KEHIDUPAN SOSIAL MANTAN PENDERITA KUSTA DI DUSUN SUMBER GLAGAH DESA TANJUNGKENONGO KECAMATAN PACET KABUPATEN MOJOKERTO : TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD.

(1)

MOJOKERTO

(Tinjauan teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead) SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Dalam Bidang

Sosiologi

Oleh:

NUR PUJI RAHAYU NIM : B35212050

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

Nur Puji Rahayu, 2016 Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta Di Dusun Sumber Glagah Desa Tanjungkenongo Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto.

Kata Kunci: Kehidupan sosial,mantan penderita kusta dan interaksionalisme simbolik.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini kehidupan mantan penderita kusta di dusun Sumber Glagah desa Tanjungkenongo kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai kehidupan sosial mantan penderita kusta di dusun Sumber Glagah yang meliputi interaksi sosial, perekonomian dan pandangan masyarakat.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi masyarakat mantan penderita kusta di kawasan dusun Sumber Glagah desa Tanjungkenongo kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto adalah teori interaksionisme simbolik oleh George Herbert Mead.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa; (1) Kehidupan sosial masyarakat mantan penderita kusta di kawasan dusun Sumber Glagah desa Tanjungkenongo kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto masih belum dapat dikatakan baik karena masih banyak ditemukan diskriminasi pada para mantan penderita kusta. Sesuai dengan teori interaksionisme simbolik oleh George Herbert Mead, pikiran (mind), diri (self) dan masyarakat (society) sangat berpengaruh dalam terciptanya kehidupan sosial yang terjadi pada masyarakat mantan penderita kusta. (2) Perekonomian masyarakat penderita kusta mengalami kesulitan akibat diskriminasi sehingga tidak bisa bekerja dengan layak. Sebagian besar mantan penderita kusta terpaksa bekerja sebagai peminta-minta. (3) Pandangan masyarakat masih menganggap mantan penderita kusta sebagai individu yang harus dijauhi dan didiskriminasi. Hal tersebut terjadi karena kurang pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta.


(6)

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konseptual ... 6

F. Telaah Pustaka ... 8

G. Metode Penelitian ... 17

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 18

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 19

4. Tahap-tahap Penelitian... 21

5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

6. Teknik Analisis Data... 23

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 25

H. Sistematika Pembahasan ... 25

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... 28

A. Kerangka Teoretik Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead) ... 28

BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA ... 41

A. Deskripsi Umum Subyek Penelitian ... 41

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

2. Keadaan Sosial Masyarakat di Dusun Sumber Glagah... 46

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 51

1. Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta di Dusun Sumber Glagah . 51 C. Analisis Data ... 78

BAB IV : PENUTUP ... 90

A. Kesimpulan ... 90


(7)

2. Dokumen lain yang relevan 3. Jadwal Penelitian

4. Surat Keterangan (bukti melakukan penelitian) 5. Biodata Peneliti


(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia merupakan makhluk monodualistis, artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu bekerjasama dengan orang lain sehingga tercipta sebuah kehidupan damai. Menurut Aristoteles, makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang artinya manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Manusia saling berinteraksi dalam setiap lingkunganya, baik dalam keluarganya maupun dalam masyarakat. Individu memiliki lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal atau masyarakat. Di dalam lingkungan-lingkungan tersebut masyarakat akan selalu berinteraksi.

Kusta merupakan penyakit kulit yang menular. Penyakit kusta disebabkan oleh mycobacterium leprae.1 Bakteri kusta ini mengalami proses berkembang biakan dalam waktu sekitar 2-3 minggu, pertahanan bakteri ini dalam tubuh manusia mampu bertahan 9 hari di luar tubuh manusia. Bakteri kusta ini mampu bertahan dalam masa inkubasi 2-5 tahun bahkan lebih. Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari

1

Djuanda.A, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.edisi kelima, cetakan kedua, (Jakarta:FKUI Press 2007), 23


(9)

penyakit tersebut yaitu: adanya bercak putih tipis seperti panu yang pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak, munculnya bintil-bintil kemera (leproma, nodule) yang tersebar pada kulit, alis rambut rontok, muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa) hingga terjadi kecacatan fisik lainnya. Gejala penyakit kusta lainnya yaitu panas menggigil, anoreksia (penurunan nafsu makan), nausea (mual), vomitus (muntah), cephalgia (sakit kepala), iritasi, orchitis (radang testis) dan pleuritis (radang selaput pleura), nephrosia (kerusakan saraf), nepritis (kerusakan ginjal) dan hepatospleenomegali (pembesaran hati dan pankreas), neuritis (radang pada saraf).

Jumlah penderita kusta di seluruh dunia dari tahun ke tahun mengalami penurunan. 2Namun, di Indonesia jumlah penderita kusta cenderung naik. Padahal negara-negara yang dulu terkena endemi saat ini hampir dinyatakan bebas penyakit kusta. Indonesia berada pada posisi ketiga terbesar di dunia di bawah India dan Brasil dengan jumlah penderita penyakit kusta terbanyak di

Indonesia. “Jawa Timur masih yang terbanyak dengan jumlah mencapai 4.600 orang” kata Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf atau Gus Ipul saat menyambangi pasien kusta di Rumah Sakit (RS) Kusta Sumber Glagah, Desa Tanjungkenongo, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Selasa, 27 Januari 2015.

2

Diakses pada tanggal 20 oktober 2015


(10)

Penyakit kusta bukanlah penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3

Program MDT (Multy Drug Therapy) dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-definil-sulfon) terbukti dapat menyembuhkan penyakit kusta.

Sesuai dengan rekomendasi WHO (World Health Organisation) pada tahun 1995.4 Disusun regimen pengobatan kusta yang bertujuan untuk memberantas kusta di Indonesia, dalam hal ini untuk menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang dapat menular pada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Regimen pengobatan kusta ini adalah MDT

(Multy Drug Therapy) dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang

terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-definil-sulfon) yang telah diterapkan sejak 1981. Setelah selesai menjalankan program MDT pasien kusta menjalani tes untuk mendeteksi aktifitas bakteri kusta dalam tubuh pasien. Menurut UPK Kusta DEPKES RI dan WHO tahun 2000, setelah pengobatan MDT dilakukan selama 6-36 bulan bakteri leprae dalam tubuh manusia dapat ditekan dan pasien kusta dapat dinyatakan RFT

(Released From Treatment). Pasien RFT masih dianjurkan kontrol meski tidak

memerlukan terapi pengobatan lagi dan setelah memenuhi beberapa kriteria,

3

Hasil wawancara dengan ibu ida, dinas kesehatan mojokerto. pukul 10.00 25 september 2015

4


(11)

pasien dapat dinyatakan sembuh dari penyakit kusta atau CTC (Completion of

Treatment Cure) dan pasien tidak lagi dalam pengawasan. Dengan pengobatan

yang teratur, kusta dapat disembuhkan tanpa meninggalkan kecacatan. Kecacatan fisik yang sering ditemukan pada penderita kusta biasa terjadi karena deteksi dini penyakit kusta yang terlambat, pengobatan yang kurang teratur serta perawatan diri yang kurang baik.

Dengan adanya program pemberantasan kusta oleh DEPKES RI (2000), sekarang ini di Indonesia sudah banyak yang dinyatakan sembuh. Para penderita kusta yang telah sembuh dari penyakit tersebut mereka tidak akan pernah lepas dari status penyandang kusta. Mereka akan selamanya disebut sebagai penyandang kusta yang telah sembuh atau biasa disebut eks penderita kusta.

Di dusun Sumber Glagah, desa Tanjungkenongo, kecamatan Pacet, kabupaten Mojokerto, terdapat sejumlah keluarga yang memiliki anggota keluarga mantan penderita kusta. 5Berdasarkan hasil wawancara dengan aktifis perlindungan kusta yaitu bapak Yanto, banyak dilema yang dihadapi mantan penderita kusta ini karena anggapan kebanyakan masyarakat Indonesia bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan yang mengerikan, menular dan tidak dapat disembuhkan. Mantan penderita kusta cenderung akan dikucilkan dari masyarakat meski mereka telah menjadi mantan penderita kusta. Hal tersebut

5


(12)

terjadi terutama pada mantan penderita kusta yang telah mengalami kecacatan fisik. Pengobatan MDT terbukti dapat mengobati penyakit kusta, namun apabila telah terjadi kecacatan (akibat deteksi dini yang telat, pengobatan kurang teratur serta perawatan diri yang kurang baik) maka sisa kecacatan fisik tersebut tidak akan pernah hilang, meskipun bakteri kusta dalam tubuh mantan penderita kusta telah hilang dan tidak dapat menularkan penyakit kusta pada orang lain. Dengan adanya anggapan masyarakat Indonesia yang cenderung mengucilkan para mantan penderita kusta perlu dikaji lebih lanjut dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan sosial para mantan penderita kusta dalam hal ini mencakup permasalahan dalam interaksi sosial, perekonomian, dan pandangan masyarakat terhadap mantan penderita kusta.

Berdasarkan temuan ini, peneliti ingin menganalisis lebih lanjut tentang bagaimana kehidupan sosial yang terjadi pada mantan penderita kusta di desa Sumber Glagah, kecamatan pacet kabupaten Mojokerto. Peneliti berharap dengan diuraikannya kehidupan sosial mantan penderita kusta dan masyarakat disana, dapat membantu untuk mencari jalan keluar permasalahan para mantan penderita kusta didaerah lain dalam menjalani kehidupan sosial yang lebih baik lagi dengan masyarakat.


