MANAJEMEN REPRODUKSI BABI docx 1

TUGAS MANAJEMEN DAN PENYAKIT BABI
MANAJEMEN REPRODUKSI BABI

Oleh:
Agatha Serena L. Tobing

NIM: 1209005066

RA. C. Noorputri

NIM: 1209005067

Saruedi Simamora

NIM: 1209005068

Bianca Violanda Junus

NIM: 1209005069

I Made Wira Diana Putra


NIM: 1209005085

FAKULTAS KEDOKTRAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaian makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun judul makalah ini berjudul Manajemen Reproduksi Babi. Penulis
membahas tentang manajemen reproduksi babi yang meliputi pubertas, estrus,
perkawinan, kebuntingan,kelahiran, laktasi dan efisiensi reproduksi.
Penulis menyadari bahwa paper ini belum sempurna, namun penulis
merasa gembira dan bangga apabila tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi
pembaca dan dengan kerendahan hati penulis mengharapkan segala kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan paper ini.

Akhir kata penulis


mengucapkan terimakasih.

Denpasar, April 2014

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1

Latar Belakang.................................................................................................1

1.2


Rumusan Masalah............................................................................................1

1.3

Tujuan...............................................................................................................2

1.4

Manfaat.............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
2.1.

Pubertas............................................................................................................3

2.2.

Siklus Birahi (Estrus).......................................................................................5

2.3.


Perkawinan.......................................................................................................9

2.4.

Kebuntingan dan Kelahiran..........................................................................11

2.5.

Laktasi.............................................................................................................22

BAB III PENUTUP........................................................................................................24
3.1.

Kesimpulan.....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................25

3


BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Peternakan Babi di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini

sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat.
Perkembangan peternakan khususnya ternak babi ke arah peternakan komersial
sudah ditata sejak puluhan tahun yang lalu, bahkan pada saat ini peternakan Babi
di Indonesia sudah banyak yang bersekala industri. Perkembangan ini tentu saja
harus diimbangi dengan pengelolaan yang profesional dan disertai dengan tata
laksana yang baik.
Tanpa pengelolaan dan tata laksana yang baik, produksi ternak yang akan
dihasilkan tidak akan sesuai dengan harapan, bahkan peternak bisa mengalami
kerugian. Sehingga di harapkan Peternak atau segenap pelaku usaha di bidang
peternakan haruslah mengelola dengan baik Sapta peternakan khususnya, karena
Sapta peternakan merupakan landasan kita untuk mengembangkan dunia
peternakan. Sapta peternakan itu meliputi : bibit, pakan, kandang, pencegahan
penyakit, reproduksi, pemasaran dan pasca panen. Manajemen Reproduksi babi

merupakan suatu pola pemeliharaan yang harus dilakukan oleh peternak, meliputi
pubertas, siklus birahi(estrus), perkawinan, kebuntingan, kelahiran, dan masa
laktasi serta efisiensi reproduksi.
1.2

Rumusan Masalah
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat pubertas?
Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat estrus?
Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat perkawinan?
Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat kebuntingan?
Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat kelahiran?
Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat laktasi?

Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat efisiensi reproduksi?

1

1.3

Tujuan
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

1.4

Untuk mengetahui manajemen pubertas
Untuk mengetahui manajemen estrus
Untuk mengetahui manajemen perkawinan

Untuk mengetahui manajemen kebuntingan
Untuk mengetahui manajemen kelahiran
Untuk mengetahui manajemen laktasi
Untuk mengetahui manajemen efisiensi reproduksi
Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk menambah referensi bacaan bagi

mahasiswa Kedokteran Hewan dan khalayak umum yang menempuh bidang
peternakan.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pubertas
Pubertas adalah periode saat organ-organ reproduksi babi pertama kali
berfungsi dan menghasilkan telur atau sperma dewasa. Umur saat pubertas
dicapai berlainan antara bangsa-bangsa ternak dan juga antara anak babi yang

kelahirannya sama. Faktor-faktor hormonal yang berperan untuk merangsang
pubertas pada babi jantan dan babi betina belum banyak diketahui. Organ
utama yang mengontrol munculnya pubertas adalah kelenjar pituitary yang
letaknya di dasar otak. Kelenjar ini menghasilkan dua hormone, yaitu FSH
dan LH yang merangsang testis dan ovarium. FSH, LH dan Testosteron yang
dihasilkan dalam testis adalah yang bertanggung jawab untuk meningkatkan
perkembangan dan pemasakan sel-sel sperma pada jantan. Seekor babi jantan
akan mencapai pubertas pada umur 5- 6 bulan meskipun tidak digunakan
sampai mencapai umur 7- 8 bulan dan hanya sebagai pejantan serap.
Hormon FSH mengakibatkan pertumbuhan dan pemasakan sel-sel
telur yang banyak terpendam dalam ovarium.

Hormon LH merangsang

pelepasan telur-telur dari folikel. Pubertas/birahi pada babi dara muncul pada
umur 5-6 bulan dengan rata-rata bobot badan 70-110 kg akan tetapi tidak
dikawinkan sebelum umur 8 bulan atau pada periode estrus/birahi yang
ketiga hal ini berguna untuk produksi anak yang lebih banyak dan lama hidup
induk lebih panjang. Agar diperoleh anak yang lebih banyak maka induk
dikawinkan pada 12 – 24 jam setelah tanda estrus/birahi. Estrus atau birahi

pada induk babi adalah karena aktifitas dari hormon estrogen yang dihasilkan
oleh ovarium, kejadian ini terjadi selama 3 – 4 hari dengan perubahan tingkah
laku seperti suka mengganggu pejantan, kegelisahan meningkat, menaiki
betina lainnya dan nafsu makan menurun serta mengeluarkan suara yang
khas, kalau ditekan atau diduduki punggungnya diam saja, vulva yang
membengkak dan memerah serta lendir keruh dan mengental muncul, bila
tanda tanda ini terlihat berarti babi betina tersebut siap kawin. Dalam praktek

3

dengan dua kali perkawinan yaitu 12 dan 24 jam setelah tanda estrus dimulai
supaya ovum banyak dibuahi dan jumlah anak (litter size tinggi).
Berbagai faktor berpengaruh terhadap munculnya pubertas pada babi
betina.
1. Faktor Genetis
Babi betina Landrace mencapai pubertas lebih dini daripada babi
betina Hampshire, Yorkshire dan Duroc, yang diamati dari banyaknya yang
birahi pada umur 6 bulan.

