BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Penyanyi berformat trio sangat banyak dijumpai di Tanah Batak Toba, yang merupakan salah sat(etnik) yang bermukim dan berasal dari rovinsi Sumatera Utara, Indonesia. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik, yang dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama ialah etnik setempat, yang terdiri dari delapan kelompok etnik, yaitu: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola,

   Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang.

  Kelompok kedua, adalah etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh Rayeuk, Alas, Gayo, Minangkabau, Banjar, Jawa, Sunda, Bugis, dan lainnya. Kelompok ketiga adalah etnik pendatang Dunia seperti: Tamil, Punjabi, Hokkian, Hakka, Khek, Kwong Fu, Arab, dan lainnya.

  Etnik Batak Toba memiliki berbagai kesenian, seperti alat musik perkusi (gondang), sastra (umpasa, tonggo-tonggo, umpama) dan rupa (gorga), tari (tortor), dan lain-lain. Masyarakat Batak Toba ini sejak abad ke-19 telah berinteraksi dengan peradaban Eropa dan agama Kristen Protetan, khususnya dari organisasi Reinische Mission Gesselschaft (RMG) yang kemudian berubah menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM). Pada awalnya agama Kristen 1 Muhammad Takari dkk, 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan: Studia Protestan ini berkembang karena usaha gigih seorang misionaris Jerman yaitu Ingwer Ludwig Nommensen. Beliau dalam mengajarkan tata acara peribadatan gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) memasukkan berbagai gaya musik Eropa. Di antaranya adalah penggunaan gaya homofoni dalam komposisi empat suara, yaitu sopran, alto, tenor, dan bas (SATB).

  Kemudian sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi, budaya musik populer Barat juga masuk ke Indonesia, termasuk ke dalam kebudayaan etnik Batak Toba. Masyarakat Batak Toba dengan didasari oleh pengalaman kultural sebelumnya, dan antusias mencipta musik populer Batak Toba, mereka melakukan berbagai kreativitas dan akulturasinya dengan budaya Barat, yang dapat kita lihat pada kutipan di bawah ini.

  … Keberhasilan Pekabaran Injil (PI) di Tano Batak yang dimulai tahun 1861 tidak dapat dipisahkan dari kehadiran Word, Burton, Munson dan Lyman. Kedatangan para ilmuan Franz Jung Hun dan Van der Tuuk yang sebelumnya meneliti budaya, bahasa dan Tano Batak… Jika menurut perhitungan 25-30 tahun satu generasi, jadi sudah sekitar 4-5 generasi lamanya sejak tahun 1864, terjadi perubahan besar di Tano Batak, antara lain: Tano Batak terbuka

   terhadap dunia luar.

  Musik dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian besar, yaitu: (a) musik vokal dan (b) musik instrumental.

  Menurut Soeharto, trio adalah komposisi musik untuk tiga penyaji, baik vokal

   maupun instrumental. Pada instrumental, misalnya untuk piano, biola, dan cello .

  Istilah trio pada musik populer Batak Toba adalah tiga orang penyaji vokal, yang dalam pengelompokannya termasuk dalam musik vokal. 2 PWT. Simanjuntak, 2011. “Berkat Sekolah Zending, Tano Batak Maju” Horas, Edisi 135. 5-20 Maret, h. 13.

  Kekompakan bernyanyi sangat penting bagi penyanyi Batak Toba di dalam tradisinya. Masyarakat Batak Toba mempunyai kebiasaan bernyanyi berkelompok dengan menggunakan harmonisasi. Dapat kita lihat pada kutipan berikut: “Di Indonesia orang-orang Batak termasuk puak (suku bangsa) yang kebetulan memiliki kebiasaan menyanyi dalam istiadatnya. Ketika Indonesia Raya masih umum dinyanyikan satu suara, orang-orang Batak telah menyanyikan

  

  secara SATB.” Menurut penulis lagu Indonesia Raya seharusnya dinyanyikan satu suara, jika di ijinkan masyarakat Batak Toba mungkin akan mencoba menyanyikan dengan secara SATB.

  Karena orang Batak mempunyai kebiasaan bernyanyi, maka terjadi

   kecenderungan orang Batak memiliki kelebihan atau piawai dalam bernyanyi.

  Dalam hal ini untuk menyanyikan suatu lagu dalam 4 suara dibutuhkan pengetahuan dan latihan yang menjadi rutinitas atau kebiasaan. Sama halnya dengan bernyanyi di trio, pada tingkat kesulitannya bagaimana menjaga keharmonisannya yang tinggi.

  Dalam penyajiannya, trio di Batak Toba tidak berbeda dengan trio yang ada di luar masyarakat Batak Toba. Contoh trio yang terkenal dalam musik 4 Remy Sylado, 1983. Musik Pop Indonesia: Suatu Kekebalan Sang Mengapa. Jakarta: Bunga rampai, Gramedia. Dalam Edy Sedyawati (ed), Seni Dalam Masyarakat Indonesia. 5 dr.Sugit Nugroho dalam acara Tau Gak Sih di Trans7 mengatakan “Dari segi medis,

  

bentuk wajah orang Batak, wajahnya sedikit melebar, merupakan salah satu factor juga, karena factor suara dipengaruhi oleh beberapa factor, dari bentuk rahangnya, dan semuanya itu

merupakan suatu kesatuan yang aktif mengahadirkan suatu suara…Ada sebuah penelitian

sederhana yang menyimpulkan orang Batak pintar bernyanyi karena mereka memiliki rongga

sinuses wajah yang lebih besar. Sinuses adalah rongga yang berisi udara yang letaknya dalam rongga kepala disekitar hidung. Ada 3 pasang rongga sinuses di wajah kita, sinuses frontal di

bagian dahi, sinuses maxillary di bagian pipi dan sinuses admoid di bagian hidung, salah satu

sinuses tersebut berperan penting dalam resonansi pada saat bersuara atau bernyanyi,

dibandingkan dengan suku lain rongga sinuses orang Batak lebih besar, hal itulah yang

deperkirakan membuat resonansi atau getaran suara di dalam rongga tersebut lebih baik, yang populer dalam peringkat nasional, adalah Lex trio, trio Libels, dan lainnya. Dari segi penyajian vokal untuk trio yang umum kita dengar adalah (SATB) disesuaikan penggunaan jenis suara, seperti: “suara satu” untuk menyebut jenis suara sopran, “suara dua” untuk menyebut jenis suara alto, dan “suara tiga” untuk menyebut suara tenor, dan untuk “suara empat” untuk menyebut suara bas/bariton. Mungkin yang membuat trio di Batak Toba sedikit berbeda adalah dalam penyajian vokalnya, dan juga yang menjadi ciri kas adalah suara alto yang

