MAQASHID SYARI’AH HUKUM PERKAWINAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

MAQASHID SYARI’AH HUKUM PERKAWINAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

1 NURHADI

1 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhar Pekanbaru alhadicentre@yahoo.co.id

Abstract

Existential and the position of Islamic law (Islamic law) in Indonesian national law is part of the national legal system itself. Therefore, Islamic law has an opportunity to contribute to the establishment and renewal of national law. The emergence of Marriage Law Number 1 year 1974 and Compilation of Islamic Law, is a proof of the result of the struggle for the existence of Islamic Shari’a. The Compilation of Islamic Law (KHI) is also a description that the law of marriage and inheritance and perwakafan is the legal field hablum min an-nas who get the normative legal provisions in detail in the regulation of national law in Indonesia. While the marriage law of Islam dominates, so that contains many articles in the Compilation of Islamic Law (KHI) reached 170 Articles. In this case, the benefit and the harm in something is not necessarily relative. Their permissibility and prohibition can be determined by a concrete paradigm, not on the basis of human merit in the world alone. So the maintenance must be with the appropriate method of understanding the nash, not just a mere logical view, but with elastic theory in accordance with the progress of civilization and politics in a country or region. An example of the result of an elastic Islamic legal method with the advancement of Indonesian times and politics is the Compilation of Islamic Law. This research method uses qualitative concept, with normative juridical approach in in-concreto and legal synchronization, whereas research type of library of Risert (bibliography), data collection method is using primary and secondary data and technical data analysis is using contents analysis method with measuring instrument mashlahah (maqasid shariah). Islamic law has the goal of realizing the benefit of mankind (maqasid al-shariah) in the world and happiness in the afterlife. This embodiment is determined by the harmonization of relations between humans. The relationship is marriage, it is one of the media to know each other. The purpose of marriage in Islam is the guidance of human morality and humanize the moral, so the relationship between two different gender can build a new life culturally and socially. Maqashid shariah in marriage is hifzhu an-Nasl (maintaining offspring or honor) is at the level of hajiyat, then

Nurhadi ; Maqashid Syari’ah Hukum Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

marriage is a necessity, as the intention of human nature in pairs. Maqashid Sharia in the KHI on Marriage Law is hifzhu al-Nasl, at-Ta’aruf Ikhtiyar, Mitsaqan al-Ghalizhah, Mu’asyiru bi al-Ma’ruf. al-Hadal al-Hikmah, Hifzhu al-Maal li al- Haqqihi, Haqqu al-Waalidi li al-Walidihi, Ijbar li al-Waalidati, Haqqu al-Thaaliq li al-Zaujihi, Haqqu al-Zaujati li al-Zaujihi, while the core maqashidnya is Jalbu al- Mashalih wa dar’ul al-Mafasid (uphold kemaslahatan and refuse kemudratan).

Keywords: Maqashid Syari’ah, Hukum pernikahan, Kompilasi hukum islam

PENDAHULUAN

terjemhannya) pada tahun 1935 Sebagai bagian dari syariat

M/1354H (Jamal, 2017: 34). Karya Islam, kawin (nikah) merupakan satu

Mahmud Yunus ini terasa sangat di antara hukum yang berlaku bagi

dengan nuansa laki-laki dan perempuan sebagai

kental

terutama terkait mahluk yang diciptakan berpasang-

keindonesiaan,

dengan dinamika keadaan sosial pasangan, hal ini dijelaskan dalam

masyakarat yang berkembang di era surah al-Hujarat 13 (Depag RI, 2005:

penulisannya. Tidak lain karena di 847).Anjuran

merupakan suatu ditetapkan berdasarkan Alquran,

ungkapan respon atas kondisi yang Sunnah dan Ijma’ (Depag RI, 2005:

ada. Sehingga terlihat fungsi Al 114). Pembahasan yang kompleks,

Qur’an yang up todate dan fleksibel mulai dari defenisi, rukun, syarat,

terhadap zaman.Mahmud Yunus tujuan, hikmah serta ketentuan nikah

ingin memunculkan Al Qur’an yang beragam (ikhtilaf/khilafiya),

kitab petunjuk yang sehingga ada bab tersendiri dalam

sebagai

bagi kehidupan kajian Ilmu Fiqih, yang dikenal

sesungguhnya

(Jamal, 2017: 43). dengan Fiqih Munakahat.

Keberadaan Undang-undang Secaraeksistensial, kedudukan

Perkawinan No.1 tahun 1974 dan syariat atau hukum Islam dalam

Kompilasi Hukum Islam atau yang hukum

lebih dikenal dengan istilah KHI merupakan sub sistem dari hukum

nasional

Indonesia

salah satu bukti nasional itu sendiri (Pancasila Sila

merupakan

sekaligus hasil dari perjuangan ke 1).Karenanya, hukum Islam juga

tersebut (A-Munawar, mempunyai

eksistensi

Selain itu KHI memberikan

bahwa hukum rangka

perkawinan dan kewarisan serta pembaharuan

pembentukan

dan

perwakafan menjadi bidang hukum meski harus diakui problema dan

hukum

nasional,

kemasyarakatan yang kendalanya yang belum pernah usai

dalam

mendapatkan pengaturan normatif sampai saat ini (A-Munawar, 2004:

secara rinci dalam regulasi hukum di 14). Negara kestauan Indonesia

umat Islam beserta

Indonesia,

melaksanakan Perkawinan memakai mengharapkan kehadiran fiqih Islam

isi tumpa

darahnya

tiga system hukum yaitu Hukum keIndonesiaan, hal ini sudah di

Perdata Umum (KUHper), UU No. 1 contohkan oleh ulama Indonesia

Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Mahmud Yunus yang mengarang

Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dan tafsir al-Qur’an al-Karim (tafsir dan

ketentuan perkawinan yang sangat

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 2, Juli – Desember, 2017 (203 – 232)

detail diatur dalam banyak pasal dalam memahami dan menemukan dalam

tujuan ditetapkannya suatu hukum Perkawinan).

KHI (Buku

I tentang

syariat (Zahrah, 2012: 102). Ketentuan nikah yang diatur

Hal ini menunjukkan bahwa dalam al-Qur’an merupakan salah

sedikit banyaknya kebiasaan umat satu bukti bahwa bukan hanya

dan di tempat sebagai sebuah kitab agama dan

pada

masa

al-Qur’an ajaran-ajaran moral, al-Qur’an juga

diturunkannya

hukum yang memuat unsur-unsur legislasi atau

mempengaruhi

(Sosiologi Antropologi perudngan secara sistematis (Lihat

terbentuk

Hukum Islam) Termasuk dalam mushaf

ketentuan nikah. Anjuran nikah bagi mengemukakan

al-Qur’an).

Dalam

pesan-pesannya, laki-laki dan perempuan tidak akan Nabi Muhammad Saw.secara terus

terlepas dari visi dan misi syariat terang ingin meninggalkan nilai-nilai

untuk mewujudkan dan institusi pra-Islam, tapi hanya

Islam

kemaslahatan hidup manusia di sejauh

dunia dan akhirat (Hizbul an-Nasl). membangun sekali namun untuk

ketika ia

berusaha

Di dalamnya terkandung prinsip- selamanya sebagai dasar-dasar

prinsip kebijaksanaan, kasih sayang, agama baru yang rahmata lil alamin

keadilan, dan kemaslahatan (Sabiq, (B. Hallaq, 2001: 4), yaitu Islam.

