BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.4 Sistem Transportasi II.1.1 Pengertian - Analisis Pemilihan Moda Antara Bus dan Kereta Api (Studi Kasus : Medan – Tanjungbalai)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.4 Sistem Transportasi II.1.1 Pengertian Sistem transportasi merupakan gabungan dari dua defenisi, yaitu sistem dan

  transportasi. Sistem adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain dalam tatanan yang terstruktur, sedangkan transportasi adalah suatu usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan orang ataupun barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih berguna atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.

  Maka, dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, sistem transportasi adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan atau usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara terstruktur untuk tujuan tertentu.

  Adapun yang menjadi tujuan perencanaan sistem transportasi adalah :  Mencegah masalah yang tidak diinginkan yang diduga akan terjadi pada masa yang akan datang (tindakan preventif).

   Mencari jalan keluar untuk berbagai masalah yang ada (problem solving).  Melayani kebutuhan transportasi (demand of transport) seoptimum dan seseimbang mungkin.

   Mempersiapkan tindakan/kebijakan untuk tanggapan pada keadaan di masa depan.

   Mengoptimalkan penggunaan daya dukung (sumber daya) yang ada, yang juga mencakup penggunaan dan yang terbatas seoptimal mungkin, demi mencapai tujuan atau rencana yang maksimal (daya guna dan hasil guna yang tinggi).

II.1.2 Komponen Sistem Transportasi

  Dalam ilmu transportasi, alat pendukung proses perpindahan diistilahkan dengan komponen sistem transportasi yang mencakup berbagai unsur (subsistem) berupa: a.

  Ruang untuk bergerak (jalan atau rel) b.

  Tempat awal atau akhir pergerakan (terminal atau stasiun) c. Yang bergerak (alat angkut/kendaraan dalam bentuk apapun) d.

  Pengelolaan : yang mengkoordinasi ketiga unsur sebelumnya e. Pengguna sistem transportasi (orang atau barang)

  Berfungsinya alat pendukung proses perpindahan ini sesuai dengan yang diinginkan, tidaklah terlepas dari kehadiran subsistem tersebut di atas secara serentak. Masing-masing unsur itu tidak bisa hadir beroperasi sendiri-sendiri, kesemuanya harus terintegrasi secara serentak. Seandainya ada salah satu saja komponen yang tidak hadir, maka alat pendukung proses perpindahan (sistem transportasi) tidak dapat bekerja dan berfungsi.

II.1.3 Peranan Transportasi

  Transportasi memiliki peranan penting dan strategi dalam pembangunan nasional, mengingat transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan. Transportasi harus digunakan seefesien mungkin, karena ketidakefesienan sistem transportasi merupakan pemborosan besar. Pentingnya transportasi sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan memiliki dua fungsi ganda yaitu sebagai unsur penunjang dan sebagai unsur pendorong. Sebagai unsur penunjang, transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan berbagai sektor dan menggerakkan pembangunan nasional. Sebagai unsur pendorong, transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk membuka daerah-daerah yang terisolasi, melayani daerah terpencil, merangsang pertumbuhan daerah tertinggal dan terbelakang.

  Jadi, transportasi memegang peranan yang sangat penting karena melibatkan dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia yang saling berkaitan. Semakin lancar transportasi tersebut, maka semakin lancar pula perkembangan pembangunan daerah maupun nasional.

  I.5 Konsep Pemodelan

  II.2.1 Defenisi Model

  Model adalah sesuatu yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya yang ada di lapangan atau merupakan suatu alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur. Bentuk dari model dapat berupa:

  1. Model fisik, yakni model yang menggambarkan keadaan sebenarnya dengan ukuran yang lebih kecil dengan menggunakan skala. Misalnya: model arsitek (model perumahan, rumah, mall, dll.) dan model teknik (model pengembangan wilayah, kota, kawasan, dll.) 2. Model peta dan diagram. Misalnya: kontur tanah, kemiringan tanah, lokasi sungai, gunung, jembatan, batas administrasi pemerintah, dan lain- lain.

  3. Model statistik dan matematik, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan matematis. Model inilah yang dipakai pada perencanaan transportasi. Misalnya: menerangkan aspek fisik, sosial-ekonomi, dan model transportasi.

  Keuntungan pemakaian model matematis dalam perencanaan transportasi adalah saat membuat formulasi, kalibrasi serta penggunaanya, para perencana dapat belajar banyak melalui eksperimen, tentang kelakuan dan mekanisme internal dari sistem yang diteliti dan dianalisis.

II.2.2 Konsep Perencanaan Transportasi

  Ada beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang hingga saat ini dan yang paling populer adalah ‘Model Perencanaan transportasi Empat Tahap (Four Step Models)

  ’. Keempat model tersebut antara lain : 1. Model Bangkitan Pergerakan (Trip Generation Models), yaitu pemodelan transportasi yang berfungsi untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan) dari suatu zona/kawasan/petak lahan dan jumlah (banyaknya) perjalanan yang datang/tertarik (menuju) ke suatu zona/kawasan/petak lahan pada masa yang akan datang (tahun rencana) per satuan waktu.

  2. Model Sebaran Pergerakan (Trip Distribution Models), yaitu pemodelan yang memperlihatkan jumlah (banyaknya) perjalanan/yang bemula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah (banyaknya) perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal.