  

  sering dinyanyikan 1 oktaf lebih tinggi atau sering disebut parlima dalam bahasa Batak Toba (penyanyi yang menyanyikan jenis suara alto tinggi). Istilah parlima muncul untuk menjaga harmonisasi, karena harmonisasi merupakan hal yang sangat penting pada format bernyanyi trio atau bagaimana para personil trio menemukan suatu cara/langkah/solusi untuk menjaga harmonisasi dalam format trio tetap terjaga, struktur musik seperti ini terdapat di Batak Toba. Dalam komposisi musik Barat tidak ada sebutan untuk istilah untuk komposisi suara (parlima) akan tetapi jika dikaji dari struktur musik dapat dikatakan dengan alto tinggi (alto dinaikkan satu oktaf) yang aransemennya jarang ditemukan. Padahal istilah-istilah seperti trio, sopran, alto, tenor, bas/bariton yang dalam aransemennya sangat mudah di jumpai pada musik Barat.

  Aktivitas bernyanyi trio sering juga kita jumpai pada tata acara

  

  peribadahan, acara perkawinan, acara hiburan, festival dan di lapo atau kedai 6 Seperti pada lagu Bulu–Sihabuluan, Raphon ilu-ilu ki ma ito, yang dibawakan trio Lasidos. Trio ini beranggotakan: Bunthora Situmorang, Jack Marpaung, dan Hilman Padang. 7Lapo artinya warung. Lapo di Tapanuli Utara, selain tempat untuk menjual makanan

  

dan minuman, juga memiliki fungsi sosial. Lapo dijadikan tempat berkumpul warga. Warga

setempat yang semuanya sudah saling kenal, menghabiskan waktu luangnya di lapo dengan

  

tuak . Pada tata acara peribadahan sering kita jumpai penyanyi biduan (berformat

  

  trio yang fungsinya untuk memandu para jemaat bernyanyi. Pada acara perkawinan, penyanyi trio yang fungsinya untuk mengisi acara hiburan, diiringi instrumen keyboard. Biasanya yang punya pesta memesan kepada ketua kelompok pemusik, untuk menyediakan partrio (penyanyi trio). Hampir di setiap acara perkawinan (yang diselenggarakan oleh kelompok ekonomi menengah ke atas) akan mengundang penyanyi yang berformat trio, dari ketua kelompok musik.

  Guna musik trio ini dalam kebudayaan Batak Toba, adalah seperti pada acara hiburan, menghibur pada acara ulang tahun (misalnya ulang tahun Tapanuli Utara atau ulang tahun pribadi), perayaan Natal, dan menghibur masyarakat secara langsung (live) melalui kegiatan seperti pagelaran. Pertunjukan langsung atau tidak langsung, yang biasanya berhubungan dengan hakekat orientasinya yaitu bisnis serta hasil komersial sebagai tujuan produknya. Di dalam bentuk festival dapat kita lihat dari maraknya pengadaan acara ini, baik di café atau festival trio se-kabupaten, dan kegiatan bernyanyi yang paling sering kita lihat dan dilakukan untuk kesenangan yaitu di lapo atau kedai tuak. Biasanya lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu trio yang populer. Ada juga beberapa trio atau

  

  penyanyi trio di musik pesta yang latihannya di lapo dan mereka juga melakukannya untuk kesenangan.

  televisi”. Dikutip dari Edward Siahaan. 2003. “Tapanuli Utara The Beautiful Land.” Seni (Jurnal Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara) , h. 82. 8 Yang dimaksud dengan berformat trio/penyanyi trio/partrio adalah beranggotakan tiga orang penyanyi. 9 Kompas , 3 Februari 2013, h. 13, “Monang Sianipar, pengusaha Batak, yang menjadikan

10 Menurut Simanjuntak kedai tuak sebagai salah satu tempat orang-orang berkumpul khususnya orang Batak, dapat juga berfungsi sebagai tempat hiburan.

  Hal ini dapat dilihat pada waktu orang-orang bekerja keras seharian untuk mencari nafkah kemudian datang beramai-ramai ke kedai tuak untuk melepas lelah sambil menghibur diri dengan diselingi gelak tawa.

  Dari pernyataan di atas dan juga penulis sebagai seorang suku Batak Toba kawasan Silindung, tepatnya di Tarutung, dari masa anak-anak sampai dewasa dan hingga sekarang masih tetap berdomisili di Batak Toba, penulis berasumsi bahwa

  

  fungsi lapo atau kedai tuak selain untuk menjual makanan dan minuman, juga untuk dijadikan sebagai tempat berkumpul warga khususnya orang Batak Toba yang ingin menghibur dirinya dengan menghabiskan waktunya setelah selesai bekerja dengan cara bermain catur, nonton televisi, ngobrol-ngobrol, untuk membuka wawasan diri, dan bernyanyi bersama-sama, baik bernyanyi solo atau trio yang diiringi gitar sambil minum tuak atau kopi panas.

  Keberadaan nyanyian, berformat trio, tempat latihan dan sosialisasi di lapo, tidak dapat dilepaskan dari nyanyian tradisi Batak Toba, sebelum munculnya gaya trio. Menurut Ben.M. Pasaribu, pembagian musik vokal Batak Toba, adalah sebagai berikut.

  a.