1980: 7-8).Aturan-aturan hukum bagi Sehingga

dan perempuan yang hukum pada masa pra-Islam yang

sedang menjalani hidup rumah masih bertahan setelahnya namun

tangga yang tertuang dalam fiqih dengan corak keIslaman (Lihat kitab

munakahat tentu memiliki relevansi Zabur, Taurat dan Injil). Sejalan

dengan salah satu kemaslahatan dengan

yang ingin dicapai atau kemudaratan muhafadhatu ala al-qadimi al-shalih

yang hendak dihindarkan (Hibzul ad- wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah”

Din, an-Nafs dan al-Aql). Di sisi lain (A-Munawar, 2004: 4)

hukum Islam atau Kearifan syariat Islam juga

maqashid

syariah dapat didukung oleh fakta turunnya al-

maqasid

mempresentasikan hubungan antara Qur’an secara berangsur-angsur

hukum Islam dengan ide-ide terkini yang

hak-hak manusia, menguatkan makna hukum (Asbabu

dan peradaban an-Nujul/Maqshid

pembangunan

Syariah/Hikmah (Auda, 2015: 32). Syariah/Falsafah), sehingga syariat

Nikah merupakan sebahagian sangat sesuai dengan psikologi

dari akhlak yang mulia (akhlaku al- umat, walaupun sikologi Islam di

karimah), ahklak adalah hal yang dasari

mendasar dalam ajaran Islam, baik (Khaidzir dan Anwar, 2017: 140).

dengan falsafah

Islam

ahklak kepada Allah, sesama juga Karena turunnya tepat pada waktu

alam sekitarnya (Yatimin dan diperlukannya keterangan hukum

Thamrin, 2017: 155). Wahbah al- pada saat itu.Hal ini sekaligus

seorang ulama fikih memperjelas maksud atau tujuan

Zuhaili,

kenamaan hukum (Maqshid Syariah/Hikmah

kontemporer

beberapa hikmah Syariah).Sehingga

menyebutkan

nikah, diantaranya untuk menjaga turunnya al-Qur’an atau ashbabun

sebab-sebab

manusia laki-laki dan perempuan nuzul tersebut dapat membantu

dari perbuatan yang terlarang (zina),

Nurhadi ; Maqashid Syari’ah Hukum Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

arus globalisasi yang bergerak cepat manusia, menjaga keturunan dan

menjaga kelangsungan

hidup

2005: 3).Hal ini nasab, membentuk keluarga yang

(Syarifudin,

untuk menjaga merupakan bagian dari masyarakat,

dimaksud

menghilangkan untuk mengadakan tolong-menolong

kemaslahatan,

kesempitan serta menolak bahaya di antara pasangan suami-istri,

sebagai tujuan adanya hukum menciptakan kecintaan di antara

syariat (Al-Zuhaili, 2014: 32). masyarakat dan menguatkan ikatan

Kemaslahatan dan bahaya tali kekeluargaan

dalam suatu hal tidak harus selalu pernikahan pula akan membawa

dan dengan

relatif.Kebolehan dan pelarangannya kemaslahatan dan menimbulkan

ditentukan oleh rasa Tanggung jawab (Al-Zuhaili,

masing-masing

sebuah paradigma yang telah 2004: 31). Hikmah-hikmah tersebut

bukan atas dasar juga dapat ditemukan dalam banyak

mapan,

kemaslahatan literatur fikih klasik (Fiqhus Sunnah,

pertimbangan

manusia di dunia semata (B. Hallaq, Said Sabiq, Hikmah Tasyri’ wa

Sehingga dalam Falsafatuhu, Ali Ahmad al-Jurjawi).

pemilaharaannnya tidak terlepas dari Tidak

memahami nash hukum dengan perkembangan

dapat dipungkiri

bahwa

bukan hanya dengan mempengaruhi suatu hukum yang

pandangan nalar semata, malainkan berlaku di dalamnya. Karena, jika

dengan metode yang sesuai dengan prinsip utama Islam diletakkan

perkembangan zaman dan politik sebagai bagian

Negara atau daerah makro, yakni institusi sosial sebagai

dari kerangka

disuatu

Antropologi Hukum). proses kebudayaan, maka pertama-

(sosiologi

Sebagai contoh hukum Islam hasil tama yang perlu disadari bahwa

dari metode yang sesuai dengan institusi

perkembangan zaman dan politik di mengisolasikan

sosial tidak

mungkin

Indonesia adalah Kompilasi Hukum perkembangan dan transformasi

diri

dari

Islam (mengkodifikasi dan unifikasi sosial, kultural maupun struktural.

hukum Islam).

Karenanya cara pandang terhadap Dari latar belakang yang cukup noktah-noktah ajaran Islam pun,

panjang diatas, yang mengandung dituntut

lima unsur, yaitu wahyu, syariat, melakukan penyesuaian dengan

secara

terus-menerus

hukum dan undang-undang serta perkembangan masyarakat. Lebih

syiasyah (politik), maka dapat ditarik dari itu, institusi Islam juga harus

satu poin rumusan masalah dalam selalu memainkan peran strategis,

penelitian ini “bagaimana tinjauan terarah

filsafat hukum Islam (maqashid karekteristik Islam selaku ajaran

dan sejalan

dengan

syariah) hukum perkawinan dalam universal (A-Munawar, 2004: 201).

Kompilasi Hukum Islam (KHI) ? Wacana hukum Islam dan era globalisasi dalam konteks ini, untuk

KERANGKA TEORI

menjelaskan bahwa membicarakan

1. Maqashid Syariah (Filsafat

hukum Islam dalam globalisasi itu

Hukum Islam)

justru sesuatu yang

Maqashid Syariah adalah relevan.Hukum Islam bukan sesuatu

sangat

tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam yang statis, tetapi mempunyai daya

merumuskan hukum-hukum Islam. lentur yang dapat sejalan dengan

Tujuan itu dapat ditelusuri dalam

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 2, Juli – Desember, 2017 (203 – 232)

ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah bisa memperoleh kemashlahatan Rasulullah SAW sebagai alasan

jika ia mempunyai kemampuan logis bagi rumusan suatu hukum

untuk menjaga lima prinsip di atas, yang

sebaliknya ia akan kemaslahatan manusia dunia akhirat

mendapatkan kemudharatan atau (Izzu al-Din, 1416H: 32), ini menjadi

Mafsadah jika ia tidak bisa menjaga bukti

lima hal tersebut (Nursidin, 2012: 8). hambanya (jalbu al-mashalih wa

ihsannya Allah

kepada

Muhammad Said dar’ul mafsid) (Zulkayandri, 2005:

Menurut

Al-Buthi untuk 31), Abu Ishaq al-Syatibi melaporkan

Ramadhan

kemashlahatan hasil penelitian para ulama terhadap

mewujudkan

tersebut, ada lima kriteria yang ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah

dipenuhi, yaitu: Rasulullah SW bahwa hukum-hukum

harus

Pertama,memperiotaskan tujuan- disyariatkan Allah

syara’, Kedua, tidak mewujudkan kemaslahatan umat

SWT untuk

tujuan

bertentangan dengan Al-Qur’an, manusia, baik di dunia maupun di

Ketiga, tidak bertentangan dengan akhirat kelak (Effendi, 2005: 233).

