Analisis Sumberdaya dan Lingkungan PERSP
Mata Kuliah
: Analisis Sumber Daya dan Lingkungan
Dosen
: Nur Afni ST.
PERSPEKTIF KONSEP BIOREGION DALAM
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
OLEH :
Muh. Arman Taufik
60800111049
JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2015
A. Bioregion
Secara geologi, dampak dari sembarang kegiatan pembangunan yang tidak
terkontrol dimana saja kegiatan itu berada, memiliki potensi yang dapat merusak
ketersediaan sumberdaya alam. Mengingat hal tersebut maka suatu pola dan
system pengelolaan sumberdaya alam yang berasaskan kelestarian sangat
mendesak untuk diterapkan dimana salah satunya melalui pendekatan bioregion
dan atau ekosistem.
Bioregion adalah kawasan atau wilayah geografi yang relative luas dan
memiliki bentang alam serta kekayaan jenis keanekaragaman hayati yang tinggi
dimana proses lingkungan alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem
didalamnya.
Bioregion
terkait
dengan
system alaminya mempengaruhi
fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan system bentang
alam, karakteristik resapan air, bentuk lahan, spesies tumbuhan dan satwa dan
budaya manusia. Defenisi diatas menunjukkan bahwa suatu batasan bioregion
ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari
komunitas manusia dan system lingkungan yang ekerja didalamnya.
Luas suatu bioregion bias mencapai ribuan hingga hektar, bias juga tidak
lebih dari luas suatu daerah tangkapan air atau bias seluas suatu provinsi atau
Negara bagian. Pada kasus kasus tertentu batasannya bisa mencakup dua atau
lebih Negara bergantung pada permasalahan. Luas area ini harus cukup besar
guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan
ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus
nutrient; untuk menjaga habitat dari spesies-spesies penting; dan juga mencakup
komunitas manusisa yang telibat dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami
proses-proses biologi. Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar
masyarakat local bisa juga memperhatikan dan juga terlibat secara aktif didalam
pengelolaannya.
Pengelolaan wilayah dan sumberdaya alam dengan menggunakan
pendekatan bioregion memberikan keuntungan-keuntungan baik dari segi ekologi,
ekonomi maupun social. Hal ini disebabkan karena dalam pemanfaatan tersebut
ada keterkaitan Antara komponen biologi serta ekosistem dan manusisa yang
merupakan syarat mutlak yang diperlukan untukl menjamin keberlanjutan dari
proses-peoses alam yang terjadi pada wilayah tersebut, dimana dalam pendekatan
ini wilayah dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Sebagai contoh : wilayah dapat dibagi atas mintakat –mintakat tertentu
sesuai keunikan, sensifitas konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan
sumberdaya alamnya.
Pembagian wilayah atas zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan
adalah contoh penggunaan konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah
dan sumberdaya alamnya.
Konsep pengelolaan sumberdaya alam melalui pendekatan bioregion tidak
berbeda jauh dengan pengelolaan berbasis ekosistem. Pengelolaan ekosistem
sebagai pengintegrasian prinsip-prinsip ekologis, ekonomis, dan social dalam
pengelolaan ekosistem biologi dan fisik dalam suatu cara melindungi, menjaga
dan memepertahankan keberlajnjutan ekologis, keanekaragaman alami dan
produktivitas dari suatu bentang alam.
Dengan pendekatan ekosistem dan/atau bioregion, pengelolaan dilakukan
dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi menurut batas-batas ekologis
dan bersifat spesifik lokasi dimana keberlangsungan dan pelestarian fungsi
ekosistem mencakup fungsi-fungsi ekologis, ekonomi dan social menjadi
perhatian utama yang mengimplementasikan dalam tindakan-tindakan pemulihan,
pembinaan dan pemanfaatan secara lestari melalui pengintegrasian multidisiplin.
Khusus untuk sumberdaya hutan, dasar dan alasan mengapa hutan perlu
dikelola berdasarkan pendekatan bioregion dan/atau ekosistem tertuang dalam
karakteristik khas pengelolaan hutan, yaitu:
1. Jasa lingkungan sebagai keluaran yang mutlak hadir dalam pengelolaan
hutan,
2. Hutan bersifat multifungsi yang memelukan pendekatan optimalisasi,
3. Dasil dan produksi kayu oleh hutan bersifat melekat pasda pohon
penyusun tegakan hutan itu sendiri,
4. Dimensi waktu dalam pengelolaannya yang bersifat tidak terhingga dan.
5. Proses pemulihan kondisi tegakan yang lebih mengandalkan factor-faktor
alamiah.
Bagaimana halnya dengan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi
berbasis bioregion dan/atau ekosistem? Seperti yang telah dikemukakan diatas,
pendekatan ekosistem memiliki inti pengelolaan lestaridan keberlanjutan dalam
arti sederhananya sumberdaya alam yang dikelola tidak lah hilang pada satu atau
beberapa
periode
pengelolaan
melainkan
masih
dapat
dinikmati oleh
generasi-generasi berikutnya.
Konsep kelestarian yang terkandung dalam prinsip pengelolaan hutan
lestari mengandung arti kelestarian fungsi ekosistem hutan secara utuh dan
menyeluruh (holistik). Penerapan konsep ini dalam tindakan pengelolaan hutan
memerlukan pendekatan pengelolaan yang bersifat terpadu (integrated) pada
tingkat kesatuan bentang alam (lendscape) ekologi tertentu. Sifat suatu bioregion
adalah
adanya
keterkaitan
dan
interaksi
antara
komponen-komponen
penyusunannya termasuk manusia, maka ketika terjadi intervensi kegiatan
manusia dalam system bioregion dapat memberikan beberapa pengaruh terhadap
komponen-komponen lain dan proses yang bekerja dalam sistem bioregion
tertentu. Dengan alasan diatas, maka dalam pengelolaan suatu kawasan
konservasi, proses pengambilan keputusan harus dilakukan setelah mengevakuasi
seluruh kemungkinan akibat yang mungkin terjadi terhadap komponen dan proses
dari kesatuan-kesatuan ekosistem dan bioregion lain yang berbatasan.
Konsep pendekatan bioregion dalam pengelolaan kawasan (hutan)
konservasi dapat dicapai melalui pengadopsian dan penerapan tiga prinsip dasar
pengelolaan bebasis ekosistem, yaitu:
1. Prinsip Keutuhan (holistic). Prinsip ini mengandung arti bahwa
penyelenggaraan
pengelolaan
kawasan
(hutan)
konservasi
harus
mempertimbangkan dan sesuai dengan keadaan potensi seluruh komponen
ekologi pembentuknya (hayati dan non hayati); kawasan lingkungannya
(biofisik, ekonomi, politik, dan social budaya masyarakat), serta
memeperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan pihak
yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut serta
mampu mendukung keberlanjutan keberadaan alam semesta.