Babi betina hasil persilangan juga mencapai


pubertas yang lebih dini daripada babi betina murni.
2. Faktor Makanan
Makanan yang baik pada saat pertumbuhan akan mempercepat
terjadinya pubertas dan sebaliknya makanan yang kurang saat pertumbuhan
akan memperlambat pubertas.
3. Faktor Musim
Di Negara-negara subtropics babi betina lebih lama mencapai pubertas
dibandingkan daerah musim panas dan mungkin hal ini disebabkan oleh
kondisi klimat yang panas dan lembab.
4. Faktor Cahaya
Babi betina yang dipelihara terkurung dengan kegelapan yang komplet
memperpanjang umur pencapaian pubertas. Babi betina yang dipilih untuk
bibit seharusnya memperoleh cahaya 18 jam per hari, karena cahaya yang
lebih banyak akan mempercepat terjadinya pubertas
5. Faktor Perkandangan
Babi betina yang dipelihara terkurung lebih lambat mencapai pubertas
dari pada yang dipelihara bebas. Babi betina yang dikandangkan atau
ditambat individual juga menunda pubertas dan menekan tanda-tanda birahi.
Kebersihan dan kepadatan kandang juga menetukan terhadap kejadian
pubertas.
6. Pengaruh Pejantan

4

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa introduksi pejantan ke
sekelompok babi betina yang sebelumnya tidak berkontak dengan pejantan,
merangsang dan menyebabkan sebagian babi betina tersebut berahi pada
umur 4 bulan
2.2.

Siklus Birahi (Estrus)
Estrus yang dikenal dengan istilah birahi yaitu suatu periode secara
psikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima
pejantan untuk kopulasi. Siklus estrus dibagi menjadi beberapa fase yang
dapat dibedakan dengan jelas yang disebut proestrus, estrus, metestrus dan
diestrus (Frandson, 1996).
Estrus merupakan periode seksual yang sangat jelas yang disebabkan
oleh tingginya level estradiol, folikel de Graaf membesar dan menjadi
matang, uterus berkontraksi dan ovum mengalami perubahan kearah
pematangan. Metestrus adalah periode dimana korpus luteum bertambah
cepat

dari

sel-sel

graulose

folikel

yang

telah

pecah

dibawah

pengaruh Luteinizing hormone (LH) dari adenohyphophysa. Diestrus adalah
periode terlama dalam siklus estrus dimana korpus luteum menjadi matang
dan pengaruh progesterone terhadap saluran reproduksi menjadi nyata.
Diestrus adalah periode dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah
pengaruh follicle stimulating hormone (FSH) dan menghasilkan sejumlah
estradiol bertambah.
Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain
tergantung dari bangsa, umur, dan spesies (Partodiharjo, 1992). Interval
antara timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode berikutnya disebut
sebagai suatu siklus berahi. Siklus berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase
atau periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, dkk.,
2001; Sonjaya, 2005). Berikut ini adalah keadaan korpus luteum dan folikel
pada ovarium sapi selama siklus estrus.
Proestrus

5

Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode pada saat folikel de
graaf tumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol
yang semakin bertambah (Marawali, dkk, 2001). Estradiol meningkatkan
jumlah suplai darah ke saluran alat kelamin dan meningkatkan perkembangan
estrus, vagina, tuba fallopi, folikel ovarium (Toelihere, 1985).
Fase yang pertama kali dari siklus estrus ini dianggap sebagai fase
penumpukan atau pemantapan dimana folikel ovarium yang berisi ovum
membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan
estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah
merangsang peningkatam vaskularisasi dan pertumbuhan sel genital dalam
persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang terjadi (Frandson, 1992).
Pada fase ini akan terlihat perubahan pada alat kelamin luar dan
terjadi perubahan-perubahan tingkah laku dimana hewan betina gelisah dan
sering mengeluarkan suara-suara yang tidak biasa terdengar (Partodiharjo,
1980).
Estrus
Estrus adalah periode yang ditandai dengan penerimaan pejantan oleh
hewan betina untuk berkopulasi. Pada umumnya memperlihatkan tanda-tanda
gelisah, nafsu makan turun atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan
dan tidak lari bila pejantan menungganginya. Menurut Frandson (1992), fase
estrus ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan,
keluarnya cairan bening dari vulva dan peningkatan sirkulasi sehingga
tampak merah. Pada saat itu, keseimbangan hormon hipofisa bergeser dari
FSH ke LH yang mengakibatkan peningkatan LH, hormon ini akan
membantu terjadinya ovulasi dan pembentukan korpus luteum yang terlihat
pada masa sesudah estrus. Proses ovulasi akan diulang kembali secara teratur
setiap jangka waktu yang tetap yaitu satu siklus birahi. Pengamatan birahi
pada ternak sebaiknya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan sore sehingga
adanya birahi dapat teramati dan tidak terlewatkan (Salisbury dan
Vandenmark, 1978).