Keempat, Kemaslahatan

Al-Sunnah,

tidakbertentangan dengan diwujudkan itu menurut al-Syatibi

yang

akan

karena qiyas terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu

prinsipqiyas,

merupakan salah satu caradalam kebutuhan Dharuriyat, kebutuhan

menggali hukum yang intinya adalah hajiyat, dan kebutuhan Tahsiniyat

untuk memberikan kemashlahatan (Al-Syatibi, 1997: 324 dan Bahri,

mukallaf. Dan Kelima, dkk, 2008: 72-73).Dilihat dari sudut

bagi

memperhatikan kemashlahatan lebih kerasulan Nabi Muhammad SAW,

besar yang dapat dicapai (Al-Buthi, dapat diketahui bahwa syariat Islam

diturunkan oleh Allah adalah untuk Secara struktural, menjaga mewujudkan kesejahteraan manusia

agama menempati poin pertama secara keseluruhan (Alaiddin Koto,

mengalahkan empat yang lain, maka 2006: 121).

semua hal yang mempunyai potensi Kebutuhan yang pertama yaitu

destruktif terhadap agama akan kebutuhan dharuriyat yang artinya

menjadi pertimbangan paling utama. tingkat kebutuhan yang harus ada

Untuk memelihara lima pokok inilah atau disebut dengan kebutuhan

syariat Islam diturunkan. Setiap ayat primer. Bila tingkat ke-butuhan ini

hukum bila diteliti akan ditemuk tidak

analasan pembentukannya yang keselamatan umat manusia baik

terpenuhi,akan

terancam

tidak lain adalah untuk memelihara didunia maupun di akhirat kelak

lima pokok di atas (Al-Buthi, 1997: (Nofialdi, 2009: 129). Menurut al-

Syatibi ada lima hal yang termasuk Kebutuhan Yang kedua adalah dalam kategori ini, yaitu memelihara

Kebutuhan hajiyat yang artinya agama,

kebutuhan-kebutuhan sekunder, di memelihara

memelihara

jiwa,

mana bilamana tidak terwujudkan kehormatan dan keturunan, serta

akal,

memelihara

sampai mengancam memelihara harta (Al-Ghazali, 1983:

tidak

keselamatannya, namun akan 286-287 dan Al-Syatibi, 1997: 10).

mengalami kesulitan. Syariat Islam Dengan demikian dapat dikatakan

menghilangkan segala kesulitan bahwa seseorang mukallaf akan

itu.Adanya

hukum rukhshah

Nurhadi ; Maqashid Syari’ah Hukum Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

(keringanan).Misalnya dalam ibadat sholat,

ada hukum

rukhshah,

bilamana kenyataannya mendapat kesulitan

dalam

menjalankan

(qashar jama’).Dalam puasa jika dalam perjalanan jarak yang cukup jauh ada rukhshah, dengan syarat diganti pada hari yang lain (saki, haid, hamil dan melahirkan).

Tingkatan ketiga

adalah

kebutuhan Tahsiniyat. Kebutuhan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap, seperti dikemukakan al- Syatibi, hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak (Al-Syatibi, 1997: 23). Al-Tahsiniyyat adalah tindakan atau sifat-sifat yang pada

prinsipnya

berhubungan

dengan al-akhlak

al-karim

(norma/etika) yang dimaksudkan agar manusia dapat melakukan yang terbaik

untuk penyempurnaan pemeliharaan lima unsur pokok. Artinya jika hal ini tidak dijaga maka akan timbul kekacauan. Misalnya: ibadah menutup aurat, suci dari najis.

Islam

menganjurkan

memperbanyak ibadah

sunnah

(Effendi, 2005: 125).

2. Hukum Perkawinan

2.1 Pengertian Perkawinan

Perkawinanadalahpersekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang dikukuhkan secara formal dengan Undang- Undang,

kebanyakan juga religius menurut

tujuan suami istri dan Undang- Undang,dan dilakukan untuk selama hidupnya

menurut

lembaga perkawinan (Tutik, 2006: 106). Dalam KUH Perdata, pengertian perkawinan tidak dengan tegas diatur ketentuannya seperti Pasal 26 yang memandang perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata dan Pasal 27 bahwa perkawinan menganut prinsip monogami. Pasal 103 menyatakan bahwa suami dan isteri harus saling setia, tolong menolong dan bantu membantu. Meskipun tidak dijumpai sebuah definisi tentang perkawinan, ilmu hukum berusaha membuat definisi perkawinan sebagai ikatan antara seorang pria dan seorang wanita yang diakui sah oleh perundang- undangan negara dan bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal abadi (Nurhayani, 2015: 132).

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal

1 ayat

2 perkawinan didefinisikan sebagai : “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (UU No.1 Th 74).

Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena

negara

Indonesia berdasarkan kepada Pancasila sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai disini tegas dinyatakan

bahwa

perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai

unsur

lahir/jasmani tetapi

juga memiliki unsur batin/rohani (STAIN Kudus: 8). Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam, seperti yang terdapat

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 2, Juli – Desember, 2017 (203 – 232)

pada pasal 2 dinyatakan bahwa dengan maksud mengambil perkawinan dalam hukum Islam

manfaat untuk adalah, perkawinan yaitu akad yang

bersenangsenang. Al- sangat kuat atau mitsaqan ghalidhan

mendefinisikan untuk mentaati perintah Allah dan

Malibari

perkawinan sebagai akad melaksanakannya

mengandung ibadah. Kata mitsaqan ghalidhan ini

merupakan

yang

kebolehan (ibahat) ditarik dari firman Allah SWT yang

melakukan persetubuhan terdapat pada Surat An-Nisa ayat 21

yang menggunakan kata : Artinya : “Bagaimana kamu akan

nikah atau tazwij. mengambil mahar yang telah kamu

4) Muhammad Abu Zahrah berikan kepada istrimu, padahal

didalam kitabnya al-ahwal al- sebagian

syakhsiyyah, mendefinisikan (bercampur) dengan yang lain

kamu telah

bergaul

nikah sebagai akad yang sebagai suami isteri. Dan mereka

menimbulkan akibat hukum (istri-istrimu) telah mengambil dari

berupa halalnya melakukan kamu perjanjian yang kuat (mitsaqan

persetubuhan antara laki-laki ghalidhan)”(Departemen Agama RI:

dengan perempuan, saling 81).

tolong-menolong serta Dan menurut etimologi para

menimbulkan hak dan ulama

fikih mendefinisikan kewajiban di antara perkawinan

keduanya. hubungan biologis. Dibawah ini akan

dalam

konteks

Dari pendapat diatas definisi dijelaskan pengertian perkawinan

perkawinan dalam fikih dapat menurut para ulama’ fiqih sebagai

memberikan kesan berikut (Nuruddin, dkk, 2004: 38):

disimpulkan

bahwa

perempuan ditempatkan

1) Imam Syafi’i mengartikan, sebagai objek kenikmatan bagi sang pengertian nikah ialah suatu

laki-laki. Yang dilihat pada diri wanita akad

adalah aspek biologisnya saja. Ini menjadi

yang

dengannya

terlihat dalam penggunaan kata al- seksual antara pria dengan

halal

hubungan

wat’ atau al-istimta’ yang semuanya wanita sedangkan menurut

berkonotasi seks (STAIN Kudus: 10). arti majazi (mathoporic) nikah itu artinya hubungan seksual.