2. Prinsip Keterpaduan (integrated). Prinsip ini mengandung arti bahwa
penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi harus berlandaskan
kepada
pertimbangan
keseluruhan
hubungan
ketergantungan
dan
keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta
pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan dalam
keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup ; aspek lingkungan, aspek
ekonomi, dan aspek social-budaya.
3. Prinsip
Keberlajutan/Kelestarian
(Sustainability).
Prinsip
ini
mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem kawasan konservasi
dalam segala bentuk harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh
kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang
akan datang secara berkelanjutan dengan potensi dan kualitas yang
sekurang-kurangnya sama (tidak manurun). Jadi tidak boleh terjadi
pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem kawasan yang
harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi
sebelumnya. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan
kawasan, produktivitas dan kualitas yang setidaknya tetap (tidak
berkurang) dalam setiap generasi.
B. Konsep Bioregion dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Bioregion adalah batas darat
dan perairan di mana batas tersebut
ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari
komunitas manusia dan sistem lingkungan. Luas area ini harus cukup besar guna
mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan
ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus
nutrien dan limbah, migrasi
dan aliran arus; untuk menjaga
habitat dari
spesies-species penting; dan juga mencakup komunitas manusia yang terlibat
di dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi.
Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar masyarakat
lokal bisa juga memperhatikan hal ini (WRI-IUCN-UNEP 1992).
Beberapa elemen bioregion yang dapat disebutkan di sini antara lain
daerah tangkapan air, berbagai daerah suaka, lahan kritis, wilayah pesisir dan
laut, daerah penggembalaan, daerah pertanian, berbagai
masyarakat yang
menyokong
perlindungan
institusi
berbasis
keanekaragaman hayati dan
kota-kota dalam lokasi bioregion berupa berbagai institusi yang menyokong
konservasi seperti
kebun binatang, aquarium, pusat-pusat rehabilitasi hewan
langka dan sebagainya (WRI-IUCN-UNEP 1992).
Basis dari konsep bioregion adalah biogeografi. Biogeografi adalah ilmu
yang mempelajari pola distribusi tumbuhan dan hewan dengan menggunakan
pendekatan analisis spatial terhadap distribusi organisme. Pada awalnya konsep
biogeografi banyak mendapatkan kritik karena jarang sekali menyentuh
faktor-faktor lingkungan alam lainnya dalam satu ekosistem dan faktor manusia
dengan aktivitasnya terhadap terjadinya pola distribusi tumbuhan dan hewan
tersebut. Hal ini kemudian dipandang sebagai satu kelemahan mendasar dari
konsep biogeografi. Karena itu, dalam perkembangan selanjutnya biogeografi
mulai menyentuh faktor-faktor ekosistem dan kegiatan-kegiatan manusia untuk
memahami pola distribusi organisme mahluk hidup (tumbuhan dan hewan) dalam
suatu lingkungan geografi pada masa lalu dan pada saat ini. Bersamaan dengan
perkembangan tersebut kemudian muncul istilah baru yang dikenal sebagai
konsep Bioregion.
Dengan demikian, konsep bioregion merupakan kajian deterministik dari
gabungan pengetahuan tentang klimatologi, fisiografi, hidrologi, geografi
tumbuhan (plantgeography), geografi hewan (zoogeography), sejarah kejadian
alam, dan beberapa deskriptif ilmu alam lainnya, termasuk manusia dan
aktivitasnya serta kaitannya dengan faktor lingkungan alam lainnya sebagai suatu
kesatuan ekosistem.
Pengelolaan bioregional menawarkan suatu bentuk yang pengelolaan
ruang (berikut semua isinya)yang lebih integratif. Bioregion merupakan unit
perencanaan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam; yang tidak ditentukan
oleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan geografik,
komunitas manusia serta sistem ekologi, dalam suatu cakupan bioregion,
secara
ekologis.
Idealnya, pengelolaan bioregional bersandar pada tiga
komponen (Amzu, 2003), yaitu:
1. Komponen ekologi, yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam
yang saling berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat
alami maupun semi alami.
2. Komponen
ekonomi,
yang
mendukung
usaha
pendayagunaan
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam matriks budi daya,
dengan pengembangan budi daya jenis-jenis unggulan setempat.
3. Kompoen sosial budaya, yang dapat memfasilitasi masyarakat lokal
dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan
sumber daya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan
sosial/budaya secara lintas generasi.
Jika dilihat dari dimensi waktu maka konsep bioregion juga dikembangkan
sebagai dasar untuk menyusun perencanaan suatu daerah. Di Amerika Utara
misalnya, pemerintah Kanada dan Amerika Serikat pada tahun 1996 telah
mengeluarkan definisi
Bioregion yang diadaptasi
dari
The Bioregional
Association of North Americas (BANA). Definisi bioregion ini mencakup :
1. Penemuan, pemahaman, restorasi dan pemeliharaan sistem alam lokal;
2. Pembangunan dan penerapan cara-cara praktis
berkelanjutan untuk
memenuhi kebutuhan dasarmanusia;
3. Mendukung pembangunan budaya baru berdasarkan situasi hakikat
fenomena suatu daerah(biogeography).
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa paling tidak terdapat 2
perbedaan penting dari konsep bioregion dengan biogeografi, yaitu :
1. Dimasukkannya dimensi waktu dalam konsep bioregion, masa yang lalu
dan waktu yang akan datang, sebagai unit analisis mengkaji fenomena
lingkungan di suatu wilayah; dan
2. Dimasukkannya dimensi manusia dan kegiatannya dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya dalamkonsep bioregion. Sedangkan, kesamaan
mendasar dari kedua konsep tersebut adalah digunakannya sudut pandang
ruang (spatial) untuk memahami fenomena lingkungan di suatu wilayah.
Dengan demikian, secara praktis dalam aplikasinya bahwa konsep
bioregion tetap bertumpu pada hasil kajian biogeografi atau fenomena geografi,
tetapi ditambah dengan tataran kesadaran masyarakat mengenai suatu tempat
(ruang) dan kesadaran bagaimana mereka dapat melangsungkan kehidupannya di
wilayah tersebut.
C. Bioregion dalam Prospektif Perencanaan Pembangunan Daerah
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa otonomi daerah pada
dasarnya bertujuan untuk memberikan keleluasaan daerah mengelola dan
memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakan di daerah maupun dalam
tataran nasional. Namun dalam prakteknya ditemukan, khusus dalam hal
pengelolaan SDA saat
ini terkotak-kotak dalam wilayah administrasi yang
kecil-kecil yang seringkali lebih sempit daripada ekosistem serta menimbulkan
konflik antar daerah. Padahal daya dukung SDA per daerah administratif tidak
sepenuhnya mampu mendukung pembangunan dan kehidupan jangka panjang,
sehingga diperlukan kerjasama antar
daerah untuk mencapai kesejahteraan
bersama dan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Begitu juga pendekatan
pengelolaan SDA yang sektoral seperti pertanian, kehutanan, pertambangan,
industri dan kelautan, di mana terjadi perebutan SDA dan tumpang tindihnya
kebijakan di antara sektor-sektor tersebut.