6

Metestrus
Metestrus ditandai dengan berhentinya puncak estrus dan bekas
folikel setelah ovulasi mengecil dan berhentinya pengeluaran lendir
(Salisbury dan Vandenmark, 1978). Selama metestrus, rongga yang
ditinggalkan oleh pemecahan folikel mulai terisi dengan darah. Darah
membentuk struktur yang disebut korpus hemoragikum. Setelah sekitar 5
hari, korpus hemoragikum mulai berubah menjadi jaringan luteal,
menghasilkan korpus luteum atau Cl. Fase ini sebagian besar berada dibawah
pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Frandson, 1992).
Progesteron menghambat sekeresi FSH oleh pituitari anterior sehingga
menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus.
Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam sesudah estrus, kira-kira
24 sampai 48 jam sesudah birahi.
Diestrus
Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi,
korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran
reproduksi menjadi nyata (Marawali, dkk, 2001).
Ovulasi
Proses ovulasi dapat didefinisikan terlemparnya cairan folikel serta
ovum ke rongga peritoneal disekitar inpendibullum oviduk atau tuba uterin.
Kebanyakan hewan mamalia, ovulasi sangat berkaitan dengan birahi (estrus)
karena absorbsi sejumlah besar estrogen ke dalam aliran darah terjadi sesaat
sebelum ovulasi (Frandson, 1996).
Menurut Toelihere (1993) ovulasi didefinisikan sebagai pelepasan
ovum dari folikel de Graaf dan secara umum dikenal bahwa ovulasi disimulir
oleh LH, tetapi mekanisme yang sebenarnya tidak diketahui, mungkin LH
menyebabkan pengendoran dinding folikel sehingga lapisan-lapisan pecah
dan melepaskan ovum dan cairan folikel.
Apabila tidak terjadi fertilisasi, korpus luteum berregresi yang disebut
korpus albican. Korpus albican ini dimulai regresi 14-15 hari sesudah estrus.
Namun jika terjadi fertilisasi lalu kebuntingan korpus luteum akan terus

7

bertahan selama kebuntingan sebagai korpus luteum kebuntingan yanga
menghasilkan hormon progesteron untuk mempertahankan kebuntingan
(Toelihere, 1993).

Fisiologi Reproduksi Pada Babi Betina
Babi adalah ternak mamalia yang menghasilkan anak dalam jumlah
besar sekaligus dengan interval generasi yang lebih singkat dari pada domba,
sapi, kerbau atau kuda. Sifat-sifat tersebut membuat babi sebagai jenis ternak
dengan potensi reproduksi yang tinggi untuk produksi ternak komersial
(Toelihere, 1993).
Pubertas adalah periode saat organ-organ reproduksi babi pertama kali
berfungsi dan menghasilkan telur atau sperma dewasa. Umur saat pubertas
dicapai berlainan antara bangsa-bangsa ternak dan juga antara anak babi
sekelahiran (Sihombing, 1997). Pubertas terjadi sebagai akibat pertumbuhan
dan perkembangan lebih lanjut dari folikel-folikel dan pembentukan hormonhormon ovarial oleh folikel yang matang.
Seekor babi betina mencapai pubertas pada umur 5-8 bulan dan umur
rata-rata yang dianjurkan untuk perkawinan pertama adalah 8-10 bulan
(Toelihere, 1993). Babi betina yang berahi memperlihatkan suatu respon diam
atau sikap kawin yang jelas apabila ditekan punggungnya oleh pejantan.
Respon ini sangat bermanfaat dalam deteksi bukan saja permulaan birahi
tetapi juga tingkatan birahi karena suatu sikap yang lebih tenang dan kaku
diperlihatkan selama pertengahan periode berahi (Toelihere, 1993).
Siklus etrus berlangsung kira-kira 21 hari dan estrus sendiri
berlangsung selama 3-5 hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Ada empat
fase yang jelas dalam siklus berahi babi yaitu:
1. Proestrus : terjadi sebelum estrus dan terjadi selama 3-4 hari
2. Estrus : berlangsung selama 2-3 hari dan pada periode tersebut betina
memiliki seksual reseptif terhadap pejantan. Periode ini biasanya lebih

8

pendek pada babi dara dibandingkan babi induk. Pada saat estrus akan
terjadi ovulasi.
3. Metestrus: terjadi setelah ovulasi, corpus luteum terbentuk dalam setiap
folikel yang pecah dalam waktu 6-8 hari.
4. Diestrus: adalah waktu inaktivitas yang pendek yang ditandai oleh
penghancuran corpus luteum setelah 14 hari dari puncak berahi. Dalam
3-4 hari serombongan folikel baru mulai berkembang dan siklus tadi
akan terulang sendiri.
5. Siklus estrus pada babi
6. Birahi pada babi berlangsung 2 sampai 3 hari dengan variasi antara 1
sampai 4 hari. suatu batasan yang nyata antara permulaan dan akhir
estrus sulit ditentukan karena estrus adalah suatu fenomena yang
berlangsung gradual.
7. Babi betina yang birahi memperlihatkan suatu respon diam atau sikap
kawin yang jelas apabila ditekan punggungnya baik oleh pejantan, oleh
betina lain atau penunggu ternak. Respon ini sangat bermanfaat dalam
deteksi bukan saja permulaan birahi tetapi juga tingkatan birahi karena
suatu sikap yang lebih tenang dan kaku diperlihatkan selama pertengahan
periode birahi.
8. Ovulasi terjadi selama estrus pada babi betina dan sebagian besar ova
dilepaskan 38 sampai 42 jam sesudah permulaan estrus. Lama proses
ovulasi adalah 3,8 jam. Ovulasi terjadi kira-kira 4 jam lebih cepat pada
betina yang sudah dikawinkan dibandingkan dengan pada betina yang
belum kawin.
9. Siklus birahi pada babi mencapai 19 sampai 23 hari, rata-rata 21 hari, dan
relatif konstan. Estrus terjadi sepanjang tahun. Corpora lutea bertumbuh
sempurna dalam waktu 6-8 hari dan, kalau hewan tidak bunting,
beregresi kembali pada hari ke 14 sampai ke-16 siklus birahi.
2.3.