  3. Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice models), yaitu pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

  4. Model Pemilihan Rute (Trip Assignment Models), yaitu pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan yang memilih berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut.

  Secara konsepsi, perencanaan transportasi empat tahap ini dapat digambarkan seperti Gambar 2.1 di bawah ini : Aksesibilitas

  (Accesibility) Bangkitan Perjalanan

  (Trip Generation) Sebaran Pergerakan

  (Trip Distribution) Pemilihan Moda

  (Mode Choice) Pemilihan Rute

  (Trip Assignment) Arus pada Jaringan

  Transportasi (Flow at

  Transportation Network )

Gambar 2.1 Bagan Alir (Flowchart) Konsep Perencanaan Transportasi Empat

  Tahap Dalam penelitian ini, model yang dibahas hanya mengenai Model Pemilihan Moda (Mode Choice Model).

  Menurut Miro (2005) dalam Djakfar, L. Dkk (2010), Konsep Perencanaan Transportasi Empat Tahap merupakan gabungan dari beberapa submodel dan tiap- tiap submodel dianalisis secara terpisah dan berurutan, namun pada keadaan tertentu, urutan tersebut bisa juga digunakan tanpa berurutan yang disebabkan hal seperti:

  Kurangnya kualitas dan kuantitas data yang ada

  • Apa tujuan dari studi atau kajian tersebut
  • Terbatasnya waktu dan dana studi
  • I.6 Model Pemilihan Moda Transportasi ( Mode Choice Model)

  Pemilihan moda masuk pada tahap ketiga perencanaan transportasi setelah tahap untuk mendapatkan bangkitan perjalanan dan distribusi pergerakan. Pada tahap ketiga ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaku perjalanan terbagi-bagi ke dalam (atau memilih) moda angkutan yang berbeda-beda. Dengan kata lain, tahap pemilihan moda merupakan suatu proses perencanaan angkutan yang bertugas untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan atau barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

  Pemilihan moda merupakan model penting didalam perencanaan transportasi angkutan umum. Hal ini dikarenakan peran kunci dari angkutan umum dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas sistem pergerakan dalam suatu sistem transportasi (Tamin, 2000).

II.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda

  Ada 4 (empat) kelompok faktor yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap pelaku perjalanan dalam memilih suatu moda transportasi (Bruton (1975) dalam Miro (2005) ), yaitu: 1.

  Kelompok faktor karekteristik si pelaku perjalanan (traveler

  characteristics factor ). Beberapa variabel berikut ini diyakini sangat

  mempegaruhi pemilihan moda:  Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi (car ownership ).

   Pendapatan (income), berupa daya beli sang pelaku perjalanan untuk membiayai perjalananya.

   Kondisi kendaraan pribadi (tua, jelek, baru dll).  Kepadatan pemukiman (density of residential development).  Sosial ekonomi lainnya, seperti struktur dan ukuran keluarga

  (pasangan muda, punya anak, pensiun atau bujangan), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi pekerjaan, punya lesensi mengemudi (SIM) atau tidak.

2. Kelompok faktor karakteristik perjalanan (travel charecteristics factor).

  Terdapat beberapa variable yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pengguna jasa moda transportasi dalam memilih moda:  Tujuan perjalanan (trip purpose) seperti pergi bekerja, sekolah, sosial dan lain-lain.

   Waktu perjalanan (time of trip made) seperti pagi hari, siang, tengah malam, hari libur dan seterusnya.

   Panjang perjalanan (trip length), merupakan jarak fisik (km) antara asal dengan tujuan, termasuk panjang rute, waktu pembanding kalau menggunakan moda-moda lain, disini berlaku bahwa semakin jauh perjalanan, semakin orang cendrung memilih untuk naik angkutan umum.

3. Kelompok faktor karakteristik sistem transportasi (transportation system

  characteristics factor ) . Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua

  kategori. Pertama, faktor kuantitatif seperti:  Waktu relatif perjalanan (relative travel time): mulai dari lamanya waktu menunggu kendaraan, dan waktu diatas kendaraan.

   Biaya relative perjalanan (relative travel cost), merupakan seluruh biaya yang timbul akibat melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang berkompetisi seperti tarif, bahan bakar dan lain-lain.

   Tingkat kehandalan angkutan umum dari segi waktu (tepat waktu), ketersediaan ruang parkir dan tarif.

  Kedua, faktor kualitatif:  Tingkat pelayanan relative (relative level of service). Merupakan variabel yang cukup bervariasi dan sulit diukur, contohnya adalah variabel kenyamanan dan kesenangan.

   Tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan.

4. Kelompok faktor karakteristik kota dan zona, yaitu:  Jarak kediaman dengan tempat kegiatan.

   Kepadatan penduduk (population density). Menurut Kanafani (1983), ada 2 variabel yang digunakan dalam menjelaskan pemilihan moda, yaitu: 1.

  Variabel permintaan sosio-ekonomi.

   Pendapatan (income).  Usia dan peran dalam keluarga (age and role in household). Orang dengan usia yang sangat muda ataupun sangat tua (misal: usia kurang dari 20 tahun dan usia di atas 70 tahun) cenderung tidak menggunakan kendaraan pribadi dan akan menggunakan angkutan umum. Pada keluarga yang memliki satu kendaraan, kepala keluarga akan cenderung menggunakan kendaraan untuk bekerja, sedangkan anggota keluarga lainnya akan menggunakan angkutan umum.