Pada pembangunan sentralistik pendekatan yang digunakan cenderung
seragam,
sementara kemajemukan sosial
budaya menjadi kenyataan dalam
kehidupan, sehingga pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik lokal.
Hal ini menyebabkan pembangunan tidak efektif, tidak efisien dan boros,
serta menimbulkan banyak konflik sosial. Namun saat ini, di era desentralisasi
pembangunan,
terkotak-kotaknya
wilayah
ekosistem ke
dalam wilayah
administrasi dan sektoral menyebabkan banyak kelompok masyarakat setempat
terganggu kehidupan ekonominya, seperti masyarakat pemburu dan peramu,
peladang berpindah dan nelayan tradisional; serta terganggu kebudayaannya
seperti system pengetahuan, mata pencarian hidup, teknologi, religi, institusi dan
norma-norma sosialnya.
Dalam pengertian sebuah proses, bioregion menekankan kebijakan
pengelolaan sumberdaya alam harus didahului proses orientasi dan identifikasi.
Melalui proses tersebut diharapkan masyarakat bertindak arif terhadap lingkungan
alami. Kearifan lokal menjadi salah satu pijakan dalam merumuskan konsep
bioregion. Masyarakat lokal yang menjadi bagian dan telah mengenal
ekosisemnya bisa menjadi pengontrol eksploitasi sumber daya alam yang
berlebihan. Karakteristik pengelolaan bioregion paling tidak harus mencakup
pelibatan semua pihak, penerimaan masyarakat, informasi yang satu dan
komprehensif, pengelolaan adaptif, pengembangan keahlian secara kooperatif,
dan integrasi kelembagaan. Sebagai suatu pendekatan, bioregion merupakan:
1.
Pendekatan bawah-atas (bottom-up approach) untuk mendapatkan
keseimbangan di antara kebutuhan hidup dan potensi sumber daya alam
di dalam wilayah bioregion yang ditentukan berdasarkan kriteria
ekonomi, ekologi, dan sosial dengan mengutamakan pemulihan dan
pemeliharaan
fungsi
eksositem
untuk
mendukung
kepentingan
masyarakat melalui :
a. Tanggungjawab atas kelestarian sumber daya alam;
b. Daya tarik budaya dan proses ekologi;
c. Tujuan politis desentralisasi dan keseimbangan sosial.
2.
Dari sudut keanekaragaman hayati bioregion merupakan pendekatan
holistik dan
tetap mempertahankan kekhasan lokal (local specific)
berdasarkan karakteristik, keunikan ekosistem, dan budaya setempat.
Kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus didahului dengan proses
orientasi dan identifikasi untuk mengenali
karakteristik
lokasi
di
mana
pemangku utama tinggal, yang sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi
dan keterbatasannya, sehingga masyarakat diharapkan bertindak bijak dan arif
terhadap lingkungan alam, dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber
daya alam menjadi lebih efektif karena mengakomodasi keunikan dan karakter
sosial-budaya masyarakat setempat.
Prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang dalam pengelolaan sumber
daya alam berdasarkan bioregion adalah:
1. Pengelolaan suatu bioregion tidak dibatasi oleh batas wilayah administratif
dan batas etnis.
2. Pengelolaan bioregion dilakukan dengan manajemen berkelanjutan
(sustainable management) yang bercorak kolaboratif,partisipatif, dan
koordinatif
3. Dapat dikelola (manageable)
4. Mengacu pada realitas sekarang
5. Keterwakilan dan repetisi
6. Aktivitas konservasi tidak hanya sebatas dalam kawasan konservasi, tetapi
mencakup kawasan di luar konservasi
7. Holistik dan lokal spesifik
8. Tercapainya sistem pengelolaan yang adil, demokratis, transparan dan
akuntabilitas
9. Terjadinya keterlekatan antar semua pihak; dan pengakuan terhadap
hak-hak masyarakat adat dan lokal.
Elemen bioregion yang harus diperhitungkan dalam pengelolaan sumber
daya alam adalah:
1. Kawasan Lindung yang terdiri dari berbagai ekosistem alam yang
dilindungi
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikelola secara kesatuan yang utuh dari
hulu hingga muara/batas kontinen, termasuk manusia yang hidup dan
tinggal di dan sekitar DAS
3. Kawasan
Pesisir
dan
Laut
yang
dikelola
untuk
melindungi
ekosistem-ekosistem kunci
4. Teluk
5. Kawasan Budidaya Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Peternakan,
Perikanan yang dikelola untuk tujuan jangka panjang
6. Lahan terdegradasi yang direhabilitasi untuk berbagai penggunaan yang
berorientasi jangka panjang
7. Pertambangan yang dikelola untuk efisiensi pemanfaatan sumber daya
alam, dengan meminimalisasi dampak negatif dan memberikan manfaat
bagi sektor lain
8. Ekosistem Pulau Kecil/Kelompok Pulau Kecil tak dihuni dan dikelola
untuk kantong keanekaragaman hayati
9. Institusi/Kelembagaan berbasis komunitas lokal yang mendukung upaya
konservasi keanekaragaman hayati
10. Ekosistem kota yang dikelola untuk mendukung pendanaan konservasi
keanekaragaman hayati
11. Industri
12. Manusia dan kebudayaannya (sistem pengetahuan, mata pencarian,
teknologi, bahasa, religi, struktur dan pranata sosial)
13. Sistem penguasaan sumber daya alam (kepemilikan dan akses)
14. Administrasi pemerintahan dan kebijakan
15. Sejarah komunitas
16. Mobilitas dan interaksi sosial
17. Variabel demografi.
Sedangkan karakter dari bioregion mencakup:
1. Wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, flora
dan fauna
asli yang menggambarkan kondisi geografis dan kondisi
kesadaran untuk hidup di daerah tersebut;
Bioregion menyatukan
ekosistem alam dengan masyarakat dalam konteks tempat tertentu.