Perkawinan
Hanya pada saat-saat birahi saja, babi mau menerima pejantan atau
dapat dikawinkan. Tanpa timbul birahi, babi tidak dapat dipaksakan kawin.
Oleh karena itu peternak secara cepat mengetahui masa birahinya. Rata-rata

9

interval tiap sesi proses yang mempengaruhi fertilisasi babi adalah sebagai
berikut:
a) Umur saat pubertas : 4-7 (bulan) rata-rata 6 (bulan)
b) Lama birahi
: 1-5 (hari) rata-rata 2-3 (hari)
c) Panjang siklus birahi: 18-24 (hari) rata-rata 21 (hari)
Untuk mengetahui saat birahi seekor babi secara tepat, kita perlu
mengetahui tanda-tanda birahi. Tanda-tanda birahi yang dapat ditemukan
pada seekor babi adalah sebagai berikut :
a) Babi nampak gelisah dan berteriak-teriak
b) Kemaluan bengkak, pada vulva nampak merah, bagi babi induk yang
sudah sering beranak biasanya tak begitu nampak merah
c) Selalu mencoba menaiki temannya, atau ingin keluar dari kandang
d) Bila punggung diberi beban atau diduduki diam saja.
e) Dari kemaluan sering keluar lendir.
Menurut penelitian, ovulasi dimulai dengan terlepasnya sel telur dari
indung telur 30-35 jam atau hari kedua setelah gejalah birahi terlihat. Sedang
sel jantan (sperma) yang ada didalam vagina cervix akan saling bertemu pada
saluran telur (oviduc) bagian atas dekat ovarium.
Didalam alat reproduksi betina, sperma dapat hidup 24-48 jam. Dan
untuk mencapai oviduc memerlukan waktu 4-6 jam. Akan tetapi perlu
diketahui bahwa ada sperma yang hidupnya lebih pendek, kurang dari 24 jam
setelah terjadi ovulasi dan tidak semua sel telur bisa dibuahi. Jumlah sel telur
bisa 12-16, yang masak bersama-sama dan bisa dibuahi. Akan tetapi sering
juga sampai 20 buah: sebaliknya, juga tidak jarang hanya 3 atau 4 buah.
Kita mengawinkan babi harus betul-betul tepat pada waktunya, yakni babi
dikawinkan pada hari kedua setelah nampak birahi. Terkecuali babi dara (gilt)
bisa dikawinkan pada hari pertama dari masa birahi. Karena birahnya babi
dara lebih pendek dibanding babi-babi yang pernah beranak. Apabila babi
yang sedang birahi itu tidak dikawinkan, birahi akan terulang kembali pada
18 – 24 hari, atau rata-rata 3 minggu (21 hari)
Khususnya untuk babi dara diperlukan perlakuan khusus. Babi mulai
baliq pada umur 5-6 bulan, sudah birahi tapi sebaiknya jangan dikawinkan
dulu, karena kedewasaan tubuh baru tercapai pada umur 8-10 bulan dengan
berat badan + 100-120 kg.Untuk mencapai konsepsi (pembuahan) yang tinggi

10

hendaknya, babi itu dikawinkan 2 kali selama masa birahi. Babi yang baru
dikawinkan hendaknya ditempatkan tepisah dari babi-babi lain, selama 2 hari,
diberikan makanan yang baik dan ditempatkan dilingkungan tenang.
Untuk induk yang pernah beranak yang akan dikawinkan kembali,
sebelumnya dilakukan penyapian terlebih dahulu. Induk yang habis menyapih
pada umumnya akan birahi lagi 3-10 hari. Biasanya babi yang baru menyapi
akan kurus, maka sebaiknya perkawinan ditunda dulu sampai babi gemuk dan
sehat kembali.
Untuk mengawinkan babi bisa dilakukan dua sistem yakni:
1. Perkawinan Alam
Pada umumnya perkawinan bisa berlangsung selama 10 – 15 menit.
Babi betina yang birahi dimasukkan dalam kandang pejantan, bisa
dikawinkan sampai dua kali untuk mendapatkan hasil yang optimal. Betina
yang kecil dan jantan yang besar bisa dibantu dengan membuat kandang
secara khusus. Perbandingan jantan dan betina : jantan usia 1 tahun adalah
1jantan : 15-20 betina; umur jantan setahun keatas adalah 1 jantan : 30 betina.
2. Perkawinan buatan = Artificial Insimination (AI) = Insiminasi buatan
(IB)
Perkawinan ini adalah memasukkan serma kedalam kelamin betina
dengan tindakan manusia.
Keuntungan AI atau IB antara lain dapat memanfaatkan seekor
pejantan bisa diperbesar. Perkawinan bisa dilakukan diantara hewan yang
tempatnya berjauhan, misalnya babi Indenesia dengan Autralia atu Belanda.
Dengan IB, tidaklah setiap peternak memelihara pejantan sendiri sehingga
bisa hemat biaya. Pemacek yang karena sesuatu hal, misalnya pejantan terlalu
besar, pincang, dst sulit dilakukan, dengan IB dapat dikerjakan.
Sedangkan kelemahan IB yaitu tidak semua inseminator mempunyai
pengalaman yang cukup, sehingga hasil kurang terjamin. Kemungkinan akan
terbawanya bagian penyakit senantiasa ada, karena pelaksanaannya yang
ceroboh. Menyebarkan keturunan yang jelek. Misalnya karena sperma
diambil tanpa memilih pejantan yang bagus. Terlalu banya babi yang
memiliki keturunan yang sama (inbreed)

11

2.4.

Kebuntingan dan Kelahiran
1. Pemeliharaan Induk Bunting Awal
Segera setelah babi dara (calon induk) atau induk dikawinkan secara
tepat, perlu dilakukan pengecekan setiap 20-21 hari selama dua kali berturutturut

