identitas Diri Individu yang mengalami c

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia secara umumnya terlahir dengan kemampuan kognitif melebihi
makhluk hidup yang lainnya seperti hewan dan tumbuhan sehingga mampu untuk
melakukan semua hal yang mencakup proses mental seperti thingking, problem
solving, sensing and many more. Kemampuan kognitifnya itulah yang membuat
manusia lebih unggul dari makhluk hidup lainnya. Seperti yang dikatakan oleh
Albert Bandura bahwa dengan kemampuan belajarnya manusia dapat mengamati
dan belajar banyak mengenai tingkah laku sebelum mereka melakukannya
(Myers, 2011).
Albert Bandura juga mengatakan bahwa manusia belajar melalui imitasi,
mengambil pola-pola perilaku yang mereka lihat disekitar mereka, dan melalui
proses umum yang disebut pembiasaan serta teori tersebut diperkuat oleh Gabriel
Tarde yang mengatakan bahwa masyarakat tiada lain dari pengelompokan
manusia, individu satu sama lain mengimitasinya (Angwar, Maiwan, dan
Afrimetty, 2013). Selebriti merupakan subjek yang dapat dengan mudah ditiru
melalui adanya alat komunikasi seperti televisi, radio dan internet. Pesan yang
disampaikan oleh media massa tersebut menjadi wadah bagi masyarakat untuk
mengetahui informasi terkini dan diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut
visi pemirsa (Kuswandi, 1996). Otmazgin dan Lyan (2013) mengemukakan

bahwa selebriti menyebarkan informasi mereka di kalangan kenalan atau relasi

1

dengan memanfaatkan koneksi pribadi maupun media internet dan sosial untuk
bertukar informasi dan pandangan, dan untuk menciptakan citra di masyarakat.
Ashe dan McCutcheon (Fitriani, 2009) juga mengemukakan bahwa pemujaan
terhadap selebriti lebih banyak terjadi pada remaja dan dewasa awal dibandingkan
dengan usia yang lebih tua. Individu menunjukan bahwa mereka yang memuja
selebriti memiliki identitas difusi, self esteem yang rendah dan performance yang
rendah dibandingkan dengan remaja yang menjadi pemuja selain selebriti
memiliki studi performance yang lebih baik. Cuyler dan Ackhart (Raharja, tanpa
tahun) mengemukakan bahwa identitas yang digunakan seseorang memiliki
hubungan dengan motivasi tertentu.
Identitas diri merupakan komponen yang membentuk konsep tentang diri pada
seseorang, oleh karena itu, sebelum mendefinisikan identitas diri, maka saya akan
memaparkan

terlebih


dahulu

mengenai

pengertian

konsep

diri.

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan
yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan memengaruhi
hubungannya dengan orang lain. konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi
dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan
orang terdekat dan dengan realitas dunia. Berdasarkan pengertian diatas konsep
diri seseorang akan terbentuk didasari penilaian seseorang terhadap pengalaman
dalam diri dan orang terdekat serta lingkungan tempat seseorang tinggal. Sebagai
makhluk sosial, manusia terpanggil untuk mengembangkan diri, mengadakan
dialog terus menerus dengan dirinya sendiri, dan saling berinteraksi dalam
menggapai berbagai realitas. Sebagai subjek, manusia berupaya mengukuhkan diri


2

sebagai tahapan pengembangan diri untuk menampilkan suatu bentuk kepribadian.
Sebagai pribadi, manusia merupakan totalitas yang mantap dan harmonis. Ciri
kepribadian seseorang yang memiliki identitas diri, yaitu orang yang mampu
mengendalikan dorongan emosinya, pandai membaca perasaan orang lain, dan
bisa memelihara hubungan baik dengan lingkungannya melalui pengenalan diri
sendiri secara lebih mendalam. Sebagai makhluk sosial , akan lebih baik lagi bila
seseorang memiliki sejumlah kemampuan yang merupakan komponen dasar dari
kecerdasan antar pribadi.

B. Fokus Masalah
1. Bagaimana gambaran identitas diri individu yang memuja selebriti (celebrity
worship) ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui gambaran identitas diri individu yang memuja selebriti
(celebrity worship).


D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk penelitian
selanjutnya dan memberikan kontribusi ilmiah dalam bidang psikologi.
2. Kegunaan Praktis
Memberikan informasi mengenai identitas diri pada celebrity worship.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas mengenai teori identitas diri, celebrity worship, dan
beberapa teori yang berhubungan dengan celebrity worship seperti teori pemujaan
dan teori hubungan parasosial.
A. Identitas Diri
1. Definisi Identitas Diri
Stuart dan Sundeen (Hasanah, 2013) mengemukakan bahwa identitas diri
dalah sikap individu terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini
mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan

dan potensi tubuh. Identitas diri merupakan sesuatu yang dinamis sebab terus
menerus berubah dengan persepsi dan pengalaman baru, yang merupakan sasaran
atau pelindung penting dari perasaan-perasaan seseorang, kecemasan dan nilainilai.
Parfit (1971) mengemukakan identitas diri yang terdapat pada diri tiap individu
merupakan hal penting untuk digunakan pada proses pengembangan pola diri
setiap individu karena identitas diri juga dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang
sangat kompleks. Hal tersebut dimiliki oleh setiap individu dapat memberikan
efek yang bersifat positif ataupun negatif. Identitas diri dapat dilihat dari tingkah
laku atau perilaku yang dilakukan oleh individu dalam kehidupan sehari-hari.
Individu yang memiliki identitas diri yang baik dapat berasal dari lingkungan
internalnya yakni keluarga. Individu yang tidak mendapatkan kasih sayang dari

4

keluarga cenderung akan mengharapkan kasih sayang dari orang lain, sehingga
identitas diri yang dimiliki akan berubah berdasarkan model yang ada
dikehidupannya. Perubahan identitas diri yang dimiliki oleh individu yakni ketika
individu memiliki idola yang diagung-agungkan, maka setiap individu yang
memiliki idola cenderung akan mengalami perubahan identitas diri yang
mengikuti idolanya.

Shoemaker (1999) mengemukakan identitas diri yang dimiliki oleh setiap
individu sangat berhubungan dengan teori etnis. Teori etnis merupakan teori yang
membahas mengenai peraturan-peraturan berlaku atau dapat dikategorikan
sebagai bahasan mengenai adat dan tradisi yang ada dalam satu masyarakat pada
khususnya. Identitas diri yang dimiliki oleh individu terbentuk dari etnis yang
terdapat dalam masyarkat tempat tinggalnya, sehingga peraturan-peraturan yang
merupakan adat dan tradisi dalam masyarakat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan sesuatu atau berperilaku. Identitas diri yang dimiliki oleh individu juga
masing-masing memiliki alasan “reason of person”. Kalimat tersebut jika
dihubungkan dengan teori Shoemakernyakni setiap idividu memiliki identitas diri
karena alasan hal-hal yang ada di lingkungan individu itu sendiri termasuk dalam
masyarakat (adat dan tradisi) yang telah mendarah dagings. Topik yang diambil
yakni celebrity workship berhubungan dengan penjelasan Shoemaker yakni ketika
individu memilih identitas dirinya yang baik, maka lingkungan tempat tempat
tinggal individu akan baik pula yang ditinjau dari peraturan-peraturan yang
berlaku di dalamnya.