Batas-batas bioregion harus mampu menjamin integritas, resiliensi,
produktivitas dan keberagaman ekosistem dalam jangka waktu panjang;
2. Tidak dibatasi oleh batas administratif dan batas etnis;
3. Riset dan monitoring;
4. Pemanfaatan pengetahuan : tradisional, lokal dan ilmiah;
5. Pengelolaan adaptif;
6. Rehabilitasi dan restorasi;
7. Pengembangan keahlian kooperatif;
8. Keterpaduan kelembagaan;
9. Kerjasama internasional.
Dengan pendekatan bioregion maka persoalan-persoalan pengelolaan
sumber daya alam dapat diatasi, karena dengan pendekatan bioregion berarti :
1. Mengurangi dikotomi dan kesenjangan perkotaan-perdesaan dalam
pembangunan berkelanjutan
2. Menyatukan dan mensinkronkan kegiatan pembangunan di darat dan di
laut
3. Mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi dan sosial dengan berbasis
pada masyarakat dan para pemangku kepentingan lokal, serta bersifat
lintas daerah dan lintas sektoral, sehingga mendorong penyelesaian
sengketa antar daerah, antar sektor, antar pemangku kepentingan
4. Mendorong kerjasama antar daerah dan memungkinkan adanya sistem
insentif dan disinsentif antar daerah dalam pengelolaan sda
5. Bersifat bottom up, lintas daerah dan lintas sektoral, sehingga kepentingan
kelompok masyarakat rentan tersebut di atas dapat diakui dan
diakomodasikan
6. Mengakui
keberagaman itu dan setiap pembangunan disesuaikan
dengan karakteristik local (ekosistem dan sosial budaya setempat)
7. Menggunakan pendekatan desentralisasi dan menjamin keadilan antar dan
inter generasi, kesetaraan gender serta membuka akses terhadap sda yang
lebih besar bagi masyarakat lokal, memiliki system yang transparan dan
bertanggung
jawab
(accountability),
dan
menggunakan
indikator
pembangunan yang memasukan unsur penyusutan sda dan lingkungan
hidup.
8. Lintas daerah dan lintas sektoral yang mendorong penegakan hukum yang
terpadu, walaupun hokum dan sistem hukum yang ada masih lemah
9. Mengakui keberagaman sosial budaya, termasuk hukum adat, memberi
ruang bagi tumbuh dan berkembangnya hukum-hukum lokal yang lebih
sesuai
dengan
sistem
nilai pengeloaan sda setempat, sehingga
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum.
10. Mengakui keberadaan hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sda,
sehingga mandat bisa diberikan oleh
negara
kepada
masyarakat
setempat untuk mengelola sda secara berkelanjutan. Dengan demikian,
masyarakat setempat mempunyai kekuatan hukum untuk mengatur
pengelolaan sda dan mencegah eksploitasi yang berlebihan.
Pendekatan bioregion juga mensyaratkan adanya kewajiban melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan SDA, yaitu :
Generasi yang akan datang, diwakili oleh organisasi non pemerintah
(ornop) lingkungan hidup, yang mempunyai kepentingan untuk dapat menikmati
SDA sekurang-kurangnya sama seperti yang dinikmati generasi sekarang.
Masyarakat
adat,
yang
berkepentingan
melestarikan
dan
menjaga
keberlanjutan SDA, meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kehidupan sosial
budayanya dari pengelolaan SDA, dan pengambilan keputusan tentang
pengelolaan SDA di wilayahnya.
Masyarakat lokal, yang berkepentingan meningkatkan kesejahteraan
hidupnya melalui pemanfaatan SDA, seperti masyarakat peladang berpindah,
pemburu dan peramu, pengumpul rotan dan hasil hutan lainnya, penambang
tradisional, petani, buruh, nelayan tradisional, dan lain-lain.
Masyarakat
pendatang,
yang
berkepentingan
untuk
memperbaiki
kesejahteraan ekonominya dengan ikut memanfaatkan SDA, misalnya pembuka
tambak, petani komoditas, nelayan, penambang raakyat, penebang kayu, dan
lain-lain. Buruh,
yang berkepentingan untuk memperoleh pekerjaan dari
kegiatan pengelolaan SDA, misalnya buruh HPH-HTI, buruh tambang, buruh
nelayan, buruh tani, buruh tambak, buruh pabrik kayu, buruh perkebunan, buruh
industri yang berbasis SDA, dan lain-lain. Masyarakat
global,
yang
berkepentingan melestarikan keanekaragaman hayati dan keberlanjutan fungsi
ekosistem dunia dengan mencegah perubahan iklim akibat pemanasan global dan
menikmati jasa lingkungan dari SDA (pariwisata).
Kaum perempuan,
yang berkepentingan untuk mendapatkan hak dan
akses yang sama dengan laki-laki dalam pengelolaan SDA dan pengambilan
keputusan tentang pengelolaan SDA. Pedagang yang berkepentingan untuk
mendapatkan keuntungan dari perdagangan komoditi SDA, misalnya pedagang
kayu, rotan, kopi, ikan, udang, dan lain-lain.
Investor
domestik
dan asing,
orang atau
kelompok
orang yang
menanamkan modalnya dalam pengelolaan SDA, dan berharap mendapatkan
keuntungan yang berkelanjutan dari investasinya. Pemerintah
daerah
yang
berkepentingan meningkatkan pendapatan asli daerahnya dan kesejahteraan
masyarakatnya
berkepentingan
kesejahteraan
melalui
pengelolaan
meningkatkan
rakyatnya
pendapatan
melalui
berkepentingan mengembangkan
SDA.
Pemerintah
pusat
yang
dan
negara
serta
pengelolaan
devisa
SDA.
Ilmuwan
yang
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
keberlanjutan fungsi SDA. Lembaga donor yang berkepentingan untuk
meningkatkan efektivitas manfaat dan daya guna dana bantuan yang diberikannya.
Lembaga keuangan yang
berkepentingan
memperoleh jaminan untuk
pengembalian uang yang dipinjamkannya melalui kepastian iklim usaha. Kaum
profesional
di
bidangnya
(rimbawan,
masyarakat
pertambangan)
yang
berkepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengaplikasikan
keahlian dibidangnya. Para politisi yang berkepentingan mendapatkan dukungan
politik dari pengelolaan dan pola alokasi SDA.
Dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di era otonomi daerah,
tujuan yang harus dicapai antara lain keseimbangan antara ekonomi, politik,
sosial, budaya dan lingkungan. Penguasaan aspek-aspek wilayah, baik secara
geografis, demografis dan inventarisasi sumber daya alam di darat dan di laut.
Daerah aliran sungai (DAS), kondisi iklim dan kondisi fisik harus dikaji
mendalam baik secara kuntitatif, maupun secara kualitatif, Memperhitungkan
faktor pembatas/hambatan baik secara ekologi maupun sosial yang dikaji secara
kualitatif dan kuantitatif, Menganalisis kemampuan dalam bidang pembiayaan,
peralatan/perbekalan dan tenaga kerja secara kualitatif dan kuantitatif.
Pembangunan daerah mengacu berbagai prinsip-prinsip pengelolaan
lingkungan alami dan budaya berbasis bioregion sebagaimana dipaparkan di
muka, secara berkelanjutan memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi
ecotourism dan bahkan edutourism, yang pada gilirannya akan memberikan
kontribusi yang besar bagi peningkatan pendapatan daerah.
Pengembangan ekosistem alami dan buatan di daerah dalam ke arah
ecotourism maupun edutourism dalam konteks pembangunan daerah tentunya
membutuhkan
forum
lokal
yang
mampu menampung dan memfasilitasi
kebutuhan pengguna (stakeholder) yang bekerja secara sinergis untuk tujuan
bersama. Pengembangan yang dimaksud hendaknya tetap mengacu pada
upaya-upaya peningkatan perekonomian masyarkat.
