4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ranti 2.1.1 Sistematika Tumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ranti

  2.1.1 Sistematika Tumbuhan

  Menurut Depkes RI (1994) dan LIPI, sistematika tumbuhan ranti adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum americanum Mill.

  Sinonim: Solanum nigrum L.

  2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing

  Ranti dikenal dengan berbagai nama daerah dan nama asing, antara lain leunca, leunca badak, leunca manuk, ranti (Jawa); anti, boose, bobose (Maluku); rampai, ranti (Sumatera); leunca hayam, leunca pahit, leunca piit (Sunda); long

  

kui (Cina) (Hariana, 2009); black nightshade (Inggris); zwarte nachtschade

  (Belanda); schwartzer nachtschatten (Jerman); Imorelle moire (Perancis) (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000).

  2.1.3 Deskripsi Tumbuhan

  Menurut Depkes RI (1994), tumbuhan ranti memiliki deskripsi sebagai berikut: Habitus : Semak, tinggi ± 1,5 m Batang : Tegak, bulat, lunak, hijau Daun : Tunggal, lonjong, tersebar, panjang 5-7,5 cm, lebar 2,5-

  3,5 cm, pangkal runcing, tepi rata, ujung runcing, pertulangan menyirip, tangkai panjang ± 1 cm, hijau Bunga : Majemuk, bentuk corong, di cabang, berbulu, tangkai ±

  1,5 cm, hijau pucat, kelopak panjang 0,3 cm, bertaju lima, hijau, benang sari putih kehijauan, mahkota lonjong, bentuk corong, panjang ± 0,4 cm, putih

  Buah : Bulat, masih muda hijau setelah tua coklat kehitaman Biji : Bulat pipih, kecil-kecil putih Akar : Tunggang, putih kecoklatan.

  2.1.4 Kandungan Kimia dan Kegunaan

  Kandungan nutrisi yang terdapat dalam 100 gram daun ranti adalah kalori (45 kal), protein (4,7 gr), lemak (0,5 gr), karbohidrat (8,1), kalsium (210 mg), fosfor (80 mg), besi (6,1 mg), vitamin A (1900 SI), vitamin B1 (0,14 mg), vitamin C (40 mg) (Suseno, 2013), ranti juga memiliki magnesium dan zink (Akubugwo, 2008). Buah, daun dan kulit batang ranti mengandung saponin dan tanin, di samping itu buahnya juga mengandung alkaloid dan daunnya mengandung flavonoid (Depkes RI, 1994). Serta kandungan kimia lainnya seperti atropin, diosgenin, glikoalkaloid solanin, solamargin, solasodin, solanidin, solasonin, tigogenin (Hariana, 2009). Solasodin mempunyai efek menghilangkan sakit (analgetik), penurun panas, dan antiradang. Solamargin dan solasonin mempunyai efek antibakteri. Solanin mempunyai efek antimitosis (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000).

  Buah ranti berkhasiat sebagai obat penurun tekanan darah tinggi, obat sembelit, dan untuk peluruh air seni (Depkes RI, 1994). Ranti juga memiliki efek farmakologis sebagai penurun panas, pembersih racun, antiradang, penghilang bengkak, pelancar darah, peluruh dahak, pereda batuk, kanker mulut rahim, kanker payudara, lever, dan lambung (Hariana, 2009).

2.2 Mineral

  Mineral berasal dari dalam tanah. Tanaman yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kemudian disimpan dalam akar, batang, daun, bunga, dan buah (Achadi, 2007). Pada umumnya mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier, 2001). Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh. Tubuh tidak mampu mensintesa mineral sehingga unsur-unsur ini harus disediakan lewat makanan (Budiyanto, 2001).

  Berdasarkan kebutuhannya di dalam tubuh, mineral dapat digolongkan menjadi 2 kelompok utama yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang menyusun hampir 1% dari total berat badan manusia dan dibutuhkan dengan jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan mineral mikro merupakan mineral yang dibutuhkan dengan jumlah kurang dari 100 mg/hari dan menyusun lebih kurang dari 0,01% dari total berat badan. Mineral yang termasuk di dalam kategori mineral makro adalah kalsium (Ca), khlor (Cl), magnesium (Mg), kalium (K) dan natrium (Na). Sedangkan mineral mikro terdiri dari tembaga (Cu), fluor (F), besi (Fe), iodium (I), mangan (Mn), dan seng (Zn) (Achadi, 2007).

2.2.1 Kalsium

  Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 - 2% dari berat orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit, selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh.

  Kalsium memegang peranan penting dalam pembentukan tulang dan gigi, mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi impuls pada saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membran sel (Almatsier, 2001).

  Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan teri merupakan sumber kalsium yang baik.

  Kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga. Peningkatan kebutuhan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) sebagai berikut bayi 300-400 mg, anak-anak 500 mg, remaja 600-700 mg, dewasa 500-800 mg, ibu hamil dan menyusui +400 mg (Almatsier, 2001).

  Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya, tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis.

  Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat menyebabkan konstipasi. Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain dalam jangka waktu lama (Almatsier, 2001).

2.2.2 Besi

  Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan. Besi terdapat pada hemoglobin darah yang mempunyai fungsi sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, besi juga berperan sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2001).

  Sumber yang baik untuk besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber yang baik lainnya adalah telur, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah (Almatsier, 2001). Kebutuhan akan zat besi untuk untuk orang dewasa adalah 10-15 mg/hari (Budiyanto, 2004).

  Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kabugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka, dan kemampuan mengatur suhu tubuh juga menurun. Pada anak-anak kekurangan besi menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar. Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, mengigau, dan pingsan (Almatsier, 2001).