(13)

B. Fokus masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah bagaimana kehidupan sosial mantan penderita kusta di Dusun Sumber Glagah, Desa Tanjungkenongo, kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kehidupan sosial mantan penderita kusta di Dusun Sumber Glagah, Desa Tanjungkenongo kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto.

D. Manfaat penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a) Menambah khasanah ilmu pengetahuan pada bidang Sosiologi dan Antropologi khususnya pada bidang dengan pendekatan interaksionisme simbolik.

b) Bagi penulis sendiri dapat menambah pengetahuan tentang pentingnya kehidupan sosial di lingkungan eks penderita kusta.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan sehingga dapat dilakukan penelitian lanjutan.

b) Bagi masyarakat digunakan sebagai sumbangan pengetahuan dan wawasan akan keberadaan mantan penderita kusta.


(14)

c) Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan dalam dunia kesehatan dan sosial khususnya penyakit kusta.

E. Definisi konseptual

1. Kehidupan Sosial

Apabila dilihat dari arti kata kehidupan sebenarnya adalah cara atau keadaan tentang hidup, dan arti kata sosial adalah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, individu selalu melakukan hubungan sosial dengan individu lain atau kelompok-kelompok tertentu. Hubungan sosial yang terjadi antar individu maupun antar kelompok tersebut juga dikenal dengan istilah interaksi sosial. Interaksi antara berbagai segi kehidupan yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari itu akan membentuk suatu pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan membentuk suatu sistem sosial dalam masyarakat.

Pada dasarnya setiap manusia merupakan satu kesatuan. Selama kita hidup dalam dimensi sosial masyarakat tidak lepas dari manusia yang merupakan makhluk sosial dikarenakan manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia lain. Bahkan untuk urusan sekecil apapun kita tetap membutuhkan orang lain untuk membantu kita dalam menyelesaikannya.


(15)

2. Mantan penderita Kusta

Mantan penderita kusta merupakan penderita kusta yang telah selesai melakukan program MDT dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter. Kesembuhan mantan penderita kusta tersebut bergantung pada berbagai faktor, seperti deteksi dini kusta, keteraturan pengobatan serta perawatan diri. Terdapat mantan penderita kusta yang memiliki fisik sempurna bahkan tidak terlihat bahwa orang tersebut merupakan mantan penderita kusta. Namun apabila telah terjadi kecacatan pada penderita kusta sebelum atau selama melaksanakan program MDT (akibat deteksi dini yang telat, pengobatan kurang teratur serta perawatan diri yang kurang baik) maka sisa kecacatan fisik tersebut tidak akan pernah hilang, meskipun telah menyelesaikan program MDT. Meskipun tetap meninggalkan kecacatan, dengan menyelesaikan program MDT maka bakteri kusta dalam tubuh mantan penderita kusta telah hilang dan tidak dapat menularkan penyakit kusta pada orang lain.

F. Telaah pustaka

Adapun penelitian terdahulu yang dianggap cukup relevan dan menjadi acuan penelitian ini diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Christi Natalia Kusharnanto mahasiswi Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu sosial jurusan sosiologi dan antropologi tahun 2013 tentang kehidupan sosial mantan penderita kusta di


(16)

wisma rehabilitasi sosial katolik (wireskat) dukuh polaman Desa sendangharjo Kabupaten Blora.

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut (1) mengetahui latar belakang mantan penderita kusta tinggal di WIRESKAT Blora, (2) mengetahui dan menggambarkan kehidupan sosial mantan penderita kusta yang berlangsung di WIRESKAT Blora, (3) mengetahui upaya upaya apa saja yang dilakukan WIRESKAT untuk membantu mantan penderita kusta agar dapat diterima masyarakat.

Penelitian ini menggunkan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi data. Teknik analisis data yang digunakan terdiri atas pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Penelitian ini mengungkap tentang, Mantan penderita kusta yang masih tetap tinggal di WIRESKAT karena ingin bersosialisasi sama seperti manusia lainnya. Selain itu adanya penolakan dan diskriminasi yang ditrima mantan penderita kusta di daerah asal mereka. Di wisma ini mereka dapat bersosialisasi tidak halnya di daerah asal mereka. Kehidupan sosial mereka sehari-hari dinilai dari interaksi, ekonomi dan pendidikan. Pemberdayaan ekonomi diberikan ketika mereka menjalani masa rehabilitasi dan bermanfaat bagi kehidupan mereka. Kemudian upaya yang dilakukan WIRESKAT untuk membantu mantan penderita kusta agar diterima


(17)

masyarakat adalah pemberdayaan dalam kegiatan ekonomi, sosialisasi atau interaksi mantan penderita kusta terhadapat masyarakat serta sosialisasi tentang status mantan penderita kusta pada masyarakat umum yang luas. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Heni Purwaningsih, mahasiswi Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan sosiologi agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam tahun 2013 tentang pola interaksi sosial antara masyarakat mantan penderita kusta perkampungan rehabilitas kusta donorejo dengan masyarakat padukuhan juwet, desa banyumanis, kecamatan donorejo, kabupaten jepara.

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut (1) Untuk mengetahui pola interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat eks penderita kusta Perkampungan Rehabilitasi Kusta dengan masyarakat Dukuh Juwet (2) Untuk mengetahui simbol yang khas di masyarakat eks penderita kusta dalam interaksi sosial di Perkampungan Rehabilitasi Kusta Donorojo. penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa pola interaksi sosial yang terbentuk paling menonjol adalah akomodasi melalui kerjasama yang diwujudkan antar eks penderita kusta dan masyarakat Banyumanis dalam bidang pengolahan tanah pertanian dan terakhir adalah adanya simbol khas dalam interaksi sosial antara eks penderita kusta dan masyarakat Juwet mempengaruhi adanya pola interaksi berupa kerjasama lingkungan eks penderita kusta, seperti mau memakan hidangan, mau berjabat tangan tanpa


(18)

menggunakan sarung tangan, berkomunikasi dengan tidak mencela fisik eks penderita kusta, berkomunikasi dengan tidak menggunakan masker wajah oleh karena itu tanggapan eks penderita kusta menjadi antusias terhadap kedatangan individu tersebut. Melalui simbol pula eks penderita kusta ingin mengungkapkan bahwa orang yang mau beradaptasi dengan eks penderita kusta berarti orang yang mau berbaur tanpa melihat perbedaan asal mereka yaitu berasal dari eks penderita kusta atau masyarakat biasa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Rohmatika mahasiswi program studi ilmu keperawatan Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009 tentang gambaran konsep diri pada klien dengan cacat kusta di Kelurahan Karangsari RW 13 Kecamatan Neglasari Tangerang.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri pada klien dengan cacat kusta di Kelurahan Karangsari RW 13 Kecamatan Neglasari Tangerang. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang pengetahuan, persepsi konsep diri, sikap masyarakat terhadap penderita kusta yang berhubungan dengan terjadinya leprofobia. penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa konsep klien cacat kusta terjadi karena persepsi masyarakat tentang kusta dan sikap masyarakat yang takut tertular ketika melihat kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit kusta.


(19)

Ditemukan bahwa sikap negatif terdapat kehadiran penderita kusta adalah pernikahan dengan keluarga penderita kusta, namun dalam kegiatan sosial seperti syukuran dan kegiatan agama umumnya menunjukkan sikap positif dari masyarakat. Perasaan rendah diri timbul dari penderita kusta karena tindakan masyarakat yang masih mendiskriminasikan penderita kusta dari segi lingkungan pergaulan masyarakat atau pekerjaan. Konsep diri klien kusta terbentuk dari penerimaan masyarakat terhadap penderita kusta. Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular, dan tidak dapat diobati.

Pembeda antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri tentang kehidupan sosial mantan penderita kusta di Desa Sumber Glagah, kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Christi Natalia Kusharnanto mahasiswi Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu sosial jurusan sosiologi dan antropologi tahun 2013, Heni Purwaningsih, mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan sosiologi agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam tahun 2013. Rohmatika mahasiswi program studi ilmu keperawatan Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009, penelitian ini bertujuan tidak hanya menganalisis kehidupan sosial para mantan penderita kusta, namun peneliti ingin menganalisis kehidupan sosial yang terjadi antara mantan penderita kusta dengan masyarakat sekitar yang tidak terjangkit penyakit kusta yang berada


(20)

di wilayah Desa Sumber Glagah, kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto. Desa Sumber Glagah merupakan pusat rehabilitasi para penderita kusta, namun masih terdapat masyarakat non-penderita kusta yang tinggal di wilayah tersebut. Selain itu jarak anara desa Sumber Glagah dengan desa sekitar relatif berdempetan, seperti misal dengan desa Sumber Wiji, Sumber Sono, dan Tanjung Anom. Selain itu, perbedaan lain yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini ingin menganalisis kehidupan sosial secara utuh dan menyeluruh, mulai dari interaksi sosial, perekonomian serta pandangan masyarakat terhadap mantan penderita kusta. Peneliti berharap dengan diuraikannya kehidupan sosial Mantan penderita kusta dan masyarakat disana dapat membantu untuk mencari jalan keluar permasalahan para mantan penderita kusta di daerah lain dalam menjalani kehidupan sosial yang lebih baik lagi dengan masyarakat.