: Analisis Sumber Daya dan Lingkungan
Dosen
: Nur Afni ST.
PERSPEKTIF KONSEP BIOREGION DALAM
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
OLEH :
Muh. Arman Taufik
60800111049
JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2015
A. Bioregion
Secara geologi, dampak dari sembarang kegiatan pembangunan yang tidak
terkontrol dimana saja kegiatan itu berada, memiliki potensi yang dapat merusak
ketersediaan sumberdaya alam. Mengingat hal tersebut maka suatu pola dan
system pengelolaan sumberdaya alam yang berasaskan kelestarian sangat
mendesak untuk diterapkan dimana salah satunya melalui pendekatan bioregion
dan atau ekosistem.
Bioregion adalah kawasan atau wilayah geografi yang relative luas dan
memiliki bentang alam serta kekayaan jenis keanekaragaman hayati yang tinggi
dimana proses lingkungan alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem
didalamnya.
Bioregion
terkait
dengan
system alaminya mempengaruhi
fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan system bentang
alam, karakteristik resapan air, bentuk lahan, spesies tumbuhan dan satwa dan
budaya manusia. Defenisi diatas menunjukkan bahwa suatu batasan bioregion
ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari
komunitas manusia dan system lingkungan yang ekerja didalamnya.
Luas suatu bioregion bias mencapai ribuan hingga hektar, bias juga tidak
lebih dari luas suatu daerah tangkapan air atau bias seluas suatu provinsi atau
Negara bagian. Pada kasus kasus tertentu batasannya bisa mencakup dua atau
lebih Negara bergantung pada permasalahan. Luas area ini harus cukup besar
guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan
ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus
nutrient; untuk menjaga habitat dari spesies-spesies penting; dan juga mencakup
komunitas manusisa yang telibat dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami
proses-proses biologi. Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar
masyarakat local bisa juga memperhatikan dan juga terlibat secara aktif didalam
pengelolaannya.
Pengelolaan wilayah dan sumberdaya alam dengan menggunakan
pendekatan bioregion memberikan keuntungan-keuntungan baik dari segi ekologi,
ekonomi maupun social. Hal ini disebabkan karena dalam pemanfaatan tersebut
ada keterkaitan Antara komponen biologi serta ekosistem dan manusisa yang
merupakan syarat mutlak yang diperlukan untukl menjamin keberlanjutan dari
proses-peoses alam yang terjadi pada wilayah tersebut, dimana dalam pendekatan
ini wilayah dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Sebagai contoh : wilayah dapat dibagi atas mintakat –mintakat tertentu
sesuai keunikan, sensifitas konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan
sumberdaya alamnya.
Pembagian wilayah atas zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan
adalah contoh penggunaan konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah
dan sumberdaya alamnya.
Konsep pengelolaan sumberdaya alam melalui pendekatan bioregion tidak
berbeda jauh dengan pengelolaan berbasis ekosistem. Pengelolaan ekosistem
sebagai pengintegrasian prinsip-prinsip ekologis, ekonomis, dan social dalam
pengelolaan ekosistem biologi dan fisik dalam suatu cara melindungi, menjaga
dan memepertahankan keberlajnjutan ekologis, keanekaragaman alami dan
produktivitas dari suatu bentang alam.
Dengan pendekatan ekosistem dan/atau bioregion, pengelolaan dilakukan
dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi menurut batas-batas ekologis
dan bersifat spesifik lokasi dimana keberlangsungan dan pelestarian fungsi
ekosistem mencakup fungsi-fungsi ekologis, ekonomi dan social menjadi
perhatian utama yang mengimplementasikan dalam tindakan-tindakan pemulihan,
pembinaan dan pemanfaatan secara lestari melalui pengintegrasian multidisiplin.
Khusus untuk sumberdaya hutan, dasar dan alasan mengapa hutan perlu
dikelola berdasarkan pendekatan bioregion dan/atau ekosistem tertuang dalam
karakteristik khas pengelolaan hutan, yaitu:
1. Jasa lingkungan sebagai keluaran yang mutlak hadir dalam pengelolaan
hutan,
2. Hutan bersifat multifungsi yang memelukan pendekatan optimalisasi,
3. Dasil dan produksi kayu oleh hutan bersifat melekat pasda pohon
penyusun tegakan hutan itu sendiri,
4. Dimensi waktu dalam pengelolaannya yang bersifat tidak terhingga dan.
5. Proses pemulihan kondisi tegakan yang lebih mengandalkan factor-faktor
alamiah.
Bagaimana halnya dengan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi
berbasis bioregion dan/atau ekosistem? Seperti yang telah dikemukakan diatas,
pendekatan ekosistem memiliki inti pengelolaan lestaridan keberlanjutan dalam
arti sederhananya sumberdaya alam yang dikelola tidak lah hilang pada satu atau
beberapa
periode
pengelolaan
melainkan
masih
dapat
dinikmati oleh
generasi-generasi berikutnya.
Konsep kelestarian yang terkandung dalam prinsip pengelolaan hutan
lestari mengandung arti kelestarian fungsi ekosistem hutan secara utuh dan
menyeluruh (holistik). Penerapan konsep ini dalam tindakan pengelolaan hutan
memerlukan pendekatan pengelolaan yang bersifat terpadu (integrated) pada
tingkat kesatuan bentang alam (lendscape) ekologi tertentu. Sifat suatu bioregion
adalah
adanya
keterkaitan
dan
interaksi
antara
komponen-komponen
penyusunannya termasuk manusia, maka ketika terjadi intervensi kegiatan
manusia dalam system bioregion dapat memberikan beberapa pengaruh terhadap
komponen-komponen lain dan proses yang bekerja dalam sistem bioregion
tertentu. Dengan alasan diatas, maka dalam pengelolaan suatu kawasan
konservasi, proses pengambilan keputusan harus dilakukan setelah mengevakuasi
seluruh kemungkinan akibat yang mungkin terjadi terhadap komponen dan proses
dari kesatuan-kesatuan ekosistem dan bioregion lain yang berbatasan.
Konsep pendekatan bioregion dalam pengelolaan kawasan (hutan)
konservasi dapat dicapai melalui pengadopsian dan penerapan tiga prinsip dasar
pengelolaan bebasis ekosistem, yaitu:
1. Prinsip Keutuhan (holistic). Prinsip ini mengandung arti bahwa
penyelenggaraan
pengelolaan
kawasan
(hutan)
konservasi
harus
mempertimbangkan dan sesuai dengan keadaan potensi seluruh komponen
ekologi pembentuknya (hayati dan non hayati); kawasan lingkungannya
(biofisik, ekonomi, politik, dan social budaya masyarakat), serta
memeperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan pihak
yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut serta
mampu mendukung keberlanjutan keberadaan alam semesta.