2.2.3 Kalium

  Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh. Perbandingan natrium dan kalium di dalam cairan intraseluler adalah 1:10, sedangkan di dalam cairan ekstraseluler 28:1. Sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler. Bersama natrium, kalium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Bersama kalsium, kalium berperan dalam transmisi impuls pada saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen dan protein. Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai dalam tubuh (Almatsier, 2001).

  Karena merupakan bagian esensial semua sel hidup, kalium banyak terdapat dalam bahan makanan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Sumber utama kalium adalah makanan mentah/segar, terutama buah, sayuran, dan kacang- kacangan. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier, 2001).

  Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kehilangan banyak melalui saluran cerna dapat terjadi karena muntah-muntah, diare kronis, atau kebanyakan menggunakan laksan (obat pencuci perut). Kebanyakan kehilangan melalui ginjal adalah karena penggunaan obat-obat diuretik terutama untuk pengobatan hipertensi. Dokter sering memberikan suplemen kalium bersamaan dengan obat-obatan ini. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau, dan konstipasi, dan menurunkan kemampuannya untuk memompa darah. Kelebihan kalium akut dapat terjadi bila konsumsi melalui saluran cerna atau tidak melalui saluran cerna melebihi 18 g untuk orang dewasa tanpa diimbangi oleh kenaikan ekskresi. Hiperkalemia akut dapat menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian. Kelebihan kalium juga dapat terjadi bila ada gangguan fungsi ginjal (Almatsier, 2001).

2.2.4 Natrium

  Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu dan pankreas, mengandung banyak natrium.

  Sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler, natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Natrium menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dengan mengimbangi zat-zat yang membentuk asam. Natrium berperan dalam transmisi impuls pada saraf dan kontraksi otot. Natrium berperan pula dalam absorpsi glukosa dan sebagai alat angkut zat-zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding usus sebagai pompa natrium (Almatsier, 2001).

  Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat, kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Di antara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah mengandung paling sedikit natrium. Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg. Kebutuhan natrium didasarkan pada kebutuhan untuk pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat dan sekresi lain. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari. Pembatasan ini dilakukan mengingat peranan potensial natrium dalam menimbulkan tekanan darah tinggi (Almatsier, 2001).

  Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu makan. Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan dan bila menjalankan diet yang sangat terbatas dalam natrium. Bila kadar natrium darah turun, perlu diberikan natrium dan air untuk mengembalikan keseimbangan. Kelebihan natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi. Hal ini dapat diatasi dengan banyak minum. Kelebihan konsumsi natrium secara terus-menerus terutama dalam bentuk garam dapur dapat menimbulkan hipertensi (Almatsier, 2001).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

  Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955 (Khopkar, 1985). Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, sehingga suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985).

2.3.1 Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom

  Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini :

  Nyala Amplifier Monokromator Detektor

  Sumber nyala Pencatat hasil

  Bahan bakar Oksidan Sampel Gambar 2.1 Instrumen spektrofotometer serapan atom (Harris, 1982).

2.3.1.1 Sumber sinar

  Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow

  

cathode lamp) . Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung

  suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.1.2 Tempat sampel

  Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).

  a.

  Nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200

  C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Temperatur dari berbagai nyala dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Temperatur nyala dengan berbagai kombinasi bahan bakar dan bahan

  pengoksidasi (Harris, 1982) Bahan Bakar Oksidan Temperatur Maksimum (°K) Asetilen Udara 2400-2700 Asetilen Nitrogen Oksida 2900-3100 Asetilen Oksigen 3300-3400 Hidrogen Udara 2300-2400 Hidrogen Oksigen 2800-3000 Sianogen Oksigen 4800 b.

  Tanpa nyala (Flameless) Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa

  µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

  2.3.1.3 Monokromator

  Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak panjang gelombang yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2007).

  2.3.1.4 Detektor

  Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).

  2.3.1.5 Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

  pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

  Gangguan-gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut:

  1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

  2. Gangguan kimia yang dapat mempengauhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

  3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut: a.

  Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga c. Pengekstrasian unsur yang dianalisis d. Pengekstrasian ion atau gugus pengganggu 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis.

2.4 Validasi Metode Analisis

  Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

  Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: a.

  Kecermatan (Accuracy) Kecermatan (accuracy) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

  Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu: 1.

  Metode simulasi Metode simulasi (Spiked - placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

2. Metode penambahan baku

  Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). b.

  Keseksamaan (Precision) Keseksamaan (precision) diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel- sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

  c.

  Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).

  d.

  Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

  e.

  Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Dokumen yang terkait

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terkait - Sistem Penjadwalan Kuliah dengan Menggunakan Algoritma Genetika Studi Kasus Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Sistem Penjadwalan Kuliah dengan Menggunakan Algoritma Genetika Studi Kasus Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Permintaan Daging Sapi Di Kota Medan

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Beras Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan)

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Beras Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan)

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penetapan Kadar Kalium, Kalsium Dan Natrium Pada Daun Kucai (Allium Schoenoprasum, L.) Segar Dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 3 10

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Amoksisilin dan Kalium Klavulanat

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanopartikel 2.1.1 Pengenalan umum nanopartikel - Formulasi Dan Evaluasi Secara In Vitro Kompleks Nanopartikel Alginat-Kitosan Yang Mengandung Amoksisilin Dan Bovine Serum Albumin

0 1 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Formulasi Dan Evaluasi Secara In Vitro Kompleks Nanopartikel Alginat-Kitosan Yang Mengandung Amoksisilin Dan Bovine Serum Albumin

0 0 8

Penetapan Kadar Mineral Ca, Fe, K, Dan Na Pada Daun Ranti (Solanum Americanum Mill.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 58