II. TINJAUAN PUSTAKA - Pemberian Terabuster Dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus Cadamba)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) A.

  Deskripsi Botani Jabon Jabon (Anthocephallus cadamba) merupakan pohon yang berukuran sedang hingga besar yang tingginya dapat mencapai 45 m dengan diameter 100-

  160 cm dan tinggi bebas cabang lebih dari 25 m (Soerianegara dan Lemmens, 1994).

  Adapun klasifikasi Tanaman Jabon menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisi : Spermathopyta (berbiji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga) Kelas : Magnoliopsida (dikotil) Subkelas : Asteridae Ordo : Rubiales Family : Rubiaceae (kopi-kopian) Genus : Anthocaphalus Spesies : Anthocaphalus cadamba B.

  Penyebaran Alami dan Syarat Tumbuh Jabon Menurut Pratiwi (2003), di beberapa Negara, Jabon memiliki banyak nama antara lain Jabon (Indonesia), Common Bur-Flower (Inggris), Kadam (Prancis), Bangkal Kaatoan Bangkal (Brunai), Laran (Sabah), Labula (Papua New Guinea), dan Thkoow (Kamboja).

  Anthocephalus terdiri atas dua jenis yaitu Anthocephalus cadamba dan

Anthocephalus macrophylla. Pohon Jabon terdapat secara alami dari Sri Langka,

  India, Nepal dan Bangladesh ke arah timur melalui Malaysia hingga Papua Nugini. Jenis ini telah ditanam sebagai pohon hias dan pohon perkebunan dan telah berhasil diperkenalkan ke Afrika Selatan, Puerto Rico, Suriname, Taiwan dan negara-negara lainnya di kawasan tropika dan subtropika (Soerianegara dan Lemmens 1994). Sebaran tumbuh di Indonesia sebagian besar di Jawa Barat,Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB dan Irian Jaya. (Lembaga Biologi Nasional 1980).

  Tanaman jabon dapat tumbuh pada ketinggian dengan kisaran 0 hingga 1000 meter dpl. Tetapi lebih disarankan menanamnya pada tempat dengan ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl agar pertumbuhan dan produktifitasnya lebih optimal. Sedangkan jenis tanah yang bagus untuk tanaman jabon adalah tanah lempung, podsolik coklat dan alluvial lembab. Umumnya tanaman jabon ditemukan dihutan sekunderdaratan rendah, didasar lembah, sepanjang sungai dan punggung bukit. Pertumbuhan tanaman jabon akan terganggu jika ditanam dilahan yang memiliki kedalaman air tanah yang dangkal atau ditempat yang tergenang air. Genangan air ini akan menyebabkan pertumbuhan tanaman jabon menjadi tidak produktif, daun menguning dan rontok, cabang lebih terkumpul dibagian pucuk pohon, serta jarak antar ruas menjadi pendek (Martawijaya et al, 1981). C.

  Manfaat Tanaman Jabon Jabon merupakan jenis kayu yang mempunyai berat jenis rata-rata sebesar

  0,42 dalam selang (0,29-0,56), kelas kuat III-IV dan kelas awet V. Kayu Jabon banyak digunakan untuk korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, pulp dan konstruksi darurat yang ringan. (Martawijaya et al. 1981).

  Menurut Soerianegara dan Lemmens (1994) jika dikeringkan dengan baik, kayu ini dapat digunakan untuk sampan atau perabot. Kayu jabon digunakan baik sebagai lapisan permukaan maupun lapisan inti dalam kayu lapis dan sesuai untuk membuat papan partikel, papan bersemen dan papan keras. Kegunaan kayu jabon yang terpenting ialah untuk membuat kertas bermutu rendah hingga sedang.

2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula A.

  Pengenalan Mikoriza Kata mikoriza terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu

  

Mykes (fungi) dan Rhiza (akar). Kata mikoriza pertama kali dikemukakan oleh

  Frank (1885) yang melihat fungi di dalam sel akar tumbuhan yang ditelitinya di Jawa antara lain akar jati. Mikoriza secara harfiah berarti fungi akar. Dalam konteks ini merupakan kandungan simbiotik dan mutualistik menguntungkan antara fungi non patogen dengan sel-sel akar yang hidup, terutama sel epidermis dan korteks. (Fakuara, 1988).

  Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah pada suhu 30 °C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28-35 °C (Setiadi, 2001) .

  Pengenalan dan pengelompokan dalam spora mikoriza vesikular arbuskulasaat ini dilakukan lebih didasarkan kepada struktur subselular dengan verifikasi teknologi molekular, mikoriza vesikular arbuskula dikelompokkan ke dalam ordo Glomales, sub ordo Glomineae dan Gigasporineae. Glomineae terdiri dari empat famili (Glomaceae, Acaulosporaceae, Aracheosporaceae dan

  

Paraglomaceae ).Sementara Gigasporineae terdiri dari lima famili yaitu

Ehtrophospora,Aracheospora, Paraglomus, Gigaspora dan Scutellspora. Salah

  satu karakteristik yang mudah diterapkan adalah karakteristik morfologi yaitu dengan penyebarandan reproduksi spora, reaksi melzer, keberadaan struktur subselular diantaranya spore wall dan germinal wall, asesoris, serta struktur mikoriza yang terbentuk dalam akar (Fakuara, 1988).

