agama, dan kultur yang masing-masing mempunyai tanggung
jawab moral untuk mempertahankan norma dan pandangan hidup mereka.
Heterogenitas masyarakat itu diterima dengan semboyan “BHINEKA
TUNGGAL IKA” yang mempunyai makna berbeda-beda tetapi tetap satu.
Ikatan dalam satu kesatuan yang diikat oleh semboyan tersebut, tidak
berarti secara pemikiran dan ideologis mudah dipersatukan, tidak luput
pula seputar persoalan perbedaaan pandangan maupun terhadap pemikiran
hukum di Indonesia khususnya bidang perkawinan.1
Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai
jalan bagi manusia untuk beranak, berkembangbiak, dan menjaga
kelestarian hidupnya. Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi
kehidupan manusia, karena di samping perkawinan sebagai sarana untuk
membentuk keluarga, perkawinan juga merupakan kodrati manusia untuk
memenuhi kebutuhan seksualnya, sebenarnya sebuah perkawinan tidak
hanya mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia yaitu sebagai
hubungan keperdataan tetapi di sisi lain perkawinan juga memuat unsur

1

Wasman, & Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Yogyakarta:
Teras,2011),1.

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

sakralitas yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya.2 Dalam konteks ini
terlihat bahwa perkawinan tidak hanya semata-mata sebuah ikatan
perjanjian antara kedua pasangan suami istri, namun juga lebih jauh pada
perjanjian antara keduanya dengan Allah SWT. Status perkawinan
memunculkan sebuah tanggung jawab, bukan hanya mengikat terhadap
kedua pasangan suami istri sesuai dengan apa yang telah mereka
perjanjikan bersama sebelumnya, konsekuensi adanya tanggung jawab
tersebut juga berlaku pada hubungan kedua belah pihak tersebut kepada
Allah SWT.
Yusuf Qardhawi mengatakan kalau sekiranya perkawinan itu tidak
dishari’atkan, tentu naluri seksual tidak dapat tersalurkan dan tidak dapat
memainkan perannya dalam menjaga eksistensi manusia.3 Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memberikan
definisi bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2
dijelaskan bahwa Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan.
Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mi>tsa>qan ghali>z}an untuk
mentaati perintah Allah SWT. dan melaksanakannya merupakan ibadah.4

2

Ibid., 29.
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, alih bahasa: Muammal Hamidy (Surabaya: PT.
Bina Ilmu Surabaya, 2003), 214.
4
Departemen Agama R.I, Bahan Penyuluhan Hukum, ( Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1999), 136.
3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Dengan adanya dimensi ibadah dalam sebuah perkawinan, karena itu suatu
perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga tercapainya apa yang
menjadi tujuan perkawinan.
Perkawinan dapat diibaratkan sebagai suatu kontrak yang suci dan
merupakan tiang utama dalam membentuk suatu keluarga yang baik.
Teramat penting dan sucinya ikatan ini, sehingga Islam menentukan
sejumlah aturan dan tindakan dalam mengokohkan ikatan rumah tangga
yang dibentuk tersebut. Aturan dan tindakan itu wajib dilaksanakan bahkan
sebelum ikatan tersebut dimulai (pra nikah).5
Al-Qur’an seringkali mengungkapkan tujuan-tujuan yang bersifat
batiniyah dari perkawinan seperti ketentraman jiwa yang timbul melalui
jalinan kasih sayang dan cinta antara suami istri. Karena dalam hidup
berkeluarga perlu adanya ketentraman, kebahagiaan, dan ketenangan lahir
batin. Dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera akan dapat
mengantarkan pada ketenangan ibadah.6Allah SWT berfirman dalam alQur’an surat ar-Ru>m ayat 21 :

ِ
ْْ‫اجا ْلِتَس ُكنُوا ْإِلَي َها ْ َو َج َع َْل ْبَي نَ ُكمْ ْ َم َوَدًْة ْ َوَرًَْْة ْإِ َنْ ِْف‬
ِْ ‫آَتِِْه ْأَنْ ْ َخلَ َْق ْلَ ُكمْ ْ ِمنْ ْأَن ُف‬
ً ‫س ُكمْ ْأَزَو‬
َ ْ ْ‫َومن‬
)١٢(ْ‫آَتْْلَِقومْْيَتَ َف َك ُرو َْن‬
َْ ِ‫َذل‬
َ ْ‫ك‬
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di