untuk

memastikan

kebuntingan

sudah

terjadi,

yaitu

tidak

memperlihatkan tanda-tanda estrus. Hari kebuntingan dihitung saat babi
dikawinkan, dan hari partus 115 hari kemudian. Bila setelah dikawinkan
masih ada tanda estrus, berarti kebuntingan belum terjadi dan induk harus
dikawinkan ulang. Sampai tanda estrus tidak nampak setelah kawin ulang,
maka tanggal kawin ulang tersebut ditetapkan sebagai hari awal kebuntingan
dan partus ditetapkan 115 hari berikutnya.
Jika keadaan memungkinkan, setelah babi dara atau induk positif
bunting, maka pemeliharaannya harus terpisah dari induk kering/babi dara
lainnya yaitu pada kandang khusus induk bunting. Hal ini dilakukan untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perkelahian dan sebagainya.
Sampai 2,5 bulan pertama tidak ada hal-hal istimewa yang perlu dilakukan
dalam menangani induk bunting awal ini. Makanan diberi dalam jumlah
biasa, yaitu 2,5 kg/ekor/hari.
2. Pemeliharaan pada akhir kebuntingan
Sebulan sebelum tanggal penetapan kelahiran disebut sebagai masa
kebuntingan akhir. Jika memungkinkan, persiapkan kandang khusus untuk
partus. Pada akhir kebuntingan ini, induk tidak dicampur dengan induk kering
atau status lainnya. Kandang harus cukup ruangan untuk induk berjalan-jalan
(exercise) guna memperlancar peredaran darah saat proses kelahiran. Induk
dan kandang harus selalu bersih. Seminggu sebelum partus, induk
diperkenalkan dengan kandang beranak. Hal ini perlu untuk induk beradaptasi
dengan lingkungan kandang yang baru. Sebelum dimasuki induk untuk
beranak, kandang didesinfeksi; dan induk dimandikan,yakni dibersihkan
dengan sabun dan air hangat.
Tujuan memelihara induk yaitu menghasilkan dan membesarkan
anak-anaknya sampai saat penyapihan. Semakin efisien tugas induk semakin

12

besar profit suatu usaha peternakan babi. Profit di dalam usaha peternakan
babi secara sederhana diukur dengan rumus: profit = output – input cost
(hasil penjualan dikurangi biaya produksi). Bila lama laktasi 6 minggu, maka
hitungan siklus melahirkan induk adalah 365 : 163 = 2,23 kali/tahun.
3. Pemberian makan induk bunting
Keinginan memberikan makan induk babi sebanyak mungkin agar
menghasilkan air susu sebanyak mungkin, mempertahankan kondisi tubuh
jumlah besar anak-anak tetap

berat. Agar supaya induk babi dapat

menghasilkan panas sekitarnya dan mencegah untuk bergerak maka
tempatkan induk babi tersebut dalam luasan kandang terbatas sehingga akan
memudahkan juga penggunakan kandang sapihan. Penggunaan panas
kandang dengan lampu rumah yang sulit bagi sebagian masyarakat akan
memberikan pengaruh pada induk babi. Pembuktian cara alternatif yang
ekonomis dan lebih efisien dan jauh lebih maju harus terus dilakukan.
Jumlah konsumsi induk babi tergantung pada suhu lingkungan. Suhu
kandang yang ideal untuk induk babi bunting adalah antara 64-68° F, tetapi
yang ideal untuk anak babi pada 102°F. Perbedaan ini merupakan kesulitan
utama. Untuk setiap peningkatan 2° F suhu lingkungan di atas 68° F, induk
babi akan mengurangi jumlah konsumsi 0,5 kg pakan per hari. Setelah
periode penyapihan, penting memberikan pakan induk hingga terus
meningkat pada hari ke-10 masa laktasi. Tetapi pemberian makanan
berlebihan bagi induk bunting, akan membuat nafsu makannya menurun.
Peningkatan gizi harus mencerminkan peningkatan volume produksi air susu
induk.
Proses kelahiran (partus) merupakan salah satu faktor paling kritis
dalam keseluruhan proses produksi ternak babi, dalam hubungan dengan
kesejahteraan induk babi dan anak-anaknya. Berbagai hal dapat terjadi yang
dapat menyebabkan kematian atau setidaknya menurunkan efisiensi
pemeliharaan induk dan anak-anaknya. Oleh sebab itu penting sekali untuk
menghasilkan suatu kelahiran normal, dan mengetahui secara dini bila ada
kelainan supaya dapat diambil tindakan secepatnya.

13

4. Proses beranak (farrowing process)
Pernahkah terpikir bahwa saat anak babi lahir, maka sistem produksi
induk akan terpengaruh? Proses kelahiran anak babi merupakan perubahan
drastis suhu yang konstan 103° F menjadi 36° F. Dari suhu hangat tubuh
induk anak babi akan keluar berpindah melalui leher rahim menuju ke suatu
tempat dengan kondisi dalam keadaan basah serta dingin berangin. Anak babi
keluar dan terjatuh ke tempat di tengah-tengah alas kering yang sebagian
merupakan tumpukan kotoran babi.
Hal seperti ini sering terjadi tetapi sebagian besar anak-anak babi
mampu bertahan. Tetapi, apabila terjadi stress dalam proses kelahiran atau
tidak berjalan baik, maka akan berpengaruh negatif pada potensi
produktivitas babi. Jika hal itu terjadi pada proses beranak (partus), dapat
mengakibatkan anak babi tidak bertumbuh dengan baik sehinga tidak
mencapai berat ideal saat pemotongan.
Karena laju pertumbuhan berkurang, rendah pula konversi pakan
menjadi daging selama proses pertumbuhan anak babi. Dari sudut ekonomi,
masih lebih baik anak babi mati pada saat masih kecil, dianggap sebagai
risiko kerugian pada tahap awal. Sementara itu induk dapat menyusui mereka
yang selamat untuk mendapatkan pengganti energi cadangannya yang rendah.
Induk akan mendapatkan sumber panas tubuh dari putingnya sehingga dapat
melanjutkan produktivitasnya.
Pada proses partus, ada persyaratan unik yang harus diperhatikan bagi
anak babi. Setiap individu harus dirawat tersendiri agar dapat mengurangi
stress yang dialaminya. Idealnya anak-anak babi harus dikeringkan pada saat
lahir, dan dimasukkan ke dalam iklim mikro pada 102 °F, dan disusui segera
setelah induknya siap. Pada umumnya proses partus terjadi pada malam hari
tanpa pengawasan, kecuali kalau ada perlakuan

prostaglandin untuk

mengatur waktu partus.
Tubuh anak babi memiliki luas permukaan yang relatif sangat besar
dibandingkan dengan berat badannya sehingga dengan cepat akan kehilangan
panas dan cadangan energi, maka kebutuhan panas dalam keadaan kering