Mengenai pembahasan yang lebih mendetail tentang Judul Skripsi ini, maka ada dua variabel yang akan digodok mengenai tema yakni tentang kehidupan sosial, mantan penderita kusta. Berikut pembahasannya :

a. Kehidupan sosial

Manusia tidak dapat hidup sendiri walaupun secara fisik dapat hidup tanpa bantuan orang lain, tetapi secara psikologis tidak mungkin. Manusia memerlukan orang lain untuk keberadaannya. Hubungan dengan orang lainsemakin nyata apabila orang tersebut


(21)

dapat berkembang. Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan dengan orang lain merupakan kebutuhan pokok.

Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia, kesatuan manusia hidup bersama dalam pergaulan yang ditandai oleh :

1) Adanya manusia yang bersama

2) Manusia tersebut bergaul dan hidup bersama dalam waktu yang lama

3) Adanya kesadaran bahwa mereka merupakan kesatuan 4) Akhirnya menjadi sistem kehidupan bersama 6

Dilihat dari pernyataan mengenai tanda-tanda kehidupan Sosial.7 Kehidupan sosial sebagai suatu sistem sosial dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya bentuk-bentuk kehidupan sosial adalah kelompok sosial seperti keluarga, organisasi, masyarakat setempat dan lembaga-lembaga melalui wujud kongkritnya yang disebut asosiasi dibidang seperti pemerintah, ekonomi, politik, religi, pendidikan dan lain sebagainya.

Berbicara mengenai sistem sosial tidak bisa lepas dari masyarakat yang merupakan sistem sosial. Masyarakat sendiri memiliki makna sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kehidupan sosial yang

6

Soleman B. Taneko, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta : CV Fajar Agung, 1992) 7

Cholil Mansyur, Sosiologi Masyarakat Desa dan Kota ( Surabaya : Usaha Nasional, 1984) .35.


(22)

dimaksud adalah sekelompok orang atau manusia yang hidup bersama yang masing-masing mempunyai tempat atau daerah untuk jangka waktu yang lama dimana masing-masing anggota saling berhubungan satu sama lain. Didalam kehidupan sosial, perubahan merupakan suatu hal yang mutlak adanya. Karena perubahan dipandang sebagai wujud kedinamisan masyarakat yakni adanya pembangunan. Perencanaan pembangunan senantiasa memiliki batas waktu, tetapi batasan-batasan itu pada hakikatnya hanyalah merupakan tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk menghadapi kondisi yang terjadi pada selang waktu yang sama, untuk kemudian terus dilanjutkan dengan tahapan-tahapan berikutnya yang juga dimaksudkan untuk memperbaiki mutu masyarakat (dan individu-individu didalamnya) dalam Susana perubahan lingkungan yang akan terjadi pada selang waktu tertentu. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal di daerah tertentu dalam waktu yang relatif lama, memiliki norma-norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama, dan di tempat tersebut anggota-anggotanya melakukan regenerasi (anak-pinak). Manusia memerlukan hidup berkelompok sebagai reaksi terhadap keadaan lingkungan. Supaya hubungan antar manusia didalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat.

Pada awalnya norma terbentuk secara tidak disengaja. Namun lama ke lamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Norma-norma


(23)

yang ada didalam masyarakat, mempunyai kekuatan memikat yang berbeda-beda.

Gambaran peneliti tentang kehidupan sosial mantan penderita kusta di Desa Sumber Glagah, kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto yaitu masih adanya masyarakat di sekitar desa Sumber Glagah yang cenderung mengucilkan para mantan penderita kusta karena anggapan masyarakat bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan yang mengerikan, menular dan tidak dapat disembuhkan dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan sosial para mantan penderita kusta dalam hal ini mencakup permasalahan dalam interaksi sosial, perekonomian, dan pandangan masyarakat terhadap mantan penderita kusta.

b. mantan penderita kusta

Kusta merupakan penyakit kulit yang menular. Penyakit kusta disebabkan oleh mycobacterium leprae.8 Bakteri kusta ini mengalami proses berkembang biakan dalam waktu sekitar 2-3 minggu, pertahanan bakteri ini dalam tubuh manusia mampu bertahan 9 hari diluar tubuh manusia. Bakteri kusta ini mampu bertahan dalam masa inkubasi 2-5 tahun bahkan lebih.

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut yaitu: adanya bercak putih tipis

8

Djuanda.A, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.edisi kelima, cetakan kedua, (Jakarta:FKUI Press 2007) . 23


(24)

seperti panu yang pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak, munculnya bintil-bintil kemerahan (leproma,

nodule) yang tersebar pada kulit, alis rambut rontok, muka

berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa) hingga terjadi kecacatan fisik lainnya. Gejala penyakit kusta lainnya yaitu panas menggigil, anoreksia (penurunan nafsu makan), nausea (mual),

vomitus (muntah), cephalgia (sakit kepala), iritasi, orchitis (radang

testis) dan pleuritis (radang selaput pleura), nephrosia (kerusakan saraf), nepritis (kerusakan ginjal) dan hepatospleenomegali (pembesaran hati dan pankreas), neuritis (radang pada saraf).

Penyakit kusta bukanlah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Program MDT (Multy Drug Therapy) dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-definil-sulfon) yang telah diterapkan sejak 1981 terbukti dapat menyembuhkan penyakit kusta.

Mantan penderita kusta merupakan penderita kusta yang telah selesai melakukan program MDT dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter. Kesembuhan mantan penderita kusta tersebut bergantung pada berbagai faktor, seperti deteksi dini kusta, keteraturan pengobatan serta perawatan diri. Terdapat mantan penderita kusta yang memiliki fisik sempurna bahkan tidak terlihat bahwa orang tersebut merupakan


(25)

mantan penderita kusta. Namun apabila telah terjadi kecacatan pada penderita kusta sebelum atau selama melaksanakan program MDT (akibat deteksi dini yang telat, pengobatan kurang teratur serta perawatan diri yang kurang baik) maka sisa kecacatan fisik tersebut tidak akan pernah hilang, meskipun telah menyelesaikan program MDT. Meskipun tetap meninggalkan kecacatan, dengan menyelesaikan program MDT maka bakteri kusta dalam tubuh mantan penderita kusta telah hilang dan tidak dapat menularkan penyakit kusta pada orang lain.

G. Metodelogi penelitian

Metode penelitian diartikan sebagai separangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalasis, di ambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan carapemecahanya.9

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.10 metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif lebih mementingkan pada penjelasan mengenai hubungan antara

9

Wardi Bahtiar, Methodologi Penelitian Ilmu Dakwah,(Jakarta:Logos,2001) ,1 10


(26)

data yang diteliti, sasaran dalam penelitian kualitatif adalah prinsip-prinsip atau pola-pola yang secara umum dan mendasar, berlaku dan mencolok berdasarkan atas gejala-gejala yang dikaji. Sedangkan Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosialyang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berupa angka-angka tetapi data yang terkumpul berbentuk kata-kata lisan yang mencakup catatan laporan dan foto-foto.Dalam penelitian ini akan diambil data serta penjelasan mengenai Kehidupan Sosial Mantan penderita Kusta Di desa Sumber Glagah kabupaten mojokerto. Dengan cara seperti itu diharapkan dapat menemukan jawaban-jawaban permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Penulis berinteraksi secara langsung dengan mantan penderita kusta yang berada dalam desa Sumber Glagah untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang berusaha melihat gambaran menyeluruh atau holistik dari objek penelitian serta menginterpretasikan data dengan cara memberi arti terhadap data yang diperoleh. Penulis turun ke lapangan dan berada di lokasi penelitian untuk memperoleh data.


(27)

2. Lokasi dan waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah objek penelitian dimana kegiatan penelitian dilakukan. Penentuan lokasi dimaksud untuk mempermudah dan memperjelas objek yang menjadi sasaran penelitian, sehingga permasalahan tidak terlalu luas. Lokasi dalam penelitian ini adalah kawasan Dusun Sumber Glagah kecamatan pacet kabupaten mojokerto. Alasan dipilihnya lokasi karena penelitian di tempat ini adalah permasalahan yang terjadi menarik dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Waktu penelitian pada bulan November-Desember 2015. 3. Pemilihan Subjek Penelitian

Teknik pemilihan subjek dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik snow ball. Pemilihan Subjek penelitian yang dijadikan informasi dalam penelitian ini adalah mantan penderita kusta yang menghabiskan kehidupan sehari-hari, bersosialisasi dan berinteraksi di Dusun Sumber Glagah serta masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Namun tidak semua mantan penderita kusta di desa Sumber Glagah dan masyarakat yang akan dijadikan sumber informasi melainkan hanya mereka yang memenuhi kebutuhan data dalam penelitian. Peneliti menggunakan subjek peneliti mantan penderita kusta karena memiliki berbagai alasan yaitu: kehidupan sosial yang di kaji adalah mantan penderita kusta sehingga syarat mutlak untuk mencari sumber data adalah dari mantan penderita kusta. Selain itu mantan penderita kusta di dusun Sumber Glagah kabupaten mojokerto


(28)

memiliki keberagaman yang berbeda sehingga menarik untuk diteliti oleh peneliti. Informan adalah individu-individu tertentu yang diwawancarai untuk keperluan informasi. Informan dipilih dari beberapa orang yang betul-betul dipercaya dan mengetahui subjek yang diteliti secara mendalam, sehingga informan bisa membantu peneliti untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan sesuai dengan data yang ada dilapangan. Adapun nama-nama dari subyek penelitian tersebut adalah:

Tabel 1.1 Daftar nama informan

sumber buku profil desa 4. Tahap-tahap Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilaluidalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis pula. Ada empat tahap yang bisadikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu :11

11

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Bandung: Remaja Rosdakarya. 85-109

No Nama Umur Keterangan

1 Bapak yanto 35 tahun Aktivis mantan penderita kusta

2 Bapak arman 53 tahun Mantan penderita kusta

3 Bapak hadi 41 tahun Mantan penderita kusta

4 Bapak Turi 56 tahun Mantan penderita kusta

5 Bapak Pardi 34 tahun Mantan penderita kusta

6 Bapak Manan 55 tahun Mantan penderita kusta

7 Bapak yono 39 tahun Mantan penderita kusta

8 Ibu Rani 51 tahun Mantan penderita kusta

9 ibu Jariati 45 tahun masyarakat sekitar

10 ibu Wati 42 tahun masyarakat sekitar

11 ibu Minah 48 tahun masyarakat sekitar

12 Bapak Wahid 50 tahun Tokoh Agama

13 Bapak M. Jamil Arofik 47 tahun Kepala desa


(29)

a. Tahap pra lapangan

Pada tahap pra-lapangan peneliti sudah membaca fenomena sosial yang menarik untuk diteliti. Penenliti mulai memberikan pemahaman bahwasannya fenomena sosial yang ada di suatu masalah sosial layak untuk diteliti. Selain itu peneliti juga bisa memulai untuk melakukan prapengamatan terkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahap pekerjaan lapangan, merupakan proses berkelanjutan. Pada tahap ini, peneliti masuk pada proses penelitian penting untuk dilakukan sebelum penelitian berlangsung adalah proses perizinan. Karena prosedur seorang penelitian adalah dengan adanya izin dari obyek yang akan diteliti. Setelah peneliti mulai melakukan penggalian data yang diinginkan dan sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Dan langkah selanjutnya adalah terjun ke lapangan.

c. Tahap Analisis Data

Pada tahap analisis data ini, peneliti telah memperoleh dan mengumpulkan data yang di peroleh di lapangan dan Selanjutnya dilakukan proses pemilihan data yang disesuaikan dengan rumusan penelitian. Karena dalam proses pencarian data tidak kesemuanya sesuai dengan kebutuhan penelitian.


(30)

Penulisan laporan adalah tahap akhir dari proses pelaksanaan penelitian. Setelah komponen-komponen yang terkait data dan hasil analisis mencapai kesimpulan, peneliti akan memulai penulisan laporan penelitian kualitatif. Penulisan laporan disesuaikan dengan metode dalam penelitian kualitatif dengan tidak mengabaikan kebutuhan penelitian terkait dengan kelengkapan data.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode Observasi, Interview dan Dokumentasi. Dalam hal ini jelasnya peneliti menggunakan metode pengumpuan data sebagai berikut:

a. Teknik Observasi

Observasi langsung adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik.12 Observasi harus dilakukan secara teliti dan sistematis untuk mendapatkan hasil yang bisa diandalkan, dan peneliti harus mempunyai latar belakang atau pengetahuan yang lebih luas tentang objek penelitian mempunyai dasar teori dan sikap objektif. Penulis melakukan pengamaan langsung kepada mantan penderita kusta yang merupakan penghuni di desa Sumber Glagah. Peneliti melakukan pengamatan langsung mengenai kehidupan sehari-hari mantan

12


(31)

pendrita kusta, bagaimana interaksi sosialisasinya dengan masyarakat sekitar. Dalam kehidupan sosial pada tempat tinggal dan tempat sosial lainnya seperti pasar dan warung terdekat. Selain itu juga dilakukan observasi pada masyarakat yg melakukan interaksi sosial dengan mantan penderita kusta tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai pandangan masyarakat tenang mantan penderita kusta.

b. Teknik Wawancara

Wawancara sebagai upaya mendekatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Adapun wawancara yang dilakukan adalah wawancara berstruktur, dimana di dalam metode ini memungkinkan pertanyaan berlangsung luwes, arah pertanyaan lebih terbuka, tetap fokus, sehingga diperoleh informasi yang kayadan pembicaraan tidak kaku.13 Adapun informan yang di wawancarai peneliti adalah mantan penderita kusta serta masyarakat di sekitar kawasan desa Sumber Glagah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara pencarian data di lapangan yang berbentuk gambar, arsip dan data-data tertulis lainnya.

6. Teknik Analisis Data

Moleong mengatakan Analisis Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintensiskannya,

13


(32)

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.Di pihak lain, Analisis data Kualitatif (Seiddel) prosesnya berjalan sebagai berikut:Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan dengan diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

a. Mengumpulkan, memilah-milah mengklasifikasikan, mensistensikan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.

b. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum.14

c. Dalam menganalisis data yang peneliti peroleh dari observasi wawancara, dan dokumentasi, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif. Teknik analisis deskriptif penulis gunakan untuk menentukan, menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif.

Proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti ialah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pengumpulan data, tahap ini peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, baik melalui wawancara, observasi, angket dan dokumentasi.

14

Lexy J. Moleong, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 248


(33)

b. Proses pemilihan transformasi data, atau data kasus yang muncul dari catatan lapangan.

c. Kesimpulan, ini merupakan proses yang mampu menggambarkan suatu pola tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.

7. Teknik pemeriksaan Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian sering ditekankan pada uji validitas. Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid dan objektif. Validitas merupakan derajat ketetapan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh penulis, dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antar data yang dilaporkan oleh penulis dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Validitas sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir penelitian, oleh karena itu diperlukan beberapa teknik untuk memeriksa keabsahan data yaitu dengan menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang dipakai adalah triangulasi dengan sumber yang membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton dalam Moleong, 2009:178).

H. Sistematika pembahasan

Sistematika pembahasan ini terdiri dari 4 bab, masing-masing bab saling berkaitan antara lain:


(34)

BAB 1: PENDAHULUAN.

Pada bab ini diterangkan mengenai: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, dan sistematika pembahasan.

BAB II: KAJIAN TEORI

Dalam bab kajian Teori, peneliti memberikan gambaran tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penelitian,definisi konsep ini harus digambarkan dengan jelas dan kajian teoritik serta penelitian dahulu yang relevan.

BAB III :PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA.

Dalam bab penyajian data, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder. Penyajian data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagian yang mendukung data. Dalam bab ini peneliti juga memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas dalam bentuk analisis deskripsi

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab penutup ini, kesimpulan dari hasil penelitian menjadi elemen penting bab penutup. Selain itu, saran dan rekomendasi dari hasil penelitian ada pada bab penutup ini.


(35)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kerangka teoritik Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead)

Dalam kehidupan sosial mantan penderita kusta, penulis menggunakan teori Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead).1 Mead mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tahun 1920-an dan 1930-an ketika ia menjadi professor filsafat di Universitas Chicago2. Namun gagasan-gagasannya mengenai interaksionisme simbolik berkembang pesat setelah para mahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah-kuliahnya, terutama melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interaksionisme simbolik, yakni mind, self and society.

Karya tunggal Mead yang amat penting terdapat dalam bukunya yang berjudul Mind, Self dan Society. Mead megambil tiga konsep kritis yang diperlukan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik. Dengan demikian, pikiran manusia (mind), dan interaksi sosial (diri/self) digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society).3

Menurut teori interaksionisme simbolik, kehidupan sosial pada

dasarnya adalah “interaksi manusia dengan menggunakan symbol-simbol”. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan symbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas

1

George ritzer, , Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda ,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2013)

2

Horton, Paul B dan Chester L. Hunt.Sociology. (Jakarta: Penerbit Erlangga.1984) 228 3

Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. (Bandung : Simbosa Rekatama Media, 2007) 136


(36)

simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial.4

Secara ringkas teori Interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut.5 pertama individu merespons suatu situasi simbolik, mereka merespon lingkungan termasuk obyek fisik (benda) dan Obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan media yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.

Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melihat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa, negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran obyek fisik, tindakan atau peristiwa itu ) namun juga gagasan yang abstrak.

Ketiga, makna yang interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.

Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu itu bukanlah sesorang yang bersifat pasif, yang keseluruhan perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur-struktur lain yang ada di luar dirinya,

4

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar. (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.2001) hal 71 5


(37)

melainkan bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Oleh karena individu akan terus berubah maka masyarakat pun akan berubah melalui interaksi itu. Struktur itu tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama.

Jadi, pada intinya, bukan struktur masyarakat melainkan interaksi lah yang dianggap sebagai variabel penting dalam menentukan perilaku manusia. Melalui percakapan dengan orang lain, kita lebih dapat memahami diri kita sendiri dan juga pengertian yang lebih baik akan pesan-pesan yang kita dan orang lain kirim dan terima.6

Dalam pemaparannya Mead menggambarkan tiga konsep kritis yang di perlukan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya yang mana konsep tersebut bertujuan untuk menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik. 1. Pikiran (Mind)

Pikiran, yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak ditemukan di dalam diri individu, pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk dari pikiran. Jadi pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang secara substantif. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam

6

West Richard dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi. (Jakarta: Salemba Humanika, 2008) Buku 1 edisi ke-3 Terjemahan Maria Natalia Damayanti Maer, . 93


(38)

dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan. Itulah yang kita namakan pikiran.

Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari konsep logis lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead melalui kemampuannya menanggapi komunitas secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan terorganisir. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah.