  Ende Mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak (lullaby),

  10 B.A.Simanjuntak, 1986. Pemikiran Tentang Batak. Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nommensen. 11 Dalam bahasa Batak Toba disebut Tambul atau makanan seperti kacang, kerupuk, b.

  Ende Sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut.

  c.

  Ende Pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo-chorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda dalam waktu senggang, biasanya malam hari.

  d.

  Ende Tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

  e.

  Ende Sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi di tempat sepi.

  f.

  Ende Pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pemberkatan, berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya.

  g.

  Ende Hata, adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem dan disajikan secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa rangkaian pantun dengan bentuk pola irama AABB yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dinyanyikan oleh seorang yang lebih dewasa atau orang tua. h.

  Ende Andung, adalah merupakan musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, yang disajikan pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung, melodinya datang secara spontan sehingga penyanyinya, haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan trampil dalam sastra serta menguasai beberapa

   motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.

  Untuk melihat faktor-faktor bagaimana penyanyi yang berformat trio di Batak Toba hingga lahirnya istilah trio yang begitu fenomenal jika dibandingkan dengan daerah di luar Batak Toba, jika dilihat atau dibandingkan dengan keberadaan trio di luar Batak Toba, maka menurut asumsi penulis penyebaran agama bukanlah faktor satu-satunya, misalnya masyarakat Karo yang juga mayoritas Kristen. Akan tetapi penyanyi yang berformat trio di masyarakat Karo atau di daerah lain tidak sebanyak di Batak Toba.

13 Menurut Djohan secara psikologis penentuan aktivitas musik termasuk

  persepsi dan kognisi ditanggapi secara apriori walaupun perilaku musikal juga merupakan salah satu aspek penting dari perilaku manusia. Sejauh ini penelitian atas perilaku musikal selalu dihubungkan dengan proses kognitif dan persepsi.

14 Neisser mengatakan bahwa psikologi kognitif dan disiplin terkait menjadi

  penting dan secara ekologis merupakan penemuan yang absah dalam proses

  

  penggabungan antara disiplin psikologis dan musik. Gaston sejak lama 12 Ben M. Pasaribu,1986. “Taganing Batak Toba: Suatau Kajian Konteks Sabangunan.” Medan: Skripsi Sarjana USU Fakultas Sastra Jurusan Etnomusikologi. 13 14 Djohan, 2003, Psikologi Musik, Yogyakarta: Buku Baik, h. 4. 15 Ibid., h. 4, dikutip dari Neisser (1997, p.24).

  E.T. Gaston, 1957. Music Therapy: Factors Contributing to Responses to Music. mengingatkan bahwa perilaku musikal seharusnya dipelajari melalui psikologi, antropologi, dan sosiologi.

  Tidak satu pun masyarakat atau budaya yang tidak memiliki musik, atau setiap orang memerlukan musik. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan

  

  universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang disebut dengan musik dan setiap anggota masyarakatnya adalah musikal.

17 Menurut Abler musik memiliki semua karakter penting dari sistem

  

  kimia, genetika, dan bahasa manusia. Kemudian Sloboda secara tegas mengatakan bahwa perasaan manusia terikat dengan bentuk musik karena terdapat konsistensi dalam respon musik yang secara relatif memberikan lingkungan yang sama. Dikatakannya bahwa secara mendasar terdapat alasan yang kuat untuk menggunakan pendekatan kognitif dalam mengalami stimuli musik. Interaksi antara musik dan psikologi tidak dapat dihindarkan karena selain psikolog tertarik dengan interpretasi perilaku manusia juga karena musik sebagai bagian dari seni adalah bentuk perilaku manusia yang unik dan memiliki pengaruh yang kuat.

  Dalam interaksi antar manusia terjadi proses saling meningkatkan pemahaman sebagai suatu budaya yang memainkan peran signifikan dalam mematangkan persepsi dan kognisi. Perkembangan perilaku musik dalam kenyataannya semakin jelas kuat dipengaruhi oleh proses evolusi dalam pikiran.

  Musik bukan hanya memberikan anak media interaksi sosial, ruang bebas resiko untuk mengeksplorasi perilaku sosial tetapi juga memungkinkan akibat 16 Blacking, J, “Music, Culture and Experience”, University of Chicago Press, London, 1995. 17 Djohan, 2003. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik, h. 7,dikutip dari Abler.

  sebaliknya berupa potensi aksi dan transaksi yang pada kenyataannya musik secara signifikan dapat merubah sebuah situasi. Dari perspektif kognitif, musik adalah produk konvensi budaya dan fakta perwujudannya secara seketika dalam

   kognisi anggota budaya tersebut.

  Budaya adalah sekelompok orang yang menanggung kebutuhan bersama, lingkungan, perhatian dan nilai, teridentifikasi serta terpilih secara teratur oleh dunia suara, sensitivitas manusia terhadap suara, produksi suara saat ini, masa lalu serta yang telah termodifikasi. Kluckohn mengatakan kebudayaan sering diartikan sebagai keseluruhan cara hidup manusia, yaitu warisan sosial yang diperoleh seseorang dari kelompoknya atau kebudayaan dapat dianggap sebagai bagian

   lingkungan yang diciptakan manusia.

  Musik sangat penting bagi aktivitas masyarakat Batak Toba, bernyanyi

  

  bersama-sama dapat dilihat dari pembagian musik vokal Batak Toba, khususnya pada Ende Pargaulan dan Ende Tumba, bagaimana orang Batak menggambarkan suasana hatinya dan menuangkannya lewat tarian dan nyanyian. Dari beberapa penelitian tentang apakah musik benar-benar dapat mempengaruhi suasana hati, seperti penelitian yang dilakukan oleh Chastain dkk, yang menemukan bahwa musik yang mempengaruhi suasana hati memiliki efek mempertajam perhatian, 19 20 Djohan, op. cit., h. 13.

  Clyde Kluckohn, “Cermin Bagi Manusia”, dalam Manusia Kebudayaan dan , (ed. Parsudi Suparlan), tanpa tahun.