2.2 Dasar Perkawinan

2) Hanafiah, “nikah adalah akad

2.2.1 Anjuran

yang memberi faedah untuk

MelaksanakanPerkawinan

melakukan mut’ah secara Dalam Al-Qur’an Allah telah sengaja” artinya kehalalan

umatnya untuk seorang

menganjurkan

dengan memberikan melakukan

contoh bahwa sunnah para Nabi dengan

beristimta’

yang merupakan tokoh teladan selama tidak ada factor yang

seorang

wanita

mereka menikah. Allah berfirman menghalangi

dalam Surat Ar-Ra’d ayat 38: Artinya pernikahan tersebut secara

sahnya

:“Dan sesungguhnya kami telah syar’i.

mengutus beberapa Rasulsebelum

3) Hanabilah nikah adalah akad kamu dan kami memberikan kepada yang menggunakan lafaz

mereka isteriisteridan keturunan” inkah yang bermakna tajwiz

(Departemen Agama RI: 81). Islam

Nurhadi ; Maqashid Syari’ah Hukum Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

juga telah mengajarkan bahwa

b) Sunnah. Perkawinan menjadi menikah

bila dilakukan kesulitan dan memberikan kekuatan

dapat menghilangkan

sunnah

seseorang dipandang dari serta kecukupan untuk mengatasi

pertumbuhan kemiskinan (STAIN Kudus: 11). Allah

faktor

jasmaninya sudah wajar dan berfirman dalam Surat An-Nur ayat

cenderung untuk kawin serta

32: Artinya: “Dan nikahkanlah orang- bisa hidup mandiri (Tanjung, orang yang

sendirian diantara 2007: 141). kamu,dan orang-orang yang layak

atau mubah (berkawin)

c) Ibahah

(kebolehan). Ibahah atau hambasahayamu yang lelaki dan

dari

hamba-

mubah yaitu perkawinan hamba-hamba yang perempuan.

yang dilakukan tanpa ada Jikamereka miskin Allah akan

faktor-faktor yang mendorong memampukan

(memaksa) atau yang dengankarunia-Nya dan Allah Maha

mereka

menghalanghalangi. (Suma, luas (pemberian-Nya) lagi Maha

2004: 93). Mengetahui” (Departemen Agama

d) Karahah atau makruh RI: 354).

(kurang atau tidak disukai, sebaiknya

Perkawinan dikatakan

Perkawinan

makruh jika seseorang dilihat Hukum Islam mengenal lima

sudut pertumbuhan kategori hukum yang lazim dikenal

dari

jasmani sudah pantas untuk dengan

kawin. Namun, ia belum ada khamsah (hukum yang lima) yakni:

kesanggupan untuk wajib

membiayai kehidupan mustahab atau tathawwu’ (anjuran

(harus), sunnah

atau

keluarga setelah kawin atau dorongan, atau sebaiknya

(Tanjung, 2007: 142). dilakukan), ibahah atau mubah

(larangan (kebolehan), karahah atau makruh

e) Haram

keras).Perkawinan berubah (kurang

haram jika sebaiknya ditinggalkan) dan haram

atau tidak

disukai,

menjadi

perkawinan tersebut (larangan keras) (Suma, 2004: 91).

bertujuan tidak baik Adapun pengertian dari kelima

menganiaya pasangan atau hukum tersebut adalah sebagai

perkawinan dengan muhrim, berikut:

perempuan muslim

a) Wajib (harus). Wajib yaitu dikawinkan dengan laki-laki perkawinan

nonmuslim, juga haram, dilakukan oleh seseorang

yang

harus

begitu pula larangan untuk yang memiliki kemampuan

poliandri (Tanjung, 2007: untuk menikah (berumah

tangga) serta memiliki nafsu biologis (nafsu syahwat) dan

2.2.3 Tujuan Perkawinan

khawatir benar dirinya akan Tujuan perkawinan adalah melakukan zina manakala

membentuk keluarga yang bahagia tidak melakukan perkawinan.

dan kekal.Untuk itu suami isteri (Suma, 2004: 92).

saling membantu dan melengkapi, agar

masing-masing dapat

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 2, Juli – Desember, 2017 (203 – 232)

mengembangkan kepribadiannya

a) Calon mempelai laki-laki membantu

memenuhi syarat kesejahteraan spiritual dan materiil

melaksanakan akad sendiri (Komariah, 2004:

(Naim, 2008: 68): 1). Islam; perkawinan

40). Tujuan

2). Baligh; 3). Berakal sehat: khususnya

masyarakat

adat

4). Tidak dipaksa; 5). Bukan kekerabatan

yang

bersifat

mahram calon mempelai mempertahankan dan meneruskan

adalah

wanita; 6). Tidak sedang garis keturunan, untuk kebahagiaan

ihram haji atau umrah; 7). rumah tangga keluarga / kerabat,

Tidak mempunyai halangan memperoleh nilai-nilai adat budaya

yang mengharamkan nikah. dan

b) Calon mempelai perempuan mempertahankan kewarisan (STAIN

kedamaian

juga

atau wanita harus memenuhi Kudus: 13). Berdasarkan Al-Qur’an

syarat (Naim, 2008: 69): 1). Surat Ar-Rum ayat 21 tujuan

Islam; 2). Berkal sehat; 3). perkawinan: 1). Berbakti Kepada

mahram calon Allah;

Bukan

mempelai laki-laki; 4). Tidak mencukupkan kodrat hidup manusia

2). Memenuhi

atau

sedang ihram atau umrah; 5). yang telah menjadi hukum bahwa

Tidak mempunyai halangan antara pria dan wanita itu saling

yang meramkan nikah. membutuhkan; 3). Mempertahankan

adalah orang keturunan

c) Wali

bertanggung jawab bertindak Melanjutkan perkembangan dan

umat manusia;

menikahkan mempelai ketentraman hidup rohaniah antara

wanita seuai syaratnya, yaitu pria dan wanita; 5). Mendekatkan

(Nuruddin, dkk, 2004: 62): 1). dan saling menimbulkan pengertian

Laki-laki; 2). Dewasa; 3). antar golongan manusia antar

Mempunyai hak perwalian; golongan manusia untuk menjaga

4). Tidak terdapat halangan keselamatan hidup (Departemen

perwalian. Agama RI: 406).

d) Dua orang saksi sesuai syarat, yaitu: 1). Seorang

2.3 Rukun, Syarat Perkawinan

laki-laki; 2). Muslim; 3). Adil;