   Kepemilikan kendaraan (car ownership). Jumlah kepemilikan kendaraan dalam sebuah keluarga akan mempengaruhi dalam memilih moda. Apabila jumlah kepemilikan kendaraan dalam sebuah keluarga ada banyak, maka anggota keluarga akan cenderung tidak menggunakan transportasi umum.

   Banyaknya jumlah anggota keluarga (household size). Jumlah anggota keluarga dalam sebuah keluarga akan mempengaruhi jumlah kendaraan dalam sebuah keluarga dan akan memberikan dampak dalam pemilihan moda.

   Lokasi tempat tinggal (residential location). Keluarga yang tinggal di pertengahan kota akan cenderung menggunakan transportasi umum daripada yang tinggal di daerah pinggiran kota. Pada daerah tengah kota, akses untuk transportasi umum akan lebih mudah dijangkau daripada di daerah pinggir kota, sehingga orang yang tinggal di pertengahan kota akan lebih sering menggunakan transportasi umum.

   Profesi (profesion). Pelaku perjalanan yang merupakan pekerja berkerah putih (pekerja kantoran) biasanya akan cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk bekerja daripada pekerja kerah biru (pekerja lapangan, misal: tukang).

2. Variabel tingkat pelayanan.

   Waktu perjalanan dalam kendaraan (in-vehicle travel time).  Akses, waktu menunggu, dan waktu pindah kendaraan (access, waiting, dan transfers time ).

   Biaya perjalanan (travel cost).

   Variabel kualitatif dan sikap (qualitative and attitudinal

  variables ). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

  pemilihan moda tetapi tidak termasuk dalam variabel yang telah disebutkan di atas. Hal-hal seperti kenyamanan (comfort), keandalan (realibility), dan keamanan (safety) diketahui dapat mempengaruhi pemilihan moda

II.3.2 Pemilihan Moda Transportasi

  Sebelum masuk kedalam proses analisis pilihan moda, terlebih dahulu harus mengelompokkan pengguna jasa dan moda transportasi kedalam bebera pa kelompok (Miro, 2005) yaitu: A.

  Pengguna jasa transportasi/pelaku perjalanan Pelaku perjalanan (konsumen jasa transportasi), terbagi menjadi 2 kelompok:

  1) Golongan paksawan (captive) merupakan jumlah terbesar di negara berkembang, yaitu golongan masyarakat yang terpaksa menggunakan angkutan umum karena ketiadaan mobil pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah ke bawah (miskin atau ekonomi lemah).

  2) Golongan masyarakat yang mempunyai kemudahan (akses) ke kendaraan pribadi dan dapat memilih untuk menggunakan angkutan umum atau angkutan pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan pilihan (choice), merupakan jumlah terbanyak di negara-negara maju, yaitu golongan masyarakat lapisan menengah ke atas (kaya atau ekonomi kuat).

  B.

  Bentuk alat (moda) transportasi /jenis pelayanan transportasi Secara umum, ada 2 (dua) kelompok besar moda transportasi yaitu:

  1) Kendaraan pribadi (private transportation), yaitu:

  Moda transportasi yang dikhususkan buat pribadi seseorang dan seseorang itu bebas memakainya ke mana saja, di mana saja dan kapan saja dia mau, bahkan mungkin juga dia tidak memakainya sama sekali (mobilnya disimpan di garasi).

  2) Kendaraan umum (public transportation), yaitu:

  Moda transportasi yang diperuntukkan buat bersama (orang banyak), kepentingan bersama, menerima pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan.

  Beberapa prosedur pemilihan moda memodelkan pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi yaitu angkutan umum dan angkutan pribadi. Dibeberapa negara barat terdapat pilihan lebih dari dua moda misalnya, London mempunyai kereta api bawah tanah, kereta api, bus, dan mobil. Di Indonesia terdapat beberapa jenis moda kendaraan bermotor (termasuk ojek) ditambah becak dan pejalan kaki (Miro,2005).

  Khusus untuk Indonesia pendekatan yang lebih cocok adalah seperti Gambar 2.2 dibawah ini:

Gambar 2.2 Proses pilihan lebih dari 2 moda yang dipilihGambar 2.2 diatas mengilustrasikan betapa rumitnya memodelkan seluruh moda transportasi yang ada dalam suatu sistem. Masalah lain dalam hal angkutan

  pribadi adalah pengendara dan penumpang. Keduanya mempunyai atribut yang berbeda yang sangat berpengaruh dalam proses pemlihan moda.

  Rumitnya memodelkan moda transportasi membuat kondisi ini menarik perhatian penulis untuk melakukan studi mengenai pengguna angkutan umum antar kota dan kereta api.

II.3.2.1 Angkutan Umum Kereta Api

  Tujuan awal dibangunnya jaringan kereta api di Sumatra Utara adalah untuk mengangkut hasil perkebunan yang terdapat di sekitar lokasi jalur kereta api menuju pelabuhan Belawan. Dalam perkembangannya, fungsi kereta api menjadi bersifat

  

public utility , yaitu berupa pelayanan atas komoditi dan jasa dengan mempergunakan

  sarana milik umum oleh orang/badan keperdataan untuk memberikan pelayanan kepada publik.