  Lingkungannya 21 Ben M. Pasaribu, 1986. “Taganing Batak Toba: Suatau Kajian Konteks Sabangunan” Skripsi Sarjana USU Fakultas Sastra Jurusna Etnomusikologi, Medan, tentang pembagian musik vokal Batak Toba. Ende Pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo- chorus ” dan dinyanyikan oleh kaum muda dalam waktu senggang, biasanya malam hari. Ende

Tumba , adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba).

  Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak

melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada sehingga subjek dapat lebih memberi perhatian pada kata-kata yang cocok dengan suasana musiknya. Pengaruh musik terhadap perhatian ini dapat menjelaskan mengapa kata-kata yang tepat lebih mudah diingat. Menurut Lewis dkk, musik dengan kategori positif menghasilkan peningkatan suasana hati yang positif demikian pula musik yang sedih juga menghasilkan peningkatan suasana hati negatif. Maka disimpulkan bahwa sebuah musik cenderung menimbulkan suasana hati yang sama dalam diri pendengarnya.

  Sloboda mengatakan, faktor umum pada semua sampel adalah bahwa musik tidak berperan menghasilkan emosi tetapi lebih menyediakan akses bagi seseorang untuk mengalami emosi yang sudah “ter-agenda”. Pencarian tentang pemahaman persepsi dalam analisis musik dengan pengertian persepsi pada psikologi kognitif masih terus dilakukan, karena pandangan mengenai persepsi sebagai suatu proses yang tidak disengaja dan disadari sebenarnya merupakan

  

domain psikologi , maka pandangan tentang persepsi dalam analisis musik akan

  gagal bila dihubungkan dengan persepsi dari perspektif kognitif. Menurut

22 Bruner “psikologi kerakyatan” adalah “serangkaian deskripsi normatif mengenai

  bagaimana seseorang ‘menandakan’, seperti apa pikiran kita, aksi apa yang dapat diperkirakan, kemungkinan gaya hidup seperti apa, atau bagaimana seseorang melakukan sesuatu”. Analisis musik dalam pandangan “psikologi kerakyatan” merupakan suatu persepsi dari subjek dengan maksud mengintervensi dan mengkategorisasikan pengalaman yang secara sadar dipertajam serta diulang dalam suatu penelitian.

  Bruner menyatakan bahwa “belajar psikologi kerakyatan seperti halnya belajar menggunakan bahasa adalah sama seperti kalau kita belajar melaksanakan transaksi interpersonal dalam kehidupan sehari-hari”. Sementara ini “psikologi kerakyatan” banyak di gunakan dalam menganalisis fenomena musik yang kompleks, walau kenyataannya fenomena tersebut tidak sama bagi pendengar yang hanya ingin menikmati musik.

  atau keterlibatan masyarakat

  Batak Toba dengan kegiatan bernyanyi berkelompok atau bagaimana musik itu dipelihara dalam masyarakat dapat dilihat dari keberadaan penyanyi trio di Batak

24 Toba saat ini. Karl Edmund mengatakan bahwa lagu Batak atau Flores sangat

  kuat untuk dinyanyikan bersama, didukung juga oleh trio yang merupakan gambaran suatu tradisi budaya yang masih bertahan dan dinikmati masyarakat Batak Toba, dapat dibayangkan pengalaman seseorang ketika kepuasan emosi seseorang berhasil dengan musik, bebas dari rasa bosan, secara langsung akan mempengaruhi produktivitas serta menghadirkan kegembiraan. Pengalaman seseorang dalam merespon secara positif menunjukkan bahwa secara umum

   mereka merasa nyaman.

  Hal di atas sedikit banyak menerangkan bagaimana sifat orang Batak yang sering berkumpul sehingga memungkinkan adanya kerjasama yang tentunya dalam hal bernyanyi, dan bagaimana masyarakat Batak Toba di dalam kehidupan

  23 Shin Nakagawa, op. cit., h. 6, “Untuk menjelaskan musik tersebut kita harus menyadari

bahwa musik itu hidup dalam masyarakat; musik dianggap sebagai cerminan system sosial atau sebaliknya”. 24 Karl Edmund, 1999. Inkulturasi Nyanyian Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. anggota masyarakat secara individu maupun secara kolektif sering terlibat dalam musik, khususnya musik vokal.

  Masyarakat Batak Toba tidak terpisahkan dari kegiatan bernyanyi, baik bernyanyi vokal solo atau berkelompok (pada umumnya trio) baik secara langsung maupun tidak langsung sejak kecil hingga masa tuanya sering terlibat dalam musik, khususnya musik vokal, sehingga trio berkembang begitu pesat dan menjadi faktor kenapa trio di Batak relatif kuat. Hal ini menggambarkan bagaimana sifat alami masyarakat Batak Toba dalam mengisi aktifitas masyarakatnya.

  Seni suara yang berarti keindahan suara yang di sampaikan kepada orang lain, misalnya suara manusia yaitu dengan praktek bernyanyi, tentu dengan penampilan suara melalui nyanyian berupa vokal solo, trio, paduan suara dan juga jenis vokal yang lainnya. Untuk menyatukan perbedaan warna suara (timbre) bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan, dibutuhkan suatu proses belajar, latihan (kebiasaan) dan pengetahuan tentang musik.