2.3.1 Rukun Perkawinan

4). Berakal sehat; 5). Baligh; Rukun adalah sesuatu yang

6). Mengerti maksud akad adanya menjadi syarat sahnya

nikah; 7). Tidak terganggu perbuatan hukum dan merupakan

ingatan; 8). Tidak tuna rungu bagian dari

atau tuli. Saksi harus hadir tersebut.Rukun perkawinan berarti

perbuatan

hukum

dan menyaksikan secara sesuatu yang

langsung akad nikah serta perkawinan yang menjadi syarat

menjadi

bagian

mendatangani akta nikah sahnya perkawinan (Naim, 2008:

pada waktu dan ditempat 67). Menurut jumhur Ulama rukun

akad nikah dilangsungkan pekawinan ada lima dan masing-

(Nuruddin, dkk, 2004: 73). masing rukun itu memiliki syarat-

e) Akad (ijab qabul), Ijab adalah syarat tertentu. Untuk memudahkan

ucapan dari mulut wali untuk pembahasan maka akan diuraian

menunjukkan keinganannya rukun perkawinan, sebagai berikut

membangun ikatan. Kabul (STAIN Kudus: 15):

adalah balasan dari ucapan

Nurhadi ; Maqashid Syari’ah Hukum Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

wali oleh mempelai laki-laki dan syarat materiil yang (Mathlub,

relatif/nisbi. Syarat materiil Sesungguhnya

absolut/ mutlak ulama (fuqaha) berpendapat

beberapa

yang

merupakan syarat-syarat bahwa

yang berlaku dan tidak dianggap terjadi secara sah

membeda-bedakan dengan dengan kata-kata zawajtu

siapapun dia akan (aku jodohkan) atau ankahtu

melangsungkan perkawinan (aku kawinkan) dari calon

meliputi syarat mengenai pengantin perempuan atau

pribadi seorang yang harus walinya

diindahkan untuk perkawinan (Ramulyo, 2005: 45). Adapun

atau

wakilnya

pada umumnya. Adapun syarat akad (ijab qabul)

materiilnya adalah: 1). Dengan kata

syarat

berdasarkan Undang- tazwij atau terjemahannya;

Undang Nomor 1 Tahun 2). Bahwa antar ijab wali dan

1974 meliputi (UU No. 1 Th qabul calon mempelai laki-

1) Batas umur minimum pria berselang

laki harus beruntun dan tidak

19 tahun dan untuk Hendaknya ucapan qabul

waktu;

wanita 16 tahun (Pasal 7 tidak menyalahi ucapan ijab,

ayat 1 UU No. 1/1974). kecuali kalau lebih baik dari

Dalam hal terdapat ucapan ijab; 4). Pihak-pihak

penyimpanagn dari batas yang melakukan akad harus

umur tersebut dapat dapat mendengarkan kalimat

meminta dispensasi ijab qabul.

kepada pengadilan.

2) Perkawinan harus

2.3.2 Syarat Perkawinan

didasarkan atas Menurut

Undang-undang perjanjian atau bahwa untuk dapat melangsungkan

persetujuan antara kedua perkawinan

calon mempelai (Pasal 6 syarat-syarat pokok demi sahnya

haruslah

dipenuhi

ayat 1). suatu perkawinan antara lain: syarat

3) Untuk melangsungkan materiil dan syarat formil (Tutik,

perkawinan seorang yang 2006: 117).

belum mencapai umur 21

a. Syarat Materiil.

(dua puluh satu) tahun materiil

Syarat

harus mendapat ijin mengenai orang-orang yang

yaitu

syarat

kedua orang tua (Pasal 6 hendak

melangsungkan ayat 2). perkawinan,

Sedangkan syarat materiil mengenai persetujuan, ijin

terutama

yang relatif/nisbi, merupakan syarat dan

yang melarang perkawinan antara memberi

kewenangan

untuk

seorang dengan seorang yang 2004: 43). Syarat materiil

ijin

(Komariah,

tertentu. Hal ini telah di atur dalam diatur dalam Pasal 6 s/d 11

Undang-Undang Nomor 1 Tahun UU No. 1/1974 yang dapat

1974 yaitu:

dibedakan lagi dalam syarat

1) Larangan kawin antara materiil yang absolut/mutlak

orang-orang yang

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 2, Juli – Desember, 2017 (203 – 232)

3) Larangan kawin bagi suami keluarga, yakni hubungan

mempunyai

hubungan

dan isteri yang telah cerai kekeluargaaan karena darah

kawin lagi satu dengan yang dan

lain dan bercerai lagi untuk ditentukan dalam Pasal 8 UU

perkawinan,

yang

kedua kalinya, sepanjang No.1/1974 (UU No. 1 Th 74):

hukum

masing-masing

a. Berhubungan

agamanya dan dalam garis keturunan

darah

kepercayaannya itu dari yang lurus kebawah ataupun

bersangkutan tidak keatas

menentukan lain (Pasal 10

b. Berhubungan

UU No.1/1974) Larangan dalam garis keturunan

darah

kawin seperti Pasal 10 menyamping yaitu antara

tersebut sama dengan saudara, antara seorang

larangan kawin yang saudara orang tua dan

ditentukan dalam Pasal 33 antara seorang dengan

KUH Perdata ayat 2 yang saudara neneknya

menentukan bahwa

c. Berhubungan semenda, perceraian seteklah yang yaitu mertua, anak tiri,

kedua kalinya antara orang- menantu dan ibu/bapak

orang yang sama, adalah tiri

terang.

d. Berhubungan

4) Seorang wanita yang putus yaitu orang tua susuan,

susuan,

perkawinannya dilarang anak susuan, saudara

kawin kagi sebelum habis sususan dan bibi/ paman

jangka tunggu (Pasal 11 UU susuan

No. 1/1974).

e. Berhubungan

b. Syarat Formil. Syarat formil dengan

saudara

atau syarat lahir (eksternal sebagai

isteri

atau

syarat yang kemeknekan dari isteri

berhubungan dengan tata dalam hal seorang suami

cara atau formalitas yang beristeri

dipenuhi sebelum seorang

proses perkawinan (Tutik, hubungan

Mempunyai

2006: 118). Adapun syarat- agamanya atau peraturan

yang

oleh

syaratnya berdasarkan PP lain

No 9 Tahun 1975 sebagai dilarang kawin (STAIN

yang

berlaku,

berikut (PP No. 9 Th 1975): Kudus: 19).

1) Pemberitahuan akan

2) Seorang yang masih terikat dilangsungkannya tali perkawinan dengan orang

perkawinan oleh calon lain tidak dapat kawin lagi,

mempelai baik secara kecuali seorang suami yang

lisan maupun tertulis oleh

pengadilan diijinkan kepada Pegawai untuk poligami karena telah

Pencatat ditempat memenuhi alasan-alasan dan

perkawinan sekurang- syarat-syarat

kurangnya 10 (sepuluh) (Pasal 9 UU No.1/1974)

ditentukan

hari

kerjasebelum perkawinan

Nurhadi ; Maqashid Syari’ah Hukum Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

dilangsungkan (Pasal 3 itu, kalau tidak, maka perkawinan itu dan 4 PP No. 9/1975).

tidak sah (UU No. 1 Th 74).