  Angkutan kereta api jika dibandingkan moda transportasi lain mempunyai banyak keunggulan sejalan dengan berkembangnya teknologi saat ini. Beberapa keunggulan kereta api antara lain: 1.

  Mampu membawa penumpang dan barang dalam jumlah massal.

  2. Mempunyai waktu tempuh yang relatif lebih cepat disebabkan kereta api memiliki jalur sendiri sehingga tidak akan terkena macet.

  3. Ongkos relatif murah dibandingkan angkutan bus.

  4. Sangat efektif untuk transportasi darat jarak menengah dan jauh.

  5. Cuaca buruk tidak terlalu berpengaruh kepada angkutan kereta api. Namun, angkutan kereta api juga memiliki kekurangan, antara lain:

1. Biaya operasional dan pemeliharaan relatif besar.

  2. Untuk transportasi jarak dekat biayanya relatif besar.

  3. Jadwal keberangkatan tidak fleksibel dan harus mengikuti jadwal keberangkatan yang telah ditetapkan yang disebabkan untuk menghindari kecelakaan antar kereta api.

  4. Pengangkutan penumpang ataupun barang hanya bisa dilakukan tergantung kepada rel dan stasiun yang telah dibangun sehingga tidak fleksibel.

II.3.2.1.1 Karakteristik Pengguna Kereta Api

  Dalam memilih moda suatu angkutan (khususnya kereta api) akan dipengaruhi oleh faktor kecepatan, jarak perjalanan, kenyamanan, kesenangan, biaya, ketersediaan moda, usia dan status sosial-ekonomi pelaku perjalanan. Semua faktor tersebut dapat berdiri sendiri-sendiri atau saling bergabung. (Warpani, 1990)

1. Ciri perjalanan

  Ada dua faktor yang termasuk kategori ini yaitu jarak perjalanan dan tujuan perjalanan.

  a. Jarak perjalanan Jarak perjalanan mempengaruhi orang dalam menentukan pemilihan moda. Semakin jauh perjalanan akan membuat orang memilih angkutan yang cepat, nyaman dan aman. Sedangkan perjalanan yang dekat akan membuat orang cenderung memilih angkutan yang praktis saja.

  b.

  Tujuan perjalanan Orang akan cenderung memilih moda yang memiliki akses yang lebih mudah untuk sampai ke tempat tujuan.

2. Ciri pelaku perjalanan

  Pelaku perjalanan memiliki alasan-alasan tersendiri dalam pemilihan moda. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain: a.

  Tingkat pendapatan Tingkat penghasilan masyarakat memiliki pengaruh dalam pemilihan moda yang akan digunakan.

  b.

  Kepemilikan kendaraan Semakin banyak jumlah kepemilikan kendaraan akan mengurangi jumlah penggunaan angkutan umum. Namun hal ini juga bisa tidak berlaku apabila fasilitas angkutan umum baik sehingga orang akan lebih memilih angkutan umum.

  c.

  Kerapatan pemukiman Apabila kepadatan penduduk suatu daerah meningkat, maka penggunaan angkutan umum akan meningkat. d.

  Faktor sosial-ekonomi Jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, usia, tingkat kekayaan seseorang akan mempengaruhi pemilihan moda angkutan.

II.3.2.2 Angkutan Umum Bus

  Angkutan adalah pemindahan penumpang/barang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk digunakan oleh umum dengan dipungut bayaran (langsung maupun tidak langsung).

  Angkutan umum bus merupakan angkutan massal yang penumpangnya memiliki kesamaan asal dan tujuan perjalanan. Dilihat dari segi operasi pelayanannya, angkutan umum bus dioperasikan dalam lintasan yang tetap dan teratur, dapat dipolakan dalam trayek yang tetap dan teratur. Pola trayek tersebut adalah: a.

  Trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), yaitu trayek yang wilayah pelayanannya lebih dari satu provinsi.

  b. Trayek Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), yaitu trayek yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah kabupaten/kota namun masih dalam satu provinsi.

  c. Trayek perkotaan atau pedesaan, yaitu trayek yang wilayah pelayanannya hanya dalam satu kota atau satu desa tertentu.

  Dalam penelitian ini, trayek yang akan dipilih adalah trayek Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) yaitu trayek yang menghubungkan Kota Medan

  • – Kota Tanjungbalai yang masih berada dalam satu provinsi yaitu provinsi Sumatra Utara.

II.3.2.2.1 Karakteristik Pengguna Angkutan Umum Bus

  Karakteristik pengguna angkutan umum bus tidak jauh berbeda dengan karakteristik pengguna angkutan kereta api, yaitu kecepatan, jarak perjalanan, kenyamanan, kesenangan, biaya perjalanan, ketersediaan moda, kondisi sosio- ekonomi, dan faktor-faktor lainnya.

II.3.3 Pendekatan Model Pemilihan Moda

  Model pendekatan yang dilakukan dalam studi ini dilakukan dengan pendekatan model diskret (Discrete Choice Model). Menurut Tamin (2000), secara umum model pemilihan diskret dinyatakan sebagai peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosio ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut.

  Hipotesa yang mendukung model pemilihan model diskret adalah berkenaan dengan situasi pilihan, yaitu pilihan individu terhadap setiap alternatif yang dapat dinyatakan dengan ukuran daya tarik atau manfaat. Nilai kepuasan pelaku perjalanan dalam menggunakan moda transportasi alternatif, dipengaruhi oleh variabel-variabel yang dianggap memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku pelaku perjalanan.