2. Diri (Self)

Banyak pemikiran Mead pada umumnya, dan khususnya tentang pikiran, melibatkan gagasannya mengenai konsep diri. Pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Diri mensyaratkan proses sosial yakni komunikasi antar manusia. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas dan antara hubungan sosial. Menurut Mead adalah mustahil membayangkan diri yang muncul dalam ketiadaan pengalaman sosial. Tetapi, segera setelah diri berkembang, ada kemungkinan baginya untuk terus ada tanpa kontak sosial.7

Diri berhubungan secara dialektis dengan pikiran. Artinya, di satu pihak Mead menyatakan bahwa tubuh bukanlah diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang. Di lain pihak, diri dan refleksitas adalah

7

George Ritzer & Douglas J. Goodman. Teori sosiologi. (Yogyakarta : Kreasi Wacana. 2008). 156


(39)

penting bagi perkembangan pikiran. Memang mustahil untuk memisahkan pikiran dan diri karena diri adalah proses mental. Tetapi, meskipun kita membayangkannya sebagai proses mental, diri adalah sebuah proses sosial.

Dalam pembahasan mengenai diri, Mead menolak gagasan yang meletakkannya dalam kesadaran dan sebaliknya meletakkannya dalam pengalaman sosial dan proses sosial. Dengan cara ini Mead mencoba memberikan arti behavioristis tentang diri. Diri adalah di mana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, di mana ia tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku di mana individu menjadi objek untuk dirinya sendiri. Karena itu diri adalah aspek lain dari proses sosial menyeluruh di mana individu adalah bagiannya. Mekanisme umum untuk mengembangkan diri adalah refleksivitas atau kemampuan menempatkan diri secara tak sadar ke dalam tempat orang lain dan bertindak seperti mereka bertindak. Akibatnya, orang mampu memeriksa diri sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri mereka sendiri. Seperti dikatakan Mead:

“Dengan cara merefleksikan, dengan mengembalikan pengalaman

individu pada dirinya sendiri keseluruhan proses sosial menghasilkan pengalaman individu yang terlibat di dalamnya; dengan cara demikian, individu bisa menerima sikap orang lain terhadap dirinya, individu


(40)

secara sadar mampu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap proses sosial dan mampu mengubah proses yang dihasilkan dalam tindakan sosial tertentu dilihat dari sudut penyesuaian dirinya terhadap tindakan

sosial itu”

Diri juga memungkinkan orang berperan dalam percakapan dengan orang lain. Artinya, seseorang menyadari apa yang dikatakannya dan akibatnya mampu menyimak apa yang sedang dikatakan dan menentukan apa yang akan dikatakan selanjutnya.

Untuk mempunyai diri, individu harus mampu mencapai keadaan “di luar dirinya sendiri” sehingga mampu mengevaluasi diri sendiri, mampu

menjadi objek bagi dirinya sendiri. Untuk berbuat demikian, individu pada dasarnya harus menempatkan dirinya sendiri dalam bidang pengalaman yang sama dengan orang lain. Tiap orang adalah bagian penting dari situasi yang dialami bersama dan tiap orang harus memperhatikan diri sendiri agar mampu bertindak rasional dalam situasi tertentu.8

Dalam bertindak rasional ini mereka mencoba memeriksa diri sendiri secara impersonal, objektif, dan tanpa emosi. Tetapi, orang tidak dapat mengalami diri sendiri secara langsung. Mereka hanya dapat melakukannya secara tak langsung melalui penempatan diri mereka sendiri dari sudut pandang orang lain itu. Dari sudut pandang demikian orang memandang dirinya sendiri dapat menjadi individu khusus atau menjadi kelompok sosial sebagai satu kesatuan. Seperti dikatakan Mead, hanya dengan mengambil

8

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2002). 65


(41)

peran orang lainlah kita mampu kembali ke diri kita sendiri (Ritzer & Goodman, 2004:280-282).

3. Masyarakat (Society)

Pada tingkat paling umum, Mead menggunakan istilah masyarakat

(society) yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan

diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Di tingkat lain, menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk “aku” (me). Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (social institutions). Secara luas,

Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”. Secara lebih khusus, ia mengatakan

bahwa, keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama, berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama dipihak komunitas. Proses ini disebut

“pembentukan pranata”.

Makna berasal dari interaksi dan tidak dari cara yang lain. Pada saat

yang sama “pikiran” dan “diri” timbul dalam konteks sosial masyarakat.

Pengaruh timbal balik antara masyarakat, pengalaman individu dan interaksi menjadi bahan bagi penelahaan dalam tradisi interaksionisme simbolik.


(42)

Teori ini memberi pemahaman tentang apa yang dibuat dan dibangun dalam sebuah percakapan, makna yang muncul dalam percakapan dan bagaimana simbol-simbol diartikan melalui interaksi. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol maka dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain. Manusia mampu membayangkan dirinya secara sadar tindakanya dari kacamata orang lain, hal ini menyebabkan manusia dapat membentuk perilakunya secara sengaja dengan maksud menghadirkan respon tertentu dari pihak lain.

Secara ringkas tentang makna dan symbol berikut akan di jelaskan bahwa Mead memusatkan perhatiannya pada tindakan dan interaksi manusia, bukan pada proses mental yang terisolasi. Di antaranya, pokok perhatian utamanya bukan bagaimana orang secara mental menciptakan makna dan symbol, namun bagaimana mereka mempelajarinya selama interaksi pada umumnya khususnya selama sosialisasi.

Orang mempelajari symbol sekaligus makna dalam interaksi sosial. Kendati merespons tanda tanpa berpikir, orang merespon symbol melalui proses berpikir. Symbol adalah objek sosial yang digunakan untuk

memmpresentasikan ( atau menggantikan, mengambil tempat) apa-apa yang


(43)

interaksionisme simbolis memahami bahasa sebagai sistem sosial yang begitu luas. Kata-kata menjadi symbol karena mereka digunakan untuk memaknai berbagai hal. Kata-kata memungkinkan ada symbol lain. Tindakan,objek, dan kata-kata lain hadir dan memiliki makna hanya karena mereka telah dan dapat digambarkan melalui penggunaan kata-kata.

Di samping kegunaan yang bersifat umum, simbol-simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya mempunyai sejumlah fungsi, antara lain:9

a. Simbol-simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia material dan sosial dengan membolehkan mereka memberi nama, membuat kategori, dan mengingat obyek-obyek yang mereka temukan di mana saja. Dalam hal ini bahasa mempunyai peran yang sangat penting. b. Simbol-simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk memahami

lingkungannya. Dalam hal ini, aktor dapat lebih mengetahui beberapa bagian lingkungan dari pada lainnya.

c. Simbol-simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk berfikir. Dalam arti ini, berfikir dapat dianggap sebagai simbolik dengan diri sendiri.

d. Simbol-simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk memecahkan masalah. Binatang yang lebih rendah harus menggunakan cara coba-coba,

9


(44)

sedangkan manusia biasa berfikir dengan menggunakan simbol-simbol sebelum melakukan pilihan-pilihan dalam melakukan sesuatu.

e. Penggunaan simbol-simbol memungkinkan manusia melampaui waktu, tempat, dan bahkan diri mereka sendiri. Dengan menggunakan simbol-simbol manusia bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup di masa lalu atau bagaimana hidup dimasa depan. Selain itu mereka juga bisa membayangkan tentang diri mereka sendiri berdasarkan pandangan orang lain.

f. Simbol-simbol memungkinkan manusia bisa membayangkan kenyataan-kenyataan metafisis seperti surga atau neraka.

g. Simbol-simbol memungkinkan manusia tidak diperbudak oleh lingkungannya. Mereka bisa lebih aktif ketimbang pasif dalam mengarahkan dirinya kepada sesuatu yang mereka perbuat.

Dalam memahami sesuatu, bahasa juga bisa dikatakann merupakan sistem simbol yang juga sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya dalam kehidupan masyarakat Sunda dan masyarakat Batak. Masyarakat Sunda menganggap bahwa orang Batak itu sanagat kasar dalam berbicara, bagi masyarakat Batak merasa bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan suatu keberanian dan sifat terang-terangan atau terbuka apa adanya, malahan mereka menganggap bahwa orang Sunda tertutup dan lemah dalam melakukan suatu tindakan. Ini adalah


(45)

fenomena dalam masyarakat yang berbeda kultur karena masing-masing mempunyai kebiasaan, sehingga perlu kita memahami simbolsimbol budaya maupun bahasa agar kita saling memahami perbedaan.

Pokok perhatian interaksionisme simbolis adalah dampak makna dan symbol pada tindakan dan interaksi manusia. Dalam hal ini ada gunanya menggunakan gagasan Mead tentang perbedaan perilaku manusia tertutup dengan perilaku terbuka. Perilaku tertutup adalah proses berpikir, yang melibatkan symbol dan makna. Perilaku terbuka adalah perilaku actual yang dilakukan oleh aktor. Beberapa perilaku terbuka tidak melibatkan perilaku tertutup ( misalkan perilaku habitual atau respons tanpa berpikir terhadap stimulus eksternal). Namun kebanyakan tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku tersebut. perilaku tertutup menjadi pokok perhatian terpenting interaksionisme simbolis, sementara itu perilaku terbuka menjadi pokok perhatian terpenting para teoretisi pertukaran atau behavioris tradisional pada umumnya.