2) Pengumuman

Sedangkan Pasal 2 ayat 2 Pegawai

oleh

Undang-Undang Perkawinan dengan menempelkannya

Pencatatan

bahwa tiap-tiap pada

menentukan

dicatat menurut disediakan

perundang-undangan Pencatatan Perkawinan

semata-mata bersifata administrative setelah

(STAIN Kudus: 2), yang beragama Pencatat meneliti syarat-

Pegawai

Islam dilakukan oleh Pegawai syarat dan surat-surat

Pencatat sebagai dimaksud dalam kelengkapan yang harus

Undang-Undang Nomor 32 Tahun dipenuhi

1954 tentang Pencatatan Nikah, mempelai.

oleh

calon

Talak dan Rujuk, sedangkan bagi tidak

Perkawinan

mereka yang tidak beragama Islam, dilangsungkan sebelum

boleh

dulakukan oleh Pegawai Pencatat melewati hari ke 10 Perkawinan pada Kantor Catatan

setelah

Sipil sebagaimana dimaksud dalam (Pasal 10 No.9/1975).

diumumkan

perundang-undangan Menurut Pasal 57 KUH

berbagai

mengenai pencatatan (Saleh, dikutip Perdata

Supriyadi, 2015: 47). Pencatatn berlaku

yang

masih

merupakan satu kesatuan yang tidak diatur dalam UU No.

karena

tidak

dapat dipisahkan, sehingga apabila 1/1974,

salah satu unsur pasal tersebut tidak yang sudah melewati 1

pengumuman

terpenuhi maka perkawinannya tidak (satu)

sah (Wibowo, dikutip oleh Supriyadi, perkawinan belum juga

tahun

sedang

47), adapun dasar dilaksanakan,

hukumnya adalah perkawinan

maka

argumentasi

(Supriyadi, 2015: 48): kadaluwarsa dan tidak

menjadi

2 (2)UUP telah boleh

a. Pasal

dirumuskan secara organik kecuali

dilangsungkan

oleh pasal 2 ayat (1) UUP pemberitahuan

melalui

yang pelaksanaannya diatur pengumuman baru.

dan

oleh pasal 3 s/d 9 PP 9/1975 tentang

tata cara

2.3.3 Syarat Sahnya Perkawinan

pelaksanaan UU perkawinan Undang-undang

b. Putusan Mahkamah menyatakan

perkawinan

Konstitusi No. 46/PUU- adalah

bahwa

perkawinan

VIII/2010, telah menolak menurut

sah apabila

dilakukan

hukum masing-masing permohonan uji materiil pasal agama dan kepercayaan itu (Pasal 2

2 UUP, selanjutnya ayat 1) (UU No. 1 Th 74). Rumusan

menyatakan setiap Pasal 2 ayat 1 beserta dengan

perkawinan diwajibkan untuk penjelasannya

itu menerangkan dicatatkan bahwa perkawinan mutlak harus

c. KH Inpres No. 1/1991 dan dilakukan menurut hukum masing-

Kemenag No. 154/1991 masing agamanya dan kepercayaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 2, Juli – Desember, 2017 (203 – 232)

pencatatan menjadi syarat menyatukan (unifikasi) dari berbagai syahnya akad nikah

pendapat madzhab dalam hukum

d. SE BAKN No. 48/SE/1990 Islam, dan dalam rangka usaha tentang

menyatukan persepsi para hakim pelaksanaan PP No. 45/1990

petunjuk

hukum Islam menuju butir IX: istri PNS yang

tentang

kepastian hukum bagi umat Islam dinikah sah, yaitu sesuai

(Abdurahman, 1992: 3-7). dengan Pasal 2 (1) dan

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2 (2) UUP.

merupakan kodifikasi dan unifikasi Dan

hukum Islam di Indonesia yang memenuhi Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2

perkawinan

yang

merujuk pada kitab-kitab fiqih (1) Al merupakan perkawinan yang sah

Bajuri,(2)Fathul Muin dengan menurut agama dan peraturan

Syarahnya, (3) Syarqowi alat Tahrir, perundangan yang

(4) Qulyubi/Muhallil, (5) Fathul Indonesia (STAIN Kudus: 22).

berlaku di

Wahhub dengan Syarahnya, (6) Tuhfah, (7) Targhibul Musytaq, (8)

3. Kompilasi Hukum Islam

Syar’Iyah lisayyid Kompilasi Hukum Islam itu

Qawaninusy

Utsman bin Yahya, (9) Qawaninusy adalah ketentuan hukum Islam yang

Syar’iyah lisayyid Shodaqoh Dkhlan, ditulis dan disusun secara sistematis

(10) Syamsuri lil Faraidl, (11) menyerupai peraturan perundang-

Bughyatul Mustarsydin, (12) Al Fiqh undangan untuk sedapat mungkin

‘ala Muadzahibil Arba’ah, Mughnil diterapkan

Muhtaj.Dari daftar Kitab-kitab ini, kita Departemen

seluruh

instansi

sudah dapat melihat pola pemiiran menyelesaikan masalah-masalah di

Agama

dalam

yang mempengaruhi bidang yang telah diatur Kompilasi

Hukum

Hukum Islam di Hukum Islam (Arifin, KHI, MenAg

penegakan

Indonesia. Umumnya Kitab-kitab itu dan MA R.I, 1987: 28). Oleh para

adalah kitab kuno dalam madzhab hakim peradilan agama Kompilasi

Syafi’I, kecuali No. 12 temasuk Hukum Islam digunakan sebagai

komperatif atau pedoman/bahan

bersifat

Madzhab (Kajian dalam memeriksa, mengadili dan

pertimbangan

Perbandingan

Diskusi (ISF), 2014: 4). memutus perkara yang diajukan

Upaya proses pembuatan KHI kepadanya (Abdurahman, 1992: 3-

konkretnya dimulai dari 7).

lebih

Surat Keputusan Landasan Yuridis lahirnya KHI

penerbitan

Bersama (SKB) Hakim Agung dan kembali pada rumusan tentang

Menteri Agama tanggal 25 Maret perlunya

sampai terbitnya Inpres kesadaran

hakim memperhatikan

tanggal 10 Juni 1991 (InPres R.I. sebagaimana

hukum

masyarakat

No. 1 Th 1991, 1996/97: iii-iv, 1-3). pasal 27 ayat 1 UU No. 14 tahun

diisyaratkan

oleh

Kompilasi Hukum islam berjumlah 1970. Selain itu, landasan fungsional

229 pasal, terdiri atas tiga kelompok KHI adalah fiqih Indonesia yang

hukum, yaitu Hukum disusun dengan

materi

memperhatikan Perkawinan (170 pasal; mulai pasal kondisi kebutuhan hukum umat

1 s/d pasal 170), Mengenai isi dari Islam

kompilasi hukum Islam terdapat tiga merupakan suatu madzhab baru,

pembahasan (1) Bab melainkan ia mengarah kepada

Bab

Pernikahan (2) Bab Waris dan (3)

Nurhadi ; Maqashid Syari’ah Hukum Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Bab Wakaf yang secara keseluruhan Agama RI, 2005: 94).Hubungan terakumulasi dalam 229 pasal.

seperti halnya dalam Secara terperinci Bab Pernikahan

tersebut

karena perkawinan dapat di kemukakan secara singkat

perkawinan,

merupakan salah satu media agar sebagai berikut: (a) Ketentuan

dapat saling mengenal antara yang Umum Pasal

1 (b)Dasar-dasar satu dengan yang lain (Surah a- Perkawinan

Hujarat 13). Hal ini menunjukkan Peminangan Pasal 11-13 (d) Rukun

bahwa Islam agama fitrah, sehingga dan Syarat perkawinan Pasal 14-29

pelarangan sesama jenis (LGBT) (e) Mahar Pasal 30-38 (f) Larangan

sudah sesuai fitrah manusia, LGBT Kawin Pasal 39-44 (g) Perjanjian

juga terbukti menjadi salah satu Perkawinan Pasal 45- 52 (h) Kawin

penyebab munculnya penyakit HIV Hamil Pasal 53-54 (i) Beristri lebih

AIDS dan penyakit menular seksual dari satu orang Pasal 55-59 (j)