  Fungi mikoriza arbuskula yang membentuk asosiasi simbiotik dengan akar tanaman inangnya yang dapat hidup di dalam dan di luar jaringan akar (dalam tanah), fenomena ini dapat secara langsung berinteraksi dengan mikrobia tanah lainnya atau melalui fisiologi inang (akar dan pola eksudasi). Selain itu juga dipengaruhi oleh inang dan faktor edafik seperti pH tanah, kelembapan, komposisi nutrisi, bahn organik dan sifat fisik inang (Lestari,1998).

  B.

  Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula Asosiasi fungi mikoriza pada akar tumbuhan hutan memberi banyak keuntungan bagi tumbuhan inangnya terutama dalam penyerapan unsur hara dan air, serta pencegahan terhadap masuknya patogen akar. Namun demikian kemampuan simbion fungi dalam membantu inangnya tergantung pada tingkat kecocokan fungi tersebut dengan inangnya, tersedianya simbion yang paling cocok didalam tanah dan faktor-faktor lain (Smith dan Read, 1997).

  Mikoriza arbuskula (MA) adalah golongan fungi yang hanya hidup apabila berasosiasi dengan akar tanaman (Brundett et al, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa MA dapat meningkatkan penyerapan unsur hara akibat meluasnya volume tanah yang dieksploitasi sebagai sumber serapan fosfat melalui perluasan hifa eksternal dan akibat aktivitas enzim yang membantu meningkatnya ketersediaan hara melalui pelepasan hara terfiksasi. Hal yang juga penting bagi tanaman untuk bertahan pada lahan terdegradasi adalah masalah kekeringan karena air tidak dapat ditahan oleh tanah. Telah banyak dilaporkan bahwa FMA mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Hal ini karena hifa FMA selain mampu menyerap air juga dapat mempengaruhi tanaman dalam mengatur tekanan osmotis sel sehingga akan mempengaruhi laju transpirasi (Setiadi, 1999).

  Secara tidak langsung, Fungi mikoriza arbuskula berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, fungi mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik.

  Sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini antara lain Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, menjamin terselenggaranya proses biogeokemis (Nuhamara, 1994).

  Kelebihan yang dimiliki oleh FMA ini adalah kemampuannya dalam meningkatkan penyerapan unsur hara makro terutama fosfat dan beberapa unsur mikro seperti Cu, Zn, dan Bo. Oleh sebab itu, maka penggunaan FMA ini dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama fosfat. Untuk membantu pertumbuhan tanaman reboisasi pada lahan- lahan yang rusak, penggunaan tipe fungi ini dianggap merupakan suatu cara yang paling efisien karena kemampuannya meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan.

  Banyak penelitian melaporkan bahwa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza.

  Mekanisme translokasi dan penyerapan langsung air melalui jaringan hifa sama dengan cara penyerapan nutrisi. Kemungkinan pengaruh kolonisasi mikoriza pada tanaman tahan kekeringan, terkait dengan penyerapan nutrisi. Pada tanah kering, ketersedian nutrisi menjadi berkurang karena adanya peningkatan proses difusi (Smith dan Read, 1997).

  Hasil penelitian Rasyid (2011) menunjukkan bahwa pada lahan bekas tambang, inokulasi mikoriza pada persemaian suren dapat meningkatkan petumbuhan semai suren . Hal ini dikarenakan mikoriza mampu menyediakan hara yang dibutuhkan oleh semai, sesuai dengan pernyataan Setiadi (1999) bahwa FMA selain mampu menyerap air, FMA juga mampu memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap dan mencari air dan mineral, dengan meningkatnya kemampuan akar, maka sangat memungkinkan semai dapat tumbuh pada lahan marginal terutama lahan bekas tambang.

  Peran FMA sebetulnya secara tidak langsung meningkatkan ketahanan

terhadap kadar air yang ekstrim. Fungi mikoriza dapat mempengaruhi kadar air

tanaman inang (Morte dkk., 2000). Ada beberapa dugaan tanaman bermikoriza lebih

tahan terhadap kekeringan, antara lain :

1. Adanya mikoriza menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transpor air ke akar meningkat.

  

2. Peningkatan status P tanaman sehingga daya tahan tanaman terhadap kekeringan

meningkat. Tanaman yang mengalami kahat P cenderung peka terhadap kekeringan.

  

3. Pertumbuhan yang lebih baik serta ditunjang adanya hifa eksternal yang dapat

menjangkau air jauh ke dalam tanah sehingga tanaman dapat bertahan pada

kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.