5

2. Teori Identitas Diri

Santrock (2007) mengemukakan tahap-tahap perkembangan manusia menurut
Erikson, yaitu:
a. Kepercayaan versus ketidakpercayaan menuntut adanya perasaan nyaman
secara fisik dan ketidakpercayaan setidaknya perasaan takut dan ragu-ragu
terhadap masa depan. Masa bayi, kepercayaan akan menetukan tahap bagi
harapan seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan
menyenangkan.
b. Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan yaitu mulai menyatakan rasa
kemandirian atau otonominya. Jika bayi banyak dibatasi dan dihukum terlalu
keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.
c. Prakarsa versus rasa bersalah yaitu ketika anak-anak prasekolah mulai
memasuki dunia sosial yang luas, mereka dihadapkan pada tantangantantangan yang lebih besar dibandingkan ketika mereka masih bayi.
d. Tekun versus rasa percaya diri tidak ada saat lain yang lebih bersemangat atau
antusias untuk belajar dibandingkan pada akhir periode pengembangan
imajinasi pada masa kanak-kanak awal. Bahayanya yang dihadapi di masa
sekolah dasar adalah anak dapat mengembangkan rasa rendah diri-tasa tidak
kompeten dan tidak produktif.
e. Identitas versus kebingungan identitas adalah ketika individu dihadapkan pada
tantangan untuk menemukan siapakah mereka itu, bagaimana mereka nantinya,
dan arah mana yang mereka tempuh dalam hidupnya.


6

f. Keintiman versus keterkucilan yaitu individu menghadapi tugas perkembangan
yang berkaitan dengan pembentukan relasi intim dengan orang lain. Erikson
mendeskripsikan keintiman sebagai menemukan diri sendiri di sisi lainnya.
Jika seorang muda membentuk persahabatan yang sehat dan sebuah relasi yang
intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai, jika tisak maka ia akan
merasa terkucil.
g. Bangkit versus stagnasi yaitu membantu generasi muda mengembangkan dan
mengarahkan kehidupan yang berguna.
h. Interitas versus kekecewaan yaitu masa dimana individu mulai merefleksikan
kehidupan di masa lalu.
Erikson (Yuniardi, 2010) menyatakan empat status identitas, sebagai berikut.
a. Pengalihan identitas bagi individu yang berada dalam pengalihan status
identitas dan tidak pernah mengalami kritis identitas. Mereka telah membentuk
suatu identitas premature yang lebih berdasarkan pilihan orang tua daripada
identitas mereka sendiri. Mereka telah membuat komitmen pekerjaan dan
ideology, tetapi apa yang dapat dilakukan oleh orang tua. Ini merupakan
“identitas semu”.

b. Kebingungan identitas yaitu individu yang tidak menemukan arah pekerjaan
atau komitmen ideology, dan mencapai kemajuan kecil kea rah tujuan-tujuan
ini. Mereka kemingkinan telah mengalami krisis identitas, dan apabila benar,
mereka tidak dapat mengatasinya.
c. Moratorium adalah tahap ketika individu yang telah mulai melakukan
eksperimen dengan pilihan-pilihan pekerjaan dan ideologi namun belum

7

membuat komitmen yang pasti terhadap salah satu pilihan. Remaja yang
berada pada status moratorium langsung berada di tengah-tengah suatu krisis
identitas dan sedang mencari pilihan-pilihan hidup.
d. Pencapaian identitas yaitu kondisi bagi individu ketika telah mengetahui
tentang dirinya, mampu membuat keputusan-keputusan tegas tentang pekerjaan
dan ideology. Mereka yakin bahwa keputusan-keputusan itu dibuat
berdasarkan otonomi dan kebebasan serta komitmen internal.
Karl dan Reed (2002) dalam identitas yang dimiliki oleh individu tidak terlepas
dengan identitas moral. Identitas moral merupakan perilaku yang melekat pada
diri individu yang menjadi khas dalam berperilaku pada dunia sosial. Jones dan
McEwen (2000) mengemukakan bahwa dalam pengembangan identitas dalam diri

individu sangat membutuhkan perhatian dari lingkungan termasuk lingkungan
internal. Lingkungan internal yang dimaksud yakni keluarga.
3. Aspek-aspek Identitas Diri
Dariyo (2004) mengemukakan ciri-ciri identitas diri, yaitu:
a. Konsep diri
Konsep diri berkaitan dengan aspek fisiologis dan psikologis. Dayakisini dan
Hudaniah (Mazaya & Supradewi, 2011) menyatakan bahwa kesadaran diri adalah
hal yang sangat penting untuk memahami konsep diri dan standar, nilai serta
tujuan yang dimiliki seseorang. Effendi (2004) menjelaskan bahwa konsep diri
merupakan gambaran dan penilaian terhadap diri sendiri mencakup seluruh aspek
kepribadiannya. Juriana (2000) mengemukakan bahwa adanya konsep diri dalam
kenyataannya penting diperlukan dalam

memaknai kehidupan, memberikan

8

pemahaman bahwa untuk menghargai diri sendiri, hal yang paling utama yang
harus dilakukan yaitu seseorang harus dapat lebih mengenal dirinya, baik
mengenai kekurangan dan kelebihan diri, serta keunikan diri sebagai mahluk

ciptaan Tuhan.
b. Evaluasi diri
Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri individu yang baik,
berarti ia akan memiliki kemampuan untuk menilai, menaksir, mengevaluasi
potensi diri sendiri.
c. Harga diri
Penghargaan diri yang wajar dan proporsional merupakan tindakan yang tepat
bagi seorang individu yang mempunyai identitas diri yang matang. Individu yang
memiliki harga diri yang positif memiliki kemampuan dalam berkata-kata,
bersikap, berpikir, maupun bertindak berdasarkan nilai-nilai norma, etika,
kejujuran, kebenaran, maupun keadilan.
d. Efikasi diri
Efikasi diri merupakan kemampuan menyadari, menerima, dan
mepertanggungjawabkan semua potensi, keterampilan, atau keahlian secara tepat.
Efikasi diri akan mendorong individu untuk menghargai dan menempatkan diri
pada posisi yang tepat.
e. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri akan tumbuh dari kehidupan kelompok sosial atau keluarga
yang hangat, penuh kasih sayang, menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan
keadilan, serta saling mempercayai antara satu dengan yang lainnya.

