Jabatan Wakil Presiden Menurut Hukum Tat

Jabatan Wakil Presiden Menurut Hukum Tata Negara Indonesia
Mochamad Isnaeni Ramadhan

-

Farid Rohman
1311700101/Kelas B
Fakultas Hukum

Buku dari Mochamad Isnaeni Ramadhan yang berjudul Jabatan Wakil
Presiden Menurut Hukum Tata Negara Indonesia. Dalam buku ini dapat diuraikan
berbagai pertentangan antara lembaga kepresidenan (Presiden dan Wakil
Presiden) di Indonesia yang didasarkan pada faktor objektif maupun subjektif
sebagai indikator yang melekat pada kedua lembaga tersebut.
Buku dari Mochamad Isnaeni Ramadhan ini sangat bermanfaat bagi mata
kuliah Hukum Tata Negara dan Perbandingan Hukum Tata Negara karena
menjelaskan metode perbandingan sebagai pendekatan khusus. Artinya penulis
menggunakan metode perbandingan dalam menganalisis berbagai tugas dan
kewenangan Wakil Presiden di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Filipina,
Republik Rakyat China, Irak, India, Bulgaria dan Siprus.
Pembahasan mengenai Wakil Presiden masih langka sehingga kehadiran

buku ini mampu menstimulus para pembaca melanjutkan “kisi-kisi persoalan
mendasar” dalam bidang hukum dan politik. Hal ini berkaitan dengan jabatan
Wakil Presiden seperti kewenangan Wakil Presiden dalam menggantikan
Presiden, maupun mekanisme pengisian jabatan Presiden jika Wakil Presiden
menggantikan Presiden sampai mekanisme pertanggungjawaban Presiden dan
Wakil Presiden apabila keduanya terbukti melakukan tindak pidana.
Penulis mampu menyajikan teori baru dalam disiplin ilmu hukum tata
negara yang disebutnya sebagai teori Sistem Pemerintahan Terpadu (Integrated
Executive System). Teori Sistem Pemerintahan Terpadu merupakan sistem yang
didasarkan pada ideologi negara, yaitu Pancasila yang menekankan aspek
proporsional terhadap hubungan fungsional antarlembaga negara dalam
penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan bagi terwujudnya tujuan negara.
Melalui teori ini pula kebuntuan konstitusional antara Presiden dan Wakil
Presiden dapat ditemukan solusinya secara akurat dan proporsional.
Tentu saja ini masih tersimpan berbagai aspek ilmiah yang perlu
dielaborasi menyangkut tugas dan kewenangan Presiden dan Wakil Presiden.
Namun kehadiran buku ini mampu dijadikan “pintu gerbang penelitian” bagi
peneliti lain yang tertarik menggeluti disiplin ilmu Hukum Tata Negara maupun
disiplin ilmu Pemerintahan dan Ilmu Politik, sehingga mampu mewarnai
perkembangan akademik di Indonesia.


Pada Bab 1. Penulis menyatakan pada tahun 2004 kedaulatan rakyat
mulai bergadai karena rakyat Indonesia memilih langsung Presiden dan Wakil
Presiden, berbeda dengan sebelumnya, rakyat memilih anggota DPR dan
selanjutnya para wakil rakyat ini sebagai bagian dari MPR memilih Presiden dan
Wakil Presiden. Perubahan sistem pemilihan perwakilan ini menjadi sistem
pemilihan langsung merupakan dilema bagi ketatanegaraan Indonesia.
Kekuasaan dan kewenangan presiden secara luas diatur dalam konstitusi,
sedangkan wakil presiden umumnya ditentukan presiden, sehingga tampak
ketidakberdayaan wakil presiden mewujudkan kedaulatan dari pemilihnya.
Dari asal-asul jabatan Wakil Presiden, Wakil Presiden ini merupakan
jabatan yang ditemukan pada negara yang berbentuk republik. Demikian juga
dengan negara Indonesia, yang menganut bentuk pemerintahan republik
ditemukan beberapa ketentuan yang menyebut jabatan wakil presiden dalam
konstitusinya.
Dengan beberapa kekosongan hukum, Wakil Presiden sebagai jabatan
konstitusional seharusnya diatur dalam konstitusi tugas dan kewenangan Wakil
Presiden, pertanggungjawaban, serta hubungannya dengan pejabat-pejabat
negara yang lainnya.
Terdapat beberapa “kekosongan hukum” terkait jabatan Wakil Presiden,