  Munculnya budaya trio pada musik populer Batak Toba ini sangat erat kaitannya dengan aspek sejarah, yaitu berinteraksinya musik tradisional Batak Toba dengan musik Barat, yang salah satu caranya adalah masuk melalui lembaga gereja. Perkembangan musik pada masyarakat Batak Toba khususnya vokal (trio) tidak terlepas dari sejarah perkembangan penginjilan di Tanah Batak pada paruh kedua abad ke-19, karena trio pada musik populer Batak Toba berkembang seiring dengan masuknya penginjilan di Tanah Batak yang dibawakan oleh para

  

  misionaris nyanyian-nyanyian dan musik gerejani merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh para misionaris. Ada tiga cara yang diterapkan oleh para misionaris pada saat melakukan tugasnya yaitu: berkhotbah, mengajar, dan menyanyi. Sedangkan salah satu ciri khas pengajaran para misionaris adalah lebih menekankan pendidikan melalui musik karena mereka menganggap orang Batak

  

  terkenal suka nyanyian. Dapat dikatakan istilah trio dikenalkan oleh para misionaris, karena para misionaris yang membawa atau mengenalkan pendidikan musik Barat di Batak Toba atau istilah trio dulunya ada di Barat dan secara struktural musik populer Batak Toba pada masa sekarang ini cenderung menggunakan tangga-tangga nada diatonik Barat, dengan teks Batak Toba, serta ensambel campuran antara musik tradisi dan musik Barat.

  Disekitar tahun 1920-an muncul suatu tradisi hiburan panggung yakni “opera Batak” yang lebih merupakan bentuk fenomena kesenian urban.

  Munculnya opera Batak disebabkan karena kebutuhan dari masyarakat urban Batak Toba terhadap satu bentuk seni pertunjukan yang mencirikan budaya Batak Toba sebagai respon (local counter part) terhadap bentuk pertunjukan opera bangsawan dari etnis Melayu yang sangat popular pada masa itu. Perkembangan wilayah nada pada musik masyarakat Batak Toba dapat dilihat dari lagu-lagu karya Tilhang Gultom, antara lain: Sinanggar Tullo, dan juga musik Barat telah 26 Dasarnya dari latar belakang agama, dengan datangnya nomensen, di sini nomensen

  

mengenalkan tangga nada diatonis, bukan pentatonis, yang pada tata acara peribadahan ada

koor nya maka ada pembagian suara SATB, jadi orang Batak pada masa tahun 1961 sudah mengenal tangga nada diatonis. 27 A. Panggabean,“Dasar Theologia Operational HKBP bersama atau tanpa Nommensen (Dari mana sumber theologia HKBP?) dalam HKBP. Benih yang Berbuah.” Hari peringatan 150

tahung Ompui Ephorus Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Almarhum 6 Februari 1834-6 Februari memberi warna tersendiri bagi musik tradisional Batak Toba yang dapat dilihat dengan pemunculan nada-nada yang diatonis di dalam ensembel Gondang

  

Hasapi . Opera Batak telah mempengaruhi status serta keterlibatan perempuan

  dalam seni pertunjukan di masyarakat Batak Toba yang diikuti dengan munculnya trio Sitompul Sister pada tahun 1965, trio yang beranggotakan perempuan.

  Setelah opera Tilhang Gultom mati suri dan juga faktor larangan upacara bius dan musik gondang atas permintaan Nommensen pada pemerintah kolonial Belanda pada rentang waktu antara 1898-1938, mengakibatkan banyak interaksi dengan agama Kristen Protestan atau pada masa larangan ini mengakibatkan banyak sekali pengaruh nilai-nilai Barat menggoncangkan kebudayaan tradisi Batak Toba sampai ke akarnya.

  Pertunjukan pada beberapa alat instrumen musik hampir seluruhnya atau sudah mendekati ketidak berfungsian lagi, karena adanya jenis-jenis pertunjukan lain yang telah muncul dan berkembang. Minat orang Batak Toba pada pertunjukan Barat dan musik pop, baik yang dibawakan oleh orang Batak Toba, begitu juga dengan grup-grup Indonesia lainnya mengindikasikan kecendrungan

  

  ke arah transethnic dan uniformistic pertunjukan budaya Indonesia. Kemudian muncul istilah vokal grup pada masyarakat Batak Toba, lebih melekat kepada penyanyi hotel dan penyanyi penghibur di istana Negara dan juga sebagai media tour seni budaya pemerintah keberbagai Negara, walaupun penyanyi berformat trio pada musik populer Batak Toba sudah muncul sebelumnya, yaitu trio Marihot setelah perang dunia ke-dua. 28 Artur Simon,1984. “Functional Changes In Batak Traditional Music and Its Role In

  Modern Indonesia Society ”. Monash University Library: Asian Music, Journal Of The Society For

  Istilah trio tidak asing lagi bagi orang Batak Toba, dapat kita lihat dari banyaknya trio yang eksis dan masih bertahan dipapan atas musik pop Batak, dan hampir di setiap pemilik café dan musik dapat kita jumpai penyanyi trio, dan juga

  

  di festival seperti festival yang digelar oleh Palm Garden Cafe sehingga banyak argumen tentang kenapa istilah trio begitu dekat dengan aktivitas masyarakat Batak Toba. Hal ini di mulai sejak abad 20 yakni sekitar tahun 1900-an. Seni vokal telah mengalami kemajuan di tanah Batak, terutama di lingkungan penduduk yang beragama Kristen. Pada masa tersebut mulai muncul lagu-lagu

   seriosa dalam bahasa Batak, di samping itu juga timbul lagu-lagu populer Batak.

31 Karl Edmund mengatakan bahwa dalam suku Batak Toba umumnya

  musik tradisional berhubungan dengan gondang, yang artinya merupakan iringan tari (Tortor). Sedangkan lagu daerah Toba sudah sedikit menjauh dari pola ini dan berbau Barat.

  Perubahan pada masa kolonialis yang behubungan dengan kedatangan misionaris yang menimbulkan kontak tradisi antara budaya Barat dan budaya Batak, dan perkembangan jaman mengakibatkan adanya nilai-nilai tradisi yang

  

  terkikis bahkan terlupakan. Dapat kita lihat dari perkembangan, seperti radio, 29 Sebanyak 38 trio bertarung memperebutkan hadiah total Rp 50 juta dalam enam

kategori juara pada festival yang digelar oleh Palm Garden Café pada 22 Pebruari-April 2010.