9

f. Tanggung jawab
Individu yang bertanggung jawab mampu melaksanakan kewajiban dan tugastugasnya sampai tuntas, walau harus mengorbankan banyak tenaga, waktu, dan
biaya.
g. Komitmen
Individu yang memiliki komitmen biasanya perhatian, pemikiran, tenaganya
tercurah untuk mencapai tujuan akhir dari komitmennya. Individu yang memiliki
komitmen akan berusaha keras untuk mencapai keberhasilan, mampu mengatasi
semua rintangan atau hambatan yang menyebabkan kegagalan.
h. Ketekunan
Ketekunan tidak mengenal putus asa dan selalu berorientasi pada masa depan.
Individu yang tekun memiliki karakteristik kemandirian, rasa percaya diri,
optimis, dan pantang menyerah.
i. Kemandirian
Berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan segenap kemampuan, inisiatif,
daya kreasi, kecerdasan dengan sebaik-baiknya.
4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Identitas Diri
Furham (Ristianti, 2009) mengemukakan beberapa faktor yang dapat
memengaruhi identitas diri, yaitu:
a. Hubungan orang tua-remaja
Hubungan orang tua-remaja yang harmonis, empati, penuh kasih sayang dapat
membantu berkembangnya identitas diri yang positif. Hubungan keluarga yang
harmonis akan memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengekspresikan

10

ide-idenya dengan orang tua sebagai pengawas bukan sebagai pengekang
kebebasan. Collins (Neff dan McGehe, 2010) mengemukakan bahwa aspek sadar
diri atas kasih sayang yang diterima oleh individu di lingkungan sekitar misalnya
dari orang tua akan menghindari adanya obsesif merenungkan pikiran pesimis,
emosi dan dapat mengakibatkan pada disfungsi psikologis. Diperkirakan bahwa
remaja yang memiliki kasih sayang penuh dari individu-individu yang ada di
sekitanya yang berhubungan dengan sosial yang akan mengurangi kecemasan
depresi, sehingga individu tidak berharap kepada orang yang menurutnya bisa
memberikan kasih sayang seutuhnya lewat seorang yang diidolakan.
b. Model identifikasi
Model identifikasi biasanya adalah orang yang sukses dalam hidupnya.
Individu memiliki harapan bahwa dengan menjadi seperti model identifikasinya
maka dirinya akan meraih sukses yang sama sehingga memotivasi individu untuk
melakukan hal-hal yang dilakukan oleh model tersebut. Stets dan Burke (2000)
mengemukakan

bahwa

diri

individu

sangat

berperan

penting

dalam

mengklasifikasikan, mengelompokkan objek-objek secara khusus yang ada di
lingkungan individu yang memiliki relasi atau hubungan dengan sosial kategori
atau klasifikasi. Proses pengelompokkan atau pengklasifikasian objek-objek yang
ada biasa disebut dengan pengeompokkan diri.
c. Homogenitas lingkungan
Individu yang berada pada lingkungan yang homogen cenderung lebih mudah
membentuk identitas dirinya dibandingkan dengan yang berada pada lingkungan
heterogen. Individu yang berada pada lingkungan heterogen lebih lama

11

menghadapi krisis karena terlalu banyak alternatif yang ada di hadapannya. Faktor
lingkungan pada waktu tertentu sangat memengaruhi hasil perkembangan.
Individu yang tidak memperoleh kesempatan belajar dan tidak memperoleh
bimbingan dalam mengembangkan bakat-bakatnya, tidak akan mencapai hasil
maksimal

dari

perkembangan

rancangan

dasarnya.

Hornsey

(2007)

mengemukakan bahwa identitas sosial yang dimiliki oleh individu yang
menjelaskan bahwa konteks sosial mempengaruhi hubungan antar kelompok dan
dapat menghubungkan ide-ide menjadi sebuah paradigma yang digunakan dalam
konteks sosial tampaknya paradoks. Jadi, dapat disimpulkan bahwa identitas
moral dan sosial memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nilai keberadaan
individu di tengah-tengah keluarga dan masyarakat sekitar, sehingga kasih sayang
dapat dirasakan oleh individu dan tidak menggantungkan harapan pada seorang
atau idola secara berlebihan. Aquinoo dan Reed (2002) mengemukakan bahwa
identitas sosial dan identitas moral dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk
membangun identitas diri yang ada pada diri individu. Hal yang berhubungan
dengan identitas moral yakni keyakinan, sikap, dan perilaku. Aquinoo dan Reed
juga mengemukakan bahwa identitas moral sangat penting untuk membangun
self-important pada diri tiap individu.
d. Perkembangan kognisi
Perkembangan kognisi masa remaja adalah ketika individu mampu berpikir
secara operasional formal dan lebih sistematis terhadap hal-hal yang abstrak.
Dalam tahap ini, pola berpikir menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat

12

persoalan dari berbagai sudut pandang yang berbeda, individu cenderung lebih
mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten.
e. Sifat individu
Remaja memiliki sifat ingin tahu dan keinginan untuk eksplorasi yang besar
dimana hal ini dapat membantu pencapaian identitas.
f. Pengalaman masa kanak-kanan
Individu yang di masa kanak-kanan telah berhasil menyelesaikan konflikkonfliknya cenderung lebih mudah menyelesaikan krisis dalam mencapai identitas
diri.
g. Pengamalan kerja
Pengalaman kerja individu dapat menstimuli pengembangan identitas diri.
Individu menjadi lebih matang dengan menghadapi permasalahan yang ada di
lingkungan kerjanya sehingga individu mengetahui kelebihan atau kekurangan
apa yang dimiliki untuk menghadapi permasalahan tersebut.
h. Interaksi sosial
Dalam tahap perkembangan yang dijalani oleh remaja ditandai oleh cara
hubungan individu tersebut dengan orang lain dan kebalikannya. Hal yang sama
terjadi pada masa remaja, dimana jelas ada pengaruh hubungan timbal balik antara
remaja dan orang lain dalam perkembangan kepribadiannya.
i. Kelompok teman sebaya
Kelompok teman sebaya merupakan kelompok acuan bagi seorang anak untuk
mengidentifikasikan dirinya dan untuk mengikuti standar kelompok.