  Bentuk dan hubungannya dapat dilihat melalui fungsi utilitas berikut: U = f (V

  1 , V 2 , V 3 , ... , V n )........................................................(2.1)

  Dimana: U = Nilai kepuasan pelaku perjalanan menggunakan moda transportasi.

  V

  1 n = Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh

  • – V terhadap nilai kepuasan menggunakan moda trasnsportasi tertentu f = Hubungan fungsional Untuk merumuskan perilaku individu dalam memilih moda angkutan ke dalam pendekatan model pemilihan moda transportasi, dapat dilakukan dengan beberapa cara pendekatan. Sebenarnya kegiatan menentukan dan mengamati perilaku pelaku perjalanan melalui fungsi utilitas seperti model di atas dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan apa yang kita gunakan sangat menentukan model pilihan probabilita apa yang kita gunakan. Kedua pendekatan tersebut:

  1. Pendekatan Agregat Pendekatan agregat adalah pendekatan yang menganalisis perilaku pelaku perjalanan secara menyeluruh. Menurut Menheim (1979) pendekatan agregat dapat dilakukan dengan 2 (cara) yaitu: a.

  Membagi objek pengamatan atas beberapa kelompok yang mempunyai karakteristik elemen yang relatif homogen (sama).

  b.

  Melakukan agregasi dari data-data disagregat, dimana fungsi untuk suatu kelompok tertentu dapat diturunkan dari fungsi utilitas individu sebagai anggota pada kelompok tersebut.

2. Pendekatan Disagregat

  Pendekatan disagregat adalah pendekatan yang menganalis perilaku pelaku perjalanan secara individu. Hal ini mencakup bagaimana merumuskan tingkah laku individu ke dalam model kebutuhan transportasi. Pendekatan disagregat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a.

  Disagregat Deterministik Pendekatan ini dilakukan kalau pelaku perjalanan mampu mengidentifikasi semua alternatif moda yang ada, dan menggunakan seluruh informasi untuk mengambil keputusan. Bentuk modelnya adalah model persamaan linear berganda tanpa unsur kesalahan (error) seperti persamaan berikut ini: U i = a + b

  1 T + b

  2 X + b

  3 C..........................................................(2.2)

  Dimana: U i = Nilai kepuasaan menggunakan moda i a = Konstanta T = Variabel waktu di atas kendaraan X = Variabel waktu di luar kendaraan C = Variabel ongkos transportasi b

  1 3 = Parameter fungsi kepuasan untuk masing-masing variabel

  • – b tersebut (koefisien regresi) b.

  Disagregat Stokastik Pada pendekatan ini, nilai kepuasan lebih realistis karena mempertimbangkan unsur-unsur yang tidak teramati yang terjadi di dunia nyata. Jadi ini berbeda dengan pendekatan disagregat deterministik seperti model 2.2 di atas yang terlalu teoritis, yang tidak memasukkan unsur yang tidak teramati. Seluruh unsur yang tidak teramati yang terjadi di dunia nyata, pendekatan ini diwakili oleh unsur error (kesalahan) yang bersifat acak (random) atau bersifat stokastik, sehingga modelnya menjadi: U m 1tm 2um 3vm + en ......................................... (2.3)

  = β + β + β + β Dimana: U m = Nilai fungsi kepuasan menggunakan moda m tm

  • – vm = idem diatas β1 - β3 = idem diatas en = Faktor kesalahan atau unsur stokastik, yaitu variabel random yang mengikuti bentuk distribusi tertentu. β0 = Konstanta karakteristik nilai kepuasan alternatif, apabila seluruh variablel tm s/d vm bernilai 0

  Peramalan dikatakan relatif tepat, apabila nilai en sekurang-kurangnya mendekati 0 (seminimal mungkin) atau en = 0.

I.7 Model Pemilihan Diskret

  Menurut Tamin (2000) pemilihan diskret dinyatakan sebagai peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosio-ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut.

  Model ini lebih menekankan pada analisis pilihan konsumen untuk memaksimalkan kepuasannya dalam mengkonsumsi pelayanan yang diberikan oleh suatu moda transportasi pilihan. Konsumen sebagai pembuat keputusan, akan menyeleksi berbagai alternatif dan memutuskan memilih moda transportasi yang memiliki nilai kepuasan tertinggi (highest utility).

  Model pemilihan diskret ini menganalisis pilihan konsumen (pelaku perjalanan) dari sekumpulan alternatif pilihan moda yang saling bersaing dan tidak bisa dipilih (digunakan) secara bersama-sama lebih dari satu moda (mutually

  

exclusive) , seperti jika kita sudah memakai bus, pada waktu yang sama tidak

mungkin kita menggunakan kereta api.

  Prosedur model ini diawali dengan menentukan nilai-nilai parameter (koefisien regresi) dari sebuah fungsi kepuasan yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas. Nilai-nilai parameter (koefisien regresi) masing-masing moda diperoleh dari kalibrasi statistic dari data survei primer dan diolah melalui program SPSS (Statistical Package Social Science).

  Bentuk umum fungsi kepuasan adalah sebagai berikut: V in = f (X in ) Atau ................................................................................................(2.3) V jn = f (X jn ) Dimana: V dan V = Nilai kepuasan konsumen yang mencerminkan perilaku

  in jn konsumen (consumen behavior).