2. Prinsip Keterpaduan (integrated). Prinsip ini mengandung arti bahwa
penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi harus berlandaskan
kepada
pertimbangan
keseluruhan
hubungan
ketergantungan
dan
keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta
pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan dalam
keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup ; aspek lingkungan, aspek
ekonomi, dan aspek social-budaya.
3. Prinsip
Keberlajutan/Kelestarian
(Sustainability).
Prinsip
ini
mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem kawasan konservasi
dalam segala bentuk harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh
kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang
akan datang secara berkelanjutan dengan potensi dan kualitas yang
sekurang-kurangnya sama (tidak manurun). Jadi tidak boleh terjadi
pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem kawasan yang
harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi
sebelumnya. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan
kawasan, produktivitas dan kualitas yang setidaknya tetap (tidak
berkurang) dalam setiap generasi.
B. Konsep Bioregion dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Bioregion adalah batas darat
dan perairan di mana batas tersebut
ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari
komunitas manusia dan sistem lingkungan. Luas area ini harus cukup besar guna
mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan
ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus
nutrien dan limbah, migrasi
dan aliran arus; untuk menjaga
habitat dari
spesies-species penting; dan juga mencakup komunitas manusia yang terlibat
di dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi.
Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar masyarakat
lokal bisa juga memperhatikan hal ini (WRI-IUCN-UNEP 1992).
Beberapa elemen bioregion yang dapat disebutkan di sini antara lain
daerah tangkapan air, berbagai daerah suaka, lahan kritis, wilayah pesisir dan
laut, daerah penggembalaan, daerah pertanian, berbagai
masyarakat yang
menyokong
perlindungan
institusi
berbasis
keanekaragaman hayati dan
kota-kota dalam lokasi bioregion berupa berbagai institusi yang menyokong
konservasi seperti
kebun binatang, aquarium, pusat-pusat rehabilitasi hewan
langka dan sebagainya (WRI-IUCN-UNEP 1992).
Basis dari konsep bioregion adalah biogeografi. Biogeografi adalah ilmu
yang mempelajari pola distribusi tumbuhan dan hewan dengan menggunakan
pendekatan analisis spatial terhadap distribusi organisme. Pada awalnya konsep
biogeografi banyak mendapatkan kritik karena jarang sekali menyentuh
faktor-faktor lingkungan alam lainnya dalam satu ekosistem dan faktor manusia
dengan aktivitasnya terhadap terjadinya pola distribusi tumbuhan dan hewan
tersebut. Hal ini kemudian dipandang sebagai satu kelemahan mendasar dari
konsep biogeografi. Karena itu, dalam perkembangan selanjutnya biogeografi
mulai menyentuh faktor-faktor ekosistem dan kegiatan-kegiatan manusia untuk
memahami pola distribusi organisme mahluk hidup (tumbuhan dan hewan) dalam
suatu lingkungan geografi pada masa lalu dan pada saat ini. Bersamaan dengan
perkembangan tersebut kemudian muncul istilah baru yang dikenal sebagai
konsep Bioregion.
Dengan demikian, konsep bioregion merupakan kajian deterministik dari
gabungan pengetahuan tentang klimatologi, fisiografi, hidrologi, geografi
tumbuhan (plantgeography), geografi hewan (zoogeography), sejarah kejadian
alam, dan beberapa deskriptif ilmu alam lainnya, termasuk manusia dan
aktivitasnya serta kaitannya dengan faktor lingkungan alam lainnya sebagai suatu
kesatuan ekosistem.
Pengelolaan bioregional menawarkan suatu bentuk yang pengelolaan
ruang (berikut semua isinya)yang lebih integratif. Bioregion merupakan unit
perencanaan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam; yang tidak ditentukan
oleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan geografik,
komunitas manusia serta sistem ekologi, dalam suatu cakupan bioregion,
secara
ekologis.
Idealnya, pengelolaan bioregional bersandar pada tiga
komponen (Amzu, 2003), yaitu:
1. Komponen ekologi, yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam
yang saling berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat
alami maupun semi alami.
2. Komponen
ekonomi,
yang
mendukung
usaha
pendayagunaan
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam matriks budi daya,
dengan pengembangan budi daya jenis-jenis unggulan setempat.
3. Kompoen sosial budaya, yang dapat memfasilitasi masyarakat lokal
dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan
sumber daya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan
sosial/budaya secara lintas generasi.
Jika dilihat dari dimensi waktu maka konsep bioregion juga dikembangkan
sebagai dasar untuk menyusun perencanaan suatu daerah. Di Amerika Utara
misalnya, pemerintah Kanada dan Amerika Serikat pada tahun 1996 telah
mengeluarkan definisi
Bioregion yang diadaptasi
dari
The Bioregional
Association of North Americas (BANA). Definisi bioregion ini mencakup :
1. Penemuan, pemahaman, restorasi dan pemeliharaan sistem alam lokal;
2. Pembangunan dan penerapan cara-cara praktis
berkelanjutan untuk
memenuhi kebutuhan dasarmanusia;
3. Mendukung pembangunan budaya baru berdasarkan situasi hakikat
fenomena suatu daerah(biogeography).
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa paling tidak terdapat 2
perbedaan penting dari konsep bioregion dengan biogeografi, yaitu :
1. Dimasukkannya dimensi waktu dalam konsep bioregion, masa yang lalu
dan waktu yang akan datang, sebagai unit analisis mengkaji fenomena
lingkungan di suatu wilayah; dan
2. Dimasukkannya dimensi manusia dan kegiatannya dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya dalamkonsep bioregion. Sedangkan, kesamaan
mendasar dari kedua konsep tersebut adalah digunakannya sudut pandang
ruang (spatial) untuk memahami fenomena lingkungan di suatu wilayah.
Dengan demikian, secara praktis dalam aplikasinya bahwa konsep
bioregion tetap bertumpu pada hasil kajian biogeografi atau fenomena geografi,
tetapi ditambah dengan tataran kesadaran masyarakat mengenai suatu tempat
(ruang) dan kesadaran bagaimana mereka dapat melangsungkan kehidupannya di
wilayah tersebut.
C. Bioregion dalam Prospektif Perencanaan Pembangunan Daerah
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa otonomi daerah pada
dasarnya bertujuan untuk memberikan keleluasaan daerah mengelola dan
memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakan di daerah maupun dalam
tataran nasional. Namun dalam prakteknya ditemukan, khusus dalam hal
pengelolaan SDA saat
ini terkotak-kotak dalam wilayah administrasi yang
kecil-kecil yang seringkali lebih sempit daripada ekosistem serta menimbulkan
konflik antar daerah. Padahal daya dukung SDA per daerah administratif tidak
sepenuhnya mampu mendukung pembangunan dan kehidupan jangka panjang,
sehingga diperlukan kerjasama antar
daerah untuk mencapai kesejahteraan
bersama dan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Begitu juga pendekatan
pengelolaan SDA yang sektoral seperti pertanian, kehutanan, pertambangan,
industri dan kelautan, di mana terjadi perebutan SDA dan tumpang tindihnya
kebijakan di antara sektor-sektor tersebut.