13

Rifany (2008) menambhakan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan
identitas diri remaja, yaitu:
a. Iklim keluarga. Interaksi sosio-emosional antara anggota keluarga, sikap, dan
perlakuan orang tua terhadap remaja.
b. Tokoh idola. Orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang
memiliki posisi di masyarakat.
c. Peluang perkembangan diri. Kesempatan yang dimiliki oleh remaja untuk
melihat ke depan dan menguji dirinya untuk dapat menjalani kehidupan yang
beraneka ragam.
Purwadi (2004:45) Pembentukan identitas diri remaja juga dipengaruhi oleh
gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua dan atau pihak yang mengasuh
dan merawat individu tersebut. Penelitian Purwadi (2000) menunjukkan bahwa
pengasuhan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan pembentukan
identitas diri remaja. Dalam hal ini, bgaimana orang tua mendidik dan
memperlakukan anak. Marcia (Dariyo, 2004) menyatakan terdapat dua faktor
yang menentukan status identitas remaja yaitu orang tua dan kepribadian remaja.
Faktor-faktor yang memengaruhi identitas diri remaja yaitu hubungan orang-tuaremaja, model identifikasi, homogenitas lingkungan, perkembangan kognisi, sifat
individu, pengalaman masa kanak-kanan, pengalaman kerja, interaksi sosial, dan
teman sebaya.
5. Unsur-unsur identitas diri
Shwarts (2005) mengemukakan identitas sebagai hal yang sangat penting
dikarenakan identitas yang membantu tiap individu untuk memahami,

14

menemukan tempat individu di dunia yang tak terbatas dengan banyak
kemungkinan nilai ang tak tebatas. Ego merupakan proses yang terpenting dalam
pembentukan identitas. Unsur -usur yang yang terkandung dalam identitas, yaitu:
a. Jenis kelamin
Telah disebutkan di atas bahwa pembentukan identitas yang terjadi pada setiap
individu dipengaruhi oleh ego. Identitas terbetuk karena adanya kapasitas ego
yang dimiliki oleg setiap individu itu berbeda. Ego yang ada pada perempuan dan
laki-laki berbeda, sehingga pembentukan identitas dalam setiap individu
khususnya perempuan dan laki-laki berbeda pula.
b. Etnis
Etnis juga merupakan salah satu yang penting dalam pembentukan idenitas dari
setiap individu. Seperti yang dijelaskan dalam teori Shoemaker bahwa identitas
diri yang dimiliki oleh individu terbentuk dari etnis yang terdapat dalam
masyarkat tempat tinggalnya, sehingga peraturan-peraturan yang merupakan adat
dan tradisi dalam masyarakat digunakan sebagai dasar untuk melakukan sesuatu
atau berperilaku.
c. Kewargaegaraan
Kewarganegaraan tidak jauh beda dengan etnis yang ada dalam masyarakat.
Peraturan-peraturan yang berlaku dalam sebuah Negara akan sangat berpengaruh
untuk berinteraksi dengan dunia sosial.

15

B. Celebrity Worship
1.

Pengertian celebrity worship
Darfiyanti (2012:54) Semakin tinggi tingkat pemujaan seseorang, maka

semakin tinggi juga tingkat keterlibatan dengan sosok yang diidolakan. Pemujaan
merupakan bentuk kekaguman dengan (celebrity involvement) sehingga tingkatan
ini intensitas yang tidak biasa dan penghormatan sering juga disebut sebagai
tingkatan pemujaan terhadap idola. Keterlibatan dengan selebriti oleh keintiman
(intimacy) yang diimajinasikan Maltby dkk. (2005) dibagi menjadi tiga aspek
yang terhadap sosok selebriti yang diidolakan (Maltby bisa digambarkan sebagai
suatu tingkatan. dkk., 2005; McCutcheon dkk., 2002). Rahmawati (2013:367)
Selebriti secara definisi adalah orang-orang yang dikenal secara luas oleh
masyarakat, baik itu bintang film,atlit, maupun model. Teori mengenai celebrity
worship dikemukakan oleh McCutcheon(2002) yang mengatakan bahwa celebrity
worship adalah hubungan parasosial antara fans dan idolanya. McCutcheon juga
membuat skala tingkatan celebrity worship yaitu entertainment social, intense
personal, dan borderline pathological. Entertainment social adalah motivasi yang
mendasari pencarian aktif informasi oleh fans terhadap selebriti. Intense personal
merefleksikan perasaan intensif dan kompulsif terhadap idola serta mulai
mengembangkan hubungan parasosial dengan idola tersebut. Borderline
pathological dimanifestasikan dalam sikap kesediaan untuk melakukan apapun
terhadap selebriti idola meskipun melanggar aturan, tidak terkontrol dan menjadi
irrasional. McCutcheon, Lange, dan Houran (2002) mengemukakan bahwa tidak
ada alasan kuat jika tingkat celebrity worship yang tinggi selalu mengarah pada

16

pertanda patologi sehingga individu yang memiliki tingkat celebrity worship yang
tinggi tidak berarti bahwa individu tersebut tergolong kedalam ciri individu yang
memiliki pertanda patologi.
Kaparang (2013) Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada
kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para
selebriti

membantu

dalam

pembentukan

identitas

dari

para

konsumen

kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi suatu sandaran
"aksesori fashion".

C. Teori Mengenai Pemujaan
1. Pengertian Pemujaan
Pemujaan menurut Raviv (Yuniardi, 2010) adalah salah satu dimensi
pengidolaan selain modelling. Maltby, dkk (2002) mengemukakan bahwa
pemujaan merupakan bentuk kekaguman dengan intensitas yang tidak biasa dan
penghormatan terhadap idola sehingga semakin tinggi tingkat pemujaan
seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat keterlibatannya dengan sosok idola.
Raviv (dalam Yuniardi, 2010) mengemukakan bahwa fenomena idolisasi adalah
karakteristik khusus remaja awal.
Bosma (Yuniardi, 2010) mengemukakan bahwa disisi lain pengidolaan
seringkali

diakitkan

dengan

perilaku

remaja

dalam

memenuhi

tugas

perkembagannya untuk menemukan identitas diri. Engle dan tim kasser (2005)
mengemukakan bahwa anak perempuan lebih mungkin untuk memuja selebriti.
Anak perempuan yang memuja selebriti pria menjadi kompensasi untuk

17

perempuan yang belum siap menjalin hubungan dengan pria. Maltby dkk. (2004)
mengemukakan bahwa individu yang telah menikah lebih minim untuk tertarik
kepada selebriti. Maltby dkk. (2002) mengemukakan bahwa semakin tinggi
religiusitas seseorang maka semikin menurun tingkat pengidolaan terhadap
selebriti.
Alwisol (2009) mengemukakan berdasarkan teori Erikson bahwa identitas
difusi

adalah

sindrom

masalah-masalah

yang

meliputi

gambaran

diri,

ketidakmampuan membina persahabatan, kurang memahami pentingnya waktu,
dan menolak standar keluarga atau masyarakat. Yuniardi (2010) mengemukakan
bahwa dalam dinamika perkembangan menurut Erikson sendiri, identitas
dianggap penting ketika individu memasuki masa remaja, namun demikian
identias diri ini bukanlah suatu entitas yang menetap melainkan terus mencari
bentuk hingga biasanya individu matang identitas dirinya begitu lepas dari masa
dewasa awal. Selanjutnya jika seseorang gagal memebentuk identitas diri yang
matang maka yang terjadia adalah kebingungan identitas atau identity diffusion.
Alwisol (2009) mengemukakan berdasarkan teori dari Bandura bahwa self
esteem adalah unsur kognitif dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan
pengaturan tingkah laku. Remaja biasanya mengidolakan selebritis tertentu agar
tidak dianggap kurang pergaulan oleh teman-temannya. Maltby dkk (2004)
mengemukakan bahwa kepribadian, faktor pemecahan masalah dan kesehatan
mental dapat diperbaiki dengan kepercayaan diri.
Sartono (Kompas, 20 Maret 2000 dalam Yuniarti, 2010) mengemukakan
perpaduan antara kelihaian media mengkapitalisasi idola sangat klop dengan

18

kebutuhan remaja yang sedang mencari identitas diri. karena itu, tidak heran jika
kemudian

lahir

penggemar-penggemar

fanatik.