5

M. Gufron, Makna Kedewasaan dalam Perkawinan : Analisis terhadap Pembatasan Usia
Perkawinan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974, (Jurnal Al Hukama>’The Indonesia Journal
of Islamic Family Law UIN Sunan Ampel Surabaya Vol.04 No.01 Tahun 2014), 107.
Slamet Abidin dan Aminuddin, fiqih Munakahat I (Bandung:Pustaka Setia,1999), 15.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.7
Menurut ayat di atas, keluarga Islam terbentuk dalam keterpaduan
antara ketentraman (saki>nah), penuh rasa cinta (mawaddah) dan kasih
sayang (rah}mah). Ia terdiri dari istri yang patuh dan setia, suami yang jujur
dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang, ibu yang penuh lemah lembut dan
berperasaan halus, putra putri yang patuh dan taat serta kerabat yang saling
membina silaturrahim dan tolong menolong.
Apabila calon pasangan suami istri bersepakat untuk melangkah ke
jenjang perkawinan, maka calon pasangan suami istri tersebut terlebih
dahulu harus melakukan akad nikah. Calon pasangan suami istri sebelum
melaksanakan akad nikah ada kalanya membuat suatu perjanjian pranikah
atau sering disebut dengan perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan
yaitu persetujuan yang dibuat oleh calon pasangan suami istri sebelum
perkawinan dilangsungkan dan masing masing berjanji akan menaati apa
yang tersebut dalam perjanjian itu yang disahkan oleh Pegawai Pencatat
Nikah (PPN). Ada pun sebab diadakannya perjanjian perkawinan adalah
dalam rangka antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam
perkawinan antara lain perceraian, hutang piutang dengan pihak ketiga
yang dilakukan oleh suami atau istri, serta pembagian harta kekayaan
suami atau istri kelak.

7

Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Kalim, 2011), 407.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Di Indonesia, hukum mengenai perjanjian perkawinan ini bersumber
pada KUH Perdata, UUP No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah RI No.
9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UUP No. 1 Tahun 1974 dan juga
Kompilasi Hukum Islam.

8

Di dalam KUH Perdata perjanjian perkawinan

diatur dalam buku I Bab ke VII dari pasal 139 sampai pasal 154. Pada KUH
Perdata tersebut hanya menekankan pada harta kekayaan pribadi suami
istri.
Di dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 ketentuan mengenai
perjanjian perkawinan diatur dalam V pasal 29 yang terdiri dari empat ayat.
Perjanjian perkawinan yang diatur dalam pasal 29 Undang-undang nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan, jauh lebih luas daripada yang ditentukan
dalam KUH Perdata karena bukan hanya mengatur masalah harta benda
akibat perkawinan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, sepanjang
perjanjian itu tidak bertentangan dengan batas-batas hukum, agama, dan
kesusilaan. Di samping itu, dalam penjelasan pasal 29 Undang-undang
nomor 1 tahun 1974 tersebut tidak termasuk taklik talak. Sedangkan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI), perjanjian perkawinan diatur pada Bab VII
pasal 45 sampai pasal 52.
Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa kedua
calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :

8

Wasman, Wardah nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam...,168.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

1.

Taklik talak

2.

Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.9
Jika kita perhatikan, pasal 45 Kompilasi Hukum Islam jelas

bertentangan dengan pasal 29 Undang-undang nomor 1 tahun 1974. Dalam
penjelasan pasal 29 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa
“ yang dimaksud dengan perjanjian dalam pasal ini tidak termasuk taklik
talak”, akan tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam jelas ditegaskan bahwa
perjanjian perkawinan bisa dalam bentuk “taklik talak” dan bisa dalam
bentuk perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Bentuk dan isi perjanjian perkawinan, sebagaimana halnya dengan
perjanjian pada umumnya, kepada kedua belah pihak diberikan kebebasan
(sesuai dengan asas hukum “kebebasan berkontrak”) asalkan tidak
bertentangan dengan batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
Kondisi masyarakat yang semakin demokratis dan kritis, menjadikan
isi perjanjian pun mengalami perkembangan, yang dicantumkan tidak lagi
hanya urusan harta kekayaan dan piutang saja, tapi juga urusan pembagian
biaya keluarga, penyelesaian perselisihan dalam rumah tangga, kebiasaan
mengoleksi barang-barang langka yang tergolong mahal, mengatur
terhadap profesi masing-masing calon suami istri selama perkawinan
berlangsung, perwalian anak, hingga klausul tentang kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT).
9

Kompilasi Hukum Islam Pasal 45.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Dari beberapa hasil peraturan yang telah dibuat di atas jelas terlihat
bahwa peraturan-peraturan di atas terutama KHI masih belum sepenuhnya
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Oleh karena itu muncul
sebuah pertanyaan, apakah proyek unifikasi hukum Islam yang dilakukan
oleh ulama-ulama fikih ini telah sejalan dengan tingkat kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Karena tidak bisa dipungkiri, KHI sering hanya
mencerminkan keinginan elit politik pemegang kekuasaan dan dalam
penyusunan materinya banyak merujuk pada pendapat ulama dan kitabkitab fikih klasik, terutama kitab-kitab karya ulama madzab Shafi’i.10 Dari
sini kita akan melihat sejauh manakah semangat di balik proyek besar KHI
mampu menghadirkan formulasi yang relevan dengan konteks kekinian.
Evaluasi dan pemikiran-pemikiran kritis dari berbagai kalangan, baik
kalangan agamawan (fuqaha>) maupun pendekatan ilmu pengetahuan (sains)
penting untuk terus dilakukan. Reintegrasi dari sains dan agama sangat
penting untuk memberikan landasan moral Islam dalam pengembangan
pengetahuan sekaligus mengartikulasikan ajaran Islam sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, humaniora,
dan sosial kontemporer.11
Dewasa ini ada isu menarik yang masih berkembang mengenai
rencana formulasikan materi muatan Kompilasi Hukum Islam dengan
10