  X dan X = Variabel yang berpengaruh terhadap perilakunya untuk

  in jn memaksimalkan kepuasannya.

  f = fungsi matematis Sehingga persamaan regresi fungsi kepuasan dimaksud dapat kita bentuk menjadi:

  V in

  X ink .........................................(2.4) /U = β + β + . . .+ β

  1 X in1

  2 X in2 k

  Dimana: V in /U = Nilai kepuasan konsumen memakai moda i (maksimum kepuasan).

  X in1 s/d X ink = Sekelompok variabel bebas yang mempengaruhi kepuasan maksimum.

  1 k = Koefisien regresi/parameter variabel bebas.

  β s/d β Menurut Tamin (2000), utilitas didefinisikan sebagai ukuran istimewa seseorang dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya atau sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu. Misalkan, utilitas suatu moda angkutan penumpang bagi individu tertentu jadi dipresentasikan sebagai fungsi dari atribut- atribut berikut :

  Waktu perjalanan rata-rata

  • Ongkos yang dikeluarkan
  • Waktu tunggu dan waktu berjalan kaki -

  Frekuensi adanya moda angkutan

  • Kualitas pelayanan moda angkutan
  • Dan atribut-atribut yang membuat keputusan :

  Pendapatan

  • Umur -

  Pekerjaan

  • Jumlah anggota keluarga
  • Dalam memodelkan suatu pemilhan moda, maka utilitas dari suatu pilihan bagi individu adalah sebagai berikut:

  U in 1xin1 2xin2 3xin3 nxinn .......................................... (2.5) = β + β + β + . . . β

  Dimana: U in = Utilitas alternatif i bagi pembuat keputusan n.

  1

  2 3 n = Koefisien-koefisien dari data yang disediakan.

  β ,β ,β ,β xin1,xin2, xin3, xinn = Sejumlah variabel yang menerangkan atribut-atribut bagi pembuat keputusan.

  I.8 Model Logit Binomial

  II.5.1 Model Logit Binomial Selisih

  Model ini adalah model pemilihan diskrit yang paling mudah dan sering digunakan. Model ini biasanya didapat dengan mengasumsikan bahwa residu acak disebarkan dengan residu Gumbel yang tersebar bebas dan identik. Model logit biner/binomial dapat ditulis sebagai berikut :

  ( ) P ji = P ji = dan U(x) = jni x jni .......................................................... (2.6)

  ∑ β

  ( ) 1+ Dimana:

  U(x) = Nilai kepuasan (Utilitas) P ji = Probabilitas memilih moda-j bagi individu-i

  = koefisien dari atribut xjni

  β jni xjni = atribut ke-n dalam memilih moda-j, bagi individu-i

  Model logit binomial/multinomial harus memenuhi aksioma Independent of

  Irrelevant Alternatif (IIA) yang dapat ditulis sebagai berikut : P bus =

  • ∑( )

  ( − ) P bus = ................................................................... (2.7)

  ( − ) 1+

  1 P kereta api = 1 - P bus = ..............................................(2.8) ( − )

  1+

  Probabilitas bahwa individu memilih bus (Pbus) adalah fungsi perbedaan utilitas antara kedua moda. Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas linear, maka perbedaan utilitas diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah atribut n yang relevan diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut :

  

U bus - U kereta api = a0-a1 (X 1bus 1kereta api ) + a2 (X 2bus -X 2kereta api ) + . . .

  • –X
    • +an (X n bus n kereta api ) ..........................................(2.9)

  • – X

  Dimana : = Respon individu pernyataan pilihan

  U bus - U kereta api a0 = Konstanta a1, a2, . . . , an = Koefisien masing-masing atribut yang ditentukan multiple linear regresion.

II.5.2 Model Logit Binomial Rasio/Nisbah

  Persamaan model logit binomial rasio/nisbah adalah sebagai berikut:

  ( / ) P bus = ................................................................... (2.10)

  ( / ) 1+

  1 P kereta api = 1 - P bus = ..............................................(2.11) ( / )

  1+

  Analisa pengolahan data diperlukan guna mendapatkan bunga kuantitatif antara atribut dan respon yang diekspresikan dalam skala semantik dengan rumusan model seperti pada persamaan diatas. Data yang telah didapat dari hasil survey diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions).

  Dari hasil output program ini akan didapatkan nilai koefisien masing-masing dari atribut yang telah ditentukan.

I.9 Teknik Stated Preference

  Stated Preference adalah sebuah pendekatan dengan menyampaikan pernyataan pilihan (option) berupa suatu hipotesa untuk dinilai oleh responden.

  Dengan metode ini, kita dapat melakukan kontrol eksperimen kehidupan nyata dalam sistem transportasi (Ortuzar and Willumsen, 1994). Teknik Stated Preference dicirikan dengan adanya penggunaan desain eksperimen untuk membangun alternatif hipotesa terhadap situasi, yang kemudian disajikan kepada responden. Selanjutnya responden ditanya mengenai pilihan apa yang mereka inginkan untuk melakukan sesuatu atau bagaimana mereka membuat rating/rangking atau pilihan tertentu di dalam satu atau beberapa situasi dugaan.

  Dengan meggunakan teknik stated preference ini, peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesis. Data stated preference yang diperoleh dari responden selanjutnya dianalisa untuk mendapatkan suatu model berupa formulasi yang mencerminkan utilitas individu dalam perjalanannya.