antara lain tugas dan kewenangannya, hubungan kekuasaan antar Wakil
Presiden dengan Presiden dan dengan lembaga negara lainnya.
Ada cara pertanggungjawaban terkait dengan tugas Wakil Presiden saat
menjelaskan tugas, baik pada saat Presiden berhalangan maupun saat Presiden
tidak berhalangan.
Selanjutnya kekosongan hukum yang lain terkait dengan prosedur dan
mekanisme Wakil Presiden yang menggantikan Presiden sesuai dengan Pasal 8
ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945, bahwa: “jika Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia digantikan Wakil Presiden Republik Indonesia sampai habis masa
jabatannya.
Dan ada juga Pertanggungjawaban Presiden, ini berbeda dengan
pertanggungjawaban pembantu Presiden yang lain, seperti Menteri Negeri yang
harus mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Presiden sesuai dengan
substansi Pasal 17 ayat (3) UUD 1945.
Lalu Wakil Presiden tidak bertanggung jawab kepada Presiden karena
Wakil Presiden tidak dipilih dan diangkat oleh Presiden melainkan oleh rakyat.
Dikaitkan dengan Pasal 6A ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 yang
menyatakan dengan tegas Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat.
Pertanggungjawaban Wakil Presiden juga dipengaruhi oleh faktor

pencalonan dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan dengan
sistem paket, baik keduanya berasal dari partai politik yang sama, maupun
keduanya berasal dari partai politik yang berbeda.

Ada kerangka kerja Wakil Presiden, ini juga menganut beberapa teori,
teori yang diajukan pada pengaturan tugas dan kewenangan Wakil Presiden
didasarkan pada teori konstitusi sebagai “teori induk” (grand theory) serta
diajukan teori baru dengan istilah “sistem pemerintahan terpadu” (integrated
executive system) sebagai bentuk derivasi dari teori konstitusi.
Ada hubungan substansial antara konstitusi dan sistem pemerintahan
dikaitkan dengan hakikat konstitusi sebagai sarana pembatas kekuasaan.
Demikian pula dengan pengaturan kerja antara Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia seharusnya diatur dalam konstitusi, sehingga
gagasan pengaturan tugas dan kewenangan Wakil Presiden Republik Indonesia
tidak hanya didasarkan pada kepentingan politik yang bersifat sementara.
Hal ini harus disadari sebagai jawaban mana antara hukum dan politik
yang lebih supermatif, bahwa hukum sebagai pembatas kekuasaan mampu
memberikan kepastian terhadap dinamika politik.
Sebaliknya jika politik yang lebih supermatif terhadap hukum niscaya
tidak ada kepastian terhadap dinamika politik, sehingga pengaturan terhadap

kehidupan politik pun niscaya sulit tercapai sebagaimana tersirat dalam adagium
“politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya”.
Secara yuridis kedudukan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 4 ayat (2),
Pasal 6 ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 Uud NRI 1945 jo, Pasal 2 ayat (1)
dan (2) Ketetapan MPR No. II/MPR/1973. Peraturan ini hanya memuat kewengan
Wakil Presiden secara umum, sedangkan tidak mengatur kewengan Wakil
Presiden secara khusus. Konsekuensinya Wakil Presiden dalam menjalankan
tugasnya tergantung pada pemberian dan atau pelimpahan kekuasaan Presiden.
Pada Bab 2, penulis membahas Wakil Presiden di berbagai negara. Pada
negara-negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial, Wakil Presiden
memiliki tugas dan kewenangan sebagai Wakil Kepala Pemerintahan dan Wakil
Kepala Negara. Menjabat sebagai salah satu dewan dalam parlemen bagi negara
yang menganut sistem dua kamar ataupun sebagai anggota kabinet
pemerintahan di bawah Presiden.
Penulis membahas Wakil Presiden Amerika Serikat, Republik Amerika
Serikat juga senantiasa dianggap sebagai model negara yang didasarkan
pembagian Trias Politicanya Montesquieu sebagaimana dapat dibuktikan pada
sistematika pembagian konstitusinya yang ditetapkan pada tahun 1787 dalam
Konvensi Federal dan mulai berlaku efektif pada tahun 1789.
Kekuasaan Presiden Amerika Serikat, kekuasaana eksekutif terpusat pada

Presiden Amerika Serikat. Ia memegang jabatannya selama empat tahun dan
bersama-sama dengan Wakil Presiden, dipilih untuk masa jabatan yang sama.
Wakil Presiden didukung oleh para menteri memiliki kewenangan untuk
menyatakan ketidakmampuan Presiden Amerika Serikat melaksanakan
kekuasaan dan tugas-tugas kepresidenan, sebaliknya Presiden dapat
mengajukan pernyataan yang bertentangan dengan pernyataan Wakil Presiden.