Sheridan

dkk

(2007)

mengemukakan bahwa fans yang meniru selebriti ini dapat memiliki konsekuensi
negatif bagi fans. Fans kemudian dapat terlibat lebih dalam perilaku ekstrim
dengan rangka meningkatkan pengetahuan fans tentang selebriti dan perasaan
kedekatan dengan selebriti disukai. Celebrity worship dan perilaku adiksi
berkorelasi positif begitupun dengan hubungan antara celebrity worship dan
kriminalitas juga berkorelasi positif.
2. Hubungan Parasosial
Horton dan Whol (Fitriany, 2009) mengemukakan bahwa hubungan parasosial
yang digambarkan sebagai hubungan tatap muka yang tidak nyata antara audiens
dengan orang-orang yang tampil dalam media (yang kemudian dalam skripsi ini
akan disebut dengan istilah selebriti). Hubungan parasosial timbul sebagai
dampak dari maraknya media massa. Penggemar selalu dicirikan sebagai suatu
kefanatikan yang potensial.
Giles (Fitriany, 2009) mengemukakan bahwa sekali fans membuat penilaian
mengenai selebriti yang muncul dalam media maka selanjutnya fans akan
berespon terhadap selebriti tersebut seolah-olah selebriti berada di dalam ruang
fisiknya kemudian masuk ke dalam jaringan sosialnya dan kelompok penggemar
dilihat sebagai perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan kegilaan. Jenson
menunjukkan dua tipe khas patologi penggemar; individu yang terobsesi dan
kerumunan histeris. Kedua figur itu lahir dari pembacaan tertentu dan kritik atas

19

modernitas yang tak diakui dimana para penggemar dipandang sebagai simptom
psikologis dari dugaan disfungsi sosial (Storey, 2003).

20

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif.
Lodico, Spaulding, dan Voegtle (Emzir, 2012) mengemukakan bahwa penelitian
kualitatif adalah sebuah metodologi yang menggunakan penalaran induktif dan
sangat percaya bahwa terdapat banyak perspektif yang akan dapat diungkapkan.
Penelitian kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pemberian suara pada
perasaan dan persepsi dari partisipan dibawah studi. Hal ini didasarkan pada
kepercayaan bahwa pengetahuan dihasilkan dari setting sosial dan proses ilmiah
yang sah.
Cresswel (Emzir, 2012) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah
suatu proses yang bertujuan untuk mencari tahu secara mendalam, memahami
berbagai permasalahan manusia serta masalah sosial melalui suatu pendekatan
metodologi yang bersifat jelas dan sesuai pada kenyataan. Pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini adalah persepektif fenomenologis. Sianturi (2007)
mengemukakan bahwa fenomenologi psikologis menunjuk pada fenomenologi
sebagai metode yang diterapkan pada masalah-masalah psikologis. Fenomenologi
psikologis adalah prosedur yang lebih terbatas dan spesifik, yang dirancang untuk
mengeksplorasi kesadaran dan pengalaman manusia. Fenomenologi psikologis
bisa juga didefinisikan sebagai observasi dan deskripsi yang sistematis atas
pengalaman individu yang sadar dalam situasi tertentu. Jaspers (Sianturi, 2007)
mendefinisikan fenomenologi psikologis sebagai deskripsi yang paling lengkap

21

dan cermat mengenai apa yang dialami oleh orang yang sehat maupun oleh orang
yang sakit.
Pengeksplorasian kesadaran menunjuk baik pada tindakan maupun isi
kesadaran dengan objek dan maknanya. Hal yang dieksplorasi mencakup persepsi,
perasaan,ingatan, gambaran, gagasan, dan hal lainnya dalam kesadaran. Semua
data fenomenal itu diterima dan dideskripsikan sebagaimana adanya tanpa
pengandaian atau transformasi. Pengetahuan sebelumnya, corak berpikir, dan
penyimpangan teoretis harus disingkirkan untuk sementara waktu dan disimpan
dalam tanda kurung agar kita bisa memandang dunia fenomenal dalam segenap
kekayaan dan kemurniannya.
Sianturi (2007) mengemukakan bahwa metode kualitatif fenomenologis
menekankan pengeksplorasian dan penggambaran dunia pengalaman subjek
seperti apa adanya. Identitas diri pada individu yang memuja selebriti (celebrity
worship) sangat dipengaruhi oleh pengalaman seseorang. Oleh karena itu,
identitas individu yang memuja selebriti (celebrity worship) sangat sesuai diteliti
dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologis.

B. Batasan Istilah
1. Identitas diri ialah dibangun mengarah ke kesatuan diri yang solid yang
membedakan dengan yang lain.
2. Celebrity worship adalah hubungan parasosial antara fans terhadap selebriti.

22

3. Selebriti penyebutan untuk orang yang bekerja di depan layar dalam dunia
entertainment untuk menghibur atau memberikan insipirasi seperti penyanyi,
pemain film, host, dan atlit.
4. Fans adalah individu yang memiliki selebriti yang dijadikan sebagai idola.

C. Kriteria Subjek
Subjek penelitian dari pendekatan ini dipilih berdasarkan teknik purposive
sampling dengan mengkhususkan kriteria subjek harus memiliki selebriti idola
yang akan dipilih sebagai subjek penelitian. Subjek termasuk kedalam kategori
remaja akhir dan dewasa awal. Subjek berdomisili di Makassar.

D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di rumah dan kampus masing-masing subjek.
Penelitian awal (pilot study) dilakukan dengan melakukan wawancara pada
subjek. Wawancara dilakukan melalui blackberry massager dan wawancara
langsung.

E. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Wawancara
Menurut Hadi (Rahayu, 2004) wawancara adalah metode pengumpulan data
dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan
berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Menurut Lincoln dan Guba (Rahayu,
2004) mengemukakan bahwa wawancara betujuan untuk mengonstruksi mengenai

23

orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian,
dan lain-lain. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi
terstruktur. Pada wawancara semi terstruktur, peneliti hanya menyiapkan catatancatatan pokok untuk menjadi dasar dalam mengajukan pertanyaan. Hal ini
dimaksudkan agar proses wawancara tidak berjalan kaku namun tujuan
wawancara dapat tercapai, mengefisiensikan waktu dan meminimalisir lupa.
2. Teknik Observasi
Di samping wawancara, penelitian ini juga menggunakan metode observasi.
Menurut Rahayu (2004) observasi diarahkan pada kegiatan memperlihatkan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut. Observasi bertujuan untuk
mendapatkan data atau informasi untuk memperkuat informasi yang didapatkan
dalam proses wawancara.
Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah overt observation.
Overt observation adalah subjek mengetahui bahwa subjek sedang diamati
Observasi dilakukan selama proses wawancara pada masing-masing subjek
penelitian. Observasi dapat membantu dalam mengcocokkan perilaku yang
tampak dengan hasil wawancara pada subjek penelitian. Pada penelitian ini,
observasi yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran realita mengenai
celebrity worship pada masing-masing subjek.
3. Dokumen
Dokumen penelitian berguna untuk memperjelas bukti penelitian. Dokumen
penelitian dapat berupa rekaman wawancara, surat-surat, catatan harian, foto, dan

24

sebagainya. Dokumen penelitian dikumpulkan sejak awal penelitian ini
berlangsung hingga penelitian selesai.

F. Analisis Data
Emzir (2012:85) mengemukakan bahwa analisis data merupakan proses
sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan
materi-materi lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai
materi tersebut. Tugas analisis adalah menafsirkan dan membuat makna materimateri yang telah dikumpulkan muncul sebagai tugas menumental. Tujuan
analisis adalah membantu individu belajar menangani analisis.
Miles dan Huberman (Emzir, 2012:129) mengemukakan tiga macam kegiatan
dalam analisis data kualitatif, yaitu:
1.

Reduksi data
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyerderhanaan data “kasar” yang muncul dalam catatan-catatan tertulis di
lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian. Reduksi data
merupakan

suatu

bentuk

analisis

yang

menajamkan,

menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data.
2.

Model data
Diartikan

sebagai

sekumpulan

informasi

tersusun

yang

memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan
penyajian data, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa
yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman tentang penyajian data.

25

3.

Penarikan/verifikasi kesimpulan
Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar dan tetap terbuka

sehingga kesimpulan yang semula belum jelas, kemudian akan meningkat menjadi
\lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan ini juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung dengan maksud-maksud menguji kebenaran, kekokohan
dan kecocokannya yang merupakan validitasnya.

G. Keabsahan Data
Sianturi (2007) memaparkan beberapa syarat sehingga data yang dikumpulkan
abash, yaitu:
1. Kredibilitas (taraf kepercayaan). Kredibilitas berfungsi meyakinkan pembaca
bahwa penelitian telah dilakukan dengan benar. Kredibilitas ditunjang oleh 4
aspek, yaitu:
a. Cek

anggota.

Peneliti

akan

datang

menemui

subjek

dengan

memperlihatkan laporan hasil penelitian untuk mengecek kebenaran data
dan interpretasi yang telah dilakukan. Hal ini diperlukan untuk mencegah
kesalahan dalam membahasakan dunia pengalaman subjek yang
mengakibatkan hasil penelitian tidak sesuai dengan keadaan dan
pengalaman subjek yang sebenarnya.
b. Peer debriefing atau peer preview. Hasil penelitian akan diperiksa oleh
rekan peneliti yang telah memiliki pemahaman yang umum tentang inti
penelitian. Dia akan memeriksa persepsi, insight, dan analisis yang telah
dibuat. Fungsi peer debriefing adalah sebagai teman bertukar pikiran

26

selama melakukan penelitian (misalnya bila ada masalah dalam penelitian)
dan untuk mengritik penelitian.
c. Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
d. Keterlibatan dan pengamatan berkesinambungan. Peneliti terlibat di
lapangan untuk membangun rapport, mempelajari situasi sosial budaya di
lingkungan subjek, dan meyakinkan diri bahwa fenomena yang ditelit
dapat dilanjutkan.
2. Transferabilitas (daya transfer). Membantu pembaca melihat kemungkinan
menerapkan hasil penelitian ini dalam situasi lain yang mirip. Hal ini
berkaitan dengan generalisabilitas yang berarti kemampuan temuan
penelitian untuk digeneralisasikan pada subjek lain yang memiliki
karakteristik yang mirip dengan karakteristik yang dimiliki oleh subjek
dalam penelitian ini.
3. Dependabilitas (daya konsistensi). Dengan dependabilitas, pembaca dapat
yakin bahwa penelitian yang dilakukan adalah konsisten dan bisa diulang
pada subjek yang sama/mirip, dalam konteks yang sama/mirip, dan dengan
hasil yang sama mirip. Untuk menunjang dependabilitas penelitian ini,
dilakukan audit eksternal, yaitu mengajak konsultan atau auditor yang
memahami metode penelitian kualitatif untuk memeriksa proses dan hasil
penelitian. Konsultan tersebut lebih baik jika tidak memiliki kelekatan

27

emosional dengan peneliti sehingga dapat memeriksa proses dan hasil
penelitian ini dengan objektif.
4. Konfirmabilitas (daya kenetralan). Konfirmabilitas berarti kemampuan
hasil penelitian untuk disetujui dan dinyatakan tidak bias.

28

BAB IV
HASIL DAN ANALISA
A. Deskripsi Subjek
Total subyek dalam penelitian ini berjumlah lima orang yang menjadi satu
kelompok Focus Group Interview (FGI). Anggota kelompok memiliki rentang
usia 19 tahun hingga 21 tahun. Keseluruhan subjek memiliki status sebagai
mahasiswa. Setiap subjek memiliki selebriti idola yang berbeda-beda. Berikut ini
adalah gambaran dari subyek yang turut dalam proses FGI:
FGI pertama dilakukan pada hari minggu, 18 Mei 2014 dengan subyek peserta
yaitu :
1. AKA (19 tahun)
Subyek juga lulusan SMA. Subjek berjenis kelamin perempuan. Subjek adalah
fans dari EXO (Boyband Korea). Personil yang paling disukai adalah Christ.
2. ZM (20 tahun)
Pendidikan terakhir subjek adalah SMA. Subjek berjenis kelamin perempuan.
Subjek adalah fans dari Justin Bieber.
3. DK (21 tahun)
Subjek merupakan subjek yang memiliki usia paling dewasa. Subjek memiliki
jenis kelamin perempuan. Subjek adalah fans dari Super Junior (Boyband
Korea). Personil yang paling disukai adalah kyuhyun.