  

4. Pengaruh tidak langsung karena adanya hifa eksternal yang menyebabkan FMA

efektif dalam mengagregasi butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan

air meningkat.

2.3 Terabuster

  Terabuster merupakan Liquid foliar fertilizer, mengandung Natrium, Posfor, Kalium, Magnesium, Kalsium dan chelated micronutrients. Produk ini diformulasikan untuk melindungi penyerapan melalui daundan digunakan ketika penyerapan nutrisi melalui akar terbatas. Produk ini biasanya digunakan sebagai pendorong untuk membantu dan mempercepat penyembuhan tanaman yang stress selama penempatan/pertumbuhan akar dan juga dapat digunakan sebagai pupuk tambahanuntuk pembibitan. Pemberian pupuk polimer terabuster diberikan

  3

  sebanyak 500 cm /tanaman dengan 1 liter terabuster dilarutkan dalam 400-500 liter air, dengan cara menyiramkannya pada akar dan daun. Hasil penelitian Fadhillah (2010) mengatakan bahwa penambahan terabuster dengan konsentrasi 0.002% dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu pada pembibitan jabon dapat meningkatkan pertumbuhan bibit 2 kali lebih cepat jika dibandingkan dengan tanpa pemberian terabuster.

  Adapun keunggulan dan manfaat Terabuster diantaranya adalah :

  1. Memiliki kemampuan larut sangat tinggi dan sempurna sehingga mudah diserap oleh tanaman.

  2. Bentuk cairyang stabil menyediakan unsur hara dalam bentuk yang langsung dapat diserap tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal.

  3. Merangsang pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman serta meningkatkan kemampuan fotosintesa tanaman.

  4. Penyemprotan pada saat pembungaan dapat mencegah kerontokan calon buah dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap stress (cekaman) lingkungan dan ketahanan terhadap penyakit.

2.4 Tanah Ultisol

  Di Indonesia tanah jenis Ultisol cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia.

  Kelemahankelemahan yang menonjol pada Ultisol adalah pH rendah, kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan basa rendah, kandungan unsur hara seperti N, P, K, Ca, dan Mg sedikit dan tingkat Al-dd yang tinggi, mengakibatkan tidak tersedianya unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Konsepsi pokok dari Ultisol (Ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah yang bewarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut (ultimate), sehingga merupakan tanah yang memiliki penampang dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dan terakumulasi disebut haorizon Argilik (Subagyo, dkk, 2000). Menurut Soil Survey Staff (2006), Ultisol memiliki ciri adanya horizon argilik atau kandik dengan kejenuhan basa (dengan menghitung jumlah kation) kurang dari 35%.

  Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH

  3.10 −5), kecuali tanah ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak masam (pH 6.80 −6.50). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol

dari granit, sedimen, dan tufa tergolong rendah masing-masing berkisar antara

  2.90

−7.50 cmol/kg, 6.11−13.68 cmol/kg, dan 6.10−6.80 cmol/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa tanah Ultisol dari bahan volkan, tufa berkapur, dan batu gamping mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi. Di Indonesia, Ultisol

umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar, tanah ini telah

dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri,tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik (Prasetyo et al., 2005).

  Tanah Ultisol sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi areal pertanian dan perlu diberi perhatian khusus. Ultisol bersifat masam dan telah mengalami pelapukan intensif serta pencucian yang kuat, disamping itu kelarutan Al nya juga tinggi. Masalah utama yang dihadapi dalam pendayagunaan tanah ini adalah produktivitas yang rendah dan degradasi kesuburan tanah yang cepat.

  Tanpa dilakukan pemupukan dan pengelolaan yang tepat, tanaman yang tumbuh pada Ultisol produksinya sangat rendah. Akan tetapi dengan pengapuran, penambahan bahan organik, pemupukan, dan pengelolaan tanah yang baik, tanah ini akan dapat dijadikan tanah yang cukup produktif (Djafaruddin, 1970 ).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT DAN KESENIAN BATAK TOBA 2.1 Geografi Batak Toba - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

1 3 52

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

0 2 69

Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

1 6 15

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF DALAM DIALOG FILM ―ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI‖ KARYA DEDDY MIZWAR Dina Mariana br Tarigan dinamarianabrtariganyahoo.com Abstract - Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif dalam Dialog Film ―Alangkah Lucunya Negeri Ini‖ Kar

0 0 12

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach ) pada Tanah Ultisol

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Wirausaha - Pengaruh Perilaku Wirausaha dan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengusaha Kain (Studi Kasus Pada Pedagang Kain di Jl. Perniagaan Pasar Ikan Lama Medan)

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Wirausaha dan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengusaha Kain (Studi Kasus Pada Pedagang Kain di Jl. Perniagaan Pasar Ikan Lama Medan)

0 0 7

Pengaruh Perilaku Wirausaha dan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengusaha Kain (Studi Kasus Pada Pedagang Kain di Jl. Perniagaan Pasar Ikan Lama Medan)

0 0 10

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu. - Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. - Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 16