Dalam pemberian jabatan Ketua Senat bukan anggota kepada Wakil
Presiden Amerika Serikat didasarkan pada pertimbangan flosofs, demi
terpeliharanya satu orang pemimpin dalam pemerintahan Amerika Serikat,
sehingga
Presiden
merupakan
satu-satunya
pemimpin
yang
harus
mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pemerintahan.
Selanjutnya Wakil Presiden Filipina, calon Presiden juga berlaku bagi calon
Wakil Presiden Filipina, sebagaimana diatur pada Article Vil Section 2 antara lain:

Warga negara asli(kelahiran); terdaftar sebagai pemilih; dapat membaca dan
menulis; paling sedikit berusia empat puluh tahun; telah menetap sebagai
penduduk Filipina sekurang-kurangnya selama sepuluh tahun sebalum pemilihan
umum diselenggarakan.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Filipina diselenggarakan dengan
cara demokratis murni atau demokrasi langsung tanpa melalui lembaga
perwakilan.
Kekuasaan Presiden Filipina, Konstitusi Filipina 1987 yang juga dikenal
dengan istilah “konstitusi pembebasan”.
Kekuasaan militer sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata
sebagaimana diatur pada Article VI Section 18.
Kekuasaan Diplomatik berupa hak mengadakan perjanjian peminjaman
uang dan perjanjian lain dengan negara asing sebagaimana diatur Article VI
Section 20.
Tugas dan kewenangan Wakil Presiden Filipina, dalam kaitannya dengan
kewenangan Wakil Presiden menggantikan Presiden diatur pada Article VII
Section 7-11.
Penulis membahas Wakil Presiden Afrika Selatan, Wakil Presiden Afrika
Selatan sebagai pembantu Presiden merupakan anggota Dewan Nasional yang
dipilih oleh Presiden. Artinya, Presiden memilih seorang dari anggota Dewan

Nasional untuk menjabat sebagai Wakil Presiden.
Kualifkasi lain tentang Wakil Presiden Republik Afrika Selatan tidak diatur
kecuali Pasal 47 yang menyatakan, bahwa setiap warga negara yang berhak
memilih dapat diangkat menjadi anggota Dewan Nasional.
Pada Bab 3, penulis menyatakan sejarah Wakil Presiden di Indonesia.
Dalam ideologi negara Pancasila tersaji pola pembagian kekuasaan secara
proporsional antarlembaga negara sebagaimana tersirat pada wacana para
Perumus UUD 1945. Khususnya antara Muhammad Yamin dan Soepomo saat
merancang susunan pemerintahan pusat (termasuk juga jabatan Wakil Presiden)
dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha –Usaha Persiapan Kemerdekaan
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPK).
Opini
muhammad Yamin tentang Jabatan Wakil Presiden diajukan
pertama kali pada sidang BPUPKI 11 Juli 1945 dalam acara Persiapan
Penyusunan Rancangan UUD dan Pembentukan Panitia Perancang UUD.

Bagi Muhammad Yamin, jabatan Wakil Presiden merupakan dari susunan
Pemerintah Pusat. Dari uraian Muhammad Yamin dapat diketahui, bahwa
gagasannya didasarkan pada kemauan rakyat yang telah dicita-citakan oleh
golongan kebangsaan dan golongan agama di Indonesia.


Pada Bab 4 Wakil Presiden dari masa ke masa, usai pembahasan tentang
beberapa penafsiran yang terkait dengan istilah “dibantu” pada Pasal 4 ayat (2)
UUD 1945, dan penggantian Presiden oleh Wakil Presiden berikut diajukan
praktik ketatanegaraan yang terkait dengan praktik pembantuan Wakil Presiden
Republik Indonesia. sejak kemerdekaan sampai dengan sekarang, Republik
Indonesia memiliki tujuh orang Presiden dan sebelas Wakil Presiden.
Pada Bab 5 optimalisasi Wakil Presiden, berdasarkan teori diketahui,
bahwa dalam sistem pemerintahan Presidensial, kekuasaan Presiden mencakup
kekuasaan riil dan kekuasaan nominal, sedangkan pada sistem pemerintahan
parlementer, kekuasaan Presiden dibatasi pada kekuasaan nominal saja.
Wakil Presiden dalam menjalankan jabatannya, pertanggungjawaban
Wakil Presiden tidak diatur secara jelas dan tegas baik dalam Undang-undang
Dasar tahun 1945 maupun Ketetapan-ketetapan MPR. Tetapi dari penjelasan di
buku dapat ditafsirkan, bahwa Presiden bertanggungjawab kepada MPR (dalam
arti luas) dan bertanggungjawab kepada Presiden (dalam arti sempit).