Syamsul Ma’arif, Fikih Progresif : Menjawab Tantangan Modernitas, (Jakarta: FKKU Press,
2003), 178.
11
M.Amin Abdullah Dkk, Integrasi Sains-Islam: Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains,
(Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), 9.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

pendekatan

pluralisme,

kesetaraan

gender,

dan

demokrasi

yang

dikontruksikan dalam bentuk Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
(CLD KHI). Dalam pasal 28 Counter Legal draft Kompilasi Hukum Islam
disebutkan bahwa perjanjian perkawinan dapat berupa jangka waktu
perkawinan.
Perjanjian perkawinan berupa jangka waktu bila kita telusuri di dalam
literatur hukum Islam hampir sama dengan kawin mut’ah. Kawin mut’ah
sendiri masih menjadi perdebatan antara golongan sunni dengan golongan
syia’ah. Golongan Sunni, baik madhab Hanafi, madhab Maliki, madhab
Syafi’i maupun madhab Hambali menyatakan bahwa kawin mut’ah haram
dilakukan. Sedangkan menurut madhab syi’ah kawin mut’ah itu
diperbolehkan. Negara yang terkenal dengan memperbolehkan kawin
mut’ah adalah negara Republik Islam Iran.
Dari hal tersebut, Penulis tertarik untuk mengkaji serta meneliti
tentang isi perjanjian perkawinan yang berupa jangka waktu perkawinan
karena beberapa alasan antara lain: pertama, penulis setelah melakukan

study review bahwa permasalahan yang akan diteliti merupakan rumusan
baru dalam pemikiran Hukum Islam khususnya di Indonesia. Kedua, untuk
mengetahui latar belakang dan tinjauan hukum Islam terhadap perjanjian
perkawinan tentang jangka waktu tersebut. Oleh karena itu penulis
berkeyakinan bahwa permasalahan yang akan diteliti layak untuk dikaji.
Penulis bermaksud mengangkat permasalahan tersebut ke dalam sebuah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

skripsi yang berjudul: “Analisis Hukum Islam Terhadap Perjanjian
Perkawinan Tentang Jangka Waktu Perkawinan Dalam Pasal 28 Counter

Legal Draft Kompilasi Hukum Islam”.
B.

Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian yang ada pada latar belakang masalah di atas, maka dapat
digambarkan beberapa masalah sebagai berikut :
1.

Ketentuan hukum Islam dan hukum positif terhadap perjanjian
perkawinan;

2.

Waktu dan prosedur pembuatan perjanjian perkawinan;

3.

Materi perjanjian perkawinan;

4.

Masa berlakunya perjanjian perkawinan;

5.

Perubahan terhadap materi perjanjian perkawinan;

6.

Latar belakang CLD KHI;

7.

Konsep Perjanjian Perkawinan dalam CLD KHI;

8.

Perjanjian perkawinan dalam bentuk jangka waktu;

9.

Implikasi adanya perjanjian perkawinan;

10.

Analisis hukum Islam terhadap perjanjian perkawinan dalam bentuk
jangka waktu dalam CLD KHI.
Dari identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang akan

dibahas , penulis batasi sebagai berikut :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

1.

Latar belakang konsep perjanjian perkawinan dalam pasal 28 CLD
KHI.

2.

Analisis hukum Islam terhadap pasal 28 tentang jangka waktu
perkawinan dalam CLD KHI.

C.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas,
kiranya dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut :
1.

Bagaimana konsep perjanjian perkawinan tentang jangka waktu
perkawinan dalam pasal 28 CLD KHI ?

2.

Bagaimana analisis hukum

Islam terhadap perjanjian perkawinan

tentang jangka waktu perkawinan dalam Pasal 28 dalam CLD KHI ?
D.

Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada penelitian kali ini, pada dasarnya untuk
mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis
yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya sehingga diharapkan
tidak adanya pengulangan materi secara mutlak. Sejauh ini ada banyak
penulis yang membahas tentang perjanjian perkawinan namun sampai saat
ini penulis belum menemukan penelitian atau tulisan yang secara spesifik
mengkaji tentang perjanjian perkawinan dalam bentuk jangka waktu
perkawinan.
Seperti beberapa skripsi yang pernah peneliti kaji sebelum pembuatan
skripsi di antaranya :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

1.