Makna dan symbol memberi karakteristik khusus pada tindakan sosial (yang melibatkan aktor tunggal) dan interaksi sosial ( yang melibatkan dua actor atau lebih yang melakukan tindakan sosial secara timbal balik). Dengan kata lain, ketika melakukan suatu tindakan, orang juga mencoba memperkirakan dampaknya pada actor lain yang terlibat.


(46)

Meski sering kali terlibat pada perilaku habitual tanpa berpikir, orang memiliki kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial.

Dalam proses interaksi sosial, secara simbolis orang mengkomunikasikan makna kepada orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan symbol-simbol tersebut. dan mengarahkan respons tindakan berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial, actor terlibat dalam proses pengaruh mempengaruhi.

Asumsi dasar teori ini yang pertama adalah pentingnya makna bagi perilaku manusia. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia. Asumsi dasar yang kedua adalah pentingnya mengenai konsep diri. Asumsi dasar yang terakhir adalah hubungan antara individu dengan masyarakat. Hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya tapi pada akhirnya tiap individulah yang menentukan pilihan yang ada dalam hubungan di masyarakat.

Dalam hal ini, penderita kusta memiliki kemampuan menempatkan diri sendiri dalam kedudukan sebagai orang lain, bertindak sebagaimana masyarakat sekitar bertindak dan melihat diri sendiri seperti orang lain melihat mantan penderita kusta. Penderita kusta sama seperti individu lainya dalam hal berpikir namun mereka memiliki


(47)

kekurangan fisik sehingga menghambat proses interaksi, konsep diri dan percaya diri dalam kehidupan sosial padahal kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. Kendala yang dialamimereka berinteraksi adalah rasa malu tidak percaya diri akibat kekurangan fisik yang mereka miliki.

Seperti yang terjadi di wilayah Desa Sumber Glagah, kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto, mantan penderita kusta memiliki kemampuan menempatkan diri sendiri dalam kedudukan sebagai orang lain, bertindak sebagaimana masyarakat sekitar dan melihat diri sendiri seperti orang lain melihat mantan penderita kusta. Mantan penderita kusta sama seperti individu lainya dalam hal berpikir namun mereka memiliki kekurangan fisik sehingga menghambat pikiran (mind), dan interaksi sosial (diri/self) digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society) dalam kehidupan sosial. Hal tersebut membuat para mantan penderita kusta mengalami banyak permasalahan dalam menjalani kehidupan sosialnya meskipun pernyataan telah sembuh dari penyakit kusta telah disandang para mantan penderita kusta. Berbeda dengan penyakit menular lainnya seperti influenza, yang lebih mudah menular dari pada kusta, individu yang telah sembuh dari influenza akan dapat kembali ke masyarakat dengan mudah tanpa adanya permasalahan dalam kehidupan sosialnya. Namun pada mantan penderita kusta, banyak terjadi


(48)

permasalahan yang muncul dalam kehidupan sosialnya, seperti interaksi sosial yang terhambat, perekonomian serta pandangan masyaraka yang berubah


(49)

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

A. Deskripsi Umum Subyek penelitian

1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pada dasarnya Dusun Sumber Glagah merupakan area persawahan yang subur berada dibawah kaki gunung pacet, Mojokerto. Pada tanggal 25 November 1925 oleh jawatan inspeksi kesehatan Jawa Timur dengan nomor 27746/XIX/SKT dan diberinama balai kesehatan kusta. Dalam sejarah perkembangannya mengalami kemajuan, baik secara fisik maupun kualitas pelayananan sehingga berubah menjadi rumah sakit kusta Sumber Glagah, Pacet, Mojokerto yang dinobatkan menjadi rumah sakit kusta terbesar di Indonesia.1 Dengan didirikannya rumah sakit kusta banyak yang berobat ditempat tersebut. Kebanyakan yang berobat di rumah sakit kusta Sumber Glagah berasal dari warga Jawa timur dan ada yang dari luar jawa.

Dari hasil wawancara dan pengamatan pada tanggal 13 Nopember 2015 di dapatkan hasil bahwa setelah mantan penderita kusta mengalami proses penyembuhan dan di vonis oleh dokter sudah sembuh, tetapi para mantan penderita kusta tidak mau pulang ke kampung halaman dikarenakan merasa minder dan merasa dikucilkan, Mereka akhirnya memilih tinggal di Sumber Glagah dan membentuk perkampungan yang awalnya disediakan pemerintah.2Tidak sedikit mantan penderita kusta ini

1

Wawancara dengan bapak Kasani, senin 7 desember 2015 pukul 15.00 wib 2


(50)

lalu kawin sesama mantan penderita atau orang sehat yang terlantar, yang akhirnya beranak-pinak. oleh keluarga mantan penderita dibelikan tanah di sekitar rumah sakit dan membuat pemukiman.Pada tahun 1981 atas rekomendasi Dinas Sosial Propinsi JawaTimur, maka terbentuklah Dusun Sumber Glagah, Pacet Mojokerto. Para mantan penderita kusta mulai menata hidupnya meski di luar dikenal kasar, kaku, dan tidak mau bersosialisasi dengan penduduk kampung lain, penduduk di sini sebenarnya ramah bagi siapa saja. Yang penting datang dengan tujuan yang baik dan menjaga sopan santun. Sumber Glagah disebut sebagai desa pengemis, sebab di desa ini memang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pengemis. Cacat fisik akibat pernah menderita penyakit kusta membuat mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan dan berani berinteraksi dengan masyarakat luar.

Dusun Sumber Glagah secara umum tidak berbeda dengan desa-desa yang lain. terdapat perumahan yang sebagian besar dihuni para mantan penderita kusta beserta keluarganya, persawahan serta perkebunan. Peningkatan jumlah penduduk di dusun Sumber Glagah mengakibatkan banyak perkebunan dan persawahan beralih fungsi sebagai lahan rumah. Peningkatan jumlah penduduk ini berasal dari penderita atau mantan penderita kusta baru yang berasal dari daerah lain yang ingin hidup di dusun Sumber Glagah. Adapun alasan lain penambahan populasi dikarenakan penambahan jumlah penduduk yang berasal dari dalam dusun Sumber Glagah sendiri yaitu masyarakat yang


(51)

telah lama tinggal di sana dan telah berkeluarga dan memiliki keturunan. Mereka memilih untuk tetap tinggal di sana meski keturunan mereka sama sekali tidak memiliki penyakit kusta. Infrastruktur di dusun Sumber Glagah juga cukup memadai. Jalanan sudah beraspal dan cukup lebar. Tak jauh dari dusun ini terdapat rumah sakit yang banyak menangani para penderita kusta.

Dusun Sumber Glagah berada pada posisi yang strategis dan baik untuk terapi bagi penderita kusta dikarenakan udaranya yang bersih danjauh dari perkampungan.Secara keseluruhan Dusun Sumber Glagah, Pacet Mojokerto seluas +500 Ha. Sedangkan batas-batas wilayah Dusun Sumber Glagah, Pacet Mojokerto adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Batas-batas wilayah Dusun Sumber Glagah

No Batas Dusun

1 Sebelah Utara Kedung Peluk

2 Sebelah Selatan Sumber Sono

3 Sebelah Timur Sumber Wiji

4 Sebelah Barat Tanjung Anom

Sumber buku profil Desa

Dari tabel 3.1, bisa diketahui bahwa dusun Sumber Glagah sebelah utara berbatasan dengan dusun Kedung Peluk, sebelah selatan berbatasan dengan dusun Sumber Sono, sebelah timur berbatasan dengan dusun Sumber Wiji dan sebelah barat berbatasan dengan dusun Tanjung Anom.

Tabel 3.2

Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin % Jumlah


(52)

2 Perempuan 52,53 395

Total 100 752

Sumber buku profil Desa

Dari tabel 3.2, dapat diketahui bahwa Jumlah penduduk Dusun Sumber Glagah laki-laki sebanyak 47,47% (357 jiwa) dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 52,53% (395 jiwa). Dengan data tersebut dapat diketahui bahwa lebih banyak penduduk perempuan dibandingkan penduduk laki-laki.

Tabel 3.3

Distribusi Jumlah penduduk penderita maupun mantan penderita kusta berdasarkan jenis klamin

No Jenis Kelamin % Jumlah

1 Laki-laki 56,38 106

2 Perempuan 43,62 82

Total 100 188

Sumber buku profil Desa

Dari tabel 3.3 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang merupakan penderita maupun mantan penderita kusta di dusun Sumber Glagah berdasarkan jenis kelamin yang terdiri dari 56,38% (106 jiwa) berjenis kelamin laki-laki dan 43,62% (82 jiwa) berjenis kelamin perempuan.

Tabel 3.4

Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama dan kepercayaan

No Agama % Jumlah

1 Islam 98,67 742

2 Kristen 1,33 10

Total Jumlah 100 752

Sumber buku profil Desa

Dari tabel 3.4 dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk di Dusun Sumber Glagah beragama islam yaitu sebesar 98,67% (742 jiwa) dan 1,33% (10 jiwa) lainnya beragama Kristen.


(53)

Tabel 3.5

Distribusi Sarana Peribadatan di Dusun Sumber Glagah

No Tempat peribadatan Jumlah

1 Masjid 1

2 Musholah 2

3 Gereja -

Total Jumlah 3

Sumber buku profil Desa

Dari tabel 3.5, bisa diketahui bahwa di dusun Sumber Glagah terdapat sarana ibadah 1 bangunan Masjid dan 2 bangunan Musholah yang digunakan umat islam untuk melaksanakan ibadah sehari-hari. Sedangkan tempat ibadah untuk penganut agama Kristen masih belum tersedia, sehingga masih harus mencari di luar dusun Sumber Glagah.