29

4. AH (20 tahun)
Subyek lulusan SMA dan sekarang berkuliah di fakultas psikologi UNM.
Subjek berjenis kelamin perempuan. Selebriti idola subjek adalah Taylor
Swift.
5. FT (19 Tahun)
Subjek lulusan SMA dan sekarang terdaftar sebagai mahasiswa aktif di sebuah
universitas di Makassar.
Tabel 1. Data Responden FGI
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Nama (inisial)
AKA
ZM
DK
AH
FT

Usia
21 Tahun
19 tahun
19 Tahun
20 Tahun
19 Tahun

Jenis Kelamin
Wanita
Wanita
Wanita
Wanita
Wanita

Pendidikan Terakhir
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA

B. Hasil
1. Subjek 1 (AKA)
a. Gambaran diri subjek
Subjek AKA merupakan seorang perempuan yang berusia 19 tahun dan
mahasiswa dari Fakulas Psikologi. Subjek memiliki kulit putih dan tinggi sekitar
158 cm. Subjek berdomisili di Makassar tepatnya di jalan kumala. Ayah subjek
bekerja sebagai seorang dokter di Rumah Sakit Haji sedangkan ibu subjek bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Subjek memiliki saudara tiga yakni satu laki-laki dan
dua perempuan.
Awal subjek sangat fans dengan EXO yakni pada tahun 2011 yang dimulai
dengan subjek membuka-buka youtube. Subjek menganggap bahwa EXO
30

merupakan kumpulan lelaki yang sangat diperlukan di masa depan. EXO
merupakan artis boyband yang berasal dari Korea. Subjek merasa sering
merindukan idola subjek dan cara yang paling mahir ketika subjek merindukan
idola subjek yakni mengunduh video terbaru subjek, ketika video yang diinginkan
belum terungah subjek hanya melihat apa yang ada di dalam laptop subjek.
Subjek merupakan seorang anak yang hidup di lngkungan keluarga yang cukup
baik. Pola asuh dari kedua orang tua subjek menggunakan pola asuh autoritarian.
Pola asuh autoritarian merupakan cara orang tua dalam mendidik anak yakni
memberikan kebebasban kepada anak namun tetap dalam kontrol yang
cukup(tetap membuat anak nyaman untuk tetap dipantau oleh kedua orang tua).
Pola asuh seperti itulah yan ditetapkan oleh orang tua subjek kepada subjek.
Subjek sangat tertarik dengan idola subjek namun perubahan yang ada dalam
diri subjek yang berhubungan dengan idolanya tidak nampak berlebihan karena
yang subjek tiru hanyalah sifat yang ada dalam diri idolanya seperti rendah hati,
baik, dan tidak sombong (menurut subjek). Subjek dapat meniru sifat idola subjek
seperti yang telah dipaparkan di atas.

b. Gambaran identitas diri subjek
1. Hubungan orang tua dan remaja
Hubungan orang tua subjek dengan subjek cukup harmonis karena subjek palig
sering meluangkan waktu subjek dengan orang tua subjek karena subjek cukup

31

merasa tenang atau terlindungi dengan orang tua subjek. Subjek sering
mempertegas bahwa kebersamaannya dengan orang tuanya sangat lebih
meyenangka dibandingkan dengan teman-teman subjek. Subjek sering melakukan
quality time bersama orang tua subjek seperti makan-makan, nonton bersama atau
dengan kegiatan-kegiatan yang lainnya.
“Kegiatan-kegiatan normal ji kayak makan bersama, nonnton, ceritacerita, masak pokoknya banyak sekaliji. Pokoknya tenang dalam
keluarga”. (baris 35-37)
“Of course, karena seperti yang saya bilang tadi bahwa keluarga
adalah komunitas yang paling aman dan saya sangat merasa nyaman.
Keluarga saya selalu jagaka, lindungika, keinginanaku semua
terpenuhi di rumah”. (baris 40-43)
2. Model identifkasi
Subjek sangat mengharapkan kesuksesan seperti idola subjek yang sekarang
seperti idola subjek EXO.

Subjek menjadikan dirinya sebagai seorang yang

sangat terikat dengan idola subjek. Subjek menjadikan idola subjek sebagai
modeling untuk mencapai kesuksesan subjek sendiri. Subjek megaku bahwa setiap
orag memilikdeling yang berbeda-beda untuk setiap kehidupan semua individu.
Usaha keras yang dilakukan oleh idola subjek akan ditiru pula oleh subjek sesuai
dengan yang dikatakan leh subjek yakni :
“Semangatnya dalam meraih impian sangat besar karena dalam hal
pemilihan karir toh mau bangetka kayak dia mauka sukses kayak
mereka. You know mi semua orang pasti mauji toh sukses eeeeeee tapi
masing-masing beda model ki dalam kehidupan sehari-harinya orang
toh termasuk saya”. (baris 118-122).
3. Homogenitas lingkungan

32

Subjek mengaku hanya dapat berinteraksi dengan keluarga subjek bukan
teman-teman subjek ataupun orang-orang yang ada di lingkungan subjek.
Gambaran orang-orang yang ada di sekitar subjek merupakan lingkungan yang
termasuk ke dalam lingkungan yang homogen. Subjek mengaku bahwa yang
menunjang sukses subjek yakni orang tua atau keluarga subjek bukan orang-orang
yang ada di sekitar subjek atau di lingkungan subjek. Alasan yang dikemukakan
bahwa subjek sulit untuk melakukan interaksi dengan orang-orang yang ada di
sekitar subjek.
“Eeeeeeee 70% pastinya lebih senang sama keluarga kah keluargami
itu tempat yang paling tenang weh. Keluarga toh menurutku lebih
kesuasana yang kayak di surge. Apa pun yang dimau dalam keluarga
toh kayak tercapai begitue. Apalagi kalo sama bapakku yang paling
mengerti. Hahahahaha kalo mintaki uang langsungki nakasi”. (baris
19-24)
“Karena begitumi tadi yang kubilang weh keluarga itu menurut saya
pribadi merupakan kumpulan orang-orang yang bisa bikinka nyaman.
Teman juga sih tapi keluarga yang paling utama menurutku karena
begitumi tadi yang kubilang apa yang diminta dominan selaluki
terkabul begitu. Teman juga pentingji sebenarnya tapi kalo
dibandingkan toh saya pilih keluarga jii nah weh”. (baris 25-31)
4. Konsep diri
Subjek dapat menyatakan konsep diri subjek seperti kesadaran diri subjek atau
penggambaran mengenai diri subjek. Sube dapat mengahragai kemampuan yang
subjek miliki atau kelebihan-kelebihan yang ada pada diri subjek dengan tetap
menjadi diri subjek.
“kalau dibilang mood sih iya banget, Eeeeeee tapi kalau kepribadian
nd tonji iyya karena haruska tetap jadi diriku sendiri weh mekipun itu
modelku toh EXO. Ce cye kan anak psikologika bede toh be your self
men hahahahah”. (baris 133-136)