  “Palm Garden Gelar Festival”. Horas, Edisi 121. 10-31 Maret, h.58. 30 Siahaan. N, 1964. Sejarah Kebudayaan Batak. Medan: CV.Napitupulu dan sons, h.126- 127. 31 Karl Edmund, 1999. Inkulturasi Nyanyian Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

  alaman ini terakhir diubah April 12, 2007 Mark Kenyton (Penulis adalah

kandidat doktor di Universitas Washington Seatle, AS) “Dengan kedatangan agama Kristen ke

Tanah Batak, pokok kebudayaan Batak sangat diubah sekali. Interaksi dengan agama baru ini dan

nilai-nilai Barat menggoncangkan kebudayaan tradisi Batak Toba sampai ke akarnya. Menurut

gereja Kristen musik gondang berhubungan dengan kesurupan, pemujaan roh nenek moyang, dan

  

  televisi, dan beberapa jenis media elektronik lainnya seperti video, kaset, laser

  

disc , tape reel yang dapat dijadikan acuan menjadi sumber perkembangan musik

   populer. Kenyataan tersebut dapat kita lihat dari kutipan berikut.

  Bahkan karena ketidakkenalan siswa pada genre musik tersebut, sebagian besar siswa mengidentifikasikan musik vokal tradisional dengan musik pop daerah, yaitu ragam musik pop Indonesia yang berbahasa daerah. Survei juga menunjukkan persentase siswa yang mendengar musik pop daerah dan pop Indonesia tiga kali lebih besar dari persentase siswa yang mendengar musik vokal tradisional. Sehingga anak-anak bangsa ini lebih ‘familiar’ dengan musik pop atau R&B dari pada musiknya sendiri. Kondisi ini logis, karena invasi musik popular-pop daerah, pop Indonesia dan pop Barat-telah merambat kemana-mana tidak terkecuali ke desa yang

   terisolir sekali pun, tentunya lewat berbagai media elektronik.

  Banyak terdapat perubahan pada musik rakyat Batak Toba, baik musik vokal atau instrumental, dan juga dalam hal penyajiannya, dapat kita lihat dari keberadaan musik tiup (brass band), opera Batak, musik populer di Batak Toba, dan istilah trio yang merupakan salah satu bentuk penyajian instrumental dan

  

puluh Nommensen minta pemerintah kolonial Belanda untuk melarang upacara bius dan musik

gondang. Larangan ini bertahan hampir empat puluh tahun sampai pada tahun 1938. Itu

merupakan suatu pukulan utama untuk agama tradisi Batak Toba dan musik gondang yang sangat terkait dengan agama tersebut.” 33 Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, 2006. Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, h. 2. “… Media elektronik adalah salah satu konteks musik populer yang paling dominan, sulit mencari radio dan televisi yang tidak menyiarkan musik, diantara berbagai ragam musik yang disiarkan media elektronik, musik populer paling dominan ”. 34 Dieter Mack, 2004. Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Bandung: Arti h. 2, “… Pada abad ke-20 muncul sesuatu yang sangat baru lagi, yaitu musik populer (bukan musik

rakyat!) yang disebarluaskan melalui media massa. Musik populer ini tidak dapat disamakan

dengan musik rakyat, seperti misalnya dalam tradisi etnik-etnik di Indonesia sebab musik populer

baru ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan komersial, di mana teknologi reproduksi

memungkinkannya”. 35 Mauly Purba, 2007. “Musik Tradisional Masyarakat Sumatera Utara: Harapan, Peluang

Dan Tantangan.” Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu

  instrumen vokal, sebagai bagian dari tradisi mereka atau kebudayaan bangsa

36 Barat.

  Dari sekian banyaknya trio yang pernah eksis dan masih eksis, timbul pertanyaan di benak penulis, bagaimana mereka melatih kemampuan bersolmisasi? Apakah setiap trio mempunyai latar belakang pendidikan musik? atau hanya faktor kebiasaan orang Batak Toba bernyanyi, mengingat masyarakat Batak Toba mempunyai tradisi oral.

  … Musik tradisional di Indonesia umumnya menganut system oral (lisan). Ini artinya semua teorinya di transmisikan secara oral. Teori mencakup semua aspek tentang musik tersebut, dari aspek belajar mengajar, estetika, pembuatan alat musik sampai pada teknik atau norma-norma pertunjukannya. Dalam konteks belajar- mengajar teori-teori yang sifatnya praktis itu berlangsung secara ‘face to face’. Yang belajar harus mendengar, menyebutkan dan menghafalkannya. Orang yang ingin belajar harus mencari guru;

   guru dalam hal ini adalah para seniman musik tradisi itu.

  Pernyataan di atas menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat di Sumatera Utara khususnya di Batak Toba bernyanyi dilakukan secara lisan, yaitu lewat kegiatan mendengar, menirukan, dan menghafal.

  Mengingat hal di atas, maka menimbulkan beberapa pertanyaan dalam benak penulis: Bagaimana munculnya istilah trio dan musik populer Batak Toba, Apa itu musik populer, bagaimana perkembangan musik populer pada awalnya, kapan masyarakat Batak Toba mengenal istilah trio dan musik populer, apa yang

36 Shin Nakagawa, 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta:

  Yayasan Obor Indonesia, h. 5. “… Yang dimaksud musik internasional adalah musik yang tidak mempunyai latar belakang suatu etnis, yaitu etnis internasional. Musik ini muncul sebagai akibat pengaruh teknologi, misalnya musik populer. Musik ini menggunakan instrument hasil teknologi modern, akan tetapi musik ini sebetulnya juga masih berhubungan dengan suatu etnis (etnis Barat), karena teknologi adalah kebudayaan bangsa Barat”. melatar belakangi terbentuknya penyanyi trio, kenapa harus trio, apa peran dan fungsi trio pada musik populer Batak Toba? Hubungan-hubungan antarbudaya serta proses saling mempengaruhi merupakan suatu hal yang alamiah, terlepas dari cara serta dampak proses tersebut, dan juga karena kesenian sebagai medan ekspresi dan kesadaran yang paling inti dari salah satu budaya.