Tabel 3.6

Jumlah sarana pendidikan di Dusun Sumber Glagah

No Pendidikan Negeri Swasta Jumlah

1 Taman bermain - 1 1

2 TK - 1 1

3 SD/MI 1 - 1

4 SMP/MTS - - 0

5 SMA/MA - - 0

6 Perguruan tinggi - - 0

Total jumlah 3

Sumber buku profil Desa

Dari tabel 3.5 dapat diuraikan mengenai sarana atau fasilitas pendidikan yang tersedia di dusun Sumber Glagah terdiri dari 1 sarana pendidikan taman bermain, 1 sarana pendidikan TK, dan 1 sarana pendidikan SD. Sarana pendidikan yang berfungsi untuk mencerdaskan anak bangsa tersebut dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Diharapkan guna menciptakan generasi penerus bangsa yang


(54)

berilmu dan berwawasan luas. Dengan begitu generasi penerus bangsa mengalami kemajuan di segala bidang dan tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain.

2.Keadaan sosial masyarakat di Dusun Sumber Glagah

Budaya merupakan konsep penting dalam kehidupan masyarakat yang secara sederhana diartikan sebagai suatu cara hidup dalam suatu masyarakat karena budaya mengandung segenap norma-norma sosial yang mengandung kebiasaan hidup, adat-istiadat atau kebiasaan (folkways) yang berisi tradisi hidup bersama yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan bersifat secara turun-temurun. Sedangkan fungsi budaya tersebut untuk mengatur agar manusia dapat memahami masyarakat dalam bertingkah laku dan berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bermasyarakat.

a. Keadaan Sosial Pendidikan

Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan serta untuk berkomunikasi dengan lingkungan, karena dengan pendidikan manusia dapat diketahui kualitas serta mutu dalam diri seseorang. Dengan pendidikan pula manusia akan mudah mencari pengetahuan dan pengalaman dalam menjalani kehidupan. Dari pengalaman manusia mendapat informasi dan keterangan serta membantu dalam proses komunikasi baik dalam bentuk formal maupun informal. Pendidikan juga dapat menunjang kemajuan dan mengubah serta


(55)

mempengaruhi tingkah laku manusia. Dalam arti yang khusus, pendidikan bagi seseorang mampu mengangkat derajat serta status sosial seseorang.

Bagi orang yang tingkat pendidikannya tinggi akan cenderung lebih dihormati dan mendapat pengaruh yang luas di tengah-tengah masyarakat. Maka muncul istilah yang dinamakan pelapisan (stratifikasi) sosial yang salah satu unsur dasarnya adalah ilmu pengetahuan (pendidikan).3

Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara selama penelitian berlangsung penulis mendapatkan keterangan bahwa sebagian besar pendidikan masyarakat dusun Sumber Glagah secara formal ialah lulusan SD, sebagian juga melanjutkan sampai kejenjang SMP hingga SMA.

b. keadaan sosial Budaya

Budaya merupakan konsep penting dalam kehidupan masyarakat yang secara sederhana diartikan sebagai suatu cara hidup dalam suatu masyarakat karena budaya mengandung segenap norma-norma sosial yang mengandung kebiasaan hidup, adat-istiadat atau kebiasaan

(folkways) yang berisi tradisi hidup bersama yang dipakai dalam

kehidupan sehari-hari dan bersifat secara turun-temurun. Sedangkan fungsi budaya tersebut untuk mengatur agar manusia dapat memahami masyarakat dalam bertingkah laku dan berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bermasyarakat.

3


(56)

Secara sederhana sosial budaya pada kehidupan masyarakat Dusun Sumber Glagah menunjukan bentuk dan corak kehidupan yang mencerminkan budaya islami, salah satu ciri yang menguatkannya adalah mayoritas masyarakat wanita yang sadar terhadap pakaian islami dengan memakai jilbab baik tua maupun muda saat keluar rumah dan laki-laki sering menggunakan sarung setiap menghadiri acara.

Masyarakat Dusun Sumber Glagah juga dikenal memiliki adat-istiadat atau tradisi keislaman yang kuat. Selain kegiatan rutinan tiap minggu, ada beberapa adat atau tradisi keagamaan yang berjalan secara rutin yang dilakukan setiap tahunnya Antara lain:

1) Hari besar keagamaam Maulid Nabi Muhammad SAW

Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (muludan), biasanya dilaksanakan di antar musolah dan masjid. Disana masyarakat sangat antusias untuk mengikuti acara tersebut karena dengan acara tersebut masyarakat saling membaur jadi satu.

2) Adat Kematian

Pada saat anggota masyarakat dusun Sumber Glagah ada yang meninggal dunia maka seluruh warga berduyun-duyun datang untuk bertakziah dengan membawa beras dan sembako yang lainnya seikhlasnya guna meringankan beban orang-orang yang ditinggalkannya. Setelah itu proses pemakaman dilakukan


(57)

sesuai agama orang yang meninggal. Pada malam harinya

diadakan do’a bersama pada hari pertama sampai hari ketujuh

berturut-turut dan biasanya juga di bacakan al-quran jadi ada dua kelompok yang pertama kelompok tahlil yang kedua kelompok mengaji Al-Quran. Kemudian diadakan selamatan lagi pada hari ke empat puluh, seratus harinya, satu tahun, hingga seribu harinya.

3) Upacara Dusun/Desa

Upacara ruwah desa di sana selain mengadakan bancaan untuk keselamatan dusun Sumber Glagah, warga di sana juga menampilkan hiburan campur sari hiburan tersebut semata-mata untuk menghibur warga disana.

c. Keadaan Sosial Keagamaan

Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian berlangsung penulis mendapatkan keterangan berupa data tertulis bahwa penduduk mayoritas agama masyarakat di dusun Sumber Glagah adalah memeluk agama islam dan aktifitas keagamaan masyarakat dusun Sumber Glagah adalah melaksanakan perintah Allah SWT, tentang kewajiban melaksanakan ibadah. Salah satu kewajiban bagi seluruh warga Indonesia untuk memeluk satu agama yang diyakininya dari enam agama yang diakui oleh negara Indonesia dan satu aliran penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu dengan pemahaman serta


(58)

penghayatannya dari mantan penderita kusta yang enggan bermasyarakat, dengan mengikuti aktifitas keagamaan mampu menjadikan mereka pribadi yang kuat sehingga terbentuk mental yang islami.

Kegiatan keagamaan yang rutin dilakukan di dusun Sumber Glagah adalah sebagai berikut4 :

1) Sholat berjama’ah

Seperti halnya fungsi mushola pada umumnya, yaitu sebagai

tempat untuk melaksanakan ibadah sholat berjama’ah. Begitupula mushola yang berada di dusun Sumber Glagah ini. Mushola ini tampak

ramai dengan para warga yang melakukan sholat jama’ah pada waktu sholat maghrib dan isya’. Hampir ruang dalam mushola tersebut terisi penuh dengan para jama’ah.

2) Diba’an

Diba’an adalah tradisi membaca atau melantunkan shalawat kepada Nabi Muhammad yang dilakukan oleh masyarakat NU.

Pembacaaan shalawat dilakukan bersama secara bergantian. Diba’an di dusun Sumber Glagah dilakukan setiap hari minggu jum’at dengan

tempat yang berkeliling di rumah-rumah warga. Meskipun terdapat beberapa penganut agama yang berbeda dusun Sumber Glagah, tidak

4

Wawancara dengan bapak pardi,mantan penderita kusta, senin 7 desember 2015 dikediamannya pukul 18.00 wib


(59)

pernah ada konflik yang terjadi, karena warga di dusun Sumber Glagah mempunyai sikap toleransi yang tinggi.

3) Tahlilan

Dalam bahasa arab, tahlilan berarti menyebut kalimat

“syahadat” yaitu “ la ilaha illa Allah”. Dalam konteks indonesia,

tahlilan menjadi sebuah istilah untuk menyebut suatu rangkaian

kegiatan do’a yang diselenggarakan dalam rangka mendo’akan

keluarga yang sudah meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda;

“yang halal dihalalkan allah dalam kitab suci-Nya dan yang haram diharamkan allah dalam kitab suci-nya, sedangkan yang didiamkan maka termasuk yang dimaafkan. (H.R Imam At-Turmudzi).5 Dengan demikian kegiatan tahlil sering juga disebut dengan istilah tahlilan. Kegiatan tahlilan di dusun Sumber Glagah dilaksanakan setiap hari kamis.

a) Jum’at legian

Jum’an legian di dusun Sumber Glagah dilaksanakan setiap

hari jum’at legi yaitu dengan membaca Al-Qur’an atau khataman antar

musolah yang berada disana untuk mengirimkan do’a kepada orang

5


(60)

atau keluarga yang sudah meninggal. Acara jum’at legian tersebut biasanya juga disertai dengan ziarah kubur dan bancaan.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan mulai tanggal 12 Nopember 2015 sampai dengan 12 Desember 2015 peneliti memperoleh data mengenai kehidupan sosial mantan penderita kusta.

1. Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta Di Dusun Sumber Glagah

Masyarakat dusun Sumber Glagah yang saat ini dikenal sebagai desa kusta merupakan masyarakat pendatang. Dusun Sumber Glagah awalnya hanyalah hamparan tanah kering dan persawahan. Sejak pemerintah mendirikan Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah dan menetapkan tempat tersebut sebagai pusat rehabilitasi kusta maka banyak bangunan permukiman didirikan oleh pemerintah dan para mantan penderita kusta sendiri oleh karena itu penelitian dimaksudkan untuk memperoleh data yang memang dibutuhkan dalam penelitian ini mengenai informasi tentang kehidupan sosial mantan penderita kusta yang meliputi interaksi dengan masyarakat sekitar, perekonomian dan pandangan masyarakat terhadap mantan penderita kusta.

a. Interaksi Sosial Mantan Penderita Kusta Di Dusun Sumber Glagah

Banyak mantan penderita kusta merasa nyaman tinggal di Dusun Sumber Glagah karena mayoritas masyarakat disana adalah mantan


(61)

penderita kusta dan karena kesamaan nasib yang dialaminya tetapi juga bnyak yang mengaku merasa kesulitan dalam berinteraksi dengan masyarakat disekitar tempat tinggal. Mantan penderita kusta di dusun Sumber Glagah merasa serba tidak enak jika berkumpul dengan masyarakat di luar dusun Sumber Glagah. Karena masyarakat luar disekitar dusun Sumber Glagah masih belum bisa sepenuhnya menerima keberadaan mantan penderita kusta di dusun Sumber Glagah.

Kulo niku nek urip teng dusun sumber glagah e nggeh Alhamdulillah, sesama orang penyakit buduk, dadine mboten isin, mboten ngucilno mbak, wes biasa ae. Tiang mriki nggeh pendatang sedoyo mbak, Sami kale kulo, ngroso e lebih nyaman teng mriki tapi kulo nek metu teko teng sekitar e dusun sumber Glagah nggeh Kulo jek minder, isin mbak sooale tiang-tiange iku jek wedi ketularan mbak, sopo yoan seng

gelem loro ngene mbak. 6

“Saya itu kalau tinggal di dusun Sumber Glagahnya ya Alhamdulillah, sesama mantan penderita kusta, jadi ya tidak malu, tidak mengucilkan mbak, sudah biasa aja. Orang sini ya pendatang semua mbak, sama seperti saya, merasa lebih nyaman disini, tapi kalau saya keluar ke sekitar dusun Sumber Glagah ya saya masih minder, malu mbak soalnya orang-orang masih takut ketularan mbak, siapa juga yang mau sakit seperti ini mbak.

Seperti yang telah diungkapkan oleh bapak Arman bahwa para mantan penderita kusta tersebut datang dari berbagai tempat. Banyaknya masyarakat penyandang kusta di Dusun Sumber Glagah membuat kehidupan sosial para penyandang kusta menjadi lebih baik, dalam artian tidak ada diskriminasi

6

Wawancara dengan Arman Manan mantan penderita kusta,rabu 09 desember 2015 dikediamannya pukul 14.30 wib


(1)

mengalami dampak dalam aspek perekonomian. bahkan masyarakat dusun Sumber Glagah yang tidak pernah terjangkit kusta mengalami dampak perekonoian tersebut. Hal tersebut terjadi di saat masyarakat tersebut mencari pekerjaan. Hampir seluruh perusahaan menganggap masyarakat yang berkependudukan di dusun Sumber Glagah merupakan masyarakat yang menyandang penyakit kusta.Dengan persepsi seperti itu maka perusahaan tidak akan mau menerimanya sebagai pegawai di perusahaan tersebut.

Seperti masyarakat pada umumnya, mantan penderita kusta juga memiliki keluarga yang harus ditanggung dan dihidupi. Kesulitan-kesulitan yang dijumpai para mantan penderita kusta dalam bidang perekonomian terbilang sangat jelas terlihat. Upaya demi upaya telah dilakukan para mantan penderita kusta untuk memenuhi kebutuhan. Dengan adanya diskriminasi yang sangat jelas terjadi para masyarakat di dusun Sumber Glagah khususnya para mantan penderita kusta terpaksa mencari nafkah dengan cara meminta-minta di jalanan maupun berkeliling dari rumah ke rumah lainnya.

c.Pandangan Masyarakat Terhadap Mantan Penderita Kusta di Dusun Sumber Glagah


(2)

89

pikiran (mind) merupakan faktor penting dalam menentukan anggapan

seseorang terhadap obyek tertentu. Suatu pikiran yang berbeda akan menghasilkan anggapan yang berbeda pula terhadap suatu obyek yang sama.

Pandangan masyarakat terhadap mantan penderita kusta sangat dipengaruhi oleh pikiran (mind). Terciptanya pikiran (mind) di masyarakat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta yang meliputi pengertian penyakit kusta, cara penularan, cara pencegahan serta cara pengobatan.Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta menghasilkan pikiran (mind) yang bersifat negatif. Hal tersebut berdampak pada pandangan masyarakat yang cenderung buruk terhadap para mantan penderita kusta. Kesalahan-kesalahan penafsiran masyarakat tentang penyakit kusta yang hanya berdasarkan kepercayaan dan tidak berdasar pada fakta medis menyebabkan masyarakat memiliki pandangan buruk terhadap para mantan penderita kusta.

Fakta berbeda ditemukan pada masyarakat yang memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit kusta. Dengan mengerti tentang apa itu penyakit kusta, cara penularan, cara pencegahan serta cara pengobatan membuat masyarakat tersebut memiliki pandangan yang baik terhadap para mantan penderita kusta.


(3)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa;

1. Kehidupan sosial masyarakat mantan penderita kusta di kawasan dusun Sumber Glagah

a. Interaksi sosial mantan penderita kusta di kawasan dusun Sumber Glagah desa Tanjungkenongo kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto masih belum dapat dikatakan baik karena masih banyak ditemukan diskriminasi pada para mantan penderita kusta. Sesuai dengan teori interaksionisme simbolik oleh George Herbert Mead, pikiran (mind), diri (self) dan masyarakat (society) sangatberpengaruh dalam terciptanya kehidupan sosial yang terjadi pada masyarakat mantan penderita kusta.

b. Perekonomian masyarakat penderita kusta mengalami kesulitan akibat

diskriminasi sehingga tidak bisa bekerja dengan layak. Sebagian besar mantan penderita kusta terpaksa bekerja sebagai peminta-minta.


(4)

90

1. Bagi informan (Masyarakat)

d. Memanfaatkan sumber informasi terkait kusta seperti media, petugas kesehatan, maupun website yang terpercaya.

e. Meningkatkan toleransi dan sikap saling menghargai pada mantan

penderita kusta sebagai sesama manusia yang bermasyarakat

f. Menjadi role model bagi masyarakat lainnya untuk meningkatkan interaksi sosial bersama masyarakat mantan penderita kusta tanpa melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun

1. Bagi informan (mantan penderita kusta)

a. Mengutamakan pendekatan dengan komunikasi efektif bila menghadapi

diskriminasi di masyarakat

b. Meningkatkan kepercayaan diri untuk turut serta maupun

mengikut-sertakan masyarakat luar dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan

2. Bagi Pemerintah

a. Melakukan peningkatan pengetahuan melalui pendidikan kesehatan sejak dini di sekolah tentang penyakit kusta untuk menghilangkan salah persepsi tentang penyakit kusta dan mantan penderita kusta.


(5)

b. Mendirikan lembaga pendampingan psikologi bagi mantan penderita kusta untuk membantu menangani permasalahan psikologis yang sering terjadi akibat diskriminasi pada para mantan penderita kusta.

c. Melakukan kampanye anti diskriminasi mantan penderita kusta untuk

menghilangkan diskriminasi yang masih banyak terjadi di masyarakat

d. Memberikan pelatihan dan peluang kerja bagi mantan penderita kusta agar

dapat bekerja dengan layak di masyarakat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Melakukan pengambilan data pada mantan penderita kusta yang tinggal di

tengah masyarakat akan mendapatkan hasil yang lebih signifikan dari pada melakukan pengambilan data pada mantan penderita kusta yang hidup di dalam kawasan rehabilitasi

b. Melakukan pengambilan data pada masyarakat dapat dilakukan pada

masyarakat berdasarkan tingkat pengetahuan masyarakat tersebut tentang penyakit kusta.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

A. Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.edisi kelima, cetakan kedua, Jakarta:FKUI Press,2007

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi , Bandung: Remaja Rosdakarya : 2004

Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbosa Rekatama Media, 2007

Bernard , Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pustaka 2007

Cholil Mansyur, Sosiologi Masyarakat Desa dan Kota . Surabaya : Usaha Nasional, 1984 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2001 Elvinaro, Ardianto. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbosa Rekatama Media,

2007

George Ritzer & Douglas J. Goodman. Teori sosiologi. Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2008. George ritzer , Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013 Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. Sociology.Jakarta: Penerbit Erlangga.1984

Ishomudin, Jawa Timur Juara Kusta , 27 Januari 2015. Diakses pada tanggal 20 oktober 2015 http://nasional.tempo.co/read/news/2015/01/27/ 173638093/jawa-timur-kusta-nasional Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya. 85-109

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya , 2001 Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3S, 1989 Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2002 Soeratno. Metodologi Penelitian,Yogyakarta : UUP AMP YKPN, 1995

Soleman B. Taneko, Sistem Sosial Indonesia .Jakarta : CV Fajar Agung, 1992 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995

West Richard dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi. Buku 1 edis ke-3 Terjemahan Maria Natalia Damayanti Maer, Jakarta: Salemba Humanika, 2008