(Anwar dan Wahyuni, 2017: 87). Pencegahan Perkawinan Pasal 60-

Juga Islam menganjurkan nikah agar

dari penyimpangan- 70-76 (l) Hak dan kewajiban suami

69 (k) Batalnya Perkawinan Pasal

terhindar

seksual dan istri Pasal 77-84 (m) Harta

penyimpangan

senantiasaselalu terjadi, baik berupa Kekayaan dalam perkawinan Pasal

delik perzinaan, lesbian maupun 85-97 (n) Pemeliharaan Anak Pasal

homoseksual 98-106 (o) Perwalian Pasal 107-112

berbentuk

(Syarifuddin, 2010-2016: 105). (p) Putusnya Perkawinan Pasal 113-

Hikmah yang terbesar dalam 148 (q) Akibat Putusnya Perkawinan

pernikahan ialah menjaga dan Pasal 149-169 (r) Rujuk Pasal 163-

perempuan yang 169l (Kajian Diskusi (ISF), 2014: 5).

memelihara

bersifat lemah dari kebinasaan Hukum Kewarisan termasuk wasiat

2009:19).Perempuan dan hibah (44 pasal; mulai pasal 171

(Saebani,

dalam sejarah digambarkan sebagai s/d

makhluk yang sekadar menjadi Perwakafan (14 pasal; mulai pasal

pemuas hawa nafsu kaum laki-laki 215 s/d pasal 229), ditambah satu

atau Al-Istimta’u ditinjau dari aspek pasal ketentuan penutup yang

filologi berarti al-intifa’u yaitu mencari berlaku untuk ketiga kelompok

mengharap manfaatdan hukum

dan

(Hasanah, 2017: wibesite.online.diakses.06.oktober.2

58).Perkawinan adalah pranata yang 017).

menyebabkan seorang perempuan mendapatkan

perlindungan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

suaminya

(Sidqan, 1990:

1. Maqashid Syariah Hukum

7).Keperluan

hidupnya wajib

Perkawinan dalam KHI

ditanggung oleh suaminya (Adtmoj, Hukum Islam memiliki tujuan

dkk, 1981: 333). Pernikahan juga mewujudkan kemaslahatan manusia

untuk memelihara (maqasid al-syariah) di dunia dan

berguna

kerukunan anak cucu (keturunan) kebahagiaan di akhirat.Perwujudan

(Dja’far Ami, 1977: 15), sebab kalau ini ditentukan oleh harmonisasi

tidak dengan nikah, anak yang hubungan antara manusia baik

dilahirkan tidak diketahui siapa yang secara individu maupun kolektif,

akan mengurusnya dan siapa yang serta hubungan manusia dengan

bertanggung jawab menjaga dan alam

sekitarnya

(Departemen

mendidiknya (Al-Jurjawi: 117; terj

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 2, Juli – Desember, 2017 (203 – 232)

Idris, 2013: 219). Nikah juga demikian, sebab itu Kompilasi dipandang sebagai kemaslahatan

Hukum Islam tentunya mempunyai umum, akan terjaga shwat dari yang

nilai-nilai filosofis yang mengandung diharamkan (zina) (Sabiq, tth: 10),

kemaslahatan untuk seluruh umat sebab kalau tidak ada pernikahan,

Islam.Dalam kodifikasi serta unifikasi manusia akan mengikuti hawa

hukum Islam di Indonesia, secara nafsunya sebagaimana layaknya

hirarki hukum Kompilasi Hukum binatang (Sabiq, tth: 10), dan denga

Islam termasuk menempati urutan sifat itu akan timbul perselisihan,

paling akhir (Hirarki Perundangan bencana, dan permusuhan antara

Nasional).

sesama manusia, yang mungkin juga

dapat

menimbulkan

2. Analisis Maqashid Syariah

pembunuhan yang maha dasyat

dalam KHI tentang Hukum

(Wahbah Juhaily: 40).

Perkawinan

Tujuan pernikahan yang sejati Kompilasi Hukum Islam yang dalam Islam adalah pembinaan

terdiri dari tiga buku, Buku I tentang akhlak

Perkawinan, Buku II tentang Warisan memanusiakannya

manusia

dan

dan Buku III tentang Perwakafan. menjauhkan

serta

Dalam kajian peneliti kali ini adalah (Hasanah, 2017: 62), sehingga

dari

perzinahan

menganlisis KHI dalam Buku I hubungan yang terjadi antara dua

tentang Perkawinan yang terdiri dari gender

19 Bab 170 Pasal, yang akan di membangun kehidupan baru secara

yang berbeda

dapat

dengan pendekatan sosial dan cultural (Sahrani, 2010:

analisis

maqashid syariah (kemaslahatan). 7). Hubungan dalam bangunan

Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang tersebut adalah kehidupan rumah

Perkawinan tidak memuat secara tangga dan terbentuknya generasi

rinci pengaturan pernikahan secara keturunan

syariat, maka UU No. 1 Tahun 1974 memberikan kemaslahatan

manusia

yang

Perkawinan ditafsirkan masa

bagi

tentang

(Santoso, Alumni Negara (Abidin, dkk, 1999: 17).

depan masyarakat

dan

dengan KHI

Pascasarjana IAIN Raden Intan Dengan perkawinan maka tujuan

Analisis maqashid dari Maqashid Syariah itu sendiri

Lampung).

syariah dalam KHI tentang Hukum dapat

Perkawinan, sebagai berikut: terjaganya

keturunan-keturunan yang sah (Al-Jurjawi: 117; terj Idris,

2.1 Bab I tentang Ketentuan

Umum

Maqashid syariah dalam hifzhu Bab I KHI ini memuat tentang an-Nasl (memelihara keturunan atau

Ketentuan Umum terdiri dari 1 Pasal kehormatan) adalah pada tingkatan

1 ayat terdiri dari 10 (a-j).poin huruf hajiyat, maka menikah adalah

pemingan mengandung keniscayaan, sebagai hajat fitrah

(a)

maqashid at-Ta’aruf antar sesama manusia yang berpasang-pasangan

calon agar lebih mengenal satu (Surah al-Hujarat 13).Kaitan dengan

sama lain (Surah al-Hujarat 13), permasalahan ini, bahwa syariat itu

lak-laki mengandung disyariatkan untuk kemaslahatan

pihak

maqashid agar kuat keinginan untuk hamba dunia akhirat Al-Syatibi,

menikahinya (HR. 1997: 324), maka hukum juga

secepatnya

Mutafaq alaih ttg Anjuran Nikah).

Nurhadi ; Maqashid Syari’ah Hukum Perkawinan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Poin huruf (b)

(Surah al-Baqarah 228 Departemen mengandung

Agama RI: 55).