  Stated Preference survey memiliki sifat-sifat utama yaitu antara lain : 1. Didasarkan pada pertanyaan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa.

2. Setiap pilihan dipresentasikan sebagai “paket” dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway, reability, dan lain-lain.

  3. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi ; ini diperoleh dengan teknik design eksperimen (experimental design)

  4. Alat interview (questionare) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapi dan masuk akal.

  5. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan melakukan ranking, rating, dan choice pendapat terbaiknya sepasang atau sekelompok pernyataan.

  6. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai hal yang penting pada setiap atribut. Kemampuan penggunaan stated preference terletak pada kebebasan membuat desain eksperimen dalam upaya menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian. Kemampuan ini harus diimbangi oleh keperluan untuk memastikan bahwa respon yang diberikan cukup realistis.

II.6.1 Desain Eksperimen (Experimental Design)

  Untuk membuat alternatif hipotesa yang akan disampaikan kepada responden, pengguna stated preference disarankan menggunakan desain eksperimen. Dalam desain eksperimen ataupun rancangan penelitian yang terdapat variabel-variabel bebas seperti waktu, ongkos dan lain-lain, juga variabel yang non manipulated yakni variabel identitas diri seperti umur, jenis kelamin, pendapatan yang merupakan variabel data yang tidak bisa diubah-ubah (dimanipulasi).

  Design eskperimental harus memastikan bahwa kombinasi atribut yang

  diwakili oleh variabel bebas terkait disampaikan kepada responden bervariasi tetapi tidak tumpang tindih atau saling terkait satu dengan yang lainnya. Tujuannya agar hasil dari efek setiap level atribut atas berbagai tanggapan lebih mudah dipisahkan.

  

Design eksperimental dalam penyampaiannya harus berisi tiga tahap:

1.

  Penyeleksian level atribut dan kombinasi susunan alternatif.

  2. Design eksperimen apa yang akan disampaikan mengenai alternatif (presentation of alternatif).

  3. Persyaratan responden yang akan didapatkan dari jawaban responden (specification of responses).

II.6.2 Identifikasi Pilihan (Identification of Preference)

  Dalam identifikasi pilihan ini akan dilihat bagaimana responden mengekspresikan preference terbaiknya terhadap setiap pilihan yang ditawarkan padanya. Ada terdapat 3 cara utama untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai preference responden terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan kepadanya :

  1. Ranking Responses (Conjoint Measurement) Pendekatan ini dilakukan dengan cara menyampaikan seluruh pilihan pendapat kepada responden. Kemudian responden diminta untuk merankingnya kedalam pilihan lain yang secara tidak langsung merupakan nilai hirarki dari utilitas. Dalam pendekatan ini seluruh pilihan dipresentasikan tetapi jumlah alternatif pilihan harus dibatasi agar tidak melelahkan.

  2. Rating Techniques (Functional Measurement) Dalam kasus ini, reponden ditanya untuk mengekspresikan derajat pilihan terbaiknya, menggunakan aturan skala, sering berada antar 1 sampai 10, dengan disertai label spesifik sebagai angka kunci, untuk contoh 1 = ‘sangat tidak suka’, 5 = ‘tidak disukai’, atau 10 = ‘sangat disukai’. Skor yang diberikan dapat ditransformasikan menjadi probabilitas yang masuk akal dari pilihan-pilihan tersebut.

3. Eksperimen Pilihan (Choice Experiment)

  Dalam kasus ini individu hanya ditanya untuk memilih pilihan preferencenya dari beberapa alternatif (dua atau lebih) dari sekumpulan pilihan kemudian memperkenankan responden untuk mengekspresikan derajat keyakinannya ke dalam pernyataan pilihan. Diakhir responden ditawarkan skala semantik (makna). Beberapa tipe antara lain: 1)Pasti pilih pilihan pertama, 2)Mungkin menyukai pilihan pertama, 3)Tidak dapat memilih (berimbang), 4) Mungkin menyukai pilihan kedua, 5) Pasti pilih pilihan kedua. Cara inilah nantinya yang akan penulis gunakan dalam mengidentifikasikan pilihan dalam penulisan ini.

  II.6.3 Analisa Data Stated Preference

  Fungsi utilitas adalah mengukur daya tarik setiap pilihan (skenario hipotesa) yang diberikan pada responden. Fungsi ini merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang termasuk dalam stated preference.

  Umumnya fungsi utilitas berbentuk linear, sebagai berikut :

  U j = a + b 1x1 + b 2x2 + . . . + b nxn ................................................................... (2.12)

  Dimana :

  U j = utilitas pilihan j a = konstanta regresi b 1 ,. . .,b n = parameter model x

  1 , x 2 , . . . , x n = nilai atribut

  Tujuan analisa adalah menentukan estimasi nilai sampai dimana nilai-nilai tersebut disebut sebagai bobot pilihan atau komponen utilitas. Dari nilai parameter model dapat efek relatif setiap atribut pada seluruh utilitas. Setelah komponen utilitas dapat diestimasi, maka selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kepentingan relatif dari atribut yang termasuk dalam eksperimen dan menentukan fungsi utilitas untuk peramalan model.