  Menurut asumsi penulis, penyanyi-penyanyi trio pada musik populer Batak Toba muncul karena banyaknya talenta-talenta dikarenakan kebiasaan orang Batak Toba bernyanyi dan juga karena perkembangan musik Batak Toba

  

  sudah banyak mengalami perubahan pada masa kolonialis, kedatangan

  

  

  misionaris, dan perkembangan jaman, sehingga menimbulkan kontak tradisi antara budaya Barat dan budaya Batak Toba.

  Penulis melihat pertanyaan-pertanyaan dan asumsi di atas dapat menjadi salah satu bahan penelitian ilmiah. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis memilih judul “TRIO PADA MUSIK POPULER BATAK TOBA:

  ANALISIS SEJARAH, FUNGSI DAN STRUKTUR MUSIK.” 38 Franki Raden, 1994. “Musik Kontemporer Indonesia: Dinamika Pertemuan Antara Dua Tradisi”, KALAM, edisi 2, h. 12, dalam Dieter Mack, 2004. Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural . Bandung: Arti. “… Suatu saat atau masa dalam perkembangan musik Barat yang

telah menyerbu Indonesia melalui jalur kolonialisme… Jika demikian, kenyataan itu mesti

dipermasalahkan terlebih dahulu, daripada memuji suatu proses (yang sebenarnya hanya hasil

jaman penjajahan), atau dalam istilah Franki Raden “… mencari pertemuan yang ideal antara

tradisi budaya musik Indonesia dan Barat …”. 39 Ibid ., h. 22, “… tetapi lingkungan kehidupan musik mereka di Tapanuli adalah musik gereja yang merupakan bagian integral dari kebudayaan Barat yang masuk kesana melalui para

misionaris Jerman …Pada masa itu hanya pada masyarakat Bataklah manifestasi budaya musik

klasik Barat… musik atau lagu-lagu sederhana untuk melibatkan rakyat dalam jaringan keagamaan melalui praktek musik yang mudah dikuasai oleh orang awam…”. 40 Ibid., h. 32, “… dengan serbuan para penjajah (termasuk implikasi dan sarana

modernitasnya, yaitu turisme serta jaringan media-media elektronis) budaya-budaya seperti di

  

Indonesia, baik dapat dihancurkan (baca: di-Barat-kan)… Dan hanya dengan pengaruh inilah

Negara-negara seperti Indonesia baru memiliki sejarah sendiri, yaitu pada hakekatnya sejarah

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah, agar pembahasan lebih terarah maka yang menjadi titik perhatian penelitian bagi penulis adalah analisis sejarah, fungsi, dan struktur musik trio pada musik populer Batak Toba.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis sejarah Trio pada musik populer Batak Toba.

  2. Menganalisis fungsi Trio pada musik populer Batak Toba.

  3. Menganalisis struktur musik dari lagu-lagu Trio pada Musik Populer Batak Toba.

1.3.1 Manfaat Penelitian

  Dalam penulisan karya ilmiah ini di harapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi kontribusi bagi para pembaca khususnya suku Batak Toba.

  Adapun manfaat penulisan ini adalah: 1.

  Menambah referensi tentang kesenian.

  2. Memberikan kontribusi yang bersifat positif tentang penyanyi Trio pada musik populer Batak Toba.

  3. Memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang penyanyi Trio pada musik populer Batak Toba.

  4. Memberikan masukan bagi peneliti berikutnya dalam hal menganalisis lagu yang lebih relevan di kemudian hari.

5. Untuk memperoleh Magister Seni di Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

1.4 Tinjauan Pustaka

  Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, yakni mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan dasar-dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penciptaan seni secara umum dan pembahasan trio pada musik populer Batak Toba secara khusus. Tujuan yang kedua adalah untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih.

  Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian yang mendalam mengenai penyanyi trio pada musik populer Batak Toba terlebih yang menguraikan tentang analisis struktur musik dan syair.

  Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan.

  Buku-buku acuan tersebut antara lain:

41 Buku yang ditulis Mawene Berjudul Gereja Yang Bernyanyi buku ini

  membantu penulis untuk memberikan gambaran tentang sejarah trio dan

  

  klasifikasinya dalam ilmu musik. Buku yang ditulis Djohaan yang berjudul

  

Psikologi Musik buku ini membantu penulis untuk melihat penentuan aktifitas

41 Mawene M. Th, 2004. Gereja Yang Bernyanyi. Yogyakarta: PBMR ANDI, Yogyakarta.

  musik, perilaku musikal, perilaku manusia dalam mengungkap bagaimana orang Batak Toba suka bernyanyi berkelompok yang tentunya dalam hal ini untuk mengungkap fenomena trio. Skripsi yang ditulis Ivo Panggabean yang berjudul

  

  “Musik Populer Batak-Toba Suatu Observasi Musikologi-Diskografis”, Skripsi Fakultas Kesenian, Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen, skripsi ini berisi mengenai Musik Populer, Perkembangan Musik Populer, Musik Populer Dalam Persepsi Batak Toba, Kesejarahan dan Perkembangan Musik Populer Batak Toba. Buku yang ditulis Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, yang berjudul

  

  “Musik Populer”, buku ini berisi tentang Musik Populer, Musik Populer di Indonesia, Musik Populer di Indonesia sebelum 1960, Beberapa Jenis Musik Populer di Indonesia saat ini, Musik Populer Manca Negara dan Pengaruhnya Pada Perkembangan Musik Populer di Indonesia, Tinjauan Ragam Teks Musik Populer, Konteks dan Fungsi Sosial Musik Populer. Buku yang ditulis Dieter

   Mack, yang berjudul Sejarah Musik Jilid 4 buku ini berisi tentang Musik di

  Indonesia Setelah Tahun 1945, Musik Populer yang berakar dari suatu proses campuran antara berbagai sumber, Musik Populer yang berkiblat ke Musik Populer, Manusia Empiris dan Holistik melawan mitos kesenian Transenden- Pengaruh Barat-Unsur “Populer” Melawan Unsur “Seni”, Seni Populer. Buku

  

  yang ditulis William P Malm yang berjudul Music Cultures of the Pacific, buku ini sangat berguna untuk melihat cara menganalisa lagu, mendeskripsikan unsur- 43 Ivo Panggabean, 1994. “Musik Populer Batak-Toba Suatu Observasi Musikologi- Diskografis”, Medan: Skripsi Fakultas Kesenian, Perpustakaan Universitas HKBP Nommenssen. 44 Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, 2006. Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara. 45 46 Dieter Mack, 2002. Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, h.495-591.