Ikhtiyar/upaya/solusi

bagi

perempuan yang tidak memiliki wali

2.2 Bab II tentang Dasar-dasar

sama sekali (HR. Ahmad 24205, Abu

Perkawinan

Daud 2083, Turmudzi 1021 ttg wali). Bab II KHI ini berkaitan tentang Poin

Dasar-dasar Perkawinan terdiri dari mengandung maqashid Mitsaqan al-

huruf (c)

akad

nikah

2 Ghalizhah (ikatan kuat lahir dan

9 Pasal

15 ayat.Pasal

maqashid at-Ta’rif bathin) (Surah an-Nisa 21 Depag RI:

mengandung

(defenisi/pengertian/makna).Pasal 3 120).

mengandung maqashid al-Ghayah mengandung maqashid Mu’asyiru bi

Poin huruf

(d) mahar

(finish akhir). Pasal 4 mengandung al-Ma’ruf (menyenangkan hati istri)

maqashid al-Shahih wa al-Haqq (Surah an-Nisa 19 Depag RI: 115).

5 Poin

(kesahihan/sah/benar). Pasal

1 mengandung maqashid al-Adalah

huruf (e)

2 ayat, ayat

mengandung maqashid al-Maslahah wa al-Hikmah (keadilan / kepastian /

Ihtihsana al-Ammah kebijaksanaan) (Surah an-Nisa 128

wal

dan kebaikan Depag RI: 143). Poin huruf (f) harta

(kemaslahatan

istri dan anak- kekayaan dalam perkawinan / harta

ummat/suami

anak/keluaga), ayat 2 mengandung bersama / syirkah / mengandung

al-Ihtimal (tanggung maqashid Hifzhu al-Maal li al-

maqashid

jawab/tugas/melindungi). Pasal 6 Haqqihi (memelihara harta yang

1 menjadi haknya) (Poerwadarminta,

terdiri

dari

2 ayat, ayat

maqashidnya sama dengan ayat 2 2003: 347 dan Susanto, 2008: 2 dan

Pasal 5 dan ayat 2 maqashidnya 72). Poin huruf (g) Pemeliharaan

sama dengan ayat 1 Pasal 5. Pasal anak atau ahdhanah mengandung

7 terdiri dari 4 ayat, ayat 1 maqashid Haqqu al-Waalidi li al-

maqashidnya sama dengan ayat 2 Walidihi (hak anak kepada orang

dan ayat 2,3,4 taunya) (Surah Luqman ayat 12-

Pasal

maqashidnya sama dengan ayat 1 19Departemen Agama RI:. 654-655).

Pasal 5. Pasal 8 mengandung Poin

maqashid al-Bayan wa al-Burhan mengandung maqashid Ijbar li al-

huruf (h)

perwalian

(kejelasan dan klarifikasi). Pasal 9 Waalidati (perlindungan/melindungi

1 perempuan yang belum dewasa

terdiri

dari

2 ayat, ayat

maqashidnya sama dengan Pasal 8, (kecil),

ayat 2 maqashidnya sama dengan komunikasi bagi perempuan yang

dan menjadi

sarana

5. Pasal 10 sudah dewasa (baligh) (Azhari,

ayat

1 Pasal

maqashidnya sama dengan Pasal 8. 2015: abstrak). Poin (i) khuluk mengandung maqashid Haqqu al-

2.3 Bab III tentang Peminangan

Thaaliq li al-Zaujihi (hak minta cerai Meminang berasal dari suku istri kepada suaminya/cerai gugat)

kata “khathaba-yakhthubu-khithban- (Surah

khithbatan” (Ghazaly, 2003: 73-74). Departemen Agama RI: 55). Poin (j)

artinya menyatakan permintaan mut’ah

untuk menikah dari seorang laki-laki Haqqu al-Zaujati li al-Zaujihi (hak

mengandung

maqashid

kepada seorang perempuan atau istri kepada suami/mantan suami)

sebaliknya

dengan perantaraan seseorang yang dipercayai (Sabiq,

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 2, Juli – Desember, 2017 (203 – 232)

tth: 20 dan Rasjid, 2009: 380 dan al-Ammah (sama dengan ayat 1 Hadi

Pasal 5). Pasal 16 terdiri dari 2 ayat, 30).Meminang maksudnya seorang

maqashidnya sama dengan Pasal laki-laki meminta kepada seorang

15). Pasal 17 terdiri dari 3 ayat, perempuan untuk menjadi istrinya

maqashidnya sama dengan Pasal dengan cara yang sudah umum

15 dan 16. Pasal 18 maqashidnya berlaku

sama dengan Pasal 15, 16 dan 17. masyarakat (Aziz Dahlan ed, 1997:

di

tengah-tengah

Bagian Ketiga : Waki Nikah terdiri 927-928 dan Ibrahim Lubis, tth: 343).

dari 5 Pasal. Pasal 19 maqashidnya Bab III KHI ini berisikan tentang

sama dengan Pasal 1 huruf (h). Peminangan terdiri dari 3 Pasal 7

Pasal 20 terdiri dari 2 ayat, ayat 1 ayat. Pasal 11 maqashidnya sama

maqashidnya sama dengan Pasal 1 dengan Pasal 1 huruf (a). Pasal 12

huruf (h) dan ayat 1 Pasal 5. Pasal terdiri dari

1 21 terdiri dari 4 ayat, maqashidnya maqashidnya sama dengan Pasal 1

4 ayat,

ayat

sama dengan Pasal 20. Pasal 22 huruf (a), ayat 2 dan 3 mengandung

maqashidnya sama dengan Pasal maqashid

20, 21 dan Pasal 1 huruf (b). Pasal (diharamkan/dilarang),

at-Tahrim

4 23 terdiri dari 2 ayat, maqashidnya maqashidnya

ayat

sama dengan Pasal 1 huruf (b). (dibolehkan/berpilih). Pasal 13 terdiri

al-Ibahah

Bagian Keempat : Saksi Nikah, dari 2 ayat, kedua ayat tersebut

terdiri dari 3 Pasal. Pasal 24 terdiri maqashidnya sama dengan ayat 4

dari 2 ayat, maqashidnya sama Pasal 12.

dengan Pasal 5 ayat 1. Pasal 25 maqashidnya sama dengan Pasal 5

2.4 Bab IV Rukun dan Syarat

ayat 1 dan Pasal 4. Pasal 26

Perkawinan

maqashidnya sama dengan Pasal 5 Rukun adalah sesuatu perkara

ayat 1. Bagian Kelima : Akad Nikah, yang wajib dilaksanakan yang

terdiri dari 3 Pasal, pasal 27, 28, 29 menentukan sah tidaknya suatu

ayat 1 dan 2 maqashidnya sama perbuatan atau ibadah dan ia berada

dengan Pasal 5 ayat 1 (al-Maslahah di dalam perbuatan atau ibadah

wal Ihtihsana al-Ammah), ayat 3 nya tersebut. Syarat adalah sesuatu

maqashidnya sama dengan Pasal 1 perkara yang wajib dilaksanakan

huruf (h) (Ijbar li al-Waalidati). yang menentukan sah tidaknya suatu perbuatan atau ibadah dan ia

2.5 Bab V tentang Mahar

berada di luar perbuatan atau ibadah Pemberian wajib dari calon tersebut (Haroen, 1996: 263 dan

suami kepada calon istri sebagai Seadie, 1996: 13). Bab IV KHI

ketulusan hati untuk meraih cinta berkenaan dengan Rukun dan