Skripsi dengan judul Perjanjian Perkawinan menurut Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ditinjau dari Hukum Islam, ditulis
oleh Siti Alifah Yuniawati (C01394249) pada tahun 2002. Pada
skripsi ini dibahas masalah perjanjian perkawinan dalam pandangan
hukum Islam. Menurut penulis, perjanjian perkawinan disamakan
dengan perjanjian pada umumnya. Boleh mengadakan perjanjian
perkawinan asal tidak bertentangan dengan shari’at dan calon
pasangan suami istri yang melakukan perjanjian perkawinan tersebut
harus mematuhi dan mentaati isi perjajian perkawinan yang telah
disepakati tersebut.12

2.

Skripsi dengan judul Perjanjian Perkawinan tentang Harta Bersama
Suami Istri dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, ditulis oleh Zuhrotul Amaliyah (C01398134)
pada tahun 2003. Pada skripsi ini dibahas masalah Perjanjian
Perkawinan dalam bentuk harta bersama suami istri menurut Hukum
Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Menurut penulis,
diperbolehkan mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk harta
bersama yang alasannya disetujui sebelumnya oleh kedua calon
pasangan suami istri tersebut. Perjanjian perkawinan dalam bentuk
harta bersama ini harus dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan dan

12

Siti Alifah Yuniawati, “Perjanjian Perkawinan menurut UUP No. 1 Tahun 1974 ditinjau dari
Hukum Islam” (Skripsi -- IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2002).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

dibuat dalam bentuk tertulis serta harus sesuai dengan ketentuan
hukum Islam dan UU No. 1 Tahun 1974.13
3.

Relevansi Pandangan Muhammad Syahrur tentang Perjanjian
Perkawinan

dengan

Kompilasi

Hukum

Islam,

ditulis

oleh

Mujiburrohman (C01302147) pada tahun 2007. Skripsi ini membahas
tentang

Pandangan

Muhammad

Syahrur

tentang

perjanjian

perkawinan dan relevansinya dengan Kompilasi Hukum Islam.14
Dari uraian tiga kajian pustaka di atas ada perbedaan penelitian
penulis dengan penelitian sebelumnya, dimana pada judul yang pertama
membahas tentang perjanjian perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1974
ditinjau dari hukum Islam. Judul kedua membahas tentang perjajian
perkawinan dalam bentuk harta bersama menurut UU No. 1 Tahun 1974
dan Kompilasi Hukum Islam. Judul yang ketiga membahas tentang
relevansi pandangan Muhammad Syahrur dengan Kompilasi Hukum Islam
tentang perjanjian perkawinan.
Perjanjian perkawinan merupakan masalah yang masih belum jelas
kedudukannya dalam hukum Islam dalam artian bahwa sepanjang
pembahasan yang dijumpai dalam buku-buku atau kitab-kitab klasik belum
ada yang secara jelas dan khusus menyinggung dan membahas masalah
tersebut. Oleh karena itu penulis di sini akan membahas perjanjian
13

Zuhrotul Amaliyah, “Perjanjian Perkawinan tentang Harta Bersama Suami Istri dalam
Perpektif Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974”, (Skripsi -- IAIN Sunan Ampel
Surabaya pada tahun 2003).
14
Mujiburrohman, “Relevansi Pandangan Muhammad Syahrur tentang Perjanjian Perkawinan
dengan Kompilasi Hukum Islam”,Skripsi-- IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2007.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

perkawinan dalam CLD KHI dalam hal ini penulis memfokuskan pada
perjanjian perkawinan dalam bentuk jangka waktu perkawinan pada pasal
28 CLD KHI.
E.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.

Untuk memahami konsep perjanjian perkawinan tentang jangka
waktu perkawinan dalam pasal 28 CLD KHI.

2.

Untuk memahami analisis hukum Islam terhadap pasal 28 tentang
perjajian perkawinan tentang jangka waktu perkawinan dalam pasal
28 CLD KHI.

F.

Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini sekurang-kurangnya diharapkan dapat digunakan
untuk hal-hal sebagai berikut :
1.

Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini untuk memperkaya ilmu pengetahuan dalam
bidang al-Ahwal al-Syakhsiyah, terutama terutama dalam persoalan
perjanjian perkawinan. Hasil penelitian ini juga diharapkan bisa
menjadi bahan kajian ilmiah sekaligus bahan pengembangan bagi
penelitian berikutnya yang mempunyai relevansi dengan skripsi ini.

2.

Aspek Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi wacana
bagi perkembangan dunia hukum, sekaligus memberi sumbangan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

pemikiran

bagi

mereka

yang

berminat

mengkaji

serta

mengembangkan pengetahuan tentang perjanjian perkawinan.
G.

Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya kekeliruan dan kesalahan dalam
memahami judul skripsi ini, perlu adanya pembatasan pengertian serta
penjelasan terhadap judul “ Analisis hukum Islam terhadap Jangka Waktu
Perkawinan dalam Pasal 28 Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam”,
Sebagai berikut :
Analisis hukum Islam adalah penyelidikan dan penguraian terhadap
kaidah, aturan perkawinan yang digunakan dalam perjanjian perkawinan.
Dalam penelitian ini sumber hukum Islam adalah al-Qur’an, hadis,
pendapat Ulama’, mas}lahah dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Perjanjian perkawinan yaitu persetujuan yang dibuat oleh calon
pasangan suami istri sebelum perkawinan dilangsungkan dan masing
masing berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian itu yang
disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
Jangka waktu perkawinan merupakan bentuk perjanjian perkawinan
yang berupa masa umur suatu perkawinan berlangsung.
Pasal 28 Counter Legal Draft adalah pasal yang berisi tentang bentuk
perjanjian berupa jangka waktu perkawinan antara calon pasangan suami
istri sebelum atau pada saat melaksanakan perkawinan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

CLD KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam) merupakan
naskah tandingan rumusan Kompilasi Hukum Islam yang disusun pada
tanggal 4 Oktober 2004 oleh Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender
Departemen Agama RI atau disebut Pokja PUG Depag.15
H.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian
pustaka. Adapun pembahasannya mengenai tinjauan hukum Islam terhadap
pasal 28 tentang jangka waktu perkawinan dalam CLD KHI dengan cara
melakukan analisa data, yaitu menganalisis buku-buku yang ada kaitannya
dengan perjanjian perkawinan.
1.

Data yang dikumpulkan
a.

Data tentang perjanjian perkawinan tentang jangka waktu
perkawinan dalam CLD KHI.

b.

Data tentang pandangan hukum Islam terhadap perjanjian
perkawinan tentang jangka waktu perkawinan pasal 28 dalam
CLD KHI.

2.

Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam hal ini adalah dari
mana data dapat diperoleh.16 Data yang dipergunakan dalam kajian

15

Marzuki Wahid, Fiqh Indonesia, (Bandung:Marja, 2014), 200.
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta: Rineka
Cipta,2006),129.
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

ini adalah bersumber pada bahan pustaka. Maka penelitian melalui
dari beberapa buku yang dijadikan sebagai kajian pustaka.
a.

Sumber Data Primer
1)

Pembaruan Hukum Islam Indonesia, Counter Legal Draft
Kompilasi Hukum Islam.

b.

Sumber Data Sekunder
1)

Fiqh Indonesia (Kompilasi Hukum Islam dan Counter
Legal Draft Kompilasi Hukum Islam dalam Bingkai
Politik Indonesia), karya Marzuki Wahid.

2)

Kompilasi Hukum Islam.

3)

UU Nomor 1 Tahun 1974.

4)

Keadilan dan Kesetaraan Jender, karya Badriyah Fayumi
dkk.

5)

Perempuan Dan Politik, karya Siti Musda Mulia dan Anik
Farida.

6)

Posisi Perempuan Dalam Hukum Islam Di Indonesia,
karya Ratna Batara Munti dan Hindun Anisah.

3.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi
pustaka atau literatur, maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan
cara membaca tulisan yang terkait dengan penelitian ini. Sehingga penulis
mengkaji, mencatat, mencuplik tulisan-tulisan dan karya-karya yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

mencakup pemikiran dan ide yang telah ditulis para pakar dan ahli yang
berkompeten dalam hal ini.
4.

Teknik Analisis Data
Data yang telah berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif
dengan menggunakan teknik deskriptif, yaitu memaparkan data-data yang
terkait dengan masalah yang dibahas yang ditemukan dalam berbagai
literatur dan kesimpulannya diambil melalui logika deduktif, yaitu
memaparkan masalah-masalah yang bersifat umum kemudian ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat khusus terkait tentang pandangan hukum Islam
terhadap perjanjian perkawinan tentang jangka waktu perkawinan dalam
pasal 28 CLD KHI.

I.

Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan jaminan bahwa pembahasan yang termuat dalam
penulisan ini benar-benar mengarah kepada tercapainya tujuan yang ada
maka penulis membuat sistematika sebagai berikut :
Bab pertama, bab ini merupakan pendahuluan, yang berfungsi sebagai
pola umum yang menggambarkan seluruh bahasan skripsi ini. Adapun di
dalamnya mencakup latar belakang masalah, identifikasi dan batasan
masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan
hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua, bab ini berisi landasan teori tentang perjanjian
perkawinan menurut hukum Islam dalam pendapat ulama dan Kompilasi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Hukum Islam. Bab ini mendiskripsikan secara umum tentang perjanjian
perkawinan, yaitu menjelaskan pengertian, hukum, syarat sahnya
perjanjian, perjanjian yang dibolehkan dan perjanjian yang dilarang, dan
bentuk perjanjian perkawinan yang selama ini dikenal dalam masalah
perkawinan serta akibat hukum yang ditimbulkan oleh adanya perjanjian
perkawinan tersebut. Bab ini juga berisi deskripsi tentang perjanjian
perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan juga mas}lahah.
Selain itu, pada bab ini juga menjelaskan tentang nikah mut’ah yang mana
menurut penulis penting untuk dijadikan sebagai landasan teori mengingat
adanya persamaan dalam penentuan umur pernikahan. Melalui penjabaran
di atas diharapkan memberikan gambaran tentang perjanjian perkawinan
yang dapat menjadi kerangka analisis selanjutnya.
Bab ketiga, bab ini membahas masalah perjanjian perkawinan tentang
jangka waktu perkawinan dalam pasal 28 CLD KHI, yang mana meliputi
tentang latar belakang munculnya CLD KHI, faktor-faktor penyabab CLD
KHI mencounter KHI, tawaran pemikiran tentang perjanjian perkawinan
dalam CLD KHI, serta konsep perjanjian perkawinan tentang jangka waktu
perkawinan dalam pasal 28 CLD KHI.
Bab keempat, bab ini berisi pembahasan mengenai analisis hukum
Islam terhadap perjanjian perkawinan tentang jangka waktu perkawinan
dalam pasal 28 CLD KHI.
Bab kelima, bab ini merupakan penutup yang berisi tentang
kesimpulan dan saran. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah mengadakan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