Pada pembangunan sentralistik pendekatan yang digunakan cenderung
seragam,
sementara kemajemukan sosial
budaya menjadi kenyataan dalam
kehidupan, sehingga pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik lokal.
Hal ini menyebabkan pembangunan tidak efektif, tidak efisien dan boros,
serta menimbulkan banyak konflik sosial. Namun saat ini, di era desentralisasi
pembangunan,
terkotak-kotaknya
wilayah
ekosistem ke
dalam wilayah
administrasi dan sektoral menyebabkan banyak kelompok masyarakat setempat
terganggu kehidupan ekonominya, seperti masyarakat pemburu dan peramu,
peladang berpindah dan nelayan tradisional; serta terganggu kebudayaannya
seperti system pengetahuan, mata pencarian hidup, teknologi, religi, institusi dan
norma-norma sosialnya.
Dalam pengertian sebuah proses, bioregion menekankan kebijakan
pengelolaan sumberdaya alam harus didahului proses orientasi dan identifikasi.
Melalui proses tersebut diharapkan masyarakat bertindak arif terhadap lingkungan
alami. Kearifan lokal menjadi salah satu pijakan dalam merumuskan konsep
bioregion. Masyarakat lokal yang menjadi bagian dan telah mengenal
ekosisemnya bisa menjadi pengontrol eksploitasi sumber daya alam yang
berlebihan. Karakteristik pengelolaan bioregion paling tidak harus mencakup
pelibatan semua pihak, penerimaan masyarakat, informasi yang satu dan
komprehensif, pengelolaan adaptif, pengembangan keahlian secara kooperatif,
dan integrasi kelembagaan. Sebagai suatu pendekatan, bioregion merupakan:
1.
Pendekatan bawah-atas (bottom-up approach) untuk mendapatkan
keseimbangan di antara kebutuhan hidup dan potensi sumber daya alam
di dalam wilayah bioregion yang ditentukan berdasarkan kriteria
ekonomi, ekologi, dan sosial dengan mengutamakan pemulihan dan
pemeliharaan
fungsi
eksositem
untuk
mendukung
kepentingan
masyarakat melalui :
a. Tanggungjawab atas kelestarian sumber daya alam;
b. Daya tarik budaya dan proses ekologi;
c. Tujuan politis desentralisasi dan keseimbangan sosial.
2.
Dari sudut keanekaragaman hayati bioregion merupakan pendekatan
holistik dan
tetap mempertahankan kekhasan lokal (local specific)
berdasarkan karakteristik, keunikan ekosistem, dan budaya setempat.
Kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus didahului dengan proses
orientasi dan identifikasi untuk mengenali
karakteristik
lokasi
di
mana
pemangku utama tinggal, yang sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi
dan keterbatasannya, sehingga masyarakat diharapkan bertindak bijak dan arif
terhadap lingkungan alam, dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber
daya alam menjadi lebih efektif karena mengakomodasi keunikan dan karakter
sosial-budaya masyarakat setempat.
Prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang dalam pengelolaan sumber
daya alam berdasarkan bioregion adalah:
1. Pengelolaan suatu bioregion tidak dibatasi oleh batas wilayah administratif
dan batas etnis.
2. Pengelolaan bioregion dilakukan dengan manajemen berkelanjutan
(sustainable management) yang bercorak kolaboratif,partisipatif, dan
koordinatif
3. Dapat dikelola (manageable)
4. Mengacu pada realitas sekarang
5. Keterwakilan dan repetisi
6. Aktivitas konservasi tidak hanya sebatas dalam kawasan konservasi, tetapi
mencakup kawasan di luar konservasi
7. Holistik dan lokal spesifik
8. Tercapainya sistem pengelolaan yang adil, demokratis, transparan dan
akuntabilitas
9. Terjadinya keterlekatan antar semua pihak; dan pengakuan terhadap
hak-hak masyarakat adat dan lokal.
Elemen bioregion yang harus diperhitungkan dalam pengelolaan sumber
daya alam adalah:
1. Kawasan Lindung yang terdiri dari berbagai ekosistem alam yang
dilindungi
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikelola secara kesatuan yang utuh dari
hulu hingga muara/batas kontinen, termasuk manusia yang hidup dan
tinggal di dan sekitar DAS
3. Kawasan
Pesisir
dan
Laut
yang
dikelola
untuk
melindungi
ekosistem-ekosistem kunci
4. Teluk
5. Kawasan Budidaya Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Peternakan,
Perikanan yang dikelola untuk tujuan jangka panjang
6. Lahan terdegradasi yang direhabilitasi untuk berbagai penggunaan yang
berorientasi jangka panjang
7. Pertambangan yang dikelola untuk efisiensi pemanfaatan sumber daya
alam, dengan meminimalisasi dampak negatif dan memberikan manfaat
bagi sektor lain
8. Ekosistem Pulau Kecil/Kelompok Pulau Kecil tak dihuni dan dikelola
untuk kantong keanekaragaman hayati
9. Institusi/Kelembagaan berbasis komunitas lokal yang mendukung upaya
konservasi keanekaragaman hayati
10. Ekosistem kota yang dikelola untuk mendukung pendanaan konservasi
keanekaragaman hayati
11. Industri
12. Manusia dan kebudayaannya (sistem pengetahuan, mata pencarian,
teknologi, bahasa, religi, struktur dan pranata sosial)
13. Sistem penguasaan sumber daya alam (kepemilikan dan akses)
14. Administrasi pemerintahan dan kebijakan
15. Sejarah komunitas
16. Mobilitas dan interaksi sosial
17. Variabel demografi.
Sedangkan karakter dari bioregion mencakup:
1. Wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, flora
dan fauna
asli yang menggambarkan kondisi geografis dan kondisi
kesadaran untuk hidup di daerah tersebut;
Bioregion menyatukan
ekosistem alam dengan masyarakat dalam konteks tempat tertentu.