14

sangat penting. Setelah selesai proses partus, persyaratan lingkungan anak
babi dapat disiapkan dengan menyediakan tempat beriklim mikro yang
sesuai. Tempat itu harus dekat dengan induknya, tapi masih melindungi anak
dari tindihan induk babi (crushing), dan meminimalisasi pengaruh panas
induk babi. Tempat tersebut disebut kandang sapihan (brooder) yang harus
mudah dikontrol.
5. Proses partus induk babi
Tanda-tanda induk akan memasuki periode partus adalah setelah
gangguan bergerak teratasi, induk mulai terlihat duduk dan mencoba
membuat sarang untuk persiapan partus meskipun tidak tersedia material
baginya. Selanjutnya peternak akan mengarahkan induk babi ke kandang
tempat beranak, suhu tubuhnya meningkat, dan mulai terlihat tanda kesakitan.
Kontraksi datang cepat, dan terlihat mulai ganas karena rasa sakitnya. Setelah
mengalami kelelahan beberapa jam, induk tua dapat mengatur kondisi otot
yang baik sebelum proses partus. Jika beranak dengan jumlah ’litter size’ 13
dalam selang waktu 20 menit per kelahiran, maka akan memakan waktu ratarata 260 menit atau 4 jam lebih.
Apabila kondisinya lemah, induk akan cepat menjadi lelah sehingga
proses pengeluaran foetus lebih lama, yang akan mengakibatkan anak babi
mati lemas, dan hasilnya lahir mati. Anak babi yang lain akan kekurangan
oksigen (anoxia) dan akan cacat permanen walaupun dapat bertahan hidup.
Karena aktivitas otot dan sumber panas punggungnya, induk babi pun
menjadi rentan terhadap panas yang disebabkan kelelahan, sehingga akan
melahirkan anak-anak babi yang sudah mati.
6. Pemberian makanan pada induk menyusui
Setelah beranak atau proses partus sampai beberapa hari, nafsu makan
induk babi pun menurun. Karena itu perlu pemberian air minum yang banyak.
Setelah 3 hari, ransum makanan induk diberikan agar produktivitas air susu
induk sesuai dengan jumlah anak.

15

7. Pemeliharaan anak-anak babi yang baru lahir
Tiga hari pertama setelah beranak merupakan masa kritis, sebab anak
babi sangat peka terhadap berbagai bahaya. Tanpa bulu-bulu yang cukup untuk
melindungi tubuhnya, anak-anak babi sangat peka terhadap udara dingin.
Kemungkinan terinjak atau terhimpit oleh induk, atau kelaparan bila produksi
susu induk jelek sehingga anak kekurangan gizi dan lemah.
Perhatikan baik-baik anak-anak babi ini bila menjerit lapar. Perhatikan
dan periksa puting susu atau ambing induknya: bila terasa sangat panas atau
sangat dingin, segera panggil dokter hewan untuk dibedah. Setelah 3 hari
pertama masa kritis berlalu, anak-anak babi akan menjadi lebih baik. Pada
masa setelah kelahiran (post farrowing), adalah penting mengarahkan anakanak babi sampai ke ambing supaya mendapatkan konsumsi kolostrum.
Ternak muda memiliki kemampuan untuk menyerap antibodi secara
langsung ke dalam aliran darah untuk beberapa jam pertama setelah lahir.
Kemampuan tersebut kemudian akan berkurang karena penambahan usia, dan
terutama setelah cairan pertama tertelan. Oleh karena itu penting bahwa semua
anak-anak babi harus dapat menyusui kolostrum yang kaya antibodi.
Dalam

kandang

besar,

praktik

perlakuan

yang

baik

adalah

mengumpulkan anak babi yang pertama lahir, dan membatasi mereka di daerah
‘creep feeder’ supaya akses ke ambing anak-anak babi yang lahir kemudian
tidak terhalang.

Gambar Kandang sapihan (brooder) tradisional

8. Pemeliharaan Anak Babi
a. Pemotongan Taring dan Ekor
16

Anak babi yang baru lahir mempunyai gigi yang tajam yang dapat
menimbulkan rasa sakit pada puting induk saat menyusu. Ujung gigi
‘canin’ dan ‘pre molar’ ini harus dihilangkan dengan menggunakan
gunting yang tajam (pinset gigi).
Dalam proses perkembangan selanjutnya, juga sering dilakukan
pemotongan terhadap ekor anak babi. Ekor anak babi akan cukup
merugikan dalam proses perkembangan dan pertumbuhannya. Beberapa
hal merugikan apabila ekor ternak babi dibiarkan, yaitu mudah terjadi
perkelahian atau gigitan antarternak pada ekor; hal lainnya ekor juga akan
menyebabkan ternak babi turut mengibaskan kotoran ke tempat makan
atau ke sesama ternak dalam kandang.
Pemotongan taring dan ekor dilakukan pada saat masih anak babi
agar mudah dilaksanakan dan mengurangi resiko terlalu banyak
pendarahan, tetapi harus dilakukan secara steril dan higienis untuk
menghindari serta mengurangi terjadinya infeksi penyakit yang sangat
mudah menyerang anak babi. Operator pemotongan taring dan ekor
sebaiknya sangat memperhatikan kemungkinan adanya anak babi yang
sakit agar tidak ditempatkan bersama-sama dengan ternak yang sehat.
b. Penyuntikan Ferrum
Zat besi di dalam tubuh anak babi sangat terbatas, padahal zat itu
sangat esensial untuk pembentukan hemoglobin, yaitu pigmen dalam sel
darah merah yang bertanggung jawab membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Defisiensi zat besi ini menyebabkan anemia, yaitu suatu penyakit yang
lazim terjadi pada anak-anak babi yang dipelihara dalam kandang. Kadar
zat besi di dalam air susu induk sangat sedikit, karena itu sangat perlu
menambahkan zat besi pada anak babi yang baru lahir. Penambahan ini
dapat diberikan melalui oral atau dengan injeksi.
c. Penimbangan pada umur 3 minggu
Sangat dianjurkan menimbang anak babi sebab hal ini menjadi
indikator tentang kemampuan induk mensuplai air susu, karena berat anak
babi (litter) pada umur 3 minggu semata-mata tergantung pada penampilan
induk babi akan kemampuannya menghasilkan dan memberi makan anak-

17

anaknya.