analisis terhadap data yang diperoleh, sebagimana diuraikan pada bab
sebelumnya dan merupakan jawaban atas pertanyaan pada rumusan
masalah. Sedangkan saran adalah harapan penulis setelah selesai
mengadakan penelitian. Jadi saran ini merupakan suatu tindak lanjut dari
apa yang sudah diteliti.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PERKAWINAN

A. Perjanjian Perkawinan dalam Islam
a) Pengertian Perjanjian Perkawinan dalam Islam
Secara etimologi perjanjian atau kontrak dapat diartikan sebagai
suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap seseorang lain atau lebih.1 Secara terminologi perjanjian
perkawinan adalah perjanjian (persetujuan) yang dibuat oleh calon suami
istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur
akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dari hubungan perkawinan
termasuk akibat terhadap harta kekayaan.2 Perjanjian perkawinan dapat
diadakan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dengan
syarat bahwa perjanjian itu tidak boleh bertentangan atau melanggar
batas-batas hukum agama dan kesusilaan.3
Istilah perjanjian perkawinan dalam hukum Islam tidak ditemukan
secara terperinci dalam literatur fikih, yang ada dalam literatur fikih
dengan bahasan maksud yang sama yakni “ijab kabul yang disertai
dengan syarat” atau “persyaratan dalam perkawinan”. Bahasan tentang
syarat dalam perkawinan tidak sama dengan syarat perkawinan yang ada

1

Chairuman, Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 1.
Soetojo, Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia,
(Surabaya: Erlangga University Press, 1994), 57.
3
Wirjono, Projodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1964), 8.
2

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

dalam kitab fikih karena yang dibahas dalam syarat perkawinan itu adalah
syarat-syarat untuk sahnya suatu perkawinan.4 Kaitan antara syarat dalam
perkawinan dengan perjanjian perkawinan adalah karena perjanjian itu
berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang melakukan
perjanjian tersebut. Syarat atau perjanjian yang dimaksud ini dilakukan
diluar prosesi akad perkawinan. Oleh karena itu perjanjian perkawinan itu
tidak ada kaitan hukum antara akad nikah yang dilaksanakan secara sah
dengan pelaksanaan syarat yang ditentukan dalam perjanjian itu. Hal ini
berarti bahwa tidak dipenuhinya perjanjian tidak menyebabkan batalnya
nikah yang sudah sah.
Pada dasarnya hukum Islam tidak secara rinci menjelaskan
perjanjian perkawinan, namun lebih pada isyarat tentang kebenaran dan
kebolehan mengadakan perjanjian (secara universal) selama objeknya
tidak bertentangan dengan hukum Islam. Hukum Islam memiliki prinsip
kebolehan melakukan suatu perbuatan selama memiliki unsur manfaat
dan nilai maslahat. Jika dikembalikan pada perjanjian perkawinan kita
dapat menjumpai adanya manfaat dan maslahat dari adanya perjanjian
perkawinan bagi pasangan suami istri bahkan bagi pihak lain. Oleh karena
itu perjanjian perkawinan dipandang memenuhi prinsip hukum Islam
sebagaimana disebut di atas.

4

Amir, Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara fiqh Munakahat dan UndangUndang Perkawinan,cet.1, (Jakarta: Kencana, 2006), 145.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

b) Hukum Perjanjian Perkawinan
Sesuatu ketentuan yang hendak diberlakukan tentunya harus
memiliki basis legitimasi. Terkait dengan perjanjian perkawinan,
meskipun al Qur’an dan hadis tidak menyebutkan secara terperinci
tentang hukum perjanjian perkawinan, namun menurut beberapa ulama
fikih ketetapan dibolehkan melakukan perjanjian perkawinan didasarkan
pada prinsip bahwa suatu perbuatan bebas menurut asalnya. Dalam
kaidah fikih dikatakan :

‫اأشياء اااحة‬
Artinya : Asal dari segala sesuatu itu adalah kebolehan.