33

5. Percaya diri
Percaya diri subjek timbul dari sisi keluarga subjek bukan dari kelompok sosial
subjek. Percaya diri subjek untuk mencapai tujuan hidup subjek sangat tergantung
dari dukungan-dukungan keluarga subjek.
“Eeeeeeee 70% pastinya lebih senang sama keluarga kah keluargami
itu tempat yang paling tenang weh. Keluarga toh menurutku lebih
kesuasana yang kayak di surge. Apa pun yang dimau dalam keluarga
toh kayak tercapai begitue. Apalagi kalo sama bapakku yang paling
mengerti. Hahahahaha kalo mintaki uang langsungki nakasi.” (baris
19-24)
“Karena begitumi tadi yang kubilang weh keluarga itu menurut saya
pribadi merupakan kumpulan orang-orang yang bisa bikinka nyaman.
Teman juga sih tapi keluarga yang paling utama menurutku karena
begitumi tadi yang kubilang apa yang diminta dominan selaluki
terkabul begitu. Teman juga pentingji sebenarnya tapi kalo
dibandingkan toh saya pilih keluarga jii nah weh.” (baris 25-31)
“Tergantung ada beberapa keinginan yang tidak dapat terpenuhi
dengan sahabat apalagi teman.” (baris 46-47)
c. Celebrity worship
Celebrity worship merupakan hubungan antar subjek dan idola subjek. Idola
juga merupakan seorag atau kelompok yang dikenal secara meluas dalam
masyarakat. Subjek berusaha membangun hubunga yang dekat dengan idola
subjek meskipun subjek adar bahwa idola subjek berada pada wilayah yang sangat
jauh untuk subjek jangkau. Subjek berusaha membangun hubungan dengan
idolanya dengan menggunakan teknik intertainment social. Intertainment social
merupakan suatu hubunga yang dibangun oleh subjek dengan idolanya yakni
dengan melakukan pencarian informasi yang aktif oleh fans dengan selebriti.
“Sebenarnya saya mau ketemu, realistis saja toh nda suka sekalika
numpuk-numpuk sama orang, apalagi itu yang sesame fans,ada yang
biasa cemburu baru anarkiski toh. Bisa saja itu nabunuhki nah. Malla’
34

tonja itu nah nantimatika weh nda bisak menikah dengan salah satu
personilnya EXO.” (baris 103-107)
“Ngefans bangetka karena hampir tiap hari saya nonton videonya.
Saya selalu download video-video terbarunya. Malahan di laptop saya
itu kebanyakan file dari EXO bukan tugas. Bayangkan kalo lagi kerja
tugaska haruska buka dulu videonya EXO supaya moodka weh.” (baris
138-141)
d. Hasil observasi
Subjek memakai baju berwarna putih, jilbab berwarna abu-abu dan celana
jeans biru muda. pada saat observer bertanya kepada subjek mengarahkan
pandangannya mengarah ke observer disertai menjawab pertanyaan yang
diberikan observer. Subjek duduk di sofa rumah subjek tepatnya berada di ruang
tamu rumah subjek.
Subjek sering melihat ke kanan saat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
observer. Seringkali pula subjek menggoyangkan tangan subjek dengan
mengetuk-ngetuk meja yang berada di depan subjek sambil berbicara. Subjek
sering mengatakan “eeee” pada saat menjawab pertanyaan observer. Subjek juga
sering mengecek handphone saat menjawab pertanyaan observer.

2. Subjek 2 (ZM)
a. Gambaran diri subjek
Subjek ZM adalah perempuan yang berusia 20 tahun. Saat ini subjek ZM
sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas negeri di Makassar.

35

Subjek ZM merupakan salah satu alumni dari SMP Negeri 3 Makassar dan SMK
Negeri 8 Makassar. Subjek adalah salah satu fans dari Justin Bieber. Subjek ZM
mulai ngefans sejak tahun 2009.
Subjek ZM di lingkungannya dapat bergaul baik dengan teman-temannya dan
memiliki beberapa teman akrab. Subjek ZM memiliki orang tua yang cukup
protektif, setiap subjek keluar rumah maka orang tua subjek harus mengetahui
keberadaan dan bersama siapa subjek. Subjek ZM memiliki keinginan besar untuk
ketemu selebriti idolanya.
Subjek ZM suka Justin Bieber karena menurut subjek Justin memiliki suara
yang bagus, ganteng, baik, multi-talent, serta penyayang keluarga. Subjek ZM
merasa Justin adalah salah satu calon suami yang baik. Subjek ZM membanggabanggakan Justin karena menurutnya Justin masih muda dan pintar pada bidang
musik.
Subjek ZM merasa banyak hal yang bisa dia dapat dari Justin. Subjek bisa
mendapat motivasi dari Justin yang multi-talent. Dari motivasi yang didapat,
subjek ZM dapat berkonsentrasi dalam menerima pelajaran. Subjek ZM bangga
memiliki idola yang kerja memang dari nol. Subjek rela menangis di depan orang
tuanya untuk memohon-mohon untuk menghadiri acara idolanya.
Subjek ZM belum mengetahui identitas diri subjek. subjek masih dalam masa
pencarian identitas diri. Subjek ZM masih bingung dengan identitas subjek.
Subjek ZM merasa bingung identitas dirinya terbentuk dari lingkungan atau
mengadopsi dari idolanya. Subjek ZM banyak mengikuti perilaku-perilaku idola
subjek yang menurut subjek layak untuk diikuti.

36

b. Gambaran identitas subjek
1) Hubungan orang tua dengan remaja
Subjek ZM memiliki hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang
dengan orang tua subjek, setiap subjek keluar rumah orang tua subjek selalu
mengawasi subjek dengan menanyakan kemana dan bersama siapa subjek keluar.
Hal tersebut sesuai yang dikemukakan subjek bahwa:
“Kalau keluar kaa, harus ditahu mau kemana dan sama siapa”.
(wwcr, 54-55)
2) Model identifikasi
Subjek ZM memilih Justin Bieber sebagai idolanya karena menurut subjek
Justin merupakan selebriti yang multi-talent sehingga memotivasi subjek dalam
melakukan hal-hal positif sesuai dengan pernyataan subjek, yaitu:
“Karena dia toh, apa di’? terindah banget mii begitu e, karena masih
muda, pintar main music, pintar nyanyi, cakep, multi-talented
pokoknya kayak satu paket mii. Dia juga sayang banget sama
mamanya juga. Kayak lengkap banget mii begitu ee” (wwcr, 23-26)

3) Homogenitas lingkungan
Subjek ZM memiliki lingkungan yang heterogen sehingga lebih lama
menghadapi krisis karena banyaknya alternatif yang ada di hadapannya. Subjek
ZM masih mencari identitas diri seperti yang dikemukakan bahwa:
“Itu identitasku tohh, ee apa di’ kayak masih mencari kaa. Kan belum
pii ku tahu identitasku terbentuk dari lingkungan atau kuadopsi dari
37

mana karena masih dalam masa pencarian kaa kurasa” (wwcr, 157160)
4) Konsep diri
Subjek ZM menggambarkan dirinya normal karena menurut subjek dia masih
melakukan kelakuan