  II.6.4 Estimasi Parameter Stated Preference

  Ada beberapa cara yang secara keseluruhan dapat menentukan komponen utilitas. Empat teknik analisa stated preference antara lain :

  1. Native atau Metode Grafik Native atau metode grafik sangat sederhana digunakan dengan pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa tiap level dari atribut sering muncul sama-sama dalam desain eksperimen tertentu. Oleh karena itu, beberapa ciri utilitas dari pasangan level atribut tersebut bisa ditentukan dengan menghitung rata-rata (mean) nilai ranking, rating, dan choice setiap pilihan yang telah dimasukkan dalam level tersebut dan membandingkannya dengan rata-rata (mean) yang sama untuk level dan atribut yang lain.

  2. Non-Metric Scaling Metode ini menggunakan Analisa Monotonic Variance (MONANOVA) yaitu pendekatan yang digunakan untuk skala non-metric, dengan menggunakan seluruh urutan ranking pilihan yang diperoleh dalam eksperimen stated preference. Metode ini memperkirakan komponen utilitas melalui cara iterasi, yaitu perkiraan nilai utilitas menyesuaikan pada setiap alternatif. Komponen utilitas yang pertama dihasilkan menggunakan metode Naive, jika komponen utilitas naïve mampu menghasilkan urutan ranking secara pasti, proses iterasi selesai. Jika metode Naïve menghasilkan urutan ranking yang tidak sama dengan yang dihasilkan oleh responden, komponen utilitas secara sistematik divariasikan dalam suatu urutan untuk diperbaiki, yaitu dengan menyesuaikan antara ramalan dan urutan ranking yang diobservasi sampai dicapai nilai optimum. Metode ini diterapkan pada setiap responden secara terpisah dan tidak memberikan secara keseluruhan goodness of fit statistic mengenai ketepatan model. Oleh karena itu, teknik ini menjadi kurang popular dalam studi pengembangaan transportasi sekarang ini.

  3. Metode Regresi Metode regresi secara luas digunakan dalam pemodelan transportasi.

  Dalam penggunaan analisa stated preference, teknik regresi digunakan pada pilihan rating. Pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan hubungan kuantitatif antara sekumpulan atribut dan responden. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan linear sebagi berikut :

  y = a + b 1x1 + b 2x2 + . . . +b nxn ..................................................... (2.13)

  Dimana :

  y = respon individu x 1 , x 2 n = atribut

  ,…,x a = konstanta regresi b 1 , b 2 n = parameter model ,…,b

  4. Analisa Logit Teknik estimasi pilihan diskrit seperti logit diperlukan teknik statistik yang lebih maju dalam analisis data stated preference. Meskipun pada mulanya dimaksudkan untuk menganalisa choice data diskret, tipe lain dalam mengukur pilihan seperti rating dan ranking dapat juga dianalisa sebagai data choice data. Estimasi yang dilakukan didasarkan pada prinsip statistik maksimum likehood.

I.10 Studi Terdahulu

  Sebagai bahan pebandingan penulis mengemukakan beberapa contoh studi terdahulu yang juga membahas tentang pemilihan moda transportasi yaitu sebagai berikut: 1.

  Pramita dan Widyastuti (2009) : Analisa Probabilitas Pengguna Jembatan Suramadu dan Kapal Ferry pada Rute Surabaya – Madura.

  Penelitian ini menganalisa bagaimana perubahan pemilihan moda oleh pelaku perjalanan Surabaya menuju Madura yang disebabkan telah dibangunnya jembatan Suramadu dan bagaimana efeknya terhadap kapal ferry.

  Pada penelitian ini digunakan metode stated preference. Penelitian ini mendapatkan hasil, sebesar 76% reponden berniat untuk pindah menggunakan Jembatan Suramadu sedangkan 24% tetap akan menggunakan kapal ferry. Pada penelitian ini, pengguna jalan yang tetap memilih menggunakan kapal ferry disebabkan karena alasan tempat tujuan yang dekat dengan lokasi pelabuhan dan bagi mereka yang memiliki tujuan bekerja menguntungkan fisik mereka pada saat pulang kerja karena dapat beristirahat di kapal.

  2. Djakfar, L., Indriastuti, A.K. dan Nasution, A.S. (2010): Studi Karakteristik dan model Pemilihan Moda Angkutan Mahasiswa Menuju Kampus (Sepeda Motor atau Angkutan Umum) di Kota Malang.

  Pada penelitian ini didapat bahwa Sebanyak 77% mahasiswa memiliki sepeda motor dan menggunakannya dalam perjalanan menuju kampus dan 23% mahasiswa menggunakan angkutan umum. Mahasiswa yang merupakan captive pasti memilih angkutan umum.

3. Rahman, Rahmatang (2009): Studi Pemilihan Moda Agkutan Umum Antar Kota Menggunakan Metode Stated Preference.

  Penelitian ini meneliti tentang transportasi angkutan umum penumpag antar kota antara moda mobil Kijang dan moda mobil Sedan yang melayani rute Palu

  • – Donggala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengguna moda, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda, memperoleh suatu model pemilihan moda yang dapat menjelaskan probabilitas pelaku perjalanan dalam memilih moda serta untuk mengetahui sensitivitas model dari respon individu pelaku perjalanan dalam menentukan pilihan seandainya terjadi perubahan pada setiap atribut perjalanan. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner survey dan interview pada pengguna moda Kijang dan moda Sedan dengan sampel sebanyak 200 responden.