5

‫اأصل‬

Perjanjian perkawinan sebagaimana dikemukakan di atas di
analogikan dengan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, oleh karena
itu tinjauan hukumnya tidak bisa dipisahkan dengan tinjauan hukum
perjanjian-perjanjian pada umumnya. Dalam ketentuan hukum Islam kita
menemukan nash baik dalam al Qur’an maupun sunnah yang menjadi
dasar hukum perjanjian. Al Qur’an sebagai sumber dari segala sumber
hukum

Islam

mengatur

tentang

ketentuan

mengenai

keharusan

menunaikan janji, baik janji yang berkaitan dengan Allah maupun dengan
sesama manusia, sebagaimana di terangkan dalam surat al Ma>’idah ayat 1
yang berbunyi:

5

Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 283.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

             
           
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu,
dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakiNya.6
Pada ayat yang lain tepatnya surat al Isra>’ ayat 34 Allah
menyatakan :
               
 
   
Artinya: dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan
penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.7
Rasulullah

mengatakan

tentang

keharusan

menepati

janji

sebagaimana sabdanya:

ِ‫والْمسل‬
‫لى شرْو ِط ِه ْم اِاّ َش ْرطًا َحَرًم َحاَاً أ َْواَ َح ًل َحَر ًاما‬
‫ع‬
‫ن‬
‫و‬
‫م‬
َ
َ
ْ
ْ َ
َ

Artinya: Orang Islam wajib menepati janjinya kecuali janji yang
mengharamkan barang yang halal atau menghalalkan barangyang
haram.8
Dari keterangan nash di atas perjanjian yang dimaksud yang
diperbolehkan adalah perjanjian yang tidak bertentangan dengan shari’at

dan tidak sah hukumnya perjanjian yang bertentangan dengan shari’at dan
6

Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Kalim, 2011), 107.
Ibid, 286.
8
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah; alih bahasa oleh Moh. Thali, cet. 7, (Jakarta: Al Ma’arif, 1990) 72.

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi masing-masing pihak untuk
menunaikan atau memenuhi perjanjian tersebut. Dengan kata lain
perjanjian yang bertentangan dengan shari’at dianggap batal demi hukum.
Dasar hukum tentang kebatalan suatu perjanjian yang melawan
hukum ini dapat dirujuki ketentuan hukum yang terdapat dalam hadis
Rasulullah Saw yang artinya berbunyi sebagai berikut:

‫كل شرط ليس ى كتاب ل فهو اطل و ان كان مائة شرط‬
Artinya: Segala bentuk persyaratan yang tidak ada dalam kitab
Allah adalah batil sekalipun seratus syarat.9
Dalam hal hukum perjanjian perkawinan ini meskipun al Qur’an
dan hadis tidak menyebutkan secara terperinci tentang hukum perjanjian
perkawinan namun ditetapkan

kebolehan melakukan suatu perbuatan

karena segala perbuatan dalam muamalah menurut asalnya adalah boleh
selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Dalam “Fikih Sunnah”
terdapat suatu penjelasan yang berkaitan dengan masalah perjanjian
perkawinan ini. Penjelasannya mengatakan bahwa perjanjian perkawinan
ada yang wajib dipenuhi dan ada pula yang secara tegas dilarang oleh
shara’. Masalahnya sekarang adalah perjanjian perkawinan semacam apa
yang wajib dipenuhi dan apa yang tidak wajib dipenuhi, juga perjanjian
apa yang diperselisihkan mengenai wajib tidaknya pemenuhannya serta
yang secara tegas dilarang oleh shara’ itu.10

9

Abdul, Rahman Ghozali, Fikih Munakahat, Cet.5, (Jakarta:Kencana, 2010), 120.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah;...71.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Sebelumnya hal ini akan ditinjau dari segi yuridisnya bahwa
perkawinan itu merupakan suatu perjanjian dan merupakan persetujuan
suci.11 Dikatakan suatu perjanjian karena kenyataannya yaitu perjanjian
yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang tujuannya untuk
menghalalkan hubungan kelamin dan dikatakan sebagai persetujuan suci
karena perkawinan itu tidak hanya merupakan lembaga yang dengan
adanya perkawinan menyebabkan halalnya mengadakan hubungan
kelamin antara laki-laki dan perempuan yang sebelumnya dilarang. Akan
tetapi perkawinan mengandung aspek-aspek yang suci dan mulia
disebabkan merupakan suatu pelaksanaan dari perintah agama.
Menurut

Nadimah

Tanjung,

aspek

perjanjian

dalam

hal

perkawinan mempunyai tiga karakter yang khusus, apabila dibandingkan
dengan perjanjian lain pada umumnya. Ketiga karakter khusus tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Bahwa perkawinan tidak dapat dilangsungkan tanpa keridhaan dan
kesukarelaan dari masing-masing pihak yang bersangkutan.
2) Bahwa kedua belah pihak yang mengikat perkawinan itu saling
mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian tersebut sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
3) Bahwa perjanjian perkawinan itu mengatur batas-batas hukum
mengenai hak dan kewajiban masing-masing suami istri.12