  William P Malm, 1977. Music Cultures of the Pacific: The Near East and Asia. New unsur yang perlu di deskripsikan dalam melihat suatu melodi, Buku yang ditulis

  

buku ini membahas tentang beberapa

  contoh gaya melodi dari jaman ke jaman yang di analisa untuk menciptakan bagaimana membuat melodi yang baik.

1.5 Konsep Dan Landasan Teori

  Pada sub bab di bawahini akan dijelaskan tentang konsep dan landasan teori yang berlaku umum yang dijadikan acuan ataupun kerangka kerja untuk membahas seluruh masalah dalam tesis ini. Trio pada musik populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, dan Struktur Musik. Dengan demikian, dalam penelitian ini, penulis memfokuskan permasalahan kajian kepada tiga aspek utama, yaitu: (1) sejarah, (2) fungsi, dan (3) struktur musik. Ketiga hal ini memiliki kaitan yang erat dalam konteks mengkaji musik populer Batak Toba.

1.5.1 Konsep

  Kajian sejarah dalam hal ini adalah menekankan kepada aspek ruang dan waktu yang dilalui oleh trio pada musik populer Batak Toba, mencakup seniman, masyarakat pendukung, dari masa ke masa. Untuk mengkaji masa ini dipergunakan pula pembabakan (periodisasi).

  Pendekatan sejarah melalui perspektif seni yang di kaji dengan kajian metodologi penelitian seni atau yang biasa disebut metode lintas disiplin hampir di sepanjang sejarah, di dalam metodologi penelitian seni tidak cukup belajar produknya saja tetapi juga belajar manusianya, seni mempunyai beberapa dimensi yang di antaranya adalah dimensi sejarah, contoh: keberadaan trio pada musik populer Batak Toba.

  Untuk memandu dalam pendekatan sejarah, penulis mengacu pada Panggabean (1994:30-39) musik Batak Toba dapat dibuat penggolongannya kepada empat masa, yaitu: (a) tradisi, (b) transisi, (c) modernisasi, dan (d) konstilasi. Masa tradisi dan transisi perlu penulis paparkan terlebih dahulu untuk melihat periodisasi perkembangan sebelum munculnya trio pada musik populer Batak Toba, mengingat trio pada musik populer Batak Toba muncul pada masa modernisasi.

  Menurut penulis, sebelum masuk pada masa modern yang merupakan masa munculnya trio, masa tradisi dan transisi perlu dipaparkan terlebih dahulu untuk menjembatani ke masa modern, ciri-ciri ke-arah masa modern sudah dimulai pada masa tradisi dan transisi. Penyajian vokal pada masa tradisi sifatnya masih homofoni atau istilah trio belum muncul pada masa tradisi, kemudian masa transisi penyajian vokalnya sudah berkembang menjadi polifoni dengan masuknya pengaruh musik gereja, peristilahan musik Barat yang dikenalkan misionaris memungkinkan istilah trio yang merupakan istilah Barat sudah dikenal pada masa ini akan tetapi untuk penyanyi trio belum muncul pada masa transisi.

  Masa tradisi merupakan masa awal keberadaan musik suku Batak Toba atau masa masih original musik pendukungnya, kemudian pada masa transisi merupakan masa pada masyarakat Batak Toba yang secara berkelanjutan mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan, khususnya musik suku Batak Toba, pemaparan masa ini untuk melihat masa sebelum munculnya gaya trio. Periodisasi ini diharapkan dapat menuntun untuk melihat perkembangan hingga munculnya trio pada musik populer Batak Toba pada masa modern.

  Setiap masyarakat/budaya memiliki musik atau dapat dikatakan setiap orang memerlukan musik. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan

  

  universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang disebut dengan musik dan setiap anggota masyarakatnya adalah musikal akan tetapi musik bukanlah genre seni dan unsur kebudayaan yang berdiri sendiri.

Dokumen yang terkait

Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma Viride Pada Ransum Terhadap Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler

0 1 14

Analisis Fosfor Pada Cacing Tanah (Megascolex sp. dan Fridericia sp.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah - Analisis Fosfor Pada Cacing Tanah (Megascolex sp. dan Fridericia sp.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

0 0 14

B. Diisi oleh reponden - Analisis Pemilihan Moda Antara Bus dan Kereta Api (Studi Kasus : Medan – Tanjungbalai)

1 2 91

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.4 Sistem Transportasi II.1.1 Pengertian - Analisis Pemilihan Moda Antara Bus dan Kereta Api (Studi Kasus : Medan – Tanjungbalai)

0 3 37

BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum - Analisis Pemilihan Moda Antara Bus dan Kereta Api (Studi Kasus : Medan – Tanjungbalai)

0 0 12

INKORPORASI DENGAN PELESAPAN VERBA DALAM BAHASA MANDAILING Deli Kesuma SD Negeri 067690 Medan Johor kesuma_deliyahoo.com Abstract - Inkorporasi Dengan Pelesapan Verba Dalam Bahasa Mandailing

0 1 11

INDONESIAN – ENGLISH CODE SWITCHING AND CODE MIXING FOUND IN THE NOVEL ―KAMAR CEWEK‖ Dian Marisha Putri Fakultas Ilmu Budaya USU caca_milanoyahoo.com Abstrak - Indonesian – English Code Switching And Code Mixing Found In The Novel ―Kamar Cewek‖

0 0 8

Lampiran I PARTITUR LAGU TIBU DO AHU RO UNTUK SATU SUARA

0 0 25

BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT DAN KESENIAN BATAK TOBA 2.1 Geografi Batak Toba - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

1 3 52