Gambar Timbangan Ternak Modern

9. Pemeliharaan Masa Penyapihan
a. Penyapihan
Penyapihan ternak atau hewan adalah suatu periode transisi dari
hewan mamalia muda, dari ketergantungan gizi dan sosial secara
menyeluruh terhadap induknya, menjadi bebas dari ketergantungan pada
induknya. Proses penyapihan pada umumnya sulit dan lambat. Dalam
periode tersebut hewan/ternak muda mulai menunjukkan perilaku dewasa
dalam memenuhi kebutuhan berbeda seturut umurnya.
Umur anak babi bebas/tidak tergantung pada induknya dapat
tercapai dalam kondisi alamiah, tergantung pada interaksi yang rumit
antara kepentingan sepihak sang induk dan anak babi muda (off spring).
Optimalisasi untuk menyelesaikan proses penyapihan, dari sudut
pandang induk, akan berbeda ketika induk telah berinvestasi cukup pada
babi muda dalam memaksimalkan peluang berkembang biak mereka
sesuai dengan peningkatan usia hidup, diiringi dengan konsistensinya
untuk mempertahankan tingkat energi yang cukup tinggi agar mereka
berhasil dalam berkembang biak. Ternak muda biasanya memiliki
ketergantungan yang lebih pada induknya untuk bertahan lebih lama

18

memenuhi kebutuhan mereka yang tinggi dari induk supaya mendapatkan
pertumbuhan yang optimal.
Untuk menentukan akhir proses penyapihan perlu memperhatikan
keseimbangan antara berbagai faktor, seperti kondisi gizi induk,
kemungkinan berkembang biak lagi, kondisi gizi ternak muda, dan jumlah
perawatan yang masih disediakan oleh induk secara alami setelah
penyapihan.
Untuk dapat melahirkan dua kali setahun, maka induk babi harus
menjaga anaknya paling lambat pada umur 2 bulan (8 minggu). Tetapi
dengan kemajuan teknologi dalam kandang dan manajemen, maka tak
perlu menunggu sampai 8 minggu. Banyak peternak melakukan
penyapihan pada umur 5 minggu (berat badan 35 hari.
Dalam proses penyapihan, cara yang baik dilakukan adalah induk
dipisahkan dari anak (induk keluar dari kandang beranak) dan bukan
sebaliknya. Hal ini berarti bahwa anak-anak babi tetap dalam lingkungan
kelompok yang sama sehingga mengurangi stress pada anak babi.
Pemeliharaan anak babi yang disapih bertujuan untuk keuntungan
potensial masa depan. Penyapihan dan pemeliharaan yang tepat akan
menjamin kerja dan eksistensi masa depan usaha peternakan. Memelihara
dengan baik akan menjadi permulaan yang baik dan sangat penting bagi
masa depan kinerja dan profitabilitas usaha.

19

b. Proses penyapihan
Penyapihan adalah masa pemeliharaan yang sangat traumatis bagi
anak babi. Peternak akan mengganti atau memindahkan sumber utama
makanan dan air dari kandang dan mengelompokkan anak-anak babi
keluar dari induknya. Di banyak peternakan, kelompok anak babi akan
digabungkan dengan sejumlah besar ternak babi lain; dipindahkan dengan
memasukkan mereka ke dalam gerobak atau trailer, atau lebih buruk lagi
dengan angkutan tanpa pelindung, dan dibawa dan dipindahkan ke
kandang yang baru. Ada yang tetap dalam kandang mereka, tetapi yang
lain dipindahkan dan dicampuradukkan dengan ternak babi lain yang lebih
besar dan berbeda jenis, yang mana per kandang (pen) dapat bervariasi
jumlah anak babinya, dari sepuluh hingga ratusan.

Gambar Kandang sapihan (brooder) modern
c. Tujuan utama penyapihan
Tujuan utama penyapihan adalah mendapatkan anak-anak babi
yang baik dan mengkonsumsi pakan secepat mungkin. Anak-anak babi
diberi makan secara ‘ad libitum’ dengan makanan hangat, steril,

dan

bergizi tinggi untuk pengganti air susu induk babi. Makanan dan minuman
yang memadai tersebut harus tersedia bagi semua anak babi supaya
mereka makan dan minum bersama.
Air bersih harus tersedia secara bebas di tempat minum yang
terbuka di kandang. Jika anak babi tidak minum maka ia akan berhenti

20

makan dan mengalami dehidrasi sangat cepat. Dehidrasi adalah risiko
terbesar pasca penyapihan. Harus selalu diperhatikan dengan sangat bahwa
sistem pengairan bekerja dengan benar, dan tempat air pada jaringan pipa
tangki harus bersih untuk ketersediaan air bersih dan segar. Apakah tidak
tersedia sistem air minum dalam bentuk putting, maka sistem
pemeliharaan air harus baik. Sistem ketersediaan air minum berada di
sekitar kandang agar memudahkan anak babi sapihan mengakses air.
Dalam beberapa hari pertama, air segar dan makanan harus
diberikan sesering mungkin dalam kandang (pen) anak babi sapihan.
Sedikit tetapi sering adalah yang terbaik. Butiran (creep feed) tidak boleh
disimpan dalam tempat tertutup atau kantung tertutup dalam gudang
penyimpanan karena pakan tersebut akan menyerap bau dan menjadi cepat
basi.
Jika terlalu banyak tersedia pakan segar bagi anak babi sapihan,
maka akan banyak pakan yang terbuang–jika sudah mencapai lebih dari
10% maka itu–merupakan biaya pemborosan yang besar untuk usaha
ternak babi.
Induk babi sering menyusui pada malam hari dan setelah itu anak
babi akan mencari makanan. Karena itu disarankan kandang sapihan
(brooder) perlu diberikan penerangan lampu supaya anak babi bisa
bergerak di malam hari, dan untuk mempertahankan suhu tetap hangat di
lingkungan kandang. Ternak babi memiliki penglihatan kurang pada
malam hari. Pemberian makanan anak babi sapihan harus pada malam
hari, diberi makan dan minum malam dan pagi hari esoknya.
Tempat makan harus selalu dalam keadaan bersih dari sisa
makanan lama setiap pemberian makan. Tetapi sisa makanan ini dapat
diberikan kepada babi lebih tua. Hal rutin yang berguna adalah
menempatkan alas kayu solid atau nampan di lantai kandang untuk
beberapa hari pertama sebagai tempat pakan butiran.