Batas-batas bioregion harus mampu menjamin integritas, resiliensi,
produktivitas dan keberagaman ekosistem dalam jangka waktu panjang;
2. Tidak dibatasi oleh batas administratif dan batas etnis;
3. Riset dan monitoring;
4. Pemanfaatan pengetahuan : tradisional, lokal dan ilmiah;
5. Pengelolaan adaptif;
6. Rehabilitasi dan restorasi;
7. Pengembangan keahlian kooperatif;
8. Keterpaduan kelembagaan;
9. Kerjasama internasional.
Dengan pendekatan bioregion maka persoalan-persoalan pengelolaan
sumber daya alam dapat diatasi, karena dengan pendekatan bioregion berarti :
1. Mengurangi dikotomi dan kesenjangan perkotaan-perdesaan dalam
pembangunan berkelanjutan
2. Menyatukan dan mensinkronkan kegiatan pembangunan di darat dan di
laut
3. Mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi dan sosial dengan berbasis
pada masyarakat dan para pemangku kepentingan lokal, serta bersifat
lintas daerah dan lintas sektoral, sehingga mendorong penyelesaian
sengketa antar daerah, antar sektor, antar pemangku kepentingan
4. Mendorong kerjasama antar daerah dan memungkinkan adanya sistem
insentif dan disinsentif antar daerah dalam pengelolaan sda
5. Bersifat bottom up, lintas daerah dan lintas sektoral, sehingga kepentingan
kelompok masyarakat rentan tersebut di atas dapat diakui dan
diakomodasikan
6. Mengakui
keberagaman itu dan setiap pembangunan disesuaikan
dengan karakteristik local (ekosistem dan sosial budaya setempat)
7. Menggunakan pendekatan desentralisasi dan menjamin keadilan antar dan
inter generasi, kesetaraan gender serta membuka akses terhadap sda yang
lebih besar bagi masyarakat lokal, memiliki system yang transparan dan
bertanggung
jawab
(accountability),
dan
menggunakan
indikator
pembangunan yang memasukan unsur penyusutan sda dan lingkungan
hidup.
8. Lintas daerah dan lintas sektoral yang mendorong penegakan hukum yang
terpadu, walaupun hokum dan sistem hukum yang ada masih lemah
9. Mengakui keberagaman sosial budaya, termasuk hukum adat, memberi
ruang bagi tumbuh dan berkembangnya hukum-hukum lokal yang lebih
sesuai
dengan
sistem
nilai pengeloaan sda setempat, sehingga
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum.
10. Mengakui keberadaan hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sda,
sehingga mandat bisa diberikan oleh
negara
kepada
masyarakat
setempat untuk mengelola sda secara berkelanjutan. Dengan demikian,
masyarakat setempat mempunyai kekuatan hukum untuk mengatur
pengelolaan sda dan mencegah eksploitasi yang berlebihan.
Pendekatan bioregion juga mensyaratkan adanya kewajiban melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan SDA, yaitu :
Generasi yang akan datang, diwakili oleh organisasi non pemerintah
(ornop) lingkungan hidup, yang mempunyai kepentingan untuk dapat menikmati
SDA sekurang-kurangnya sama seperti yang dinikmati generasi sekarang.
Masyarakat
adat,
yang
berkepentingan
melestarikan
dan
menjaga
keberlanjutan SDA, meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kehidupan sosial
budayanya dari pengelolaan SDA, dan pengambilan keputusan tentang
pengelolaan SDA di wilayahnya.
Masyarakat lokal, yang berkepentingan meningkatkan kesejahteraan
hidupnya melalui pemanfaatan SDA, seperti masyarakat peladang berpindah,
pemburu dan peramu, pengumpul rotan dan hasil hutan lainnya, penambang
tradisional, petani, buruh, nelayan tradisional, dan lain-lain.
Masyarakat
pendatang,
yang
berkepentingan
untuk
memperbaiki
kesejahteraan ekonominya dengan ikut memanfaatkan SDA, misalnya pembuka
tambak, petani komoditas, nelayan, penambang raakyat, penebang kayu, dan
lain-lain. Buruh,
yang berkepentingan untuk memperoleh pekerjaan dari
kegiatan pengelolaan SDA, misalnya buruh HPH-HTI, buruh tambang, buruh
nelayan, buruh tani, buruh tambak, buruh pabrik kayu, buruh perkebunan, buruh
industri yang berbasis SDA, dan lain-lain. Masyarakat
global,
yang
berkepentingan melestarikan keanekaragaman hayati dan keberlanjutan fungsi
ekosistem dunia dengan mencegah perubahan iklim akibat pemanasan global dan
menikmati jasa lingkungan dari SDA (pariwisata).
Kaum perempuan,
yang berkepentingan untuk mendapatkan hak dan
akses yang sama dengan laki-laki dalam pengelolaan SDA dan pengambilan
keputusan tentang pengelolaan SDA. Pedagang yang berkepentingan untuk
mendapatkan keuntungan dari perdagangan komoditi SDA, misalnya pedagang
kayu, rotan, kopi, ikan, udang, dan lain-lain.
Investor
domestik
dan asing,
orang atau
kelompok
orang yang
menanamkan modalnya dalam pengelolaan SDA, dan berharap mendapatkan
keuntungan yang berkelanjutan dari investasinya. Pemerintah
daerah
yang
berkepentingan meningkatkan pendapatan asli daerahnya dan kesejahteraan
masyarakatnya
berkepentingan
kesejahteraan
melalui
pengelolaan
meningkatkan
rakyatnya
pendapatan
melalui
berkepentingan mengembangkan
SDA.
Pemerintah
pusat
yang
dan
negara
serta
pengelolaan
devisa
SDA.
Ilmuwan
yang
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
keberlanjutan fungsi SDA. Lembaga donor yang berkepentingan untuk
meningkatkan efektivitas manfaat dan daya guna dana bantuan yang diberikannya.
Lembaga keuangan yang
berkepentingan
memperoleh jaminan untuk
pengembalian uang yang dipinjamkannya melalui kepastian iklim usaha. Kaum
profesional
di
bidangnya
(rimbawan,
masyarakat
pertambangan)
yang
berkepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengaplikasikan
keahlian dibidangnya. Para politisi yang berkepentingan mendapatkan dukungan
politik dari pengelolaan dan pola alokasi SDA.
Dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di era otonomi daerah,
tujuan yang harus dicapai antara lain keseimbangan antara ekonomi, politik,
sosial, budaya dan lingkungan. Penguasaan aspek-aspek wilayah, baik secara
geografis, demografis dan inventarisasi sumber daya alam di darat dan di laut.
Daerah aliran sungai (DAS), kondisi iklim dan kondisi fisik harus dikaji
mendalam baik secara kuntitatif, maupun secara kualitatif, Memperhitungkan
faktor pembatas/hambatan baik secara ekologi maupun sosial yang dikaji secara
kualitatif dan kuantitatif, Menganalisis kemampuan dalam bidang pembiayaan,
peralatan/perbekalan dan tenaga kerja secara kualitatif dan kuantitatif.
Pembangunan daerah mengacu berbagai prinsip-prinsip pengelolaan
lingkungan alami dan budaya berbasis bioregion sebagaimana dipaparkan di
muka, secara berkelanjutan memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi
ecotourism dan bahkan edutourism, yang pada gilirannya akan memberikan
kontribusi yang besar bagi peningkatan pendapatan daerah.
Pengembangan ekosistem alami dan buatan di daerah dalam ke arah
ecotourism maupun edutourism dalam konteks pembangunan daerah tentunya
membutuhkan
forum
lokal
yang
mampu menampung dan memfasilitasi
kebutuhan pengguna (stakeholder) yang bekerja secara sinergis untuk tujuan
bersama. Pengembangan yang dimaksud hendaknya tetap mengacu pada
upaya-upaya peningkatan perekonomian masyarkat.