11
12

Ashaf,A Fyzoe, Pokok-pokok Hukum Islam,(Jakarta: Tinta Mas, 1965), 108.
Nadimah, Tanjung, Islam dan Perkawinan,(Jakarta: Bulan Bintang, 2011), 28-29.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Dari apa yang telah dikemukakan di atas sudah jelas bahwa secara
yuridis, salah satu aspek dari perjanjian perkawinan itu adalah perkawinan
memberi batas-batas hak dan kewajiban suami istri. Tetapi, yang
terpenting untuk dikemukakan adalah bahwa hak maupun kewajiban dari
adanya perkawinan terhadap suami istri telah ditentukan dalam hukum
Islam itu sendiri. Oleh karena itu, yang menjadi persoalan adalah
bagaimana tentang perjanjian perkawinan ini menurut segi pandangan
hukum Islam mengingat bahwa maksud dari perjanjian tersebut adalah
akibat dari perkawinan diluar apa yang telah ditentukan oleh hukum yang
semestinya.
c) Bentuk-Bentuk dan Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan
Dalam ketentuan hukum Islam, banyak dalil-dalil baik dari al
Qur’an maupun sunnah, baik qauliyah, naqliyah, maupun amaliyah yang
menetapkan akibat dari adanya sesuatu akad. Demikian juga dengan
perjanjian perkawinan, sampai sejauh manakah kedua belah pihak dapat
membuat suatu perjanjian, dan sampai seberapa daya ikat perjanjiannya
terhadap kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian juga terhadap
pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Adapun perjanjian perkawinan yang tidak bertentangan dengan
peraturan-peraturan dasar Islam, maka perjanjian perkawinan maka
perjanjian perkawinan semacam itu adalah dibenarkan dan masing-masing
pihak diharuskan untuk menjalankannya sebagaimana mestinya. Sayyid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Sabiq13 mengklasifikasikan mengenai hukum perjanjian yang berkaitan
dengan perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam “ Fikih Sunnah”
menjadi empat bentuk yaitu:
1) Perjanjian perkawinan yang masih termasuk rangkaian ketentuan
hukum perkawinan.
Perjanjian perkawinan yang masih dalam rangkaian ketentuan
hukum perkawinan adalah perjanjian yang masih termasuk dalam
ketentuan-ketentuan dan tujuan perkawinan serta tidak mengandung
hal-hal yang dapat digolongkan dalam perbuatan yang menyalahi
hukum shara’. Terhadap perjanjian yang telah disebutkan di atas
maka para ahli hukum Islam bersepakat bahwa perjanjian perkawinan
semacam itu dapat dibenarkan oleh hukum Islam.
Hal itu dikarenakan bahwa perjanjian semacam itu sesuai
dengan ketentuan tentang akibat-akibat dari perkawinan sebagaimana
yang telah disebutkan di atas dan sesuai dengan maksud dari tujuan
dari perkawinan itu sendiri, lagi pula bahwa menepati janji-janji yang
dengannya menjadikan halalnya hubungan kelamin adalah merupakan
sesuatu yang harus dilaksankan, mengingat bahwa perjanjian tersebut
tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
2) Perjanjian perkawinan yang menyalahi ketentuan hukum perkawinan.
Perjanjian perkawinan yang menyalahi ketentuan hukum
perkawinan adalah perjanjian perkawinan yang menyalahi ketentuan
13

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah; ,...71.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

perkawinan

yang

telah

ditetapkan

shara’

seperti

perjanjian

perkawinan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Suami tidak memberi nafkah.
b. Suami tidak mau bersetubuh (jima’).
c. Suami tidak mau memberi mahar.
d. Suami memisahkan diri dari istrinya.
e. Istri menafkahi suaminya.
Perjanjian perkawinan di atas, tidak wajib dipenuhi oleh yang
bersangkutan, dan perjanjian tersebut batal dengan sendirinya sebab
menyalahi ketentuan-ketentuan hukum Islam dan bertentangan
dengan kehendak akad itu sendiri. Adapun akadnya tetap sah, hal itu
dikarenakan bahwa perjanjian perkawinan tidak termasuk unsur-unsur
dari akad nikah, jadi baik disebutkan atau tidak mengenai perjanjianperjanjian itu, maka tidak mempengaruhi sekitpun tentang keabsahan
akad.14 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap perjanjian
perkawinan yang menyalahi ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan perkawinan beserta akibat-akibatnya yang telah ditentukan
oleh shara’ atau berlainan dengan peraturan dasar perkawinan
dianggap batal.
3) Perjanjian perkawinan yang hanya mengandung manfaat bagi pihak
istri saja.

14

Ibid, 71.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Perjanjian perkawinan yang dimaksud di atas adalah
perjanjian perkawinan yang manfaatnya hanya menguntungkan untuk
istri semata, namun ada penyimpangan dari ketentuan yang
semestinya. S