21

2.5.

Laktasi
Proses pelepasan susu dipengaruhi oleh hormone dan mekanismenya

adalah melalui stimulasi dari hipotalamus, oksitosin dari kelenjar hipofisis
posterior yang disekresikan ke dalam darah, akan menyebabkan kontraksi sel-sel
mioepitel disekeliling alveoli dan saluran susu. Namun pelepasan oksitosin ini
bisa dihambat oleh pelepasan adrenalin dan epineprin akibat terjadi ketakutan
maupun kegelisahan dari hewan. Adrenalin menyebabkan vasokontriksi sehingga
suplai darah dan oksitosin akan berkurang didalam mamae (Toelihere, 1985).
Pada saat laktasi, produksi susu induk yang maksimal dicapai pada
minggu ketiga dari masa laktasi, setelah itu akan menurun secara teratur. Untuk
mempertahankan laju pertumbuhan anak babi perlu diberikan pakan tambahan.
Pakan tambahan ini disebut Krip.
Manfaat krip ini adalah untuk :
1. Manambah bobot badan anak babi saat disapih.
2. Mempertahankan kondisi induk babi saat anaknya disapih.
3. Memperkecil hambatan pertumbuhan anak babi lepas sapih.
Makanan krip awal yang diberikan berupa susu skim ataupun lemak
tambahan, dengan sedikit bahan produk bukan susu seperti pati, sukrosa dan
tambahan protein bukan susu berkualitas baik.
Mekanisme dan Hormon yang berpengaruh pada laktasi
Pertumbuhan dari kelenjar mamae dapat dipengaruhi oleh beberapa
hormone diantaranya adalah:
a. Estrogen, hormone pertumbuhan dan kortisol, menyebabkan awal
pertumbuhan dari sistem saluran.
b. Progesteron : Menyebabkan pertumbuhan lebih lanjut dari sistem saluran
atau duktus serta perkembangan alveolar.
c. Prolaktin : Perkembangn alveoli, mulai sekresi susu dan mempertahankan
laktasi (Toelihere, 1985).

Dalam merangsang laktasi prolaktin harus

bekerjasama dengan hormone lain seperti Cortisol, GH, hormone tyroid,
dan Insulin.
Laktasi terdiri dari dua fase yaitu sekresi susu dan pelepasan susu,
1.

Sekresi susu terdiri dari:
a. Sintesa penyusun susu dalam sel alveoli

22

b. Pengangkutan secara intramuscular dari unsur-unsur pembentukan susu
c. Pengeluaran penyusun susu dari sel ke dalam lumen alveoli.
2.

Pelepasan susu terdiri dari:
a. Pelepasan pasif susu dari penampung susu dan duktus besar
b. Pancaran susu secara reflex dari alveoli (Tomaszewska, 1991).

2.6.

23

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Manajemen Reproduksi babi merupakan suatu pola pemeliharaan yang
harus dilakukan oleh peternak. Adapun manajemen reproduksi tersebut meliputi
pubertas sampai proses laktasi. Pubertas adalah periode saat organ-organ
reproduksi babi pertama kali berfungsi dan menghasilkan telur atau sperma
dewasa. Faktor yang mempengaruhi pubertas adalah genetik, makanan, musim,
cahaya, kandang, dan lingkungan. Setelah masa pubertas, babi betina mengalami
5 siklus estrus yang berlangsung selama 21 hari. Babi betina hanya menerima
pejantan pada masa birahi saja. Pada saat inilah terjadi perkawinan.

Lama

perkawinan pada babi sekitar 10-20 menit. Pada masa kebuntingan terjadi selama
114 hari, dan proses kelahiran pada babi 1-12 jam. Setelah proses kelahiran perlu
diperhatikan apakah induk menyusui, hal ini harus diperhatikan karena pemberian
air susu induk 24 jam pertama mengandung kolostrum yang bermanfaat bagi anak
babi.

24

DAFTAR PUSTAKA
Frandson,R.D.1992.Anatomi dan Fisiology Ternak,edisi ke-4 diterjemahkan oleh
Srigandono,B dan Praseno,K.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Frandson, R.D., 1996, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-7, diterjemahkan
oleh Srigandono, B dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.http://beternakcara.blogspot.com/2013/11/pubertas-padaternak-babi.html
Najibulloh, Muhamad. 2012. Pola dan Sistem Produksi pada Ternak.
http://najibdhevie.blogspot.com/2012/12/pola-dan-sistem-produksipada-ternak.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2014.
Marawali, A., M.T. Hine, Burhanuddin, H.L.L. Belli. 2001. Dasar-dasar ilmu
reproduksi

ternak.

Departemen

pendidikan

nasional

direktorat

pendidikan tinggi badan kerjasama perguruan tinggi negeri Indonesia
timur. Jakarta.
Partodiaharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya.
Jakarta Lopez, H., L. D. Satter, and M. C. Wiltbank.2004. Relationship
between level of milk production and estrous behavior of lactating dairy
cows. Anim. Reprod. Sci. 89:209–223.
